Anda di halaman 1dari 3

NAMA : APIN NURDIANSYAH

NIM

:13DF27705

KEFARMASIAN - SEJARAH FARMASI,


DAN OBAT
SEJARAH FARMASI
Kata farmasi berasal dari bahasa Yunani yakni Pharmakon yang berarti guna-guna atau
suatu obat yang digunakan untuk pemakaian yang baik atau yang jahat. Pada zaman dahulu,
farmasi memang selalu dihubungkan dengan hal-hal yang berbau mistis dan gaib.
Kemampuan ini dipegang oleh satu orang dan dalam prakteknya tidak didasarkan pada
pengetahuan anatomi, farmakologi, dan farmasi melainkan dijalankan secara spekulatif, serta
dipengaruhi oleh takhayul dan perdukunan. Sebagai contoh: seseorang dapat terserang
penyakit akibat dimanterai ataupun terkena sesuatu yang jahat, sebagai rasa iba dari dewa,
maka dewa membuat obat untuk orang tersebut dan menyembuhkannya. Bukti ini dapat kita
lihat dari kehadiran shaman pada masa lampau.
Shaman merupakan profesi pertama dan tertua di dunia, shaman merupakan leluhur yang
tidak menjadi leluhur pihak medis modern (dokter) dan pendeta agamawan, tetapi juga
leluhur yang berhubungan langsung dengan tipe profesi lainnya. Shaman ini dibutuhkan
karena adanya bahaya yang tidak pernah terduga seperti kematian, penyakit, ataupun bencana
lainnya dan pada zaman dahulu shaman merupakan orang yang mengakui memiliki
pengetahuan dan kuasa untuk mengatasi segala misteri tersebut termasuk penyakit.
Perkembangan selanjutnya adalah tradisi tabib seperti di Yunani, Cina, India, Mesir, dan
berbagai wilayah di Asia seperti di Timur Tengah, dimana pada zaman itu di Yunani, pendeta
dianggap sebagai orang yang mampu menjaga kesejahteraan jasmani dan rohani rakyat.
Pengobatan yang dilakukan para pendeta kuil di Yunani tersebut masih berpusat pada sekitar
hal yang bersifat supranatural. Namun lambat laun peranan pendeta ini diambil alih oleh tabib
yang memperoleh ilmu pengetahuan secara intuitif dan empiris.
Pada tahun 400 SM terdapat sekolah kedokteran dengan alumninya yang terkenal
bernama Hipokrates (459-370 SM). Hipokrates yang merupakan bapak kedokteran, memiliki
peranan penting dalam membebaskan pengobatan dan upaya pembedahan dari dasar yang
berbau mistis. Hipokrates menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan dalam pengobatan
yang dilakukannya.
Orang yang paling berjasa dalam mengilmiahkan efek obat adalah Johan Jakob Wepfer
(1620-1695). Dialah yang pertama kali berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan
toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan: I pondered at length, finally I
resolved to clarify the matter by experiment. Dalam Bahasa Indonesia berarti: Saya
menimbang lama, akhirnya saya menemukan jalan untuk memperjelas masalah dengan
penelitian. Hal ini masih terus dilakukan oleh farmasis sampai sekarang untuk menemukan
dan mengembangkan penemuan obat baru, yaitu secara ilmiah dan bukan lagi secara mistis
seperti pada zaman dahulu kala.

