Anda di halaman 1dari 37

KU-4182 Komunikasi Pembangunan

Peran Komunikasi dalam Efektifitas Patroli Polisi Jalan Kaki Untuk


Meningkatkan Keamanan di Kecamatan Coblong Kota Bandung
Kelompok 7
Ricky Aditya
M. Hafizh Zhafran N
Rindang Riyanti
David Sahat M
Daffa Gifary M. P
Antonio Juan Tanujaya
Pandanwangi Ambar J

10512095
11512005
12213052
13113134
15112011
15514022
19013017

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


OKTOBER 2015

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keamanan adalah hal yang diidam-idamkan banyak orang. Akan tetapi keamanan di
masyarakat sepertinya masih akan menjadi angan-angan saja. Seperti yang tertulis pada harian
Pikiran Rakyat, pada tahun 2013 total jumlah kriminalitas yang terjadi di Bandung adalah 4575
kasus. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan sebanyak 97 kasus dari tahun 2013 menjadi
4496 kasus. Tindak kriminal yang terjadi tidak hanya terjadi pada kasus-kasus besar seperti
pembunuhan, narkoba dan pencurian saja, akan tetapi juga merambah ke kasus-kasus
pencopetan, street crime (tawuran) dan pelecehan seksual. Disini, peran polisi sangat diperlukan
dalam membasmi tindak kriminalitas untuk mewujudkan situasi yang aman dan nyaman bagi
masyarakat.
Banyak orang belum mengetahui mengenai patroli jalan kaki yang dilakukan polisi.
Sebagaimana tertulis di UU Sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol : SKEP / 249 / IV /
2004 tanggal 21 April 2004 tentang Buku Petunjuk Kegiatan tentang Patroli bahwa patroli adalah
suatu bentuk kegiatan bergerak dari suatu tempat ke tempat tertentu yang dilakukan oleh anggota
Sabhara Polri guna mencegah terjadinya suatu tindakan kriminalitas, memberikan rasa aman,
perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat. Kegiatan patroli sabhara polri meliputi : a.
Patroli jalan kaki; b. Patroli bersepeda; c. Patroli bermotor R2 dan R4; d. Patroli berkuda; dan e.
Patroli multi fungsi.
Patroli jalan kaki sendiri adalah patroli yang dilakukan oleh polisi dengan berjalan kaki
yang ditujukan untuk menjangkau daerah-daerah rawan kejahatan yang tidak dapat dijangkau
polisi dengan menggunakan kendaraan. Sosialisasi Patroli Polisi Jalan Kaki belum terasa di
masyarakat karena bentuk komunikasi interpersonal yang dilakukan dirasa belum cukup.
Adanya fakta menarik mengenai tingginya angka kriminalitas di Bandung dan adanya UU
mengenai patroli pejalan kaki mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap
efektifitas patroli jalan kaki oleh polisi di Kecamatan Coblong. Penulis memilih untuk
melakukan penelitian di Kecamatan Coblong untuk melihat kinerja Polisi dalam melaksanakan
Patroli Jalan Kaki.. Dengan begitu, penulis mengangkat judul Komunikasi Interpersonal
dalam Efektifitas Patroli Polisi Jalan Kaki Untuk Meningkatkan Kinerja Polisi di
Kecamatan Coblong Kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
1) Komunikasi interpersonal yang dilakukan pihak polisi kepada masyarakat
2) Kurang efektifnya sosialisasi patroli polisi jalan kaki
3) Kinerja polisi yang kurang efektif dalam meningkatkan keamanan Kecamatan
Coblong
1.3 Rumusan Masalah

1) Apa bentuk komunikasi interpersonal dari polisi dalam melaksanakan patroli jalan
kaki?
2) Apa bentuk komunikasi interpersonal dari polisi dalam melaksanakan patroli jalan
kaki?
3) Apakah kinerja polisi sudah efektif dalam meningkatkan keamanan di daerah
Coblong?
1.4 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui bentuk komunikasi interpersonal yang dilakukan polisi dalam sosialisasi
patroli polisi jalan kaki
2) Mengetahui efektifitas komunikasi polisi dalam sosialisasi patroli jalan kaki .
3) Mengetahui efekktifitas kinerja polisi dalam menjaga keamanan di Kecamatan
Coblong
1.5 Manfaat Penelitian
a . Untuk mengetahui bentuk komunikasi interpersonal dalam sosialisai patroli jalan kaki
b. Untuk mengetahui cara komunikasi yang efektif dalam sosialisasi patroli jalan kaki
c. Untuk mengetahui kinerja yang efektif dalam meningkatkan keamanan di Kecamatan
Coblong
BAB II Landasan Teori
2.1 Wawancara
a) Definisi Wawancara
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara
adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan
responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara
lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan
penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi ( 1989:192 ), wawancara, sebagai sesuatu proses tanyajawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang
satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri
suaranya, tampaknya merupakan alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang
beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes.
Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat,
keyakinan, perasaan, motivasi, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya;
mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta
rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat digunakan untuk

menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan


sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir,
wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan
sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal
dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan
gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verbal.
b) Fungsi Wawancara
1)

Sebagai metode primer


Wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, atau sebagai metode
utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya.

2)

Sebagai metode pelengkap


Wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak
dapat diperoleh dengan cara lain.

3)

Sebagai kriterium
Wawancara sebagai baku mutu untuk menguji kebenaran dan kemantapan data
yang diperoleh dengan cara lain seperti observasi, tes, kuesioner, dan sebagainya.

c) Jenis Wawancara
1) Ditinjau dari jumlah pewawancara, wawancara dikelompokan menjadi 2 yaitu:

Wawancara pribadi
Wawancara dilakukan secara berhadap-hadapan (face to face) antara seorang
pewawancara dengan seorang narasumber. Wawancara ini memberikan
privacy yang maksimal sehingga memungkinkan untuk memperoleh data
yang intensif. Wawancara ini mampu mengidentifikasi karakter narasumber
lebih jelas yang dapat dilihat dari ekspresi, gaya bicara, dll yang diperlihatkan
oleh narasumber.

Wawancara kelompok
Wawancara dilakukan antara satu orang atau lebih pewawancara dan dua
orang atau lebih narasumber. Namun dapat pula dilakukan antara dua orang
atau lebih pewawancara dan satu orang narasumber.

2) Ditinjau dari struktur wawancara, wawancara dikelompokan menjadi 3 yaitu :

Wawancara tidak berstruktur


Pada wawancara ini, biasanya diikuti oleh suatu kata kunci atau daftar topik
yang mencakup semua pertanyaan wawancara, namun tidak ada pertanyaan

yang ditetapkan sebelumnya. Jenis wawancara ini bersifat fleksibel sehingga


peneliti atau pewawancara dapat mengikuti minat dan pemikiran narasumber.
Wawancara ini menghasilkan data yang paling banyak.

Wawancara semi berstruktur


Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara.
Sekuensi pertanyaan tidak sama pada setiap partisipan atau narasumber
bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isu yang ingin
dimunculkan. Pedoman wawancara dapat direvisi setelah wawancara karena
mendapatkan ide baru.

Wawancara berstruktur
Peneliti kualitatif jarang menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa
keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak
kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan
sebelumnya. Setiap narasumber ditanya dengan pertanyaan yang sama.
Wawancara jenis ini menyerupai kuesioner survei.

d) Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara terstruktur

Tentukan tujuan wawancara

Buat batasan dari tujuan secara operasional

Jabarkan operasionalisasi dalam rincian

Pewawancara

Memberikan penjelasan secukupnya pada responden tujuan wawancara

Mengikuti pedoman : urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak


melakukan improvisasi (wawancara berstruktur)

Mengendalikan wawancara, tetapi tidak terlibat (tidak sugetif, beropini,


menginterpretasikan pertanyaan). (Fontana & Frey, 1994)

Kesalahan melaporkan hasil suatu wawancara:

Error of Recognition: disebabkan oleh ingatan pewawancara tidak dapat


bekerja sebagaimana mestinya. Kegagalan ingatan untuk mereproduksi
apa yang sudah ditangkap.

Error of Omission: terjadi karena banyak hal yang harus dilaporkan,


dilewatkan saja dan tidak dilaporkan. Hal ini terjadi pada wawancara yang
dicatat secara mekanik (tipe recorder, recorder, dll), lebih banyak pada
wawancara yang dicatat dengan kode-kode, dicatat secara biasa, dan
paling banyak pada wawancara yang tidak dicatat.

Error of Addition: terjadi karena penulis laporan cenderung menambahnambah jawaban-jawaban yang diwawancarai.

Error of Substitution: pelapor tiddak mengingat-ingat dengan benar apa


yang sudah dikatakan oleh narasumber sehingga mencoba mengganti apa
yang ia lupakan dengan kata-kata lain yang mempunyai arti yang lain
daripada yang dimaksudkan oleh penjawab.

