Anda di halaman 1dari 9

Meyllisa Eka Putri 1310421111

SAPONIFIKASI
I. Prinsip Kerja
Prinsip kerja pada praktikum ini yaitu reaksi antara lemak dengan basa kuat yang
yang disebut dengan reaksi saponifikasi seperti penyatuan minyak dan sabun dengan
pemanasan. Homogen antara oli dan tween, dan

homogen antara minyak yang

ditambah cuka dan air.


II. Pelaksanaan Praktikum
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Saponifikasi ini dilaksanakan pada hari Senin, 4 November 2014 di
Laboratorium Teaching III, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Testube, penangas air,
pipet tetes, parutan, timbangan. Bahan yang digunakan adalah sabun tombak, air,
minyak, tween, oli dan cuka.
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Minyak + Sabun
Sabun digerus, lalu ditimbang sebanyak 25 gram. Kemudian disediakan air sebanyak
50ml lalu dipanaskan. Setelah air panas, gerusan sabun dimasukkan kedalam air yang
telah panas sedikit demi sedikit. Kemudian dihomogenkan. Setelah itu diambil
minyak 5ml lalu dimasukkan ke dalam testube. Kemudian ditetesi dengan larutan
sabun yang telah dihomogenkan sebanyak 10 tetes.

2.3.2 Oli + Tween


Oli dipanaskan sebanyak 5ml kemudian ditambahkan cuka sebanyak 5ml. Setelah itu
ditetesi air hingga homogen.

Meyllisa Eka Putri 1310421111

2.3.3 Minyak + cuka + air


Minyak disediakan sebanyak 5ml. Kemudian minyak ditambahkan dengan cuka
sebanyak 5ml dan ditetesi air hingga homogen.
2.3.4 Empedu Ayam + Minyak
Empedu ayam diambil sebanyak 1 ml, lalu ditambahkan minyak sedikit demi sedikit.
Sehingga terbentuk endapan putih dibagian atas.
2.3.5 Empedu Ayam + Air
Apabila endapan putih telah terbentuk, endapan putih tersebut diambil dan dibuang.
Kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil dikocok. Pengocokan
dihentikan ketika larutan sudah homogen.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, di dapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Minyak + Sabun
No
1
2
3

Kelompok
1
2
3

Tetesan Sabun
28
48
45

Gambar 1. Sabun yang telah dipanaskan

Keterangan
Homogen, memutih
Homogen, memutih
Homogen, memutih

Gambar 2. Minyak + sabun

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pada
pengamatan campuran minyak dengan sabun menghasilkan larutan yang homogen

Meyllisa Eka Putri 1310421111

dan berwarna putih. Hal ini disebabkan karena adanya sabun yang merupakan
emulgator pada minyak sehingga dihasilkan larutan yang homogen.
Hal ini didukung oleh pendapat Naomi (2013), yang menyatakan bahwa sabun
merupakan emulgator yang berfungsi menstabilkan emulsi pada minyak. Emulsi
merupakan suatu keadaan dimana terdiri dari dua fase cair yang tidak bercampur.
Emulsi terdiri dari bentuk tetesan-tetesan dengan diameter secara umum lebih dari
0,1 m.
Tabel 2. Oli dan Tween
No
1
2

Kelompok
4
5

Tetesan Tween
6
6

Gambar 3. Oli sebelum ditambah


Tween

Keterangan
Homogen
Homogen

Gambar 4. Oli + Tween

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada proses
pencampuran Oli dengan Tween, didapatkan hasil larutan yang homogen. Hal ini
disebabkan karena oli dan tween dapat menyebabkan emulsi minyak sehingga
pencampuran oli dan minyak menghasilkan larutan yang homogen.
Menurut Widiarto (2009), emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak
sorbitan yang dikenal sebagai SPANS. SPANS dapat membentuk emulsi air dalam
minyak, dan ester dari polieksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal
sebagai TWEEN . TWEEN dapat membentuk emulsi minyak pada air.

Meyllisa Eka Putri 1310421111

Tabel 3. Minyak + Cuka + Air


No
1
2
3

Kelompok
6
7
8

Tetesan Air
10
7
8

Keterangan
Homogen
Homogen
Homogen

Gambar 5. Minyak sebelum dicampur


dengan cuka

Gambar 6. Minyak + Cuka + Air

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada


pencampuran minyak, cuka dan air didapatkan hasil larutan yang homogen. Hal ini
disebabkan karena cuka bersifat sebagai emulgator yang menyatukan komponen
minyak dengan air.
Menurut Poedjiadi (2006) Asam asetat (cuka) merupakan senyawa kimia asam
organic yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam
cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk
CH3COOH. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri penting.
Dalam industri makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Asam
asetat bersifat sebagai emulgator yang berfungsi menyatukan fase terpisah yang
diakibatkan dari pencampuran air dan minyak.
Tabel 4. Empedu + Minyak
No
1

Perlakuan
Empedu + Minyak

Keterangan
Homogen

Meyllisa Eka Putri 1310421111

Gambar 7. Empedu sebelum


ditambahkan minyak

Gambar 8. Empedu + Minyak

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pencampuran


antara empedu ayam dengan minyak akan menghasilkan endapan berwarna putih. Hal
ini disebabkan karena didalam empedu terdapat garam empedu yang berfungsi
sebagai emulsi dan saponifikasi lemak.
Hal ini didukung oleh pendapat Swern (1979) yang menyatakan bahwa
empedu terdiri dari garam-garam yang terbentuk dari asam empedu yang berikatan
dengan kolesterol dan asam amino. Fungsi garam empedu yaitu emulsifikasi dan
saponifikasi lemak. Garam empedu mengemulsi globulus lemak besar dalam usus
halus yang kemudian menghasilkan globulus lemak lebih kecil dan area permukaan
yang lebih luas untuk kerja enzim.
Tabel 5. Empedu Ayam + Air
No
1