OBAT
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam
diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau
hewan. Sedangkan dalam UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1 ayat 8, Obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empiric dari tumbuhan, dan hanya
berdasarkan pada pengalaman. Hal ini dilakukan dengan hal yang masih berbau mistis dan
hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan pengobatan seperti kepala adat, kepala
suku, ataupun shaman dan orang sakti lainnya yang dipercaya memiliki kemampuan
menyembuhkan dan menangkal segala yang jahat. Di Mesir ditemukan beberapa macam jenis
dan cara penggunaan obat dan semuanya itu ditulis pada papyrus yang diketahui ditulis pada
abad ke-16 SM bernama Ebers Papyrus/Papyrus Ebers. Ini merupakan suatu kertas yang
bertulisan yang panjangnya 60 kaki dan lebarnya 1 kaki. Berisi lebih dari 800 formula atau
resep obatdan disamping itu disebutkan pula sekitar 700 jenis obat-obatan yang berbeda.
Selanjutnya, Paracelcus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan
obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat dari bahan yang sudah
diketahui zat aktifnya. Paracelcus berpendapat bahwa: No substance is poison by itself. It is
the dose (the amount of exposure) that make a substance a poison dan the right dose
differentiates a poison and a remedy (terjemahannya: tidak ada suatu apapun yang menjadi
beracun dengan sendirinya. Dosislah yang membuat sesuatu menjadi beracun dan dosis
yang tepat membedakan racun dan obat penyembuh). Hal inilah yang mendasari adanya
penentuan dosis dalam obat-obatan yang dipegang teguh oleh para farmasis di dunia ini.
Semua obat adalah racun yang membedakannya hanyalah dosis yang tepat.
Lain lagi dengan Dioscorides yang merupakan seorang dokter dari Yunani dan juga
sekaligus merupakan ahli botani. Dia merupakan orang pertama yang menggunakan ilmu
tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan. Hasil karyanya yakni De Materia Medica
yang membahas lebih dari 500 jenis , dianggap sebagai awal pengembangan botani farmasi
dan dalam penyelidikan bahan obat yang diperoleh dari alam. Materia Medica merupakan
istilah lama dari zaman dimana semua obat merupakan berbahan dasar tumbuh-tumbuhan,
hewan, maupun mineral secara langsung.
Selanjutnya adalah Claudius Galen (200-129 SM) yang menghubungkan penyakit dengan
teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. De Materia Medica dan hasil pola
kerja dari Galen mendominasi sampai abad pertengahan, ketika pengobatan dari tanaman
tetap dilestarikan dalam dua aliran: oleh Bangsa Arab dan Biarawan Kristen yang menanam
rempah-rempah dan tanaman obat pada kebun-kebun biara.
Pada sekitar abad ke-10, seorang ahli pengobatan terkenal bernama Abdullah Bin Sina
atau Ibnu Sina atau Avicenna telah menulis beberapa buku tentang pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan beberapa sediaan obat seperti pil,
suppositoria, ataupun sirup. Beliau juga menggabungkan beberapa pengetahuan pengobatan
dari beberapa Negara seperti Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan

yang baik. Salah satu karyanya yang paling termashyur adalah Al-Qanun fi At Tibb yang
merupakan buku kedokteran klasik yang paling modern.
Sampai pada abad ke-19, ternyata obat masih berupa produk organik maupun anorganik
yang dikeringkan atau dibuat segar, bahan mineral atau hewan yang aktif dalam
penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi
atau pada kondisi tertentu penderita. Selain itu, obat-obatan terbatas pada musim sehingga
untuk menjaga ketersediaan obat dan menjamin khasiat dari tanaman tersebut (dosis
tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal,
waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan tanaman tersebut). Hal-hal tersebutlah yang
melandasi adanya proses ekstraksi dan isolasi dari suatu tanaman. Proses ini pertama kali
dilakukan oleh F.W. Sertuerner (1783-1841). Pada tahun 1804, Sertuerner mempelopori
isolasi senyawa bioaktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara
kimia.
Pada permulaan abad ke-20, obat-obatan kimia sintetis mulai nampak kemajuannya
dengan ditemukannya obat-obat termashyur, yakni salvarsan dan aspirin. Aspirin disintesis
oleh Felix Hoffman dan didirikanlah perusahaan farmasi pertama di dunia : Bayer. Tetapi
pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutika yakni
Sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Khasiat dari obat-obatan ini diteliti secara pasti
oleh penemu Penisilin yakni Dr. Alexander Fleming pada tahun 1928.
Pustaka:
1. Ansel, Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UIP, Hal: 5-6
2. Barre,Weston. 1979. Shamanic Origins of Religion and Medicine. Journal of
Psychedelic Drugs vol.11 (1-2) Jan-Jun 1979.

Anda mungkin juga menyukai