2.2 Teori Komunikasi interpersonal


Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang
dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung
diketahui balikannya. (Muhammad, 2005,p.158-159).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara
verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang,
seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000,
p. 73)
2.3 Teori Efektifitas Komunikasi
Komunikassi mengalami proses internalisasi, jika komunikan menerima pesan yang
sesuai dengan sistem nilai yang dianut. Komunikan merasa memperoleh sesuatu yang
bermanfaat, pesan yang disampaikan memiliki rasionalitas yang dapat diterima. Internalisasi bisa
terjadi jika komunikatornya memiliki ethos atau credibility (ahli dan dapat dipercaya), karenanya
komunikasi bisa efektif.
Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individu-individu yang
berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya
aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat dalam giliran berbicara,
bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa dan sebagainya.
Teori ini berkembang dari aliran interaksionisme simbolik yang menunjukan arti penting dari
interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini adalah :
a)

Kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun,


memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini
bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat(the
glue of society).

b) Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui
bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat
ditemukan melalui metode interpretasi.

c)

Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol


direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannya. Sehingga fokus
pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur sosial, serta
bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.

d) Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat
objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu, makna
dapat berubah dari waktu kewaktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok sosial
ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah
relatif dan temporer.
2.4 Teori Kinerja
Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu. Kinerja suatu organisasi
berhubungan dengan sumber daya organisasi tersebut, komunikasi yang dilakukan, serta harus
ada hasil dari kerja tersebut.
2.5 Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori yang memepelajari tentang bagaimana cara
seseorang berhubungan dengan orang lain, kemudian seseorang tersebut menentukan
keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungan apa saja yang akan didapatkan dari hubungan
tersebut. Kemudian setelah seseorang itu menentukan keseimbangannya, maka ia akan dapat
menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki hubungan tersebut atau tidak sama
sekali.
Dasar dari pemikiran teori pertukaran sosial ini adalah seseorang yang dapat mencapai
suatu pengertian mengenai sifat komplek dari kelompok dengan mengkaji hubungan di antara
dua orang atau yang biasa dikenal dengan sebutan dyadic relationship. Dimana suatu kelompok
dipertimbangkan untuk kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Dari perumusan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan
pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya dan imbalan dipahami dalam situasi yang akan
disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama interaksi sosial. Jika imbalan
dirasa masih belum cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi kelompok akan diakhiri
atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan
apapun yang mereka cari.
Karena telah berusaha untuk menjelaskan tentang fenomena kelompok dalam lingkup
konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan, maka pendekatan pertukaran
sosial ini dianggap sangat penting.
Contohnya adalah misalnya pada hubungan suami istri pada suatu ikatan pernikahan.
Hubungan tersebut akan dikatan langgeng atau awet jika kedua belah pihak tersebut merasa
saling menguntungkan satu sama lainnya. Perilaku seseorang akan dimunculkan bila dirinya
merasa diuntungkan. Namun sebaliknya, jika saling merugikan maka perilaku tersebut tidak akan
dimunculkan atau diperlihatkan. Banyak sekali kasus perceraian yang seringkali jumpai. Pada

awalnya mereka mengumbar-ngumbarkan kemesraannya, namun ketika sedang bertengkar atau


bercerai mereka mengubar-ngumbarkan kejelekan pasangannya masing-masing. Untuk
menghindari hal itu, maka harus saling memahami kelebihan dan kekurangan dari pasanganya
masing-masing agar tercipta sikap yang saling melengkapi. Selain itu, harus membuat komitmen
terlebih dahulu sebelum menjalin sebuah ikatan pernikahan agar tidak terjadi perceraian.
2.6 Teori Keseimbangan Heider
Teori keseimbangan Heider ini dikemukakan oleh Fritz Heider. Beliau adalah seorang
psikolog yang dikenal peduli terhadap cara seseorang menata sikap terhadap orang dan benda
dalam hubungannya satu sama lain di dalam struktur kognitifnya sendiri.
Ruang lingkup Teori Kesimbangan dari Heider ialah hubungan-hubungan antarpribadi.
Teori ini menjelaskan bagaimana individu-individu sebagai suatu kelompok cenderung untuk
menjalin hubungan satu sama. Tentunya salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat
berhubungan, ialah dengan menjalin komunikasi secara terbuka. Teori ini memusatkan
perhatiannya pada hubungan intrapribadi yang berfungsi sebagai daya tarik. Menurut teori ini,
berbagai perasaan positif dan negatif yg dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain.
Heider juga mengembangkan dua konsep keadaan yang terjadi di dalam Teori
Keseimbangan Heider ini, antara lain :
a) Keadaan yang seimbang
Keadaan yang seimbang menunjukkan sebuah situasi yang di dalamnya unit-unit yang ada
dan sentiment-sentimen yang dialami hidup berdampingan tanpa tekanan.
b) Keadaan yang tidak seimbang
Keadaan yang tidak seimbangan ini menimbulkan ketegangan dan membangkitkan tekanantekanan untuk memulihkan keseimbangan.
Paradigma yang telah dibuat oleh Heider mempunyai fokus yang berada pada 2 individu,
seorang (P), objek analisis dan beberapa orang lain (O), dan objek fisik, gagasan, atau peristiwa
(X). Fokus Heider adalah pada bagaimana hubungan di antara ketiga entitas ini diorganisasikan
dalam benak seseorang kesukaan (L) dan hubungan unit (U) (penyebab, kepemilikan, kesamaan,
dan sebagainya). Dalam paradigm Heider, keadaan seimbang muncul apabila hubungan
ketiganya positif dalam segala hal atau apabila dua negative dan satu positif. Semua kombinasi
lain adalah tidak seimbang.
Contohnya adalah ada dua orang sahabat, yaitu X dan Y, yang telah menjalin pertemanan
sudah cukup lama dan cukup dekat. Ketika ada seorang teman yang lain yaitu Z menanyakan
pendapat tentang X ke Y, Y mengatakan bahwa X adalah seorang sahabat yang sangat baik,
penuh perhatian, dan dewasa. Kemudian ketika Z menanyakan pertanyaan yang sama kepada X,
X mengatakan bahwa Y adalah seseorang yang kurang baik karena dia adalah tipe orang yang
egois dan masih kekanak-kanakan.
2.7 Teori A-B-X Newcomb

Teori A-B-X Newcomb awalnya diambil oleh Theodore M. Newcomb dari teori
keseimbangan Heider dan diterapkan pada komunikasi antarmanusia. Kemudian beliau
menggunakan istilah teori simetri agar berbeda dengan teori keseimbangan dan berpendapat
bahwa kita berusaha saling memengaruhi satu sama lain untuk menghasilkan simetri
(keseimbangan/ekuilibrium).
Teori Newcomb lebih merupakan sebuah teori daya tarik antarindividu daripada teori
perubahan sikap. Apabila kita gagal mencapai simetri melalui komunikasi dengan orang lain
tentang sebuah objek yang penting bagi kita, maka kita kemudian dapat mengubah sikap kita
baik terhadap orang itu maupun pada objek yang diperbincangkan guna menciptakan simteri.
Karena model Newcomb berhungan dengan 2 orang dan komunikasi di antara mereka,
beliau memberi label A dan B dan tetap memberi label X, sama dengan Heider, untuk
mepresentasikan objek sikap mereka.
Berbeda dengan Heider, Newcomb menekankan komunikasi. Semakin tidak simetri
antara A dan B terhadap X, maka semakin besar kemungkinan A akan berkomunikasi dengan B
tentang X. Simetri memprediksikan bahwa manusia berasosiasi atau menjadi teman bagi
manusia lain yang sama pendapatnya.
Teori simetri Newcomb memprediksikan bahwa semakin A tertarik pada B, maka
semakin besar perubahan opini pada pihak A terhadap posisi B.
Contohnya adalah A dan B sedang membicarakan tentang kegunaan Samsung Android
serta kelebihan dan kerugiannya. B beranggapan bahwa Samsung adalah smartphone terbaik di
dunia dan B pun sudah memakai Samsung sudah hampir 3 tahun. Kemudian A mencari informasi
tentang kelebihan dan kekurangan dari Samsung dan mengatakan kepada B bahwa Samsung
bukan smartphone yang terbaik di dunia. Kebanyakan Samsung hanya digunakan untuk
mengupdate Instagram dan menurut A smartphone yang terbaik itu adalah Android seperti
Samsung. Namun, B mengatakan tidak hanya aplikasi tersebut yang digunakan, namun masih
ada banyak sekali aplikasi yang terdapat pada Samsung tersebut. Sehingga A dan B saling
memengaruhi tentang persepsi mereka tentang Samsung dan mereka saling meningkatkan
keadaan simetris mereka.
2.8 Teori Perbandingan Sosial
Perbandingan sosial adalah proses membandingkan diri kita dengan orang lain. Dari
kutipan Leon Festinger,Fisher mengemukakan bahwa orang biasanya melakukan evaluasi diri,
yaitu suatu cara untuk mengetahui diri kita sendiri (konsep diri). Selain itu kita juga ingin
mengetahui bagaimana menilai diri kita.
Sebagai manusia, kita selalu ingin merasa baik oleh sebab itu kita melakukan proses
evaluasi diri dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Salah satu cara agar kita bisa
melakukan perbandingan sosial adalah dengan cara komunikasi antarpribadi.
Seringkali kita melakukan perbandingan sosial dengan orang yang setara dengan kita.
Dan ini dapat diartikan bahwa berarti kita jarang sekali membandingkan diri kita dengan orang
lain yang jauh ukuran atau tingkatnya dibandingkan dengan kita.

Contohnya adalah ketika kita menjadi sebuah direktur, pasti kita akan membandingkan
dengan orang yang jabatannya di bawah kita atau yang status sosialnya lebih rendah daripada
kita. Peristiwa tersebutlah yang melahirkan adanya perbandingan sosial sehingga kita tidak bisa
mengevaluasi diri kita. Jika kita membandingkannya dengan orang yang mempunyai status
sosial atau jabatan yang sama dengan kita, maka tidak akan mucul yang namanya perbandingan
sosial tersebut.
2.9 Teori Disonansi Kognitif (dalam teori komunikasi interpersonal)
Disonansi Kognitif adalah perasaan yang tidak seimbang atau merupakan perasaan tidak
nyaman yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan perilaku tidak konsisten dimana memotivasi
orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.
Contoh: Seorang remaja memiliki banyak hal yang dituntut untuk perubahan, tetapi dia
tidak memiliki hal-hal ataupun berusaha melakukan tindakan untuk mewujudkan perubahan
tersebut. Karena hanya berangan saja, akhirnya remaja tersebut menjadi tidak peduli dengan
perubahan yang ia impikan.
2.10 Teori Kategori Sosial (dalam teori komunikasi massa)
Teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas dalam
masyarakat kota industri yang kurang lebih memiliki prilaku sama terhadap rangsanganrangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut di dasarkan pada usia, jenis kelamin, tingkat
penghasilan, tingkat pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota) ataupun agama.
Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang berhubungan dengan
kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifatsifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan
tertentu. Persamaan dalam orientasi serta sikap akan berpengaruh pula terhadap tanggapan
mereka dalam menerima pesan komunikasi. Masyarakat yang memiliki orientasi sama, lebih
kurang akan memilih isi komunikasi yang sama dan akan menanggapi isi komunikasi tersebut
dengan cara yang sama.
Contoh: Orang Padang, Medan, Jawa Tengah, dll berdomisili di Jakarta. Mereka
berkumpul membentuk suatu penduduk sehingga banyak perpaduan budaya. Akan tetapi lama
kelamaan mereka akan membentuk suatu budaya, norma sehingga mereka menjadi suatu
kesatuan.
2.1 Grounded Theory pada Ilmu Komunikasi
Pada pendekatan grounded theory pada penelitian komunikasi dengan menggunakan tiga
langkah berikut ini:
Gambar 1:
Strategi Pertama
Strategi Ledakan Bola Salju (Explotion Snow Ball Strategy)

