Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada era sekarang sudah banyak obat-obatan yang tersebar, baik berupa obat
tradisional maupun obat modern.
Pengembangan obat terjadi sejak zaman dahulu hingga sekarang, banyak para ahli
yang menemukan berbagai macam obat baru. Para – para ahli dalam menemukan obat
juga melewati beberapa proses dan tahap – tahap hingga terbentuknya suatu obat.
Obat adalah zat yang dapat menyembuhkan penyakit, Indonesia merupakan
Negara tropis yang memiliki beragam jenis topografi dan kedaan iklim yang berbeda-
beda. Dengan beragamnya kondisi alam, Indonesia juga memiliki tigkat keanekaragaman
hayati yang tinggi. Beragam jenis tumbuhan tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Tingginya tingkat keanekargamana hayati menjadikan Indonesia memiliki beragam jenis
tumbuhan obat.
Beragam dan mudahnya bahan untuk tumbuhan obat yang sesuai untuk penderita
penyakit di Indonesia, rasio resiko-kegunaan yang lebih menguntungkan penderita, dan
adanya kelemahan obat-obatan kimia sintetis menjadikan tumbuhan obat memiliki
prosepek dan peluang yang tinggi untuk dikembangkan. Potensi yang besar tersebut harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya agar nantinya dapat memberikan arti bagi pengembangan
kesehatan di Indonesia. Harus benar-benar dipikirkan agar penggunaan tanaman obat
dapat menunjang kebutuhan akan obat-obatan yang semakin mendesakdan untuk
mendapatkan obat pengganti jika resistensi obat terjadi secara meluas.

2.1 Rumusan Masalah


Pada makalah ini akan membahas tentang :
1. Pengertian obat
2. Sejarah perkembangan obat
3. Proses pengembangan obat
4. Tahap pengembangan obat

3.1 Tujuan
- Untuk menambah wawasan tentang pengembangan obat
- Untuk menambah pengetahuan tentang proses pengembangan obat
- Untuk mengetahui tahap – tahap pengembangan obat

4.1 Manfaat
Dapat mempertambah pengetahuan dan wawasan tentang pengembangan obat
serta proses dan tahap dari pengembangan obat

1
BAB II

PEMBAHASAN

Istilah “obat” tidak hanya meliputi senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit
dan bahan diagnostik saja. Tetapi meliputi semua senyawa kimia yang dapat mempengaruhi atau
menimbulkan efek pada sistem biologis. Termasuk insektisida, fungisida, herbisida, flavoran,
odoran, penarik dan pengusir serangga, serta senyawa-senyawa yang digunakan untuk uji
farmakologi dan fisiologi.

2.1 Pengertian

Obat adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991)


Obat adalah substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi
atau patologi untuk keuntungan si penerimanya (WHO,1966)
Obat dalam arti yang lebih spesifik setiap zat kimia selain makanan yang mempunyai
pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup.
Pengembangan obat menurut bahasa inggris ialah “Drug Development” . sedangkan
menurut arti nya ialah, pengembangan obat adalah suatu proses membawa bidang farmasi baru
pada
obat ke pasar begitu senyawa timbal telah diidentifikasi melalui proses penemuan obat.

2.2 Sejarah
Ilmu yang mempelajari tentang obat ialah Farmakologi. Pada farmakologi juga terdapat
sejarahnya.
Sejak zaman dahulu, obat-obatan telah digunakan untuk mengobati penyakit pada
manusia dan hewan. Para herbalis dari dulu mengadalkan kemampuan terapi dengan tanaman
dan mineral tertentu. Kepercayaan kemampuan tanaman dan zat tertentu dalam pengobatan
secara tradisional selalu berkembang secara empiris dan berkesinambungan tanpa uji yang
spesifik.

a) Menurut Claudius Galen (129-200 AD) pertama mencoba untuk mempertimbangkan


latar belakang teoritis farmakologi. Kedua teori dan pengalaman praktis adalah untuk
memberikan kontribusi sama dengan penggunaan obat yang rasional melalui penafsiran
pengamatan dan berpengalaman hasil.

Para empirisis mengatakan, bahwa semua ditemukan oleh pengalaman. kami,


bagaimanapun, mempertahankan bahwa itu adalah ditemukan sebagian oleh pengalaaman ,
sebagian dengan teori, baik pengalaman maupun teori saja cenderung menemukan semua.

b) Menurut Theophrastus von hohenheim (1493-1541) , yang disebut Paracelsus,mulai


doktrin pertanyaan diwariskan dari zaman dahulu , menuntut pengetahuan tentang aktif
bahan dalam pengobatan yang ditentukan, sementara menolak ramuan irasional dan

2
campuran kedokteran abad pertengahan , dia resepkan zat kimia tertentu dengan seperti
keberhasilan yang telah dia musuh professional dituntut sebagai peracun, terhadap
tuduhan tersebut ia membela dirinya dengan tesis yang telah menjadi aksioma
farmakologi.

Jika anda ingin menjelaskan racun dengan benar pun, apa kemudian bukan racun? Segala
sesuatu adalah racun, tidak ada yang tanpa racun. Dosis saja menyebabkan hal yang tidak
menjadi racun.

c) Menurut Johann jakob wepfer (1620-1695) , adalah pertama untuk memverifikasi oleh
pernyataan hewan percobaan tentang farmakologi toksikologi atau tindakan.
ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by
experiment”

Saya merenungkan panjang lebar, akhirnya saya memutuskan untuk mengklarifikasikan


masalah ini dengan percobaan.

Sejarah Singkat Pengembangan Obat


- Pengembangan dan penemuan obat baru diperlukan untuk menjawab tantangan
pelayanan kesehatan, baik untuk tujuan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
- Obat modern dikembangkan melalui proses yang panjang serta memakan biaya yang
tinggi, dan setiap tahun puluhan bahkan ratusan obat baru masuk ke pasar obat dunia.
- Secara umum, efikasi atau kemanjuran dan keamanan (safety ) adalah 2 parameter utama
untuk penilaian obat.
- Ketika metode penelitian dan bioetika belum terlalu berkembang, penelitian penemuan
dan pengembangan obat dilakukan secara trial and error.
- Saat ini uji klinik menjadi conditio sine qua non bagi pengembangan obat, meskipun ada
juga perkecualian yang terpaksa dilaksanakan.
- Sebagian besar obat yang sekarang digunakan memang umumnya ditemukan dalam abad
ini, namun demikian sebenarnya usia kimia medisinal sudah cukup tua.
- Dengan coba-coba telah diketahui bahwa beberapa bahan alam dan jenis minuman
tertentu ternyata efektif untuk meredakan atau melawan penyakit tertentu, hal ini telah
lama dilakukan.
- Catatan-catatan yang tertua dari kebudayaan Cina, India, Amerika Latin dan Timur
Tengah memaparkan peracikan tanaman dan pemakaiannya untuk pengobatan.
- Sejak 4.500 tahun yang lampau Kaisar Cina Shen Nung menyusun sebuah buku tentang
rerempah dan mengamati efek antidemam dari ch’ang shang, suatu tumbuhan yang
belakangan diketahui mengandung alkaloida antimalaria.
- Hommer, dalam bukunya Odyssey, menceritakan bahwa tanah subur Mesir kaya akan
tumbuhan dan banyak di antaranya yang berfaedah untuk kesehatan, walaupun banyak
pula yang beracun. Sejumlah besar racikan dipaparkan dalam papirus.

3
- Pada abad ke-4 Sebelum Masehi, seorang Yunani yaitu Hippocrates meletakkan dasar
disiplin pengobatan dan memperkenalkan pemakaian garam-garam logam untuk berbagai
macam gangguan kesehatan.
- Lima ratus tahun kemudian Galen dari Pergamon, orang Romawi, di samping melakukan
penelitian rinci tentang anatomi hewan, juga merupakan seorang herbalis yang
meyakinkan, juga menggunakan garamgaram berbagai logam, bijih tembaga, bijih zink,
besi sulfat dan kadmium oksida serta memperkenalkan cara-cara penetapan kadar
berbagai sediaan dengan maksud untuk mengontrol kualitas dan kuantitas dosis
pemberian obatnya.
- Selama menaklukkan Persia, Asia Minor, Afrika Utara dan Eropa Selatan umat Islam
mewarisi kebudayaan orang-orang yang diperanginya.
- Arab menjajah Persia pada kira-kira tahun 650 M dan mereka berbaur dengan orang-
orang Kristen Nestorian yang telah memiliki ilmu dan seni Yunani.
- Buku-buku Yunani diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab sehingga budaya Yunani dan
Arab bersama-sama dipelajari secara terpadu. Setelah runtuhnya kekaisaran Romawi,
kebudayaan ini lalu meluas ke Byzantium dengan pusatnya Constantinopel.
- Orang-orang Arab mengembangkan studi dan penjajahannya ke Barat lagi yakni ke kota-
kota di Spanyol seperti Cordoba, Toledo dan lainlain.
- Bagdad menjadi ibukota kekhalifahan Timur. Pemerintahan ini mengembangkan ilmu
pengetahuan, pengobatan dan farmasi serta mendorong koleksi, penyalinan dan
penerjemahan manuskrip-manuskrip Yunani sehingga karya-karya Hippocrates, Galen,
Dioscorides diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Terjemahan ini ternyata dapat
melestarikan karya-karya Yunani klasik tersebut sehingga membebaskannya dari
kepunahan.
- Pada abad ke-8, farmasi dan kedokteran menjadi suatu cabang ilmu yang terpisah.
Pemisahan ini dikukuhkan dengan undang-undang. Farmasi Arab mendatangkan obat-
obat seperti senna, kamfer, kelembak, muska, cengkeh dan raksa dari berbagai tempat.
Toko-toko para apoteker secara rutin diperiksa dan menerima hukuman bilamana menjual
obat-obat yang lancung.
- Alkhemi dinyatakan sebagai pemula ilmu pengobatan Arab. Berdasarkan gagasan
alkhemi dikembangkan pemikiran dibuatnya satu elixir polivalen, obat segala penyakit.
Elixir ini dipikirkan sebagai ‘’emas yang terminum’’ . Dalam penelitian mengenai hal ini
ditemukan aqua regia dan asam-asam kuat. Barangkali inilah asal mula kimia farmasi.
- Pengobatan dan farmasi yang dilestarikan dan dikembangkan oleh orang Arab merupakan
paduan dari pengobatan Yunani, Yahudi, astrologi dan okultisme Mesir dan India.
- Beberapa ilmuwan Arab yang dapat dikenal waktu itu Adalah Rhazes (865- 925) yang
seangkatan dengan Hippocrates, Aretaceus dan Sydenham. Deskripsinya tentang cacar
dan dan campak dianggap begitu hidup dan lengkap. Continens, satu ensiklopedi
pengobatan yang disusunnya, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Latin banyak berisi
berbagai eksperimen terapi.
- Ali Abbas (994) adalah pengarang dari ‘’Buku Diraja’’ suatu risalah pengobatan yang
telah diterjemahkan dalam bahasa Latin dan memuat antara lain tentang anatomi.