Perlakuan
Empedu + Air

Keterangan
Homogen, terjadi dua fasa

Meyllisa Eka Putri 1310421111

Gambar 9. Empedu ayam sebelum


ditambah air

Gambar 5. Empedu Ayam + Air (a) 1


Fasa : koagulasi sempurna (b) 2 fasa :
koagulasi tidak sempurna

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa pada saat
pencampuran empedu ayam dengan air, didapatkan hasil yang heterogen. Hasil yang
heterogen ini adalah terdapatnya dua fasa, yang berarti larutan tersebut tidak
mengalami koagulasi sempurna. Sedangkan yang homogen atau hanya terdiri dari
satu fasa mengalami koagulasi yang sempurna. Dalam hal ini kelompok kami hanya
mendapatkan koagulasi yang heterogen atau tidak sempurna. Hal ini mungkin
dikarenakan karena ketidak hati-hatian dalam melakukan pencampuran empedu ayam
dengan minyak ditahapan sebelumnya.
Menurut Widiarto (2009), koagulasi dapat dibedakan menjadi dua bagian
yakni koagulasi sempurna dan tak sempurna. Koagulasi sempurna terjadi apabila
larutan hanya memiliki satu fase (homogen). Sedangkan koagulasi tak sempurna
terjadi karena larutan memiliki dua fase atau lebih (heterogen).
Menurut Suryani et al. (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi proses
saponifikasi adalah efektivitas KOH, suhu dan lamanya reaksi. Jumlah asam lemak
mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi serta berperan dalam menjaga konsistensi
sabun. Larutan sabun mampu menghomogenkan campuran air dan minyak dengan
meleburkan bidang batas antara air dan minyak, sehingga keduanya tercampur secara
sempurna. Hal ini terjadi akibat proses saponifikasi dimana sabun merupakan zat
penyerap minyak, sehingga minyak dan air dapat bercampur.

Meyllisa Eka Putri 1310421111

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian
ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran
(biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan
menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut
konsentrasi kritik misel. Sabun juga mengandung sekitar 25% gliserin. Gliserin bisa
melembabkan dan melembutkan kulit, menyejukan dan meminyaki sel-sel kulit juga.
Oleh karena itu dilakukan percobaan pembuatan sabun dan pengujian terhadap sifatsifat sabun, sehingga akan didapat sabun yang berkualitas (Suheri, 2010)
Lemak dan minyak yang digunakan untuk membuat sabun terdiri dari 7 asam
lemak yang berbeda. Apabila semua ikatan karbon dalam asam lemak terdiri dari
ikatan tunggal disebut asam lemak jenuh, sedangkan bila semua atom karbon
berikatan dengan ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak
jenuh dapat dikonversikan menjadi asam lemak jenuh dengan menambahkan atom
hydrogen pada lokasi ikatan rangkap. Jumlah asam lemak yang tak jenuh dalam
pembuatan sabun akan memberikan pengaruh kelembutan pada sabun yang dibuat
(Priyono, 2009).
IV. Penutup
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Penetesan minyak pada empedu menyebabkan adanya endapan warna putih di
bagian atas larutan.
2. Penambahan air pada empedu menghasilkan koagulasi tidak sempurna karena
terbentuknya 2 fasa.
4.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka disarankan bagi praktikan agar
lengkap membawa alat dan bahan praktikum. Teliti dan cermat dalam bekerja, serta
mengetahui materi yang akan dipraktikumkan.

Meyllisa Eka Putri 1310421111

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. 1982. Kimia Organik II,edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.
Irdoni, HS dan Nirwana. 2001. Kimia Organik. Riau: Universitas Riau.
Naomi, P. 2013. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari
Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia. No. 2, Vol. 19
Perdana, F.K dan Ibnu Hakim. 2009. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak.
Semarang: UNDIP.
Poedjiadi, A. dan Tintin S. 2006. Dasar- Dasar Kimia. UI Press. Jakarta.
Priyono, Agus.2009.Makalah Pembuatan Sabun.Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik,Universitas Riau.
Said, G . 1987. Bio industri Penerapan Teknologi Fermentasi. P.T. Mediyatama
Sarana Perkasa Jakarta.
Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent, and Parfume Industry. New Delhi : Small
Industry Research Institute.
Spitz, L. 1996. Soap and Detergents, A Theoretical and Practical Review. Illinois:
AOCS Press .

Meyllisa Eka Putri 1310421111

Suheri, Fauzan. 2010. Pembuatan Sabun.


http://blog.unsri.ac.id/suherifauzan /kampus/pembuatan-sabun/.html. Diakses
pada 8 November 2014
Suryani, A. , I. Sailah dan E. Hambali. 2002. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Swern, D. 1979. Baileys Indutrial Oil and Fat Product. Johny Wiley and Son. New
York.
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semikamkro. Jakarta: Media
Pustaka.
Widiarto,S. 2009. Kimia Analitik 1.
http://staff.unila.ac.id/sonnywidiarto/files/2011/09/KIMIA-LARUTAN.pdf
tanggal 17 November 2014.

diakses

Anda mungkin juga menyukai