Sumber: Burhan, 2010, p.3


Pada strategi pertama, seperti namanya, ledakan bola salju, peneliti komunikasi
menggunakan masalah penelitian komunikasisebagai bongkahan salju utama yang diledakan
untuk menarik berbagai macam pertanyaan di lapangan.
Berbagai pertanyaan selalu dibangun untuk menjawab masalah penelitian komunikasi
dan di antaranya tak berguna dan harus di tinggalkan, sedangkan beberapa diantaranya perlu
diperdalam dan direvisi, diperhalus dan diperjelas lagi, sehingga ledakan bola salju menjadi
kristal pada beberapa kelompok pertanyaan yang telah direvisi diperdalam dan diperjelas,
kemudian dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan baru menyerupai beberapa bola salju
kecil.
Gambar2:
Strategi Kedua
Stategi Pelepasan Bola Salju (Discharge Snow Ball Strategy)
Sumber: Burhan, 2010, p.4
Pertanyaan-pertanyaan yang mengelompok menjadi bola-bola salju kecil, dikembangkan
di lapangan melalui wawancara dan observasi secara bertahap, sehingga pertanyaanpertanyaan itu berkembang menjadi semakin banyak melalui informan baru.
Pada kenyataan di lapangan, ada pertanyaan yang tidak memerlukan banyak informan
namun terpusat pada informan-informan tertentu saja.
Pada strategi kedua ini penelitikomunikasi perbanyak memperoleh data maupun
informasi dengan bertahap mengembangkan wawancara dengan informan baru, bertahap
melakukan observasi lapangan, memperbanyak memperoleh dokumen yang diperoleh dari
berbagai pihak, termasuk pakar dan pemerhati.
Peneliti komunikasi juga melakukan verifikasi terhadap hipotesis di lapangan untuk
menguji hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang dibuat, dan verifikasi ini terus
dilakukan peneliti selama penelitian komunikasi ini berlangsung.
Gambar: 3
Strategi Ketiga
Strategi Cerobong Asap
Sumber: Burhan, 2010, p.4
Pada strategi ketiga, semua pertanyaan peneliti komunikasimengerucut pada domaindomain yang menjawab masalah penelitian komunikasi. Strategi ini digunakan untuk
melakukan sinergi terhadap semua pertanyaan dan hipotesa yang telah dikembangkan

dilapangan, sehingga mengerucut kepada masalah penelitianutama di dalam penelitian


komunikasi ini.
Pada proses strategi ketiga ini, peneliti komunikasi lebih banyak merenung, membaca,
merevisi, membuat abstaksi kembali terhadap berbagai data maupun informasi yang sudah di
peroleh, bertanya dan berdiskusi lagi dengan kelompok-kelompok kecil untuk mendengar
respon dan kritik mereka terhadap draf tulisan yang telah di buat, kemudian menulis lagi,
membaca lagi dan kembali merenung tulisan-tulisan itu. Peneliti komunikasi akhirnya
membuat simpulan-simpulan yang oleh peneliti menjadi tulisan akhir dari penelitian
komunikasi ini.
Di dalam menggunakan ketiga-tiga strategi grounded theory di atas, penelitikomunikasi
secara tradisional menggunakan wawancara dan observasi serta dokumentasi sebagai media
utama dari grounded theory.
Sebagaimana Strauss dan Corbin (2009) katakan,bahwagrounded theory hampir sama
dengan teori-teori lain yang digunakan di dalam penelitian kualitatif, sumber data dan metode
yang digunakan di dalam pengumpulan data adalah wawancara dan observasi lapangan, begitu
pula penggunaan berbagai jenis bahan-bahan dokumenter.
BAB III Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah kualitatif, yaitu melakukan wawancara
kepada orang yang terkait dengan masalah disertai dengan dokumentasi wawancara. Berdasarkan
landasan teori, metode wawancara yang dilakukan memiliki fungsi sebagai metode primer, dari
segi jenisnya terkategori wawancara pribadi, wawancara kelompok, dan wawancara semi
berstruktur.Dengan narasumber secara demikian :

Andik Yumantoro (Fisika 2012)

Muhammad Azka Sabil (Kimia 2014)

Elbert C (Teknik Mesin 2013)

Bapak Iskandar
(Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kec. Coblong)

Abiyyu Hilmi (Teknik Geodesi 2012)

Bapak Asep Gunawan (Polisi Lalu Lintas)

Bapak Rusmana (Babinkamtibmas Polres Coblong)

Adapun pedoman wawancara yang kami gunakan dalam mewawancarai tiap jenis narasumber
berdasarkan teori yang sudah ada seperti berikut ;
Daftar Pertanyaan : Teori Bentuk Komunikasi Interpersonal
1.

Apakah polisi melakukan komunikasi secara langsung/tidak langsung?

2.

Bagaimanakah hubungan antara polisi dengan masyarakat?

3.

Apa informasi yang disampaikan saat berkomunikasi dengan masyarakat?

4.

Apakah hasil timbal balik yang dapat diterima polisi dari masyarakat?

Daftar Pertanyaan : Teori Efektifitas Komunikasi


1.

Apa jenis komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi patroli polisi jalan kaki?

2.

Bagaimana respon dari masyarakat setelah diadakannya sosialisasi tersebut?

3.

Adakah perubahan perilaku dari masyarakat setelah diadakannya sosialisasi tersebut?

4.

Apakah anda paham dengan sosialisasi yang diberikan oleh pihak kepolisian?

Daftar Pertanyaan : Teori Kinerja


1.

2.

Apakah sumber daya dan struktur di pihak kepolisian sudah terintegrasi dengan baik
untuk melakukan patroli jalan kaki?

3.

Apakah anda paham dengan sosialisasi yang diberikan oleh pihak kepolisian?
Apakah ada hasil yang dirasakan setelah diadakannya sosialisasi patroli polisi jalan
kaki?
BAB IV Hasil Penelitian

4.1

Hasil wawancara : Muhammad Azka Sabil (Kimia 2014)

Azka menuturkan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah melihat adanya patroli
jalan kaki yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Selain itu, dia pun tidak mengetahui terkait
adanya patroli jalan kaki jika ditinjau dari segi undang-undang. Dia merupakan mahasiswa
ITB yang tinggal di Cihampelas. Menurutnya dari segi keamanan di sekitar (tempat
tinggalnya, Kecamatan Coblong) dapat dikatakan relatif aman untuk skala kasus-kasus besar
misalnya kemalingan, dll (walaupun pernah kehilangan sendal di tempat kosnya). Ia
memandang perlu dijalankannya patroli jalan kaki agar masyarakat dapat merasa lebih
aman. Patroli yang selama ini ia ketahui yaitu patroli satpol pp (patroli gelandangan,
pengemis, banci), patroli mobil polisi, dan patroli yang mengusir pedagang kaki lima.
Untuk jenis patroli lain termasuk patroli jalan kaki polisi ia tidak mengetahuinya.
4.2

Hasil wawancara : Andik Yumantoro (Fisika 2012)

Andik menutukan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah dan tidak tahu terkait
patroli jalan kaki polisi, patroli yang sering ia lihat adalah patroli yang menggunakan mobil.
Di sekitar tempat tinggalnya (Siliwangi) aman-aman saja bahkan banyak sepeda motor yang
diparkir diluar (dijalanan) tidak pernah terjadi kasus kemalingan. Menurutnya, untuk kondisi
saat ini belum memerlukan patroli jalan kaki, karena kebutuhan ada atau tidaknya patroli
jalan kaki tergantung situasi. Adapun terkait sosialisasi keamanan di masyarakat sekitar
tempat tinggalnya ia kurang mengetahuinya. Ia menuturkan bahwa hubungan komunikasi
antara pejabat setempat (Rt, Rw) dengan masyarakat cukup baik, setiap kebijakan baru
sering dikomunikasikan dengan masyarakat setempat.
4.3

Hasil wawancara : Elbert C (Teknik Mesin 2013)

Elbert menuturkan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah dan tidak tahu terkait
patroli jalan kaki polisi, patroli yang sering ia lihat adalah patroli yang menggunakan mobil.
Namun setelah dijelaskan terkait patroli jalan kaki, ia mengungkapkan pernah melihat ada
polisi yang keliling berpatroli di mall Jakarta. Di sekitar tempat tinggalnya (Tubagus Ismail)
aman-aman saja belum pernah terjadi tindak kejahatan hanya saja di daerah kosnya cukup
sepi. Menurutnya, perlu untuk dilakukan patroli jalan kaki polisi terutama untuk daerah yang
agak gelap dan sepi tetapi untuk daerah yang ramah dan terang belum memerlukan adanya
patroli jalan kaki polisi.Adapun terkait sosialisasi keamanan di masyarakat sekitar tempat
tinggalnya ia kurang mengetahuinya.
4.4

Hasil wawancara : Bapak Iskandar (Kepala Satpol PP Kec. Coblong)

Bapak Iskandar, selaku Kepala Satpol PP Kecamatan Coblong menuturkan bahwa


terdapat hubungan seimbang antara masyarakat, kecamatan serta kepolisian. Hubungan
tersebut terlihat dengan adanya Muspika, singkatan dari Musyawarah Pimpinan Kecamatan.
Satpol PP sendiri bekerja untuk dalam konteks ketertiban serta ketenteraman masyarakat,
untuk keamanan sendiri tetap kewajiban dari polisi. Contoh cara Satpol PP dalam
menenteramkan situasi daerah Coblong adalah dengan memperingatkan dan menghalau
penjual kaki lima yang mengalihfungsikan trotoar menjadi tempat untuk kegiatan jual beli.
Lingkup kerja Satpol PP yang berada di bawah koordinasi Bapak Iskandar adalah
melingkupi 6 kelurahan. Mengingat ruang lingkup kerja yang luas, maka Bapak Iskandar
dibantu oleh wakil di kelurahan sehingga informasi yang masuk akan sampai ke Bapak
Iskandar sendiri. Bapak Iskandar menyebutkan bahwa polisi selalu menjalankan patroli di
sekitar daerah Coblong. Menurut Bapak Iskandar, patroli yang dilakukan polisi memang
kebanyakan menggunakan kendaraan, bukan karena ego, bukan karena malas, akan tetapi
agar selalu siap siaga jika terdapat laporan kriminal di tempat yang jauh. Jika patroli yang
dilakukan polisi dengan berjalan kaki maka akan memperlambat pergerakan polisi itu
sendiri. Kendala Bapak Iskandar dalam menjalankan tugasnya adalah banyaknya
mahasiswa, LSM, dan PKL yang terus bermunculan dan menghambat kerjanya.
4.5

Hasil wawancara : Abiyyu Hilmi (Teknik Geodesi 2012)

Abiyyu menuturkan tidak tahu terkait patroli jalan kaki oleh polisi. Kondisi
keamanan di kosnya termasuk aman, namun di wilayah sekitar kosnya (Cisitu Baru) pernah
terjadi kemalingan. Menurutnya, perlu untuk dilakukan patroli jalan kaki karena pernah
terjadi kemalingan di wilayah sekitar kosnya. Adapun terkait sosialisasi keamanan di
masyarakat sekitar tempat tinggalnya ia kurang mengetahuinya.