4
- Avicenna (980-1037) adalah orang yang dijuluki Pangeran Tabib. Dia menulis lebih dari
100 karya dan yang pertama-tama membuat deskripsi tentang sifat-sifat asam sulfat dan
alkohol. Dia pula yang memperkenalkan pil opium untuk menyembuhkan batuk dan
ekstrak colchici untuk mengobati reumatik. Kedua jenis obat ini masih dipakai sampai
sekarang.
- Orang-orang Arab melakukan perbaikan-perbaikan terhadap produkproduk farmasi dan
membuatnya menjadi lebih elok dan lebih enak. Farmasi dan materia medikanya tetap
hidup sepanjang abad.
- Di Eropa pada awal abad ke-16, Paracelcus menampilkan khasiat garamgaram stibium
sebagai obat serbaguna. Selama satu periode terapi logam mendominasi resep-resep
tradisional.
- Salah satu pengobatan rerempah yang terbesar diperkenalkan di Eropa pada abad ke-17
oleh misionaris Jesuit yang menyertai Conquistador Spanyol dalam eksplorasinya ke
jantung Amerika Selatan.
- Rempah yang diperkenalkan adalah klika kina yang diperoleh dari Indian Amerika
Selatan yang telah lama menggunakannya sebagai obat untuk melawan demam yang
menggigil. Segera obat tersebut menjadi terkenal di Eropa sebagai obat untuk demam,
menggigil dan malaria.
- Dua abad berikutnya yakni pada tahun 1820 zat aktifnya yakni kuinina, baru dapat
diisolasi.
- walaupun sejumlah besar obat-obat organik yang berasal dari tumbuhan ditemukan pada
abad ke-16 dan 17 itu, namun karena kemajuan ilmu kimia organik kalah cepat daripada
kimia anorganik maka obat-obat yang berasal dari mineral tetap lebih disukai.
- Pada abad ke-18, seorang Inggris, Withering memperkenalkan pemakaian ekstrak
tumbuhan digitalis untuk pengobatan penyakit gembur-gembur, yaitu sakit lemah jantung
yang gejalanya ditandai dengan akumulasi cairan secara berlebihan pada bagian bawah
dari tungkai penderita.
- Dia memakai ekstrak ini atas nasihat orang-orang desa yang telah bertahun-tahun
memakai elixir ini. Ini merupakan satu contoh penyelidikan bagi ahli obat dalam
menjejaki dan mengembangkan bahan obat penuntun dari budaya tradisional.
- Zat aktifnya, glikosida digitalis, sampai sekarang masih dipakai untuk pengobatan
penyakit gagal jantung yang cukup menakutkan itu.
- Walaupun diakui bahwa penemuan-penemuan tersebut merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi manusia tetapi satu kenyataan bahwa baru pada 150 tahun terakhir ini,
berkat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, jumlah dan jenis obat berkembang
sedemikian melimpah.
- Pada tahun 1828 Wohler, yang berhasil mensintesis urea dari senyawa-senyawa
anorganik, menyingkapkan bahwa pada dasarnya tidak ada yang misterius tentang
senyawa organik dan meletakkan dasar-dasar kimia organik.
- Sejak saat itu, para ahli telah mampu untuk mensintesis senyawasenyawa yang
berstruktur kompleks, termasuk banyak di antaranya senyawa yang terdapat dalam alam;
dan banyak pula yang tidak, yang ternyata aktif farmakologis. Jadi senyawa penuntun
tidak lagi menjadi monopoli senyawa alam.

5
Sejarah tanaman obat dan herbal

1. Mesir kuno

Pada zaman Mesir kuno (Tahun 2500 Sebelum Masehi), para budak diberi
ransum bawang untuk membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi yang
umum terjadi pada masa itu.
Sejak itulah catatan pertama tentang penulisan tanaman obat dan berbagai khasiatnya
telah dikumpulkan oleh orang-orang mesir kuno. Sejumlah besar resep penggunaan produk
tanaman untuk pengobatan berbagai penyakit, gejala-gejala penyakit dan diagnosanya tercantum
dalam (Papyrus Ehers). Pada saat itu, para pendetaMesir kuno telah melakukan dan
mempraktekkan pengobatan herbal.

2. Yunani kuno

Bangsa Yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan tanaman
obat yaitu Hyppocrates (Tahun 466 Sebelum Masehi), Theophrastus (Tahun 372 Sebelum
Masehi) dan Pedanios Dioscorides (Tahun 100 Sebelum Masehi)membuat himpunan keterangan
terinci mengenai ribuan tanaman obat dalam De Materia Medica. Orang-orang Yunanikuno juga
telah melakukan pengobatan herbal. Mereka menemukan berbagai tanaman obat baru,
seperti rosemary danlavender pada saat mengadakan perjalanan ke berbagai daratan lain.

3. Cina

Tanaman obat di Cina berlangsung sekitar 3.000 tahun yang lalu, ketika muncul
penyembuhan kerapuhan tulang olehdukun Wu. Pada waktu itu, penyakit ini diyakini disebabkan
oleh kekuatan jahat, sehingga menurut dukun Wu diperlukan obat dari tanaman untuk mengusir
kekuatan jahat itu. Bahkan, bahan penyembuhan tertua dalam sejarah telah ditemukan di China,
di mana makam seorang bangsawan Han ditemukan untuk menyimpan data medis yang ditulis
pada gulungan sutra. Gulungan sutra berisi daftar 247 tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan yang
digunakan dalam menyembuhkan penyakit.

4. Inggris

Di Inggris, penggunaan tanaman obat dikembangkan bersamaan dengan didirikannya


biara-biara di seluruh negeri. Setiap biara memiliki tamanan obat masing-masing yang digunakan
untuk merawat para pendeta maupun para penduduk setempat. Pada beberapa daerah,
khususnya Wales dan Skotlandia, orang-orang Druid dan para penyembuh Celtik menggunakan
obat-obatan dalam perayaan agama dan ritual mereka. Pengetahuan tanaman obat semakin
berkembang dengan terciptanya mesin cetak pada abad ke 15, sehingga penulisan
mengenai Tanaman-Tanaman Obat dapat dilakukan.

6
Sekitar tahun 1630, John Parkinson dari London menulis mengenai tanaman obat dari
berbagai tanaman. Nicholas Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang paling terkenal
yaitu The Complete Herbal and English Physician, Enlarged, diterbitkan pada tahun
1649. Pada tahun 1812, Henry Potter telah memulai bisnisnya menyediakan berbagai tanaman
obat dan berdagang lintah. Sejak saat itu banyak sekali pengetahuan tradisional dan cerita rakyat
tentang tanaman obat dapat ditemukan mulai dari Inggris, Eropa, Timur Tengah, Asia,
dan Amerika, sehingga Potter terdorong untuk menulis kembali bukunya Potter’s Encyclopaedia
of Botanical Drug and Preparatians, yang sampai saat inipun masih diterbitkan. Tahun
1864, National Association of Medical Herbalists didirikan dengan tujuan mengorganisir
pelatihan para praktisi pengobatan secara tradisional, serta mempertahankan standar-standar
praktek pengobatan. Hingga awal abad ini banyak institute telah berdiri untuk mempelajari
pengobatan herbal. Berkembangnya penampilan obat-obatan herbal yang lebih alami telah
menyebabkan tumbuhnya dukungan dan popularitasnya. Obat-obatan herbal dapat dipandang
sebagai pendahuluan farmakologi modern, tetapi sekarang obat-obatan herbal ini terus sebagai
metode yang efektif dan lebih alami untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit.
Secara global, obat-obatan herbal lebih umum dipraktekkan daripada obat-obatan
konvensional. Di berbagai daerah pedesaan pengobatan herbal terus tumbuh subur dalam
berbagai cerita rakyat, tradisi, dan praktek local. Kemajuan yang sangat pesat sampai saat ini
dimana banyak sekali para herbalis mengandalkan pengetahuan mereka tentang obat-obatan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk merawat dan mengobati penyakit.

5. Indonesia

Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung ribuan


tahun yang lalu. Pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus Rontius
(1592 – 1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae
Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti,
tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A. van Rheede tot
Draakestein (1637 – 1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada tahun
1888 didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya
Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuh-
tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian dan publikasi
mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya tanaman obat yang
melimpah dan salah satu negara yang memilki tanaman obat terbesar di dunia. Hampir 80%
tanaman dari seluruh total yang ada di dunia dimiliki oleh Indonesia. Dari sekitar 35.000 jenis
tanaman tingkat tinggi yang tumbuh di Indonesia, 3.500 diantaranya telah dilaporkan sebagai
tanaman obat.

Dari zaman nenek moyang sebenarnya tanaman obat ini telah dimanfaatkan secara
bijaksana dan turun temurun. Dimana, mereka mendalami ilmu pengobatan dengan bahan alam
sehingga lahirlah para ahli pengobatan yang disebut dengan tabib. Pengetahuan yang mereka
miliki ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Selanjutnya para tabib ini

7
meramu berbagai tanaman obat/herbal yang biasa kita sebut dengan jamu. Ilmu pengetahuan
yang mereka turunkanpun hanya secara lisan.

Pada saat masuknya agama Hindu dan Budha menyebabkan dampak yang sangat besar
dalam dunia tulis menulis. Pada saat inilah resep-resep mulai ditulis, pencatatan nama dan
khasiatnyapun mulai dilakukan. Pada awalnya pencatatanpun dilakukan pada batu, lempeng
tanah liat maupun lempeng logam. Cara penulisannya dilakukan dengan cara ditorehkan dengan
benda-benda tajam yang saat ini kita kenal dengan Prasasti.

