SAPONIFIKASI
I. Prinsip Kerja
Prinsip kerja pada praktikum ini yaitu reaksi antara lemak dengan basa kuat yang
yang disebut dengan reaksi saponifikasi seperti penyatuan minyak dan sabun dengan
pemanasan. Homogen antara oli dan tween, dan
Kelompok
1
2
3
Tetesan Sabun
28
48
45
Keterangan
Homogen, memutih
Homogen, memutih
Homogen, memutih
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pada
pengamatan campuran minyak dengan sabun menghasilkan larutan yang homogen
dan berwarna putih. Hal ini disebabkan karena adanya sabun yang merupakan
emulgator pada minyak sehingga dihasilkan larutan yang homogen.
Hal ini didukung oleh pendapat Naomi (2013), yang menyatakan bahwa sabun
merupakan emulgator yang berfungsi menstabilkan emulsi pada minyak. Emulsi
merupakan suatu keadaan dimana terdiri dari dua fase cair yang tidak bercampur.
Emulsi terdiri dari bentuk tetesan-tetesan dengan diameter secara umum lebih dari
0,1 m.
Tabel 2. Oli dan Tween
No
1
2
Kelompok
4
5
Tetesan Tween
6
6
Keterangan
Homogen
Homogen
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada proses
pencampuran Oli dengan Tween, didapatkan hasil larutan yang homogen. Hal ini
disebabkan karena oli dan tween dapat menyebabkan emulsi minyak sehingga
pencampuran oli dan minyak menghasilkan larutan yang homogen.
Menurut Widiarto (2009), emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak
sorbitan yang dikenal sebagai SPANS. SPANS dapat membentuk emulsi air dalam
minyak, dan ester dari polieksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal
sebagai TWEEN . TWEEN dapat membentuk emulsi minyak pada air.
Kelompok
6
7
8
Tetesan Air
10
7
8
Keterangan
Homogen
Homogen
Homogen
Perlakuan
Empedu + Minyak
Keterangan
Homogen
Perlakuan
Empedu + Air
Keterangan
Homogen, terjadi dua fasa
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pada saat
pencampuran empedu ayam dengan air, didapatkan hasil yang heterogen. Hasil yang
heterogen ini adalah terdapatnya dua fasa, yang berarti larutan tersebut tidak
mengalami koagulasi sempurna. Sedangkan yang homogen atau hanya terdiri dari
satu fasa mengalami koagulasi yang sempurna. Dalam hal ini kelompok kami hanya
mendapatkan koagulasi yang heterogen atau tidak sempurna. Hal ini mungkin
dikarenakan karena ketidak hati-hatian dalam melakukan pencampuran empedu ayam
dengan minyak ditahapan sebelumnya.
Menurut Widiarto (2009), koagulasi dapat dibedakan menjadi dua bagian
yakni koagulasi sempurna dan tak sempurna. Koagulasi sempurna terjadi apabila
larutan hanya memiliki satu fase (homogen). Sedangkan koagulasi tak sempurna
terjadi karena larutan memiliki dua fase atau lebih (heterogen).
Menurut Suryani et al. (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi proses
saponifikasi adalah efektivitas KOH, suhu dan lamanya reaksi. Jumlah asam lemak
mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi serta berperan dalam menjaga konsistensi
sabun. Larutan sabun mampu menghomogenkan campuran air dan minyak dengan
meleburkan bidang batas antara air dan minyak, sehingga keduanya tercampur secara
sempurna. Hal ini terjadi akibat proses saponifikasi dimana sabun merupakan zat
penyerap minyak, sehingga minyak dan air dapat bercampur.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian
ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran
(biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan
menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut
konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa
melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga.
Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifatsifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Suheri, 2010)
Lemak dan minyak yang digunakan untuk membuat sabun terdiri dari 7 asam
lemak yang berbeda. Apabila semua ikatan karbon dalam asam lemak terdiri dari
ikatan tunggal disebut asam lemak jenuh, sedangkan bila semua atom karbon
berikatan dengan ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak
jenuh dapat dikonversikan menjadi asam lemak jenuh dengan menambahkan atom
hydrogen pada lokasi ikatan rangkap. Jumlah asam lemak yang tak jenuh dalam
pembuatan sabun akan memberikan pengaruh kelembutan pada sabun yang dibuat
(Priyono, 2009).
IV. Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Penetesan minyak pada empedu menyebabkan adanya endapan warna putih di
bagian atas larutan.
2. Penambahan air pada empedu menghasilkan koagulasi tidak sempurna karena
terbentuknya 2 fasa.
4.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka disarankan bagi praktikan agar
lengkap membawa alat dan bahan praktikum. Teliti dan cermat dalam bekerja, serta
mengetahui materi yang akan dipraktikumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. 1982. Kimia Organik II,edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.
Irdoni, HS dan Nirwana. 2001. Kimia Organik. Riau: Universitas Riau.
Naomi, P. 2013. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari
Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia. No. 2, Vol. 19
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim. 2009. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak.
Semarang: UNDIP.
Poedjiadi, A. dan Tintin S. 2006. Dasar- Dasar Kimia. UI Press. Jakarta.
Priyono, Agus.2009.Makalah Pembuatan Sabun.Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik,Universitas Riau.
Said, G . 1987. Bio industri Penerapan Teknologi Fermentasi. P.T. Mediyatama
Sarana Perkasa Jakarta.
Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent, and Parfume Industry. New Delhi : Small
Industry Research Institute.
Spitz, L. 1996. Soap and Detergents, A Theoretical and Practical Review. Illinois:
AOCS Press .
diakses