4.6

Hasil wawancara : Bapak Asep Gunawan (Polisi Lalu Lintas)

Menurut keterangan yang diberikan Bapak Asep Gunawan, patroli dilakukan dalam
bentuk patroli menggunakan kendaraan mobil.Biasa dilakukan patroli di area area yang
memang rawan terjadi kejahatan. Namun dari beliau sediri mengeluhkan persoalan
kurangnya personil, dan juga komunikasi antar bawahan- atasan yang kurang
harmonis.Sehingga seringkali terjadi miskomunikasi dalam pelaksanaan tugas menjaga
keamanan.
4.7

Hasil wawancara : Bapak Rusmana (Babinkamtibmas Coblong)

Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Rusmana, Beliau mengatakan jika
patroli dilakukan kapanpun di manapun dan oleh divisi apapun, baik Polantas, PJR (Patroli
Jalan Raya), Sabhara ataupun Babinkamtibmas. Namun pembagiannya tergantung
penugasan dari atasan mereka masing-masing. Patroli kendaraan rutin dilaksanakan, tetapi
untuk patroli jalan kaki akan dilakukan ketika suatu wilayah dirasa membutuhkan. Hal
tersebut dinilai berdasarkan pengamatan lapangan maupun laporan dari masyarakat.
Kesulitannya adalah ketika tidak ada personil bantuan, karena setiap wilayah dipegang oleh
satu personil. Maka dari itu pihak kepolisian memiliki perpanjangan tangan seperti hansip di
setiap wilayah untuk membantu tugas mereka. Dan permasalahan yang terjadi seringkali
bukan tentang maling atau rampok, tetapi lebih kepada modus penipuan seperti penjualan
voucher diskon palsu. Selain hal tersebut, masyarakat juga terkadang segan untuk memberi
masukan balik kepada pihak kepolisian dan tidak mau menjadi saksi atas kasus yang terjadi.
BAB V Analisis Hasil Penelitian
A. Komunikasi yang Dilakukan Pihak Polisi Kepada Masyarakat
Komunikasi yang dilakukan polisi kepada masyarakat dilakukan secara tidak langsung,
yakni melalui pejabat setempat. Bentuk komunikasi yang disampaikan seputar keamanan dan
ketertiban. Masih ada jarak psikologis antara polisi dan masyarakat. Masyarakat masih
menganggap polisi merupakan pihak yang sangat disegani, sehingga kurang kedekatan antara
kedua pihak. Belum ada timbal balik yang berarti bagi polisi dari masyarakat. Hal tersebut
disebabkan karena kurangnya informasi prosedur perihal keamanan, dan juga karena
sebagaian besar masyarakat yang belum mengetahui patroli polisi jalan kaki.
Berdasarkan teori komunikasi interpersonal, dimana harus ada komunikasi secara langsung
dan ada hasil timbal balik pada polisi, maka polisi belum melakukan komunikasi
interpersonal dengan benar.
B.

Kurang Efektifnya Sosialisasi Patroli Polisi Jalan Kaki


Komunikasi yang umumnya dilakukan oleh polisi kepada masyarakat adalah
secara tidak langsung. Sehingga bisa saja terjadi miskomunikasi informasi yang diterima
oleh masyarakat.
Belum ada respon maupun perubahan perilaku dari masyarakat setelah adanya
komunikasi yang dilakukan oleh polisi. Hal ini juga disebabkan karena jenis komunikasi
yang digunakan tidak tepat.

Masyarakat cukup mengerti dengan sosialisasi yang dilakukan oleh polisi.


C.

Kinerja Polisi yang Kurang Efektif Dalam Meningkatkan Keamanan Kecamatan


Coblong
Keamanan akan terwujud apabila polisi dapat melakukan sosialisasi terkait
penjagaan keamanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif
menjaga keamanan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Jumlah personel dari pihak
kepolisian kecamatan coblong dapat dikatakan masih kurang, sehingga personel yang
dapat turun ke lapangan pun juga tidak maksimal.
Masyarakat cukup paham dengan sosialisasi yang diberikan oleh polisi, namun
sosialisasi yang diberikan belum rutin.
Kebanyakan masyarakat merasa bahwa patroli polisi jalan kaki itu perlu untuk
wilayah yang rawan. Namun untuk wilayah yang ramai hingga larut malam dirasa tidak
perlu.
BAB VI Simpulan dan Saran
6.1

Simpulan

Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan, didapatkan kesimpulan sebagai


berikut :
1.

Bentuk komunikasi yang dilakukan polisi dalam sosialisasi patroli polisi jalan kaki
adalah komunikasi interpersonal, namun belum dilakukan dengan benar.

2. Komunikasi polisi dalam sosialisasi patroli jalan kaki masih belum efektif
3. Kinerja polisi dalam menjaga keamanan di Kecamatan Coblong masih belum maksimal .
6.2

Saran

Atas pengamatan yang telah kami lakukan, kami memberi dua saran yang dibagi
berdasarkan jenis golongan dalam masyarakat, yaitu kepada pihak polisi dan kepada
masyarakat:
Untuk Polisi
1. Walaupun sudah mempercayakan pihak setempat dalam menjaga keamanan, sebaiknya
pihak polisi juga aktif dalam memantau keamanan daerah tersebut.
2. Menambah jumlah personil untuk melakukan patroli jalan kaki
3. Cara komunikasi yang efektif sebaiknya tidak dilakukan hanya kepada pejabat daerah
(RT/RW) akan tetapi secara menyeluruh sampai ke setiap rumah.
Untuk Masyarakat

1. Masyarakat harus lebih proaktif dalam menyikapi isu-isu mengenai keamanan setempat.
2. Masyarakat diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pihak kepolisian
untuk mewujudkan lingkungan yang aman
DAFTAR PUSTAKA
Burhan, B. (2010). Grounded Research dalam Masalah Kebijakan Publik, Jurnal Lembaga
Penelitian Filsafat dan Kemasyarakatan, Thn. I/3, PDII, The BuBu Center.
Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah:
Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, Stephen W, Karen A Fross. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sevener, Warner J, James W Tankard. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada.
Anonim.
2014.
Pengertian
dan
Fungsi
Wawancara
Menurut
Para
http://ericadelia.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-dan-fungsi-wawancara-menurut.html.
Diakses hari Rabu, 30 September 2015

Ahli.

LAMPIRAN
Sesi tanya jawab:

Nim

Pertanyaan

17210006 Patroli jalan kaki mempunyai kesempatan untuk ungli, bagaimana menurut kalian?

15112105 Apa pertimbangan untuk memilih daerah Coblong sebagai area studi?

12511001

1.
2.

Daerah Coblong luas, memangnya areanya dari mana sampai mana?


Pelaksanaan patroli jalan kaki melibatkan berapa personil dan berapa
lama jangka waktu patrolinya?

10110098 Apakah mendapat data jumlah personil polsek Coblong? Apakah patroli hanya
dilakukan oleh divisi reskrim? Kegiatan apa yang dilakukan saat patroli jalan

kaki?

10610072 Kalimat pada rumusan masalah 1 kurang tepat dengan apa yang disampaikan

12213078 Pada bagian saran untuk masyarakat, apa maksud dari po aktif dan komunikasi
yang aktif?

13612028 Apa yang bisa dilakukan oleh polisi atau gojek agar penumpang merasa aman?

13312028 Tujuan utama adanya peraturan patroli jalan kaki dan mengapa kurang
dimaksimalkan?

11212016 Apakah patroli jalan kaki pernah dilakukan? Sosialisasi yang pernah dilakukan
seperti apa? Prosedurnya seperti apa? Apakah efektif?

15112088 Apakah pernah mendengar dan melihat poster tentang program kepolisian brigadir
masuk RW? Apakah program ini berjalan?