Budaya tulis menulis ini kemudian berkembang sehingga pencatatan mulai menggunakan
helaian daun lontar (Borrassus Flabilifer) yang ditulis dengan tinta yang terbuat dari tumbuh-
tumbuhan. Bahasa yang digunakan pada saat itu adalah Bahasa Sansekerta, Bahasa Jawa kuno,
Bahasa Bali dan Bahasa Bugis kuno.

Beberapa naskah peninggalan yang berisikan tuntunan pengobatan :

1. Kitab Lontar

Kitab ini banyak ditemukan di Pulau Bali yang berisikan tata cara pengobatan dasar para
leluhur. Setiap helaian daun lontar memiliki panjang 30 cm yang disatukan dengan tali yang
membentuk sebuah rangkaian. Penulisan daun lontar menggunakan aksara Bali (meskipun ada
yang ditulis dengan aksara Lontara bahasa Bugis kuno). Kitab lontar ini bersifat sangat sakral
dan membutuhkan penanganan khusus dalam penyimpanannya. Kitab lontar tersebut disimpan
pada kotak/peti kayu yang dihiasi dengan ukiran Bali.

Kitab lontar ditulis khusus oleh para Balian atau ahli pengobatan tradisional Bali.
Para Balian ini selayaknya tabib memliki ilmu khusus yang disebut Taksu atau kesaktian yang
dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Mereka sangat dihormati karena selain
memiliki kemampuan khusus, mereka juga harus memahami Kitab Tutur Buda Kecapi yang
berisi tentang etika seorang Balian. Mereka juga diwajibkan menjalani Brataatau puasa dan juga
melakukan upacara pembersihan diri. Para Balian juga harus mendapatkan ijin atau restu dari
dewi ilmu pengetahuan ” Hyang Aji Saraswati” dengan cara bersembahyang di pura suci.
Beberapa Peninggalan Kitab Lontar naskah Bali, diantaranya :

- Kitab Lontar Usada Ila ( tentang pengobatan penyakit lepra)


- Kitab Lontar Usada Carekan Tingkeb (tentang kumpulan jenis-jenis tanaman obat dan
kegunaanya)
- Kitab Lontar Usada Tua (tentang petunjuk dan resep pengobatan yang menyerang
generasi tua)
- Kitab Lontar Usada Dalem (tentang ramuan dan tata cara pengobatan penyakit dalam)
- Kitab Lontar Taru Pramana (tentang khasiat dari tanaman obat)

8
2. Naskah Kitab

Selain dari Kitab Lontar, bukti sejarah tentang pengobatan asli Indonesia juga tersimpan rapi
dalam kitab yang ditulis oleh para Mpu dan naskah publikasi yang ditulis oleh para ilmuan. Kitab
yang ditulis para Mpu lebih banyak menceritakan kehidupan pada masanya. Akan tetapi, terselip
juga beberapa cerita tentang prosesi pengobatan yang dilakukan oleh para ahli botani yang
melakukan penelitian dan eksplorasi terhadap manfaat tanaman obat asli Indonesia.

Beberapa Naskah Peninggalanya antara lain :


- Naskah Kakawin Bhomaukaya (oleh Mpu Dharmaja, tahun 1115-1130 M)
- Naskah Gatotkaca Sraya (oleh Mpu Panuluh, tahun 1130-1157 M)
- Naskah Sumanasantaka (oleh Mpu Monaguna, tahun 1104-an M)
- Kitab Lubdhaka (oleh Mpu Tanakung, tahun 1466-1478 M)
- Kidung Harsawijaya (kumpulan syair lagu pada era kerajaan Singosari, tahun 1222-1292
M)
- Kidung Sunda (kumpulan syair lagu yang menceritakan tentang Hayam Wuruk, tahun
1540 M)

3. Naskah Peninggalan Keraton

Naskah ini berasal dari daerah Jawa dan Yogyakarta. Naskahnya antara lain :
- Serat Primbon Jampi Jawi (oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II, tahun 1792-1828 M
berisi 3000 resep jamu)
- Serat Centhini (tentang cara pengobatan alami di Jawa, tahun 1418 M)
- Serat Primbon Jmapi (rangkain doa, mantra juga obat-obatan dari alam)
- Serat Primbon Sarat (“isyarat warna-warni” ditulis oleh Raden Atmasupana, tentang
persyaratan agar hidup sehat)
- Serat Kwaruh (dibuat tahun 1858, berisi 1734 jenis ramuan jamu Jawa)

Selain peninggalan di atas tersebut, masuknya bangsa Eropa ke Nusantara juga membawa
pengaruh besar dalam perkembangan pengobatan asli Indonesia, publikasi mengenai tanaman
obat, khasiat dan penggunaanya mulai bermunculan dengan menggunakan kertas dan bahasa
latin.

Berikut adalah bukti buku-buku peninggalan yang ditulis pertamakali mengenai obat asli
Indonesia :

- Historia Naturalist Medica Indiae (oleh Yacobus Bontius di Maluku, tahun 1627 M berisi
60 jenis tumbuhan beserta pemanfaatannya)
- Herbarium Amboinense (oleh Gregorius Rumphius di Maluku, tahun 1741-1755 M,
tentang pemanfaatan tumbuhan dalam pemeliharaan kesehatan dan fungsinya dalam
mengobati penyakit)
- Monograf Tumbuhan Obat di Jawa (oleh M. Horsfield, tahun 1816 M terbit di Jakarta)

9
- Indische Palnten en haar Geneeskracht (oleh Kloppenburg Versteegh di Semarang, tahun
1907 M tentang informasi penggunaan tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam pengobatan penyakit)
- Het Javaanese Reseptenboek (oleh Van Hein, tahun 1871 M tentang resep pengobatan
Jawa Kuno menggunakan tanaman obat)
- De Nuttige Palnten Van N.I (oleh M. Heyne, tahun 1927 M tentang informasi berbagai
jenis tumbuhan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia)
4. Peninggalan Relief-Prasasti

- Relief Candi Borobudur (tahun 772 M di Magelang-Jawa Tengah). Pada salah satu
reliefnya terpahat berbagai jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan masayarakat
diantaranya adalah kecubung(Datura metel), Mojo (Aegle marmelos), Lontar (Borassus
flabillifer) dan relief lainnya adalah lukisan proses percikan jamu dan aktivitas minum
jamu. Selain itu juga terdapat relief yang menggambarkan pemakain lulur dalam proses
pemijatan.
- Prasasti Madhawapura. Yang merupakan peninggalan kerajaan Hindu Majapahit. Dalam
prasasti ini teradapat tulisan yang mengisahkan tentang tukang meracik jamu yang
disebut “acaraki”.

Sejarah tanaman obat atau herbal di Indonesia berdasarkan fakta sejarah adalah obat asli
Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa di wilayah nusantara dari abad ke 5 sampai
dengan abab ke 19, tanaman obat merupakan sarana paling utama bagi masyarakat tradisional
kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharan kesehatan. Kerajaan di wilayah nusantara
seperti Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan menyisakan
banyak peninggalan yang dikagumi dunia, adalah produk masyarakat tradisional yang
mengandalkan pemeliharaan kesehatannya dari tanaman obat.

Banyak jenis tanaman yang digunakan secara tunggal maupun ramuan terbukti sebagai bahan
pemelihara kesehatan. Pengetahuan tanaman obat yang ada di wilayah Nusantara bersumber dari
pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus diperkaya dengan pengetahuan
dari luar Nusantara, khususnya dari China dan India. Tetapi dengan masuknya pengobatan
modern di Indonesia, dengan didirikannya sekolah dokter jawa di Jakarta pada tahun 1904, maka
secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat sebagai obat telah ditinggalkan. Dan
telah menggantungkan diri pada obat kimia modern, penggunaan tanaman obat dianggap kuno,
berbahaya dan terbelakang.

Sebagai akibatnya masyarakat pada umumnya tidak mengenal tanaman obat dan
penggunaannya sebagai obat. Namun masih ada sebenarnya upaya yang melestarikan dan
memanfaatkan tanaman obat dalam dokumentasinya seperti K. Heyne, menulis buku ” Tanaman
Berguna Indonesia “,. Dr. Seno Sastroamidjojo, dengan bukunya ” Obat Asli Indonesia “. Dan
beberapa upaya mengembangankan pengetahuan tanaman obat Indonesia dan aplikasinya dalam
pengobatan. Saat ini obat herbal digunakan di klinik pengobatan

10
Tradisional RS.Dr.,Sutomo Surabaya dan beberapa rumah sakit besar di Jakarta juga sudah
menyediakan obat herbal.

Beberapa dekade terakhir ini terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam.
Kecenderungan untuk kembali ke alam atau ” back to nature “, dalam bidang pengobatan pada
herbal ini sangat kuat di Negara-negara maju dan berpengaruh besar di Negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan pelatihan herbalpun kini telah
banyak diminati masyarakat. Pentingnya Kepedulian kita akan tanaman obat atau herbal yang
telah sejak jaman dulu kala perlu di lestarikan dan di terapkan seperti negara-negara lain
yang telah menggunakan herbal sebagai obat leluhur.

2.3 Proses Pengembangan Obat


Ada 4 langkah perlu diketahui:
1. Mencari Senyawa Penuntun
2. Pengembangan Senyawa Penuntun
3. Prosedur Pengembangan Obat
4. Rancangan Obat Rasional

1. Mencari senyawa penuntun

Senyawa yang digunakan sebagai pangkal tolak modifikasi molekul. Lead compound
yaitu senyawa yg dpt menimbulkan aktivitas biologis.
Beberapa pendekatan:
1) Penapisan acak senyawa produk alam
Penelitian obat tradisional (Farmakognosi – Fitokimia). Diseluruh dunia terdapat
+ 600.000 jenis tumbuhan, dan kurang dari 400.000 diantaranya tumbuhan tingkat
tinggi. Baru + 10-30% telah diteliti secara kimia dan farmakologi.
Contoh:
- Penemuan antikoagulan (tanaman sweet clover hay)
- Penemuan kokain dari Erythroxylon coca
- Penemuan morfin dari Papaver somniverum
2) Penemuan secara kebetulan
Contoh:
- Chan dan Hepp (1886), seharusnya memberikan naftalen (parasit saluran usus)
tetapi diberikan asetanilid (ternyata berefek antipiretik).
- Fleming (1952), menemukan penisilin
- Fox (1952), uji senyawa antituberkulosis iproniazid ternyata juga mempunyai
efek antidepresi.
- Sprague dan Bayer (1958), mensintesis 5-kloro-2,4- disulfamoilanin dengan cara
formilasi turunan amino dari diklorfenamid klorotiazid (diuretik)
3) Hasil uji metabolit obat
Kadang-kadang ada obat yang baru menimbulkan aktivitas setelah mengalami
proses metabolisme (pra obat=pro drug).