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keamanan adalah hal yang diidam-idamkan banyak orang. Akan tetapi keamanan
di masyarakat sepertinya masih akan menjadi angan-angan saja. Seperti yang tertulis
pada harian Pikiran Rakyat, pada tahun 2013 total jumlah kriminalitas yang terjadi di
Bandung adalah 4575 kasus. Sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan sebanyak 97
kasus dari tahun 2013 menjadi 4496 kasus. Tindak kriminal yang terjadi tidak hanya
terjadi pada kasus-kasus besar seperti pembunuhan, narkoba dan pencurian saja, akan
tetapi juga merambah ke kasus-kasus pencopetan, street crime (tawuran) dan pelecehan
seksual. Disini, peran polisi sangat diperlukan dalam membasmi tindak kriminalitas
untuk mewujudkan situasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat.
Banyak orang belum mengetahui mengenai patroli jalan kaki yang dilakukan
polisi. Sebagaimana tertulis di UU Sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol :
SKEP / 249 / IV / 2004 tanggal 21 April 2004 tentang Buku Petunjuk Kegiatan tentang
Patroli bahwa patroli adalah suatu bentuk kegiatan bergerak dari suatu tempat ke tempat
tertentu yang dilakukan oleh anggota Sabhara Polri guna mencegah terjadinya suatu
tindakan kriminalitas, memberikan rasa aman, perlindungan dan pengayoman kepada
masyarakat. Kegiatan patroli sabhara polri meliputi : a. Patroli jalan kaki; b. Patroli
bersepeda; c. Patroli bermotor R2 dan R4; d. Patroli berkuda; dan e. Patroli multi fungsi.
Patroli jalan kaki sendiri adalah patroli yang dilakukan oleh polisi dengan berjalan
kaki yang ditujukan untuk menjangkau daerah-daerah rawan kejahatan yang tidak dapat
dijangkau polisi dengan menggunakan kendaraan. Keberjalanan patroli jalan kaki yang
kurang terlihat menyebabkan tingginya angka kriminalitas di kota Bandung. Adanya
fakta menarik mengenai tingginya angka kriminalitas di Bandung dan adanya UU
mengenai patroli pejalan kaki mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap
pengaruh patroli jalan kaki oleh polisi di Kecamatan Coblong. Penulis memilih untuk
melakukan penelitian di Kecamatan Coblong karena di daerah ini sering terjadi tindak
kejahatan pencurian dengan mahasiswa sebagai korbannya. Dengan begitu, penulis
mengangkat judul Pengaruh Pelaksanaan Patroli Jalan Kaki Terhadap Peningkatan
Keamanan di Kecamatan Coblong, Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
1) Tingginya angka kriminalitas yang terjadi di kota Bandung
2) Patroli jalan kaki dari kepolisian kota Bandung khususnya patroli jalan kaki
kepolisian sektor Coblong kurang terlihat dan kurang dirasakan oleh masyarakat
sekitar

3) Pentingnya patroli yang dilakukan oleh kepolisian untuk meningkatkan keamanan di


Kecamatan Coblong.
1.3 Rumusan Masalah
1) Apa masalah yang terjadi ketika tidak ada patroli jalan kaki?
2) Mengapa pelaksanaan patroli jalan kaki kurang dirasakan oleh masyarakat sekitar
Kecamatan Coblong?
3) Bagaimana hubungan antara polisi dan masyarakat yang seharusnya dilakukan untuk
mewujudkan keamanan di Kecamatan Coblong?
1.4 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pentingnya patroli jalan kaki di kecamatan Coblong, Bandung.
2) Untuk mengetahui eksistensi patroli jalan kaki dalam pandangan masyarakat di
kecamatan Coblong, Bandung.
3) Untuk mengetahui hubungan yang seharusnya terjadi antara polisi dengan masyarakat
di kecamatan Coblong, Bandung.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Penulis
Penelitian ini menjadi sarana untuk mengetahui dan memahami pentingnya patroli
jalan kaki.
b. Masyarakat
Membangun hubungan kerjasama dengan pihak kepolisian untuk menjaga keamanan
di lingkungan kecamatan Coblong, Bandung.
c. Polisi
Mensosialisasikan adanya patroli jalan kaki kepada masyarakat di kecamatan
Coblong, Bandung.

BAB II Landasan Teori


2.1 Wawancara
a) Definisi Wawancara
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (1991:135) dijelaskan bahwa wawancara
adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan
responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara
lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan
penelitian.
Menurut Sutrisno Hadi ( 1989:192 ), wawancara, sebagai sesuatu proses tanyajawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang
satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan dengan telinga sendiri
suaranya, tampaknya merupakan alat pemgumpulan informasi yang langsung tentang
beberapa jenis data social, baik yang terpendam (latent) maupun yang memanifes.
Wawancara adalah alat yang sangat baik untuk mengetahui tanggapan, pendapat,
keyakinan, perasaan, motivasi, serta proyeksi seseorang terhadap masa depannya;
mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk menggali masa lalu seseorang serta
rahasia-rahasia hidupnya. Selain itu wawancara juga dapat digunakan untuk
menangkap aksi-reaksi orang dalam bentuk ekspresi dalam pembicaraan-pembicaraan
sewaktu tanya-jawab sedang berjalan. Di tangan seorang pewawancara yang mahir,
wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sekaligus dapat mengecek dan
sebagai bahan ricek ketelitian dan kemantapannya. Keterangan-keterangan verbal
dicek dengan ekspresi-ekspresi muka serta gerak-gerik tubuh, sedangkan ekspresi dan
gerak-gerik dicek dengan pertanyaan-verbal.
b) Fungsi Wawancara
1) Sebagai metode primer
Wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpul data, atau sebagai metode
utama dalam serangkaian metode-metode pengumpulan data lainnya.
2) Sebagai metode pelengkap
Wawancara digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak
dapat diperoleh dengan cara lain.
3) Sebagai kriterium
Wawancara sebagai baku mutu untuk menguji kebenaran dan kemantapan data
yang diperoleh dengan cara lain seperti observasi, tes, kuesioner, dan sebagainya.
c) Jenis Wawancara
1) Ditinjau dari jumlah pewawancara, wawancara dikelompokan menjadi 2 yaitu:
Wawancara pribadi
Wawancara dilakukan secara berhadap-hadapan (face to face) antara seorang
pewawancara dengan seorang narasumber. Wawancara ini memberikan

privacy yang maksimal sehingga memungkinkan untuk memperoleh data


yang intensif. Wawancara ini mampu mengidentifikasi karakter narasumber
lebih jelas yang dapat dilihat dari ekspresi, gaya bicara, dll yang diperlihatkan

oleh narasumber.
Wawancara kelompok
Wawancara dilakukan antara satu orang atau lebih pewawancara dan dua
orang atau lebih narasumber. Namun dapat pula dilakukan antara dua orang

atau lebih pewawancara dan satu orang narasumber.


2) Ditinjau dari struktur wawancara, wawancara dikelompokan menjadi 3 yaitu :
Wawancara tidak berstruktur
Pada wawancara ini, biasanya diikuti oleh suatu kata kunci atau daftar topik
yang mencakup semua pertanyaan wawancara, namun tidak ada pertanyaan
yang ditetapkan sebelumnya. Jenis wawancara ini bersifat fleksibel sehingga
peneliti atau pewawancara dapat mengikuti minat dan pemikiran narasumber.

Wawancara ini menghasilkan data yang paling banyak.


Wawancara semi berstruktur
Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara.
Sekuensi pertanyaan tidak sama pada setiap partisipan atau narasumber
bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isu yang ingin
dimunculkan. Pedoman wawancara dapat direvisi setelah wawancara karena

mendapatkan ide baru.


Wawancara berstruktur
Peneliti kualitatif jarang menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa
keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh tidak
kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan
sebelumnya. Setiap narasumber ditanya dengan pertanyaan yang sama.
Wawancara jenis ini menyerupai kuesioner survei.

d) Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara terstruktur
Tentukan tujuan wawancara
Buat batasan dari tujuan secara operasional
Jabarkan operasionalisasi dalam rincian
Pewawancara
Memberikan penjelasan secukupnya pada responden tujuan wawancara
Mengikuti pedoman : urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak

melakukan improvisasi (wawancara berstruktur)


Mengendalikan wawancara, tetapi tidak terlibat (tidak sugetif, beropini,
menginterpretasikan pertanyaan). (Fontana & Frey, 1994)

Kesalahan melaporkan hasil suatu wawancara:


Error of Recognition: disebabkan oleh ingatan pewawancara tidak dapat
bekerja sebagaimana mestinya. Kegagalan ingatan untuk mereproduksi

apa yang sudah ditangkap.


Error of Omission: terjadi karena banyak hal yang harus dilaporkan,
dilewatkan saja dan tidak dilaporkan. Hal ini terjadi pada wawancara yang
dicatat secara mekanik (tipe recorder, recorder, dll), lebih banyak pada
wawancara yang dicatat dengan kode-kode, dicatat secara biasa, dan

paling banyak pada wawancara yang tidak dicatat.


Error of Addition: terjadi karena penulis laporan cenderung menambah-

nambah jawaban-jawaban yang diwawancarai.


Error of Substitution: pelapor tiddak mengingat-ingat dengan benar apa
yang sudah dikatakan oleh narasumber sehingga mencoba mengganti apa
yang ia lupakan dengan kata-kata lain yang mempunyai arti yang lain
daripada yang dimaksudkan oleh penjawab.

2.2 Teori Komunikasi Pengantar Budaya


Menurut Ting Toomey (1953), budaya sebagai komponen dari usaha manusia
untuk bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan partikular mereka. The
Ecological Adaptation Function yaitu fungsi budaya dalam memfasilitasi proses-proses
adaptasi diantara diri, komunitas kultural dan lingkungan yang lebih besar, The Cultural
Communication Function yaitu koordinasi antara budaya dengan komunikasi, budaya
mempengaruhi komunikasi dan komunikasi mempengaruhi budaya. Ringkasnya, budaya
diciptakan, dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi.
Dari teori bahasa dapat diketahui bahwa bahasa merupakan alat komunikasi dan
interaksi manusia yang di dalamnya terdapat simbol-simbol bunyi yang mandiri dan unik
yang digunakan dalam suatu latar budaya tertentu.
2.3 Teori-Teori Konvesional dan Interaksional
Teori ini beranggapan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung, individuindividu yang berinteraksi menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambanglambang. Bukan hanya aturan mengenai lambang itu sendiri tetapi juga harus sepakat
dalam giliran berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana
harus menyapa dan sebagainya. Teori ini berkembang dari aliran interaksionisme
simbolik yang menunjukan arti penting dari interaksi dan makna. Pokok pikiran teori ini
adalah :
a) Kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun,
memelihara, serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini

bahasa dan simbol. Komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat(the