11
Contoh:
- Prontosil rubrum direduksi menjadi sulfanilamid yang berkhasiat antibakteri.
Kemudian dijadikan senyawa penuntun dan dikembangkan lebih lanjut sehingga
didapatkan turunan yang memiliki aktivitas lebih baik
- Seperti sulfadiazin, sulfaguanidin, dan sulfametoksazol.
4) Studi biomolekul dan endokrinologi
Senyawa antara pada proses metabolisme dan biokatalis, seperti hormon, vitamin
dan senyawa neurotransmitter merupakan titik tolak untuk modifikasi molekul. Untuk
pengembangan senyawa analog, parametabolit, hormonoid dan mimetic, Serta
pengembangan senyawa antagonis spesifik, seperti antimetabolit, antivitamin dan
senyawa litik.
Berkembangnya pengetahuan tentang peran replikasi kromoson dan multiplikasi
biopolimer membuka lapangan baru untuk menemukan senyawa penuntun pada
rancangan obat.
Replikasi ADN, transkripsi informasi genetik dari ADN ke mesenger ARN, dan
translasi protein pada ribosom memerlukan perhatian khusus karena banyak senyawa
aktif yang dapat mempengaruhi tahap-tahap penting proses biosintesis protein
tersebut
5) Studi perbandingan biokimia
Proses biokimia bersifat universal, sehingga senyawa antimetabolit dan
antivitamin secara umum menunjukkan aktivitas yang juga universal, Studi
perbandingan proses biokimia menjadi penting karena dapat membantu untuk melihat
adanya perbedaan proses biokimia antar proses.
Aksi yang selektif pada spesies tertentu mungkin didapat dgn mengembangkan
penghambat metabolik, dengan mempengaruhi proses biokimia yang penting pada
satu spesies (parasit) tetapi tidak pada spesies yang lain (host). Contoh: Turunan
Penisilin (sintesis mukopolipeptida) Turunan sulfonamida (pertumbuhan sel bakteri)
6) Analisis senyawa multipoten
Senyawa multipoten adalah senyawa yg mempunyai kemampuan untuk
menyebabkan dua atau lebih tipe aktivitas yg berbeda, melalui mekanisme yang
berbeda dan berbeda pula tipe reseptornya, Karena berbeda diduga bahwa struktur
molekul obat melibatkan sifat kimia tertentu, atau salah satu komponen gugus penting
untuk menyebabkan satu aktivitas, sedang gugus lain penting untuk aktivitas yang
lain.
Contoh: Turunan katekolamin (aktivitas α dan βadrenergik)
7) Efek samping obat
Efek samping mempunyai mekanisme terpisah. Pada banyak obat efek samping
dipandang sebagai efek yg tidak diinginkan karena mempengaruhi kesehatan
individu.
Meskipun demikian efek samping dapat dikembangkan menjadi obat (senyawa
penuntun) dgn efek yg diinginkan dan dapat berguna secara terapetik. Contoh:
Antihistamin yg menimbulkan efek samping sedatif kuat, seperti prometazin, dapat

12
dikembangkan lebih lanjut melalui rancangan obat, menjadi senyawa tranquilizer
yang poten, seperti klorpromazin.
8) Hasil antara sintesis obat
Senyawa antara (intermediate) adalah senyawa lain disamping produk yang
terjadi pada reaksi sintesis.
Contoh:
- Pada sintesis sulfametizol ditemukan senyawa antara turunan tiosemikarbazon, yg
pada uji biologis ternyata berkhasiat sbg antituberkulosis.
- Uji biologis dari INH yang digunakan pada sintesis tiosemikarbazon, ternyata
prekursor mempunyai efek antituberkulosis.
- Pengembangan lebih lanjut didapatkan mempunyai efek antidepresan karena
dapat menghambat kerja enzim monoamin oksidase.
9) Penapisan hasil sintesis kimia
Melakukan sintesis senyawa secara kimia murni kemudian dilakukan penapisan
aktivitas biologisnya secara acak dengan harapan beberapa diantaranya mungkin
menunjukkan aktivitas yang berguna. Cara penapisan secara acak yang lain adalah
dengan mengisolasi dan mengidentifikasi produk metabolisme obat.

2. Pengembangan senyawa Penuntun

1) Pengembangan subtitusi untuk mendapatkan senyawa yang lebih poten, spesifik,


aman, dan efek samping minimal. Contoh: Pengembangan amfetamin menjadi
metamfetamin.
2) Pengubahan spektrum aktivitas
a. Mengubah senyawa agonis menjadi antagonis spesifik
b. Memisahkan komponen utama dari spektrum aktivitas ke dalam molekul yg
berbeda sehingga didapatkan senyawa dgn spektrum baru.
c. Kombinasi aktivitas dari obat yang berbeda
d. Memperkecil efek samping obat
e. selektif terhadap spesies atau organ tertentu. Pengembangan Senyawa Penuntun
3) Tujuan suatu modulasi farmakokinetik yaitu mengatur ketersediaan biologis dan
fisiologis senyawa bioaktif dengan melakukan modifikasi molekul
a. Modulasi (mengatur) hubungan dosis-efek. Yaitu mengatur hubungan antara dosis
obat dengan kadar dalam jaringan target sehingga terjadi perubahan potensi obat.
b. Modulasi hubungan waktu-kadar, yaitu dgn membuat sediaan depo/ lepas lambat
bila diinginkan efek obat yang lebih lama, atau dibuat sediaan intravena bila
diinginkan efek obat yang cepat.
c. Modulasi distribusi obat pada berbagai kompartemen.

3. Prosedur Pengembangan Obat


Ariens membagi prosedur pengembangan obat berdasarkan perubahan struktur
dan sifat kimia fisika sebagai berikut:
1. Pembuatan seri senyawa homolog

13
2. Mengubah jenis atau kedudukan substituen pada rantai samping
3. Mengganti bagian yang kurang penting dan mempertahankan gugus fungsi
yang ada
4. Melakukan penyedehanaan struktur
5. Konversi produk alami
6. Modifikasi dengan petunjuk tetapan kimia fisika dari subtituen
7. Penggunaan prinsip isosterik
8. Memisahkan campuran isomer (untuk mendapatkan senyawa dgn aktivitas yg
lebih tinggi atau selektif)
9. Pembentukan senyawa kembar (dua molekul obat digabung menjadi satu
melalui ikatan kovalen)
10.Modifikasi molekul secara alami (analisis senyawa biologis aktif produk alam
menunjukkan bahwa beberapa diantaranya mengalami modifikasi molekul
secara alami)
11.Transformasi mikroba (Biosintesis antibiotika oleh mikroba dipengaruhi oleh
zat-zat yang ditambahkan dalam medium peragian.

4. Rancangan Obat Rasional


Impian ahli kimia medisinal dan farmakologi adalah dapat membuat obat yang
aktif secara farmakologis dan bekerja sangat selektif melalui rancangan rasional yang
benar. Sampai sekarang penemuan obat baru melalui rancangan secara rasional relatif
masih sedikit tetapi prospek pengembangannya cukup besar.
Suatu rancangan untuk menemukan obat baru secara logis dan dapat dijabarkan
secara teoritis. Dengan berkembangnya teknologi komputer maka hal ini semakin
berkembang.

Merancang obat secara rasional berhubungan dengan pengetahuan tentang:


1. Mekanisme kerja dan sis kerja obat pada tingkat molekul dan tingkat elektronik.
2. Hubungan kualitatif dan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas
3. Reseptor obat dan topografi tiga dimensi
4. Model interaksi obat – reseptor
5. Efek farmakologi dari gugus yang spesifik
6. Hubungan parameter sifat kimia fisika (hidrofob, elektronik, dan sterik) dengan
aktivitas biologis
7. Mekanisme reaksi kimia dan biokimia
8. Biosintesis metabolit dan konstituen laindalam organisme hidup.
9. Perbedaan sitologis dan biokimia antara manusia dan parasit Rancangan Obat
Rasional

Metode yang digunakan dalam rancangan obat rasional antara lain:


1. Rancangan obat dengan bantuan komputer (Computer Assisted Drug Design = CADD),
terutama berhubungan dengan parameter kimia fisika yang terlibat dalam aktivitas obat,

14
hubungan kuantitatif struktur-aktivitas dan molekul kimia kuantum atau perhitungan
orabital molekul.
2. Grafik molekul, terutama untuk mengetahui bentuk konformasi dan model molekul
senyawa sbg petunjuk dalam rancangan analog.
3. Pengenalan pola (Pattern recognotion), untuk seleksi senyawasenyawa yang dinginkan.
4. Kesesuaian reseptor (Receptor-fit), untuk karakterisasi reseptor farmakologis dan melihat
model interaksi obat-reseptor atau substrat-enzim serta ikatan-ikatan kimia yg terlibat
dalam intertaksi obat-reseptor.

Secara singkat dalam pengembangan obat, terdapat 4 tahap yaitu :


1. Bahan alam
Mencari sumber obat dari bahan alam ( tumbuhan,hewan, dan mineral ) dan
dikembangkan untuk menjadi bahan baku obat dengan cara ekstraksi, fraksinasi, dan
isolasi ( bahan murni yang poten).
2. Sintesis kimia
Mengembangkan berbagai senyawa kimia aktif dari alam maupun bahan non aktif
menjadi bahan aktif dengan cara remodeling struktur kimia dengan berbagai macam
perubahan struktur sehingga diperoleh senyawa kimia aktif yang siap diproduksi.
3. Farmasetik
Ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat menjadi cara penyediaan
obat obat menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat.
4. Farmakologi
Pada farmakologi terdapat 3 macam, yaitu:
a. Farmakodinamika , menentukan efek utama dan efek ikutan lainnya dari suatu bahan
kimia.
b. Farmakokinetik , menentukan nasib obat didalam tubuh sehingga konsentrasi obat
dapat dipantau
c. Toksikologi, menentukan keamanan pemakaian senyawa kimia sebagai obat

Pada farmakologi juga terdapat 2 macam uji, yaitu :


a. Uji pra klinis :
Menguji khasiat obat dan toksisitasnya menggunakan hewan percobaan. Pada
farmakodinamika, hal yang diuji adalah :
- Blind screening
- Hypocratic screening
- Uji spesifik ( invivo, invitro, insitu, inovo )
Pada farmakokinetik yang diuji ialah :
- Adsorbsi obat
- Metabolisme obat
- Distribusi obat
- Ekskresi obat
Pada toksisitas yang diuji adalah :
- Toksisitas akut

15
- Toksisitas subakut
- Toksisitas subkronis
- Toksisitas kronis
- Toksisistas khusus

b. Uji klinis :
Menguji khasiat obat dan melihat toksisitasnya pada manusia. Pada uji klinis terdapat
4 fase , yaitu :
- Fase I
Calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang
diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia.
- Fase II
Calon obat diuji pada pasien tertentu diamati efikasi pada penyakit yang diobati.
- Fase III
Uji yang melibatkan kelompok besar pasien. Disini obat baru dibandingkan efek
dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.
- Fase IV
Setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran ( post marketing
surveillance ) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai
usia,dan ras.

Usaha penemuan obat baru pada umumnya bersifat coba – coba (trial and error). Biaya
pengembangan obat baru sangat mahal dan memakan waktu yang lama. Perlu adanya
pengembangan obat secara terarah (rancangan obat rasional ).

2.4 Tahap pengembangan obat

Empat proses utama yang harus kita ketahui adalah:


1. Proses pengujian pre-klinik/research and development
2. Clinical Research and Development
3. NDA review
4. Post-marketing surveillance

Keempat fase pengembangan obat tersebut:

Tahap Pertama: Pre-Clinical Testing, Research and Development

Pada tahap ini, ilmuwan menemukan zat yang diduga dapat digunakan untuk pengobatan
pasien. Zat ini umumnya disintesis di laboratorium dan telah melalui tahap-tahap purifikasi yang
cukup panjang. Setelah itu, ilmuwan akan melakukan percobaan ke hewan. Biasanya, hewan
yang digunakan untuk percobaan adalah mencit. Biasanya, fase pre-clinical testing ini
berlansung selama kurang lebih 18 bulan.

16
Tahap Dua: Clinical Research and Development

Tahap kedua ini adalah fase yang paling panjang, memakan waktu dua sampai sepuluh tahun
sampai benar-benar selesai. Umumnya, tahap kedua ini berisi tiga fase berbeda yang masing-
masing memiliki tujuannya sendiri. Fase tersebut adalah:

1. Fase pertama: Eksplorasi Farmakologi Manusia. Tiga puluh hari setelah menyelesaikan
tahpa pertama, perusahaan obat boleh melakukan fase pertama Clinical Research
Development dengan menggunakan subjek manusia. Fase pertama ini bertujuan untuk
melakukan evaluasi terhadap paramter farmakokinetik dan toleransi obat pada
sukarelawan yang normal. Penelitian ini juga ikut mencakup dosis sekali minum yang
sesuai, perlunya peningkatan dosis, dan juga efek dosis jangka pendek dan panjang.
2. Fase kedua: Eksplorasi teraputik, pada fase ini, peneliti akan mencoba mencari efek dari
obat ini serta mencari apakah akan timbul efek samping pada pasien. Fase kedua ini
hanya mencakup 250 pasien sebagai subjeknya.
3. Fase ketiga: Fase ini menggunakan jumlah sampel yang besar. Untuk mengetahui apakah
obat cukup memiliki efek teraputik untuk dikonsumsi oleh khalayak ramai

Tahap tiga: New Drugs Application Review (NDA) Review

Semua obat baru harus mendaftarkan diri mereka pada New Drug Application Review,
sebuah badan yang dimiliki oleh Food&Drug Administration, sebuah badan yang dimiliki oleh
Amerika Serikat yang memiliki tugas untuk menilai semua obat yang masuk ke negara tersebut.
Penemu obat baru harus melengkapi sebuah form yang berisi:

- Zat kimia
- Proses pembuatan obat
- Kontrol pembuatan obat
- Profil farmakologi dan toksikologi pada hewan
- Farmakologi manusia dan bioavailabilitasnya pada manusia
- Profil mikrobiologi (untuk obat anti-mikrobial)
- Data klinik
- Data keamanan obat
- Data kasus efek samping obat
- Sertifikasi hak paten

Umumnya proses review dari NDA ini memakan waktu sekitar dua tahun. Selama prosess ini
Food and Drug Administration Amerika Serikat akan melakukan pengecekan dari data-data di
atas.

Tahap Empat: Postmarkerting Surveilance Program

17
Pada tahap ini, obat telah dilepas ke pasaran, namun tetap diawasi untuk melihat apakah ada
efek samping yang tidak diinginkan pada pasien. Apabila obat diketahui memiliki efek samping
setelah dilepas ke pasaran, negara berhak untuk menyetop peredaran obat tersebut.
Beberapa obat seperti Talidomide diketahui memiliki efek samping setelah dilepas ke pasaran.
Talidomide setelah dilepas ke pasaran ternyata diketahui memiliki efek yang sangat buruk pada
janin bayi. Penarikan besar-besaran dilakukan pemerintah untuk menghindari korban yang lebih
banyak.

Maka, dapat kita lihat bahwa proses penemuan obat ini sangat panjang. Oleh karena itu,
perlu biaya yang sangat besar bagi para produsen obat untuk memproduksi obatnya. Maka dapat
dipahami mengapa harga obat sangat mahal.

Mengapa Harga Obat Mahal?

Kita telah melihat diatas bahwa proses penemuan obat tersebut cukup panjang. Untuk itu,
perlu insentif dari pemerintah kepada perusahaan obat untuk terus meneliti obat-obat baru.
Karena biaya research and development obat tersebut umumnya sangatlah mahal. Oleh karena
itu, pemerintah biasanya mempunyai kebijakan paten eksklusif. Melalui kebijakan ini,
perusahaan yang menemukan suatu obat berhak atas paten obat tersebut selama beberapa waktu.
Umumnya, lama paten eksklusif ini berkisar antara 8-12 tahun. Tujuan dari paten eksklusif ini
adalah agar perusahaan obat dapat mengganti kerugian yang dideritanya ketika melakukan
pengembangan obat.

Di Amerika Serikat sendiri, masa berlaku paten eksklusif ini adalah 12 tahun sebelum
obat generik dapat diproduksi. Kebijakan ini disahkan Presiden Barrack Obama pada tahun
2010.

Setelah masa paten eksklusif ini habis. Barulah perusahaan-perusahaan lain bisa
membuat obat yang sejenis. Obat generik juga dapat diproduksi. Obat generik adalah obat yang
memiliki kandungan sama seperti obat bermerk namun lebih murah karena tidak perlu membayar
biaya promosi/biaya branding.

Tahap 1: Penemuan dan Pengembangan Obat

Peneliti menemukan obat baru biasanya melalui:

1. Wawasan baru ke dalam proses penyakit yang memungkinkan peneliti untuk mendesain
suatu obat
2. Banyakya uji senyawa molekuler untuk menemukan kemungkinan efek yang
menguntungkan terhadap suatu penyakit
3. Treatment yang sudah ada memiliki efek yang belum diprediksi sebelumnya
4. Teknologi terbaru

18
Pada tahap ini, ribuan senyawa dapat menjadi kandidat yang potensial untuk dikembangkan
sebagai perawatan medis. Setelah pengujian awal, hanya sedikit senyawa yang terlihat
menjanjikan dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Setelah peneliti mengidentifikasi senyawa yang menjanjikan untuk dikembangkan, mereka


melakukan penelitian untuk mengumpulkan informasi tentang:

1. Bagaimana obat diserap, didistribusikan, dimetabolisme, dan diekskresikan


2. Manfaat potensial dan mekanisme kerjanya
3. Dosis
4. Administrasi obat
5. Efek samping atau toksisitas.
6. Bagaimana hal itu memengaruhi kelompok orang yang berbeda (seperti berdasarkan jenis
kelamin, ras, atau etnis) secara berbeda.
7. Interaksi obat
8. Efektivitasnya dibandingkan dengan obat-obatan sejenis.

Tahap 2: Penelitian Preklinis

Persyaratan dasar minimum yang mengharuskan para peneliti untuk menggunakan


praktik laboratorium yang baik (GLP) meliputi:

- Study conduct
- Personel
- Fasilitas
- Peralatan
- Protokol tertulis
- Prosedur operasi
- Laporan penelitian
- Sistem pengawasan jaminan kualitas untuk setiap studi untuk membantu
menjamin keamanan produk yang diatur Badan Pengawas Obat

Biasanya, studi preklinis tidak terlalu besar. Namun, penelitian ini harus memberikan
informasi rinci tentang tingkat dosis dan toksisitas. Setelah pengujian preklinis, para peneliti
meninjau temuan mereka dan memutuskan apakah obat harus diuji pada manusia.

Tahap 3: Penelitian Klinis

Penelitian klinis mengacu pada studi, atau uji coba, yang dilakukan pada manusia. Ketika
para pengembang merancang studi klinis, mereka akan mempertimbangkan apa yang ingin
mereka capai untuk masing-masing Tahap Penelitian Klinis yang berbeda dan memulai
Investigational New Drug Process (IND), sebuah proses yang harus mereka lalui sebelum
penelitian klinis dimulai.

19
Merancang Uji Klinis

Sebelum uji klinis dimulai, peneliti meninjau informasi sebelumnya tentang obat untuk
mengembangkan pertanyaan dan tujuan penelitian. Kemudian, peneliti akan memutuskan:

- Kriteria partisipan
- Berapa banyak orang yang akan menjadi bagian dari penelitian ini
- Berapa lama studi akan berlangsung
- Apakah akan ada kelompok kontrol dan cara lain untuk membatasi bias penelitian
- Bagaimana obat akan diberikan kepada pasien dan berapa dosisnya
- Apa penilaian yang akan dilakukan, kapan, dan data apa yang akan dikumpulkan
- Bagaimana data akan ditinjau dan dianalisis

Uji klinis mengikuti seri khas dari awal, skala kecil, studi fase 1 hingga tahap akhir, skala
besar, studi fase 3.