glue of society).
b) Struktur sosial dilihat sebagai produk dari interaksi. Interaksi dapat terjadi melalui
bahasa, sehingga bahasa menjadi pembentuk struktur sosial. Pengetahuan dapat
ditemukan melalui metode interpretasi.
c) Struktur sosial merupakan produk interaksi, karena bahasa dan simbol
direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannya. Sehingga fokus
pengamatannya adalah pada bagaimana bahasa membentuk struktur sosial, serta
bagaimana bahasa direproduksi, dipelihara, serta diubah penggunaannya.
d) Makna dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dari konteks ke konteks. Sifat
objektif bahasa menjadi relatif dan temporer. Makna pada dasarnya merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu, makna
dapat berubah dari waktu kewaktu, konteks ke konteks, serta dari kelompok sosial
ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat objektivitas dari makna adalah
relatif dan temporer.
2.4 Teori Model Lasswell
Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah
Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model komunikasi
yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says
what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada siapa (to whom) dan
pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).
2.5 Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori yang memepelajari tentang
bagaimana cara seseorang berhubungan dengan orang lain, kemudian seseorang tersebut
menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungan apa saja yang akan
didapatkan dari hubungan tersebut. Kemudian setelah seseorang itu menentukan
keseimbangannya, maka ia akan dapat menentukan jenis hubungan dan kesempatan
memperbaiki hubungan tersebut atau tidak sama sekali.
Dasar dari pemikiran teori pertukaran sosial ini adalah seseorang yang dapat
mencapai suatu pengertian mengenai sifat komplek dari kelompok dengan mengkaji
hubungan di antara dua orang atau yang biasa dikenal dengan sebutan dyadic
relationship. Dimana suatu kelompok dipertimbangkan untuk kumpulan dari hubungan
antara dua partisipan tersebut.
Dari perumusan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa interaksi manusia
melibatkan pertukaran barang dan jasa, dan bahwa biaya dan imbalan dipahami dalam
situasi yang akan disajikan untuk mendapatkan respons dari individu-individu selama
interaksi sosial. Jika imbalan dirasa masih belum cukup atau lebih banyak dari biaya,

maka interaksi kelompok akan diakhiri atau individu-individu yang terlibat akan
mengubah perilaku mereka untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari.
Karena telah berusaha untuk menjelaskan tentang fenomena kelompok dalam
lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan, maka
pendekatan pertukaran sosial ini dianggap sangat penting.
Contohnya adalah misalnya pada hubungan suami istri pada suatu ikatan
pernikahan. Hubungan tersebut akan dikatan langgeng atau awet jika kedua belah pihak
tersebut merasa saling menguntungkan satu sama lainnya. Perilaku seseorang akan
dimunculkan bila dirinya merasa diuntungkan. Namun sebaliknya, jika saling merugikan
maka perilaku tersebut tidak akan dimunculkan atau diperlihatkan. Banyak sekali kasus
perceraian yang seringkali jumpai. Pada awalnya mereka mengumbar-ngumbarkan
kemesraannya, namun ketika sedang bertengkar atau bercerai mereka mengubarngumbarkan kejelekan pasangannya masing-masing. Untuk menghindari hal itu, maka
harus saling memahami kelebihan dan kekurangan dari pasanganya masing-masing agar
tercipta sikap yang saling melengkapi. Selain itu, harus membuat komitmen terlebih
dahulu sebelum menjalin sebuah ikatan pernikahan agar tidak terjadi perceraian.

2.6 Teori Keseimbangan Heider


Teori keseimbangan Heider ini dikemukakan oleh Fritz Heider. Beliau adalah
seorang psikolog yang dikenal peduli terhadap cara seseorang menata sikap terhadap
orang dan benda dalam hubungannya satu sama lain di dalam struktur kognitifnya
sendiri.
Ruang lingkup Teori Kesimbangan dari Heider ialah hubungan-hubungan
antarpribadi. Teori ini menjelaskan bagaimana individu-individu sebagai suatu
kelompok cenderung untuk menjalin hubungan satu sama. Tentunya salah satu cara
bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan, ialah dengan menjalin komunikasi secara
terbuka. Teori ini memusatkan perhatiannya pada hubungan intrapribadi yang berfungsi
sebagai daya tarik. Menurut teori ini, berbagai perasaan positif dan negatif yg dimiliki
oleh seseorang terhadap orang lain.
Heider juga mengembangkan dua konsep keadaan yang terjadi di dalam Teori
Keseimbangan Heider ini, antara lain :
a) Keadaan yang seimbang
Keadaan yang seimbang menunjukkan sebuah situasi yang di dalamnya unit-unit
yang ada dan sentiment-sentimen yang dialami hidup berdampingan tanpa tekanan.
b) Keadaan yang tidak seimbang
Keadaan yang tidak seimbangan ini menimbulkan ketegangan dan
membangkitkan tekanan-tekanan untuk memulihkan keseimbangan.

Paradigma yang telah dibuat oleh Heider mempunyai fokus yang berada pada 2
individu, seorang (P), objek analisis dan beberapa orang lain (O), dan objek fisik,
gagasan, atau peristiwa (X). Fokus Heider adalah pada bagaimana hubungan di antara
ketiga entitas ini diorganisasikan dalam benak seseorang kesukaan (L) dan hubungan unit
(U) (penyebab, kepemilikan, kesamaan, dan sebagainya). Dalam paradigm Heider,
keadaan seimbang muncul apabila hubungan ketiganya positif dalam segala hal atau
apabila dua negative dan satu positif. Semua kombinasi lain adalah tidak seimbang.
Contohnya adalah ada dua orang sahabat, yaitu X dan Y, yang telah menjalin
pertemanan sudah cukup lama dan cukup dekat. Ketika ada seorang teman yang lain
yaitu Z menanyakan pendapat tentang X ke Y, Y mengatakan bahwa X adalah seorang
sahabat yang sangat baik, penuh perhatian, dan dewasa. Kemudian ketika Z menanyakan
pertanyaan yang sama kepada X, X mengatakan bahwa Y adalah seseorang yang kurang
baik karena dia adalah tipe orang yang egois dan masih kekanak-kanakan.
2.7 Teori A-B-X Newcomb
Teori A-B-X Newcomb awalnya diambil oleh Theodore M. Newcomb dari teori
keseimbangan Heider dan diterapkan pada komunikasi antarmanusia. Kemudian beliau
menggunakan istilah teori simetri agar berbeda dengan teori keseimbangan dan
berpendapat bahwa kita berusaha saling memengaruhi satu sama lain untuk menghasilkan
simetri (keseimbangan/ekuilibrium).
Teori Newcomb lebih merupakan sebuah teori daya tarik antarindividu daripada
teori perubahan sikap. Apabila kita gagal mencapai simetri melalui komunikasi dengan
orang lain tentang sebuah objek yang penting bagi kita, maka kita kemudian dapat
mengubah sikap kita baik terhadap orang itu maupun pada objek yang diperbincangkan
guna menciptakan simteri.
Karena model Newcomb berhungan dengan 2 orang dan komunikasi di antara
mereka, beliau memberi label A dan B dan tetap memberi label X, sama dengan Heider,
untuk mepresentasikan objek sikap mereka.
Berbeda dengan Heider, Newcomb menekankan komunikasi. Semakin tidak
simetri antara A dan B terhadap X, maka semakin besar kemungkinan A akan
berkomunikasi dengan B tentang X. Simetri memprediksikan bahwa manusia berasosiasi
atau menjadi teman bagi manusia lain yang sama pendapatnya.
Teori simetri Newcomb memprediksikan bahwa semakin A tertarik pada B, maka
semakin besar perubahan opini pada pihak A terhadap posisi B.
Contohnya adalah A dan B sedang membicarakan tentang kegunaan Samsung
Android serta kelebihan dan kerugiannya. B beranggapan bahwa Samsung adalah
smartphone terbaik di dunia dan B pun sudah memakai Samsung sudah hampir 3 tahun.

Kemudian A mencari informasi tentang kelebihan dan kekurangan dari Samsung dan
mengatakan kepada B bahwa Samsung bukan smartphone yang terbaik di dunia.
Kebanyakan Samsung hanya digunakan untuk mengupdate Instagram dan menurut A
smartphone yang terbaik itu adalah Android seperti Samsung. Namun, B mengatakan
tidak hanya aplikasi tersebut yang digunakan, namun masih ada banyak sekali aplikasi
yang terdapat pada Samsung tersebut. Sehingga A dan B saling memengaruhi tentang
persepsi mereka tentang Samsung dan mereka saling meningkatkan keadaan simetris
mereka.
2.8 Teori Perbandingan Sosial
Perbandingan sosial adalah proses membandingkan diri kita dengan orang lain.
Dari kutipan Leon Festinger,Fisher mengemukakan bahwa orang biasanya melakukan
evaluasi diri, yaitu suatu cara untuk mengetahui diri kita sendiri (konsep diri). Selain itu
kita juga ingin mengetahui bagaimana menilai diri kita.
Sebagai manusia, kita selalu ingin merasa baik oleh sebab itu kita melakukan
proses evaluasi diri dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Salah satu cara
agar kita bisa melakukan perbandingan sosial adalah dengan cara komunikasi
antarpribadi.
Seringkali kita melakukan perbandingan sosial dengan orang yang setara dengan
kita. Dan ini dapat diartikan bahwa berarti kita jarang sekali membandingkan diri kita
dengan orang lain yang jauh ukuran atau tingkatnya dibandingkan dengan kita.
Contohnya adalah ketika kita menjadi sebuah direktur, pasti kita akan
membandingkan dengan orang yang jabatannya di bawah kita atau yang status sosialnya
lebih rendah daripada kita. Peristiwa tersebutlah yang melahirkan adanya perbandingan
sosial sehingga kita tidak bisa mengevaluasi diri kita. Jika kita membandingkannya
dengan orang yang mempunyai status sosial atau jabatan yang sama dengan kita, maka
tidak akan mucul yang namanya perbandingan sosial tersebut.
2.9 Teori Disonansi Kognitif (dalam teori komunikasi interpersonal)
Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara
langsung atau tidak langsung. Fokus teori ini adalah pada bentuk dan sifat hubungan ,
percakapan, interaksi dan karakteristik komunikator.
Contoh: Seorang remaja memiliki banyak hal yang dituntut untuk perubahan,
tetapi dia tidak memiliki hal-hal ataupun berusaha melakukan tindakan untuk
mewujudkan perubahan tersebut. Karena hanya berangan saja, akhirnya remaja tersebut
menjadi tidak peduli dengan perubahan yang ia impikan.
2.10

Teori Kategori Sosial (dalam teori komunikasi massa)

Teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas dalam
masyarakat kota industri yang kurang lebih memiliki prilaku sama terhadap
rangsangan-rangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut di dasarkan pada usia, jenis
kelamin, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, tempat tinggal (desa atau kota)
ataupun agama.
Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang berhubungan
dengan kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang
memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam
menghadapi rangsangan tertentu. Persamaan dalam orientasi serta sikap akan
berpengaruh pula terhadap tanggapan mereka dalam menerima pesan komunikasi.
Masyarakat yang memiliki orientasi sama, lebih kurang akan memilih isi komunikasi
yang sama dan akan menanggapi isi komunikasi tersebut dengan cara yang sama.
Contoh: Orang Padang, Medan, Jawa Tengah, dll berdomisili di Jakarta. Mereka
berkumpul membentuk suatu penduduk sehingga banyak perpaduan budaya. Akan
tetapi lama kelamaan mereka akan membentuk suatu budaya, norma sehingga mereka
menjadi suatu kesatuan.
2.11

Grounded Theory pada Ilmu Komunikasi


Pada pendekatan grounded theory pada penelitian komunikasi dengan

menggunakan tiga langkah berikut ini:


Gambar 1:
Strategi Pertama
Strategi Ledakan Bola Salju (Explotion Snow Ball Strategy)

Sumber: Burhan, 2010, p.3


Pada strategi pertama, seperti namanya, ledakan bola salju, peneliti komunikasi
menggunakan masalah penelitian komunikasisebagai bongkahan salju utama yang
diledakan untuk menarik berbagai macam pertanyaan di lapangan.