Fase Studi Penelitian Klinis

Fase 1

- Peserta Studi: 20 hingga 100 sukarelawan sehat atau orang dengan


penyakit/kondisi tertentu
- Lama Studi: Beberapa bulan
- Tujuan: Keamanan dan dosis
- Sekitar 70% obat berpindah ke fase berikutnya

Fase 2

- Peserta Studi: Hingga beberapa ratus orang dengan penyakit/kondisi tertentu


- Lama Studi: Beberapa bulan hingga 2 tahun
- Tujuan: efikasi dan efek samping
- Sekitar 33% obat berpindah ke fase berikutnya

Fase 3

- Peserta Studi: 300 hingga 3.000 relawan yang memiliki penyakit atau kondisi
tertentu
- Lama Studi: 1 hingga 4 tahun
- Tujuan: efikasi dan pemantauan reaksi yang merugikan (ADRs)Sekitar 25-30%
obat berpindah ke fase berikutnya

Fase 4

 Peserta Studi: Beberapa ribu relawan yang memiliki penyakit/kondisi tertentu


 Tujuan: Keamanan dan efikasi

20
Proses Investigasi Obat Baru

Pengembang obat, atau sponsor, harus mengajukan aplikasi Investigational New Drug
(IND) ke Badan Pengawas Obat sebelum memulai penelitian klinis. Dalam aplikasi IND,
pengembang harus menyertakan:

 Data studi hewan dan toksisitas (efek samping yang menyebabkan bahaya besar)
 Informasi manufaktur
 Protokol klinis (rencana studi) untuk studi yang akan dilakukan
 Data dari penelitian manusia sebelumnya
 Informasi tentang penyidik

Tahap 4: Review Obat oleh Badan Pengawas Obat

Jika seorang pengembang obat memiliki bukti dari tes awal, penelitian praklinis, dan
klinis bahwa obat itu aman dan efektif untuk tujuan penggunaannya, perusahaan dapat
mengajukan aplikasi untuk memasarkan obat tersebut. Tim peninjau (FDA untuk di USA dan
BPOM untuk di Indonesia) secara menyeluruh memeriksa semua data yang dikirimkan pada obat
dan membuat keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujuinya.

Tahap 5: Monitoring Keamanan Obat Post-Market oleh Badan Pengawas Obat

Meskipun uji klinis memberikan informasi penting tentang efikasi dan keamanan obat,
tidak mungkin memiliki informasi yang lengkap tentang keamanan obat pada saat persetujuan.
Gambar sebenarnya dari keamanan suatu produk sebenarnya berevolusi selama berbulan-bulan
dan bahkan bertahun-tahun yang membentuk masa hidup produk di pasar. Badan Pengawas Obat
meninjau laporan masalah dengan obat resep dan obat bebas, dan dapat memutuskan untuk
menambahkan peringatan pada dosis atau informasi penggunaan, serta tindakan lain untuk
masalah yang lebih serius

Kebijakan Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia

Penggunaan Obat Herbal di tingkat Global WHO mengidentifikasi ada empat sistem
yang dianut oleh negara-negara di dunia dalam pemanfaatan obat herbal sebagai bagian dari obat
tradisional, yaitu (1) integratif; (2) insklusif; (3) toleran dan (4) ekslusif. Sistem integratif
dimaksudkan bahwa pengobatan tradisional secara resmi telah diakui dan telah digabungkan
secara utuh ke dalam sistem kesehatan masyarakat, mencakup kebijakan nasional, regulasi,
penerapan pada semua tingkat pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan, pendidikan dan
penelitian.

Sistem inklusif yaitu pengobatan tradisional hanya diakui sebagian secara formal dan
dimanfaatkan pada bagian-bagian tertentu saja dalam sistem kesehatan masyarakat. Sedangkan
sistem toleran adalah bahwa sistem kesehatan masyarakat berdasarkan pada kedokteran modern
tetapi praktek pengobatan tradisional tidak dilarang oleh undang-undang 3. Sistem ekslusif

21
dalam realitasnya hampir tidak ada yaitu praktek pengobatan tradisional yang dilarang oleh
Undang-Undang.

Penggunaan obat herbal di tingkat global terus meningkat, baik di negara yang sedang
berkembang maupun di negara maju. Menurut data dari Sekretariat Convention on Biological
Diversity, pasar global obat herbal pada tahun 2000 mencapai US$ 43 milyar. WHO mencatat
pada tahun 2000 pasar obat herbal yang tergolong besar adalah sebagai berikut : Cina (US$ (
milyar); Eropa barat (US$6,6 milyar); Amerika Serikat (US$ 3 milyar); Jepang (US$ 2 milyar)
dan Kanada (US$1 milyar). Demikian pula pasar Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke
tahun (tahun 2001 sebesar Rp. 1,3 trilyun dan tahun 2002 naik menjadi Rp. 1,5 trilyun).

1. Bahan Alam Sebagai Sumber Bahan Obat

Bahan alam berupa tumbuhan obat maupun biota laut mempunyai potensi yang
besar sebagai sumber bahan obat termasuk obat untuk kanker yang harganya relatif
sangat mahal. Berikut adalah contoh dari obat kanker yang tergolong mutakhir yang
dikembangkan dari bahan alam:

Badan POM mengembangkan obat bahan alam mencakup 9 tanaman unggulan yaitu;
mengkudu, daun salam. daun jambu biji, jati belanda, temu lawak, cabe jawa, sambiloto,
kunyit dan jahe merah. Tanaman obat unggulan ini tumbuh hampir diseluruh Indonesia
dan telah digunakan secara luas oleh masyarakat. Selain dari itu referensi ilmiah dan
penelitian terhadap 9 tanaman obat tersebut relatif cukup memadai sehingga untuk
melakukan penelitian lanjutan lebih mudah untuk dilakukan. Penelitian tanaman obat
unggulan tersebut dilakukan secara lengkap sampai pada uji klinik. Untuk itu Badan
POM menggalang kerja sama dengan berbagai Universitas/Institut dengan anggaran yang
relatif cukup besar.

Arah Pengembangan Obat Herbal Indonesia

Pengembangan obat herbal Indonesia dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:

(1) jamu

(2) obat herbal terstandar; dan

(3) fito farmaka.

Jamu sebagai warisan budaya bangsa harus tetap dilestarikan dengan fokus utama pada
aspek mutu dan keamanannya (safety). Khasiat jamu sebagai obat tradsional didasarkan pada
pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama.
Obat herbal terstandar adalah obat herbal yang simplisianya telah dilakukan standarisasi dan
telah dilakukan uji pra klinik. Sedangkan fito farmaka adalah obat herbal yang telah dilakukan
uji klinik secara lengkap. Dengan adanya arah pengembangan yang jelas maka ke depan obat
herbal Indonesia akan dapat berperan makin penting dalam menjaga kesehatan masyarakat luas.
Prioritas pengembangan obat herbal Indonesia terutama adalah untuk: penyakit degeneratif,
immunomodulator dan untuk pemeliharaan kesehatan.

22
Dengan uji klinis yang lengkap dan mengikuti prinsip-prinsip uji klinik yang baik, maka
ke depan obat herbal Indonesia akan dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
Penelitian terutama uji klinik ini mempunyai makna yang sangat strategis bagi obat herbal
Indonesia dalam konteks perluasan penggunaan dan pemanfaatannya. Obat herbal Indonesia
akan sulit untuk digunakan oleh para dokter kalau tidak didukung oleh penelitian ilmiah dan
evidence base yang secara rasional dapat dibuktikan kebenarannya.

komprehensif dengan visi yang jelas dan melibatkan peran aktif lintas sektor serta
masyarakat luas. Kejelasan visi ini sangat penting karena visi merupakan acuan fundamental
dalam pengembangan dan pemenfaatan obat herbal Indonesia. Visi Obat Herbal Indonesia
dirumuskan sebagai berikut:

Obat herbal Indonesia dimanfaatkan secara optimal terutama untuk peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan, baik melalui pengobatan sendiri maupun pelayanan kesehatan formal.

Mengacu pada visi tersebut, kebijakan obat herbal Indonesia ditempuh dengan langkah-langkah
sebagai berkut:

1) Budi Daya Tanaman Obat (Agro Medicine)

Budi daya tanaman obat Indonesia perla mendapat perhatian dan prioritas selain
bertujuan untuk menjaga kelestariannya juga untuk meningkatkan kualitas simplista. Hal ini
penting untuk digarisbawahi karena eksplorasi tumbuhan obat yang dilakukan secara terus
menerus tanpa diimbangi budi daya yang baik, akan menimbulkan kepunahan. Dengan budi daya
yang baik mulai dari pembibitan, penanaman sampai pemanen akan dapat dihasilkan simplista
dengan kualitas yang baik dan dapat distandarisir. Budi daya ini menjadi domain sektor pertanian
yang melibatkan para petani. Untuk itu langkah awal perlu dibuat pemetaan untuk tanaman obat
unggulan – di wilayah/daerah mana tanaman obat tersebut tumbuh dan menghasilkan kandungan
bahan aktif yang paling baik.

2) Standarisasi

Standarisasi obat herbal terutama simplisia dan sedían ekstrak mempunyai arti yang
penting untuk menjaga mutu obat herbal. Batasan mengenai kadar air, jasad renik dan lain lain
sangat penting untuk menjamin keamanan penggunaan obat bahan alam sekaligus sebagai acuan
dalam memproduksi obat herbal. Ke depan perla dikembangkan standarisasi dengan metoda “
finger print” yakni mengukur zat aktif tertentu untuk suatu tanaman obat .

3) Penguatan Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan obat herbal perlu terus ditingkatkan dengan memperkuat
jalinan kerjasama antara industri dan lembaga riset pendidikan tinggi di Indonesia yang didukung
oleh Pemerintah termasuk dalam pendanaan. Aliansi penelitian dan pengembangan antara

23
industri obat herbal dan universitas ini dapat dikembangkan untuk saling menguntungkan. Di
satu pihak industri akan dapat memproduksi dan memasarkan produk-produk unggulan hasil
riset universitas, dilain pihak universitas memperoleh dana untuk melakukan riset unggulan yang
bermanfaat bagi masyarakat luas sekaligus mendatangkan nilai tambah ekonomi yang cukup
besar.