Berbagai pertanyaan selalu dibangun untuk menjawab masalah penelitian


komunikasi dan di antaranya tak berguna dan harus di tinggalkan, sedangkan beberapa
diantaranya perlu diperdalam dan direvisi, diperhalus dan diperjelas lagi, sehingga
ledakan bola salju menjadi kristal pada beberapa kelompok pertanyaan yang telah
direvisi diperdalam dan diperjelas, kemudian dikembangkan menjadi pertanyaanpertanyaan baru menyerupai beberapa bola salju kecil.
Gambar2:
Strategi Kedua
Stategi Pelepasan Bola Salju (Discharge Snow Ball Strategy)

Sumber: Burhan, 2010, p.4


Pertanyaan-pertanyaan yang mengelompok menjadi bola-bola salju kecil,
dikembangkan di lapangan melalui wawancara dan observasi secara bertahap,
sehingga pertanyaan-pertanyaan itu berkembang menjadi semakin banyak melalui
informan baru.
Pada kenyataan di lapangan, ada pertanyaan yang tidak memerlukan banyak
informan namun terpusat pada informan-informan tertentu saja.
Pada strategi kedua ini penelitikomunikasi perbanyak memperoleh data maupun
informasi dengan bertahap mengembangkan wawancara dengan informan baru,
bertahap melakukan observasi lapangan, memperbanyak memperoleh dokumen yang
diperoleh dari berbagai pihak, termasuk pakar dan pemerhati.
Peneliti komunikasi juga melakukan verifikasi terhadap hipotesis di lapangan
untuk menguji hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang dibuat, dan verifikasi
ini terus dilakukan peneliti selama penelitian komunikasi ini berlangsung.
Gambar: 3
Strategi Ketiga
Strategi Cerobong Asap

Sumber: Burhan, 2010, p.4


Pada strategi ketiga, semua pertanyaan peneliti komunikasimengerucut pada
domain-domain yang menjawab masalah penelitian komunikasi. Strategi ini

digunakan untuk melakukan sinergi terhadap semua pertanyaan dan hipotesa yang
telah dikembangkan dilapangan, sehingga mengerucut kepada masalah penelitian
utama di dalam penelitian komunikasi ini.
Pada proses strategi ketiga ini, peneliti komunikasi lebih banyak merenung,
membaca, merevisi, membuat abstaksi kembali terhadap berbagai data maupun
informasi yang sudah di peroleh, bertanya dan berdiskusi lagi dengan kelompokkelompok kecil untuk mendengar respon dan kritik mereka terhadap draf tulisan yang
telah di buat, kemudian menulis lagi, membaca lagi dan kembali merenung tulisantulisan itu. Peneliti komunikasi akhirnya membuat simpulan-simpulan yang oleh
peneliti menjadi tulisan akhir dari penelitiankomunikasi ini.
Di dalam menggunakan ketiga-tiga strategi grounded theory di atas,
penelitikomunikasi secara tradisional menggunakan wawancara dan observasi serta
dokumentasi sebagai media utama dari grounded theory.
Sebagaimana Strauss dan Corbin (2009) katakan,bahwagrounded theory hampir
sama dengan teori-teori lain yang digunakan di dalam penelitian kualitatif, sumber
data dan metode yang digunakan di dalam pengumpulan data adalah wawancara dan
observasi lapangan, begitu pula penggunaan berbagai jenis bahan-bahan dokumenter.

BAB III Metode Penelitian


Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif, yaitu melakukan wawancara kepada
orang yang terkait dengan masalah disertai dengan dokumentasi wawancara. Berdasarkan
landasan teori, metode wawancara yang dilakukan memiliki fungsi sebagai metode primer, dari
segi jenisnya terkategori wawancara pribadi, wawancara kelompok, dan wawancara semi
berstruktur.
Narasumber :

Andik Yumantoro (Fisika 2012)


Muhammad Azka Sabil (Kimia 2014)
Elbert C (Teknik Mesin 2013)
Bapak Iskandar (Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kec. Coblong)
Abiyyu Hilmi (Teknik Geodesi 2012)
Bapak Asep Gunawan (Polisi Lalu Lintas)
Bapak Rusmana (Babinkamtibmas Polres Coblong)

BAB IV Hasil Penelitian


4.1 Hasil wawancara : Muhammad Azka Sabil (Kimia 2014)
Azka menuturkan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah melihat adanya patroli
jalan kaki yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Selain itu, dia pun tidak mengetahui terkait
adanya patroli jalan kaki jika ditinjau dari segi undang-undang. Dia merupakan mahasiswa
ITB yang tinggal di Cihampelas. Menurutnya dari segi keamanan di sekitar (tempat
tinggalnya, Kecamatan Coblong) dapat dikatakan relatif aman untuk skala kasus-kasus besar
misalnya kemalingan, dll (walaupun pernah kehilangan sendal di tempat kosnya). Ia
memandang perlu dijalankannya patroli jalan kaki agar masyarakat dapat merasa lebih
aman. Patroli yang selama ini ia ketahui yaitu patroli satpol pp (patroli gelandangan,
pengemis, banci), patroli mobil polisi, dan patroli yang mengusir pedagang kaki lima.
Untuk jenis patroli lain termasuk patroli jalan kaki polisi ia tidak mengetahuinya.
Daftar pertanyaan :
1. Apakah Anda tahu tentang patroli jalan kaki?
2. Bagaimana kondisi keamanan diarea lingkungan sekitar tempat tinggal Anda?
3. Apakah perlu dilaksanakan patroli jalan kaki oleh polisi?
4. Jenis patroli apa saja yang anda ketahui?
5. Selain patroli yang dilakukan oleh polisi, jenis-jenis patroli keamanan apa saja yang
anda ketahui yang semisal dengan patroli polisi?
4.2 Hasil wawancara : Andik Yumantoro (Fisika 2012)
Andik menutukan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah dan tidak tahu terkait
patroli jalan kaki polisi, patroli yang sering ia lihat adalah patroli yang menggunakan mobil.
Di sekitar tempat tinggalnya (Siliwangi) aman-aman saja bahkan banyak sepeda motor yang
diparkir diluar (dijalanan) tidak pernah terjadi kasus kemalingan. Menurutnya, untuk kondisi
saat ini belum memerlukan patroli jalan kaki, karena kebutuhan ada atau tidaknya patroli
jalan kaki tergantung situasi. Adapun terkait sosialisasi keamanan di masyarakat sekitar
tempat tinggalnya ia kurang mengetahuinya. Ia menuturkan bahwa hubungan komunikasi
antara pejabat setempat (Rt, Rw) dengan masyarakat cukup baik, setiap kebijakan baru
sering dikomunikasikan dengan masyarakat setempat.
Daftar pertanyaan:
1. Apakah anda mengetahui tentang patroli jalan kaki?
2. Bagaimana keadaan keamaan di sekitar tempat tinggal anda?
3. Apakah menurut anda perlu dilakukan patroli jalan kaki?
4. Bagaimana sosialisasi tentang penjagaan keamanan disekitar tempat tinggal?
5. Bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif?
4.3 Hasil wawancara : Elbert C (Teknik Mesin 2013)
Elbert menutukan bahwa selama ia kuliah di ITB, ia belum pernah dan tidak tahu terkait
patroli jalan kaki polisi, patroli yang sering ia lihat adalah patroli yang menggunakan mobil.
Namun setelah dijelaskan terkait patroli jalan kaki, ia mengungkapkan pernah melihat ada