4) Pembinaan Industri Obat Herbal

Jumlah perusahaan yang memproduksi obat herbal/obat tradisional di Indonesia hampir


mencapai 1000 perusahaan . Sebagian besar (lebih dari 80%) adalah perusahaan kecil (home
industry) dengan aset yang sangat terbatas. Format industri seperti ini tentu memerlukan
pembinaan agar usaha mereka dapat berkembang dan survive sekaligus dapat menjamin bahwa
produknya bermanfaat dan aman untuk digunakan oleh masyarakat luas. Dalam konteks ini
pembinaan yang berkaitan dengan cara-cara produksi yang baik, sangat penting untuk dilakukan
secara terus menerus.

5) Jaminan mutu dan keamanan (safety) Obat Herbal

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan obat herbal harus dilakukan Sejak awal proses
mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk-produk
tersebut beredar di masyarakat. Produsen obat herbal mempunyai tanggung jawab yang besar
atas mutu dan keamanan semua produk yang dipasarkan kepada masyarakat. Untuk itu mereka
harus mempunyai sistem internal yang dapat memantau dan mengawasi mutu produknya sejak
awal proses sampai produk tersebut ada di peredaran. Pada saat yang sama Pemerintah
melakukan pengawasan secara sistematik mulai dari proses produksi, evaluasi mutu, keamanan
dan khasiat pada sistem registrasi sampai pada pengambilan sampel produk di peredaran untuk
dilakukan pengujian laboratorium. Dalam konteks untuk jaminan mutu ini telah ditetapkan logo
untuk masing-masing kategori obat herbal:

Pertumbuhan pasar obat herbal Indonesia relatif cukup tinggi antara 15 sampai 20% tiap
tahun. Segmen market obat herbal tidak hanya masyarakat yang berpenghasilan rendah tetapi
juga kelompok masyarakat menengah ke atas. Positioning obat herbal ini perlu terus diperkuat
terutama dengan memperkuat quality image obat herbal dengan dukungan riset ilmiah deng
kredibelitas yang tinggi. Demikian pula pasar ekspor terutama di negara-negara ASEAN perlu
diperkuat dengan membangun jeringan marketing regional di ASEAN.

6) Perintisan Penggunaan Obat Herbal Pada Pelayanan Kesehatan Formal


Obat herbal yang terbukti secara ilmiah berkhasiat dan memiliki mutu yang tinggi dan aman,
perlu diupayakan untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. Penggunaan obat herbal
pada pelayanan kesehatan formal memerlukan dukungan dan kesadaran dari health provider
yang selama ini kurang menaruh perhatian terhadap obat.

24
Pengembangan dan penemuan obat baru diperlukan untuk menjawab tantangan pelayanan
kesehatan, baik untuk tujuan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Obat modern
dikembangkan melalui proses yang panjang serta memakan biaya yang tinggi, dan setiap tahun
puluhan bahkan ratusan obat baru masuk ke pasar obat dunia. Dan ini akan terus berlanjut.Secara
umum, efikasi atau kemanjuran dan keamanan (safety ) adalah 2 parameter utama untuk
penilaian obat. Ketika metode penelitian dan bioetika belum terlalu berkembang, penelitian
penemuan dan pengembangan obat dilakukan secara trial and error. Saat ini uji klinik
menjadi conditio sine qua non bagi pengembangan obat, meskipun ada juga perkecualian yang
terpaksa dilaksanakan.
Ada berbagai macam metode uji klinik yang dikenal, namun yang dikenal sebagai gold
standard adalah uji klinik teracak (rand mised clinical trial/RCT). Namun, seringkali penilaian
hasil uji klinik terutama untuk membandingkan apakah penambahan suatu jenis obat (add-n)
bermanfaat dengan risiko yang kecil dibandingkan pengobatan yang ada terlalu sulit untuk
diterapkan pada situasi klinis tertentu. Apalagi bila penilaian atau evaluasi dilakukan oleh orang
yang bukan memiliki spesialisasi evaluasi efisiesi dan efikasi obat.
Metode baru penilaian uji klinik suatu obat telah dikembangkan di Jerman dengan
nama Evaluation of pharmaceutical Innovations with regard to Therapeutic
Advantage (EVITA).1 Melalui EVITA uji klinik yang secara desain memiliki kelemahan dalam
pembuktian efikasi dan keunggulan klinis suatu obat, misal yang penggunaan kelompok kontrol
yang tidak cukup, atau “keterpaksaan” penggunaan keluaran antara (surrogate utcomes) akan
dapat dinilai secara lebih mudah.
Penggunaan surrogate markers daripada efek klinik (clinical utcomes ) 2 untuk menilai
efek terapi obat kadang-kadang terpaksa dilakukan, misalnya pada terapi kanker prostat dengan
menggunakan prostate specific antigen (PSA)sebagai biomarker kanker prostat.

Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak
dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.

Obat Nabati

Kebanyakan obat yang digunakan dimasa lalu adalah obat yang berasal dari tanaman. Dengan
cara mencoba-coba, secara empiris, orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai
macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati penyakit. Pengetahuan ini secara turun-
temurun disimpan dan dikembangkan, sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, seperti
pengobatan tradisional jamu di Indonesia.

Namun, tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti penyakit, adapula yang
pada awalnya digunakan sebagai alat ilmu sihir, kosmetika atau racun untuk membunuh musuh.
Misalnya, strychnin dan kurare mulanya digunakan sebagai racun panah penduduk pribumi
Afrika Dan Amerika Selatan. Contoh yang palling baru ialah obat kanker nitrogen-
mustard yang semula digunakan sebagai gas racun (gas mustard) pada perang dunia pertama.

Obat nabati ini digunakan sebagai rebusan atau ekstrak dengan aktivitas dan efek yang
sering kali berbeda-beda tergantung dari asal tanaman dan pembuatannya. Kondisi ini dianggap

25
kurang memuaskan, sehingga lambat laun para ahli kimia memulai mencoba mengisolasi zat-zat
aktif yang terkandung didalamnya. Hasil percobaan mereka adalah serangkaian zat kimia : yang
terkenal diantaranya adalah Efedrin dari tanaman Ma Huang (Ephedra Vulgaris), Kinin dari
kulit pohon kina, Atropin dari tanaman Atropa Belladona, morfin dari candu (Papaver
Somniferum) dan Digoksin dari digitalis lanata. Dari hasil penelitian setelah tahun 1950 dapat
disebutkan reserpin dan resinamin dari Pule Pandak (rauwolvia serpentina), sedangkan obat
kanker vinblastin berasal dari vinca rosea, sejenis kembang serdadu. Penemuan tahun 1980
adalah obat malaria artemisin yang berasal dari tanaman cina, qinghaosu (artemisina annua).
Penemuan terbaru adalah onkolitika paclitaxel (taxol) dari jarum-jarum sejenis cemara (konifer)
taxus brevifolia/baccata (1993) dan genistein dari kacang kedelai.

Munculnya Obat Kimiawi Sintetis

Pada mula abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai nampak ada kemajuan, dengan
ditemukannya obatt termasyur, yaitu salvarsan dan aspirin sebagai pelopor, yang kemudian
disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan
penggunaan kemoterapeutika sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya, sudah lebih
dari dua ribu tahun diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi luka
menggunakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1982 khasiat ini diselidiki secara
ilmiah oleh penemu penisillin Dr. Alexander Fleming.

Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat (mis. Sintesa
kimia, fermentasi, tekhmologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan sekali bagi
penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetistelah ditemukan, rata-rata 500 zat
setahunnya yang mengakibatkan perkembangan yang revolusioner dibidan farmakoterapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat mutakhir. Akan tetapi, begitu
banyak diantaranya tidak lama “masa hidupnya” karena terdesak obat yang lebih baru dan lebih
baik khasiatnya. Namun lebih kuran 80% dari semua obat yang kini digunakan merupakan
penemuan dari 3 dasawarsa terakhir.

Potensi dan prospek pengambangan tumbuhan obat memang memiliki nilai yang sangat
besar jika diolah dan dikembangkan secara tepat. Bukan tidak mungkin tumbuhan obat mampu
menggeser peran obat-obatan kimia sebagai media utama penyembuhan berbagai penyakit.
Namun, kelemahan-kelemahan yang dimiliki tumbuhan obat terkadang menjadi kendala dalam
pengembangan tumbuhan obat itu sendiri. Menurut Zein (2005), kelemahan-kelemahan
tumbuhan obat adalah sebagai berikut:
1. Sulitnya mengenali jenis tumbuhan dan berbedanya naman tumbuhan berdasarkan
daerah tempat tumbuh.
2. Kurangnya sosialisasi tentang manfaat tumbuhan obat terutama dikalangan profesi
dokter.
3. Penampilan tumbuhan obat yang berkhasiat berupa fitofarmaka yang kurang
menarik dan kurang meyakinkan dibandingkan dengan obat-obat paten.
4. Kurangnya penelitian yang komprehensif dan terintegrasi dari tumbuhan obat di
kalangan profesi dokter.

26
5. Belum adanya upaya pengenalan dini terhadap tumbuhan yang berkhasiat obat di
institusi pendidikan yang sebaiknay dilakukan mulai dari pendidikan dasar.

Adapun upaya untuk mengurangi/menghilangkan kelemahan tersebut yang


mungkin dapat dilakukan adalah:
1. Sosialisasi dini tumbuhan obat di institusi pendidikan
2. Mengintegrasikan tumbuhan obat di dalam system pelayanan kesehatan formal
seperti puskesmas dan rumah sakit.
3. Mendukung setiap kegiatan penelitian imiah bidang tumbuhan obat untuk
membuktikan khasiatna secara ilmiah agar kalangan professional dapat memahami
secara komprehensif.
4. Peninjauan dan reformasi sitem pendidikan kedokteran/kesehatan dan
bertanian/biologi dengan memberikan porsi yang seimbang terhadap tumbuhan obat.
5. Memulai melakukan kegiatan penelitian sekecil apapun terhadap bahan tumbuhan
berkhasiat terhadap penyakit tertentu, mempublikasikan serta melakukan penelitian
yang berkesinambungan ke arah yang lebih baik dan berorientasi kepada industri
fitofarmaka.

Selain beberapa upaya untuk mengurangi kelemahan tumbuhan obat tersebut, terdapat
upaya lain untuk mengembangkan tanaman obat. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah
dengan pendekatan bioregional. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kualitas
produk hasil budidaya tumbuhan obat. pemberian pupuk dan perlakuan-perlakuan yang lain
berlum tentu memberikan hasil yang optimal ketika tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman.
Oleh karena itu, untuk efisiensi produksi, perlu diterapkan konsep bioregional. Yaitu
menumbuhkan komoditas tanaman obat sesuai dengan spesifikasi syarat tumbuh yang diinginkan
tumbuhan obat.

Untuk mengetahui komoditas unggulan di masing-masing sentra, maka setiap daerah


harus mengkaji potensi bioregional di daerahnya masing-masing. Pertimbangan yang menjadi
dasar dalam memilih jenis tumbuhan obat untuk daerahnya adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian kondisi agroekosistem antara jenis tumbuhan obat dengan daerah
pengembangannya.
2. Kesesuaian penyebaran jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakna oleh industri obat
tradisional dengan daerah pengembangannya.
3. Teknik budidaya dan pascapanen tanaman obat supaya sesuai dengan Good Agricultural
Practices, Good Handling Practices, dan Standar Operasional Prosedur sesuai spesifikasi
lokasi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian yang meliputi penelaahan kondisi bioekologis
untuk menentukan jenis komoditas berdasarkan pada kesesuaiannya dengan lingkungan
agrobiofisik yang ada, penelaahan social budaya yang mencakup tradisi etnofarmaka dan teknik
budidaya yang dimiliki oleh masyarakat pada daerah yang bersangkutan, dan penelaahan

27
terhadap pasar yang mencakup pangsa pasar, nilai ekonomi, dan daya saing terhadap komoditas
sejenis yang dihasilkan daerah atau Negara lain.
Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu
dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk
mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik pertama), urin
manusia (choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk
menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya
maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medisinal dan
farmakologi molekular.
Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat tersebut akan melalui
serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum
diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin. Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau
sintesis senyawa kimia sampai diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang
harus ditempuh oleh calon obat adalah uji praklinik dan uji klinik.

Uji praklinik
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh informasi
tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya
yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan
yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing
atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan
obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek
toksik pada dosis pengobatan atau aman.
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :
- Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis
- Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas)
- Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas)
- cacat waktu lahir (teratogenisitas)
Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan pada
hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja
sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-
bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia.
Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah
dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas
enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji
antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi
belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksisitas sampai saat ini masih tetap
dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang
menggambarkan toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan datang perlu dikembangkan uji
toksisitas secara in vitro.

28
Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan
maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.

Uji klinik
Yaitu suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana sebelumnya diawali oleh
pengujian pada binatang atau pra klinik.
Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :
1. Fase I , calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang
diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan
hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat
pada manusia.
2. Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit yang
diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan
efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan
dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.
3. Fase III melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru dibandingkan efek dan
keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui.
Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan. Akhirnya
obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000 senyawa yang disintesis karena risikonya lebih
besar dari manfaatnya atau kemanfaatannya lebih kecil dari obat yang sudah ada. Keputusan
untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional, di Indonesia oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan, di Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration), di
Kanada oleh Health Canada, di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product
Regulatory Agency), di negara Eropah lain oleh EMEA ( European Agency for the Evaluation of
Medicinal Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics Good Administration).
Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data
dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan
keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul dll.) yang telah
memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas.
Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan produk dengan zat baru, tetapi dapat
juga dengan memodifikasi bentuk sediaan obat yang sudah ada atau meneliti indikasi baru
sebagai tambahan dari indikasi yang sudah ada. Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan
indikasi atau perubahan dosis dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh
Komisi Nasional Penilai Obat Jadi. Pengembangan ilmu teknologi farmasi dan biofarmasi
melahirkan new drug delivery system terutama bentuk sediaan seperti tablet lepas lambat,
sediaan liposom, tablet salut enterik, mikroenkapsulasi dll. Kemajuan dalam teknik rekombinasi
DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah memicu kemajuan dalam produksi bahan baku obat
seperti produksi insulin dll.
Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat
yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk
diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta
dapat diresepkan oleh dokter.

29
4. Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post
marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai
usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai
terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.
Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan
jika membahayakan sebagai contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat
merusak ginjal, Entero-vioform (kliokuinol) suatu obat antidisentri amuba yang pada orang
Jepang menyebabkan kelumpuhan pada otot mata (SMON disease), fenil propanol amin yang
sering terdapat pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15
mg karena dapat meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung yang membahayakan pada
pasien yang sebelumnya sudah mengidap penyakit jantung atau tekanan darah tinggi , talidomid
dinyatakan tidak aman untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin,
troglitazon suatu obat antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena merusak hati.

Dikutip dari situs FDA, proses pengembangan obat adalah sebagai berikut:

1. Penemuan dan pengembangan


2. Uji praklinik
3. Uji klinik
4. Review oleh badan regulator
5. Monitoring kemanan obat paska pemasaran (post marketing surveillance)

Penemuan dan pengembangan

Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap awal dari rangkaian penemuan suatu
obat. Pada tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang berpotensi sebagai obat disintesis,
dimodifikasi atau bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau molekul obat yang
diinginkan. Oleh karena penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu daerah tertapetik yang
khas, potensi relatif pada produk saingan dan bentuk sediaan untuk manusia bisa diketahui.
Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal mungkin mendalami kelemahan molekul
tersebut sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa tersebut.

Uji praklinik

Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses screening, yang melibatkan pengujian
awal obat pada sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda (biasanya 3 jenis hewan) ditambah
uji mikrobiologi untuk menemukan adanya efek senyawa kimia yang menguntungkan. Meskipun
ada faktor lucky (kebetulan) dalam upaya ini, umumnya pendekatannya cukup terkontrol
berdasarkan struktur senyawa yang telah diketahui. Pada tahap ini sering kali dilakukan
pengujian yang melibatkan teratogenitas, mutagenesis dan karsinogenitas, di samping
pemeriksaan LD50, toksisitas akut dan kronik.

Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh informasi
tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya

30
yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh.

Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot,
hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Hewan-hewan ini sangat berjasa bagi
pengembangan obat. Karena hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah
obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.

Penelitian toksistas merupakan cara potesial untuk mengevaluasi:

- Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kroon

- Kerusakan genetik (genotoksisitas atau mutagensis)

- Pertumbuhan tumor (onkogenesis atau karsinogenesis)

- Kejadian cacat waktu lahir (teratogenik)

Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetika obat
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Semua hasil pengamatan pada hewan
tersebut menetukan apakah calon obat tersebut dapat diteruskan dengan uji pada manusia atau
tidak.

Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula
obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia. Di samping uji
pada hewan untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai
uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya:

- uji aktivitas enzim

- uji antikanker menggunakan kultur sel

- uji antimikroba pada pembenihan mikrobauji antioksidan dengan DPPH

- uji antiinflamasi, dll untuk menggantikan uji khasiat pada hewan.

Akan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksistas sampai saat ini
masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang
dapat menggambarkan toksisitas pada manusia. Di samping itu, uji pada hewan percobaan ini
juga dirancang dengan perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu lebih lanjut pada
manusia atau uji klinis. Oleh karenanya, pada uji pra-klnis ini dirancang dengan pertimbangan:

- Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan lepada manusia


- Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang dituju dengan pertimbangan
khusus untuk anak-anak, wanita hamil atau orang usia lanjut.

31
- Efek obat menurut dugaan pada manusia.

Uji klinik

Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau molekul kandidat calon obat tersebut
menjadi IND (Investigasional New Drug) atau obat baru dalam penelitian. Setelah calon obat
dinyatakan mempunyai kemanfaatan danaman pada hewan percobaan maka selanjutnya diji pada
manusia (uji klinik). Uji pada manusia Uji klinis pada manusia harus diteliti dulu kelayakannya
oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.

Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional :

- Indonesia oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)

- AS adalah FDA (Food and Drug Administration

- Kanada oleh Health Canada

 Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency)


 Negara-negara Eropa oleh EMEA (European Agency for the Evaluation of Medicinal
Product)
 Australia oleh TGA (Therapeutics Good Administration).

Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data
dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan
keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul, dll) yang telah
memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas.

Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan produk dengan zat baru, tetapi dapat
juga dengan memodifikasi bentuk sediaan yang sudah ada atau meneliti indikasi baru sebagai
tambahan dari indikasi yang suda ada. Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan indikasi atau
perubahan dosis dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh Komisi
Nasional Penilai Obat Jadi.

Pengembangan ilmu teknologi farmasi dan biofarmasi melahirkan new drug delivery
system terutama bentuk sediaan seperti tablet lepas lambat, sediaan liposom, tablet salut enterik,
mikro-enkapsulasi, dll. Kemajuan dalam teknik rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan
telah memicu kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti produksi insulin dll. (Baca lebih
lengkap : Perkembangan Produk Bioteknologi di Dunia)

Setelah calon dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang
sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk
diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta
dapat diresepkan oleh dokter.

32
Monitoring kemanan obat paska pemasaran

Setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post marketing surveillance)
yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras. Studi ini dilakukan
dalam jangka panjang untuk melihat terapetik dan pengalaman jangka panjang dalam
menggunakan obat. Setelah hasil studi IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari
perdagangan jika membahayakan. Sebagai contoh:

- cerivastatin (suatu antihiperkolesterolemia yag dapat merusak ginjal)

- entero-vioform (kliokuinol suatu anti-disentri amuba yang pada orang Jepang bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot mata/SMON disesase)

- fenil pranol amin/PPA yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan
dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat meningkatkan
tekanan darah dan kontraksi jantung

- triglitazon (antidiabetes yang bisa merusak hati)Viox (rofecoxib) yang bisa


merusak jantung.

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi , obat yang tersebar mengalami pengembangan sejak zaman dulu hingga
sekarang. Pengembangan obat dilakukan oleh para – para ahli dengan melewati berbagai
proses dan beberapa tahap agar terbentuknya obat yang bermutu. Karena dengan pencipta
yang hebat akan menciptakan obat yang mantap.

3.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, penulis menyarankan agar lebih bijak dalam
memilih obat yang akan digunakan.

34

Anda mungkin juga menyukai