polisi yang keliling berpatroli di mall Jakarta. Di sekitar tempat tinggalnya (Tubagus Ismail)
aman-aman saja belum pernah terjadi tindak kejahatan hanya saja di daerah kosnya cukup
sepi. Menurutnya, perlu untuk dilakukan patroli jalan kaki polisi terutama untuk daerah yang
agak gelap dan sepi tetapi untuk daerah yang ramah dan terang belum memerlukan adanya
patroli jalan kaki polisi.Adapun terkait sosialisasi keamanan di masyarakat sekitar tempat
tinggalnya ia kurang mengetahuinya.
Daftar pertanyaan :
1. Apakah anda mengetahui tentang patroli jalan kaki?
2. Bagaimana keadaan keamaan di sekitar tempat tinggal anda?
3. Apakah menurut anda perlu dilakukan patroli jalan kaki?
4. Bagaimana sosialisasi tentang penjagaan keamanan disekitar tempat tinggal?
4.4 Hasil wawancara : Bapak Iskandar (Kepala Satpol PP Kec. Coblong)
Bapak Iskandar, selaku Kepala Satpol PP Kecamatan Coblong menuturkan bahwa
terdapat hubungan seimbang antara masyarakat, kecamatan serta kepolisian. Hubungan
tersebut terlihat dengan adanya Muspika, singkatan dari Musyawarah Pimpinan Kecamatan.
Satpol PP sendiri bekerja untuk dalam konteks ketertiban serta ketenteraman masyarakat,
untuk keamanan sendiri tetap kewajiban dari polisi. Contoh cara Satpol PP dalam
menenteramkan situasi daerah Coblong adalah dengan memperingatkan dan menghalau
penjual kaki lima yang mengalihfungsikan trotoar menjadi tempat untuk kegiatan jual beli.
Lingkup kerja Satpol PP yang berada di bawah koordinasi Bapak Iskandar adalah
melingkupi 6 kelurahan. Mengingat ruang lingkup kerja yang luas, maka Bapak Iskandar
dibantu oleh wakil di kelurahan sehingga informasi yang masuk akan sampai ke Bapak
Iskandar sendiri. Bapak Iskandar menyebutkan bahwa polisi selalu menjalankan patroli di
sekitar daerah Coblong. Menurut Bapak Iskandar, patroli yang dilakukan polisi memang
kebanyakan menggunakan kendaraan, bukan karena ego, bukan karena malas, akan tetapi
agar selalu siap siaga jika terdapat laporan kriminal di tempat yang jauh. Jika patroli yang
dilakukan polisi dengan berjalan kaki maka akan memperlambat pergerakan polisi itu
sendiri. Kendala Bapak Iskandar dalam menjalankan tugasnya adalah banyaknya
mahasiswa, LSM, dan PKL yang terus bermunculan dan menghambat kerjanya.
Daftar pertanyaan:
1. Bagaimana hubungan antara masyarakat, kecamatan dan kepolisian?
2. Bagaimana cara Bapak menjaga ketenteraman di daerah Coblong?
3. Apakah ada patroli jalan kaki di daerah Coblong?
4. Apakah ada kendala dalam menjalankan tugas?
4.5 Hasil wawancara : Abiyyu Hilmi (Teknik Geodesi 2012)
Abiyyu menuturkan tidak tahu terkait patroli jalan kaki oleh polisi. Kondisi keamanan di
sekitar kosnya termasuk aman, namun di wilayah sekitar kosnya (Cisitu Baru) pernah terjadi

kemalingan. Adapun terkait sosialisasi keamanan di masyarakat sekitar tempat tinggalnya ia


kurang mengetahuinya.
Daftar pertanyaan :
1. Apakah anda mengetahui tentang patroli jalan kaki?
2. Bagaimana keadaan keamanan di sekitar tempat tinggal anda?
3. Apakah menurut anda perlu dilakukan patroli jalan kaki?
4. Bagaimana sosialisasi tentang penjagaan keamanan di sekitar tempat tinggal?
4.6 Hasil wawancara : Bapak Asep Gunawan (Polisi Lalu Lintas)
4.7 Hasil wawancara : Bapak Rusmana (Babinkamtibnas Coblong)
Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Rusmana, Beliau mengatakan jika patroli
dilakukan kapanpun di manapun dan oleh divisi apapun, baik Polantas, PJR (Patroli Jalan
Raya), Sabhara ataupun Babinkamtibmas. Namun pembagiannya tergantung penugasan dari
atasan mereka masing-masing. Patroli kendaraan rutin dilaksanakan, tetapi untuk patroli
jalan kaki akan dilakukan ketika suatu wilayah dirasa membutuhkan. Hal tersebut dinilai
berdasarkan pengamatan lapangan maupun laporan dari masyarakat. Kesulitannya adalah
ketika tidak ada personil bantuan, karena setiap wilayah dipegang oleh satu personil. Maka
dari itu pihak kepolisian memiliki perpanjangan tangan seperti hansip di setiap wilayah
untuk membantu tugas mereka. Dan permasalahan yang terjadi seringkali bukan tentang
maling atau rampok, tetapi lebih kepada modus penipuan seperti penjualan voucher diskon
palsu. Selain hal tersebut, masyarakat juga terkadang segan untuk memberi masukan balik
kepada pihak kepolisian dan tidak mau menjadi saksi atas kasus yang terjadi.
Daftar pertanyaan :
1. Bagaimana hubungan antara masyarakat, kecamatan dan kepolisian?
2. Bagaimana cara Bapak menjaga ketenteraman di daerah Coblong?
3. Apakah ada patroli jalan kaki di daerah Coblong?
4. Apakah ada kendala dalam menjalankan tugas?

BAB V Analisis Hasil Penelitian


5.1 Permasalahan yang terjadi ketika tidak ada patroli jalan kaki
Hasil penelitian membuktikan tidak ada masalah yang berarti ketika tidak ada patroli
jalan kaki oleh polisi, karena kondisi keamanan di Kecamatan Coblong relatif aman. Hanya
ada sedikit lokasi yang sempat terjadi peristiwa kemalingan. Kasus ini dapat membuktikan
Teori A-B-X Newcomb. Teori Newcomb lebih merupakan sebuah teori daya tarik antarindividu daripada teori perubahan sikap. Apabila kita gagal mencapai simetri melalui
komunikasi dengan orang lain tentang sebuah objek yang penting bagi kita, maka kita
kemudian dapat mengubah sikap kita baik terhadap orang itu maupun pada objek yang
diperbincangkan guna menciptakan simetri. Polisi berhasil berkomunikasi dengan
masyarakat melalui patroli dengan kendaraan nya selama ini, karena terbukti tidak ada

masalah yang berarti di lingkungan Kecamatan Coblong. Dengan begitu, polisi tidak
mengubah sikapnya menjadi patroli dengan jalan kaki.
5.2 Kurang dirasakannya patroli jalan kaki oleh polisi di pandangan masyarakat
Pelaksanaan patroli jalan kaki oleh polisi kurang dirasakan oleh masyarakat
Kecamatan Coblong karena pihak kepolisian merasa lebih efektif patroli dengan
menggunakan kendaraan agar selalu siap siaga jika terdapat laporan kriminal di tempat yang
jauh. Patroli jalan kaki oleh polisi dirasa akan memperlambat pergerakan polisi itu sendiri.
Teori yang sesuai dengan kasus ini adalah teori pertukaran sosial. Teori pertukaran sosial
adalah salah satu teori yang memepelajari tentang bagaimana cara seseorang berhubungan
dengan orang lain, kemudian seseorang tersebut menentukan keseimbangan antara
pengorbanan dan keuntungan apa saja yang akan didapatkan dari hubungan tersebut. Polisi
memiliki dua pilihan pengorbanan dengan tingkat yang berbeda, yaitu patroli dengan
kendaraan atau jalan kaki. Pihak polisi akan mendapatkan keuntungan yang sama dalam
hubungannya dengan masyarakat, dengan dua pilihan pengorbanan tersebut, karena patroli
jalan kaki ternyata tidak terlalu dibutuhkan masyarakat. Teori ini terbukti, karena polisi
memilih tingkat pengorbanan yang lebih kecil, yaitu patroli menggunakan kendaraan yang
dianggap lebih efektif dan efisien.
5.3 Hubungan yang seharusnya terjadi antara polisi dan masyarakat dalam mewujudkan
keamanan
Keamanan akan terwujud apabila polisi dapat melakukan sosialisasi terkait penjagaan
keamanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif menjaga
keamanan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Berdasarkan teori komunikasi pengantar
budaya, terdapat dua fungsi budaya, yaitu The Ecological Adaptation Function yaitu fungsi
budaya dalam memfasilitasi proses-proses adaptasi diantara diri, komunitas kultural dan
lingkungan yang lebih besar, dan The Cultural Communication Function yaitu koordinasi
antara budaya dengan komunikasi, budaya mempengaruhi komunikasi dan komunikasi
mempengaruhi budaya. Ringkasnya, budaya diciptakan, dibentuk, ditransmisikan dan
dipelajari melalui komunikasi. Teori ini terbukti, karena komunikasi ternyata memang hal
yang fundamental untuk mempengaruhi budaya, yang nantinya budaya dapat memfasilitasi
proses adaptasi ke lingkungan yang lebih besar. Contohnya dalam kasus ini, komunikasi
yang baik antara polisi dan masyarakat akan mempengaruhi budaya masyarakat untuk selalu
berperan aktif menjaga keamanan lingkungan sekitarnya, dan budaya ini akan menyebar ke
lingkungan yang lebih besar, sehingga keamanan lingkungan nantinya dapat terwujud.

BAB VI Simpulan dan Saran


6.1 Simpulan
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan, didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
1) Keamanan di Kecamatan Coblong cukup aman. Untuk patroli jalan kaki akan dilakukan
jika dirasa dibutuhkan. Karena dengan begitu kinerja pihak kepolisian dapat lebih efektif
dan efisien.
2) Patroli jalan kaki di Kecamatan Coblong sesungguhnya ada, namun kurangnya sosialisasi
dari pihak kepolisian. Maka dari itu perlu adanya sosialisasi dari pihak kepolisian kepada
masyarakat untuk meningkatkan hubungan timbal balik.
3) Seharusnya terdapat hubungan timbal balik yang baik dari masyarakat. Dari pihak
kepolisian memberikan penjelasan kepada masyarakat dan masyarakat pun memberikan
umpan balik kepada kepolisian sehingga terjadi evaluasi setiap saatnya untuk terciptanya
pembangunan keamanan.
6.2 Saran
Atas pengamatan yang telah kami lakukan, kami memberi dua saran, yaitu:
1. Patroli jalan kaki sebaiknya dilaksanakan terutama di daerah yang rawan kejahatan. Atau
diberikan pelatihan kepada masyarakat untuk patroli wilayah, ronda malam, dll. untuk
meningkatkan keamanan daerah setempat.
2. Untuk membentuk hubungan timbal balik yang baik dari pihak kepolisian dan
masyarakat, perlu adanya peningkatan sosialisasi dari pihak kepolisian secara transparan
kepada masyarakat, dan adanya dorongan terhadap masyarakat untuk memberi masukan
kepada pihak kepolisian, sehingga pembangunan dapat berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
Burhan, B. (2010). Grounded Research dalam Masalah Kebijakan Publik, Jurnal Lembaga
Penelitian Filsafat dan Kemasyarakatan, Thn. I/3, PDII, The BuBu Center.
Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat, Penerjemah:
Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Littlejohn, Stephen W, Karen A Fross. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyana, Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sevener, Warner J, James W Tankard. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada.
Anonim. 2014. Pengertian dan Fungsi Wawancara Menurut Para Ahli.
http://ericadelia.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-dan-fungsi-wawancara-menurut.html.
Diakses hari Rabu, 30 September 2015

Anda mungkin juga menyukai