Anda di halaman 1dari 9

Pertanyaan :

Anak 14 Tahun Mencuri Motor, Mungkinkah Dibebaskan?


Bagaimana sanksi hukum bagi anak berumur 14 tahun yang melakukan pencurian
motor? Apakah dibebaskan dengan syarat? Apakah bebas tanpa syarat jika pihak
korban menarik kembali tuntutannnya? Jika bebas tanpa syarat, berhakkah pihak
polisi menahan anak tersebut? Jika tidak apa yang harus saya lakukan sebagai
wali anak tersebut, mengingat pihak polisi bersikukuh menahannya!
Jawaban :
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hukum bagi anak
bawah umur yang dibuat oleh Santi Kusumaningrum yang dipublikasikan pertama kali
pada Rabu, 26 September 2001.
Intisari:

Tindak pidana pencurian termasuk delik biasa sehingga dicabutnya laporan oleh korban tidak mengakibatkan proses
perkara terhenti. Akan tetapi, khusus tindak pidana yang dilakukan anak, ada yang dinamakan diversi, yaitu
pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Untuk tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak yang pidana penjaranya kurang dari 7 (tujuh) tahun, wajib
diupayakan diversi. Jika tidak terjadi kesepakatan dalam diversi atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan, proses
peradilan pidana Anak dilanjutkan.

Akan tetapi tentu saja hukuman yang diberikan kepada anak tetap harus memperhatikan kepentingan si anak. Ini
sejalan dengan sistem peradilan anak yang mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Pencabutan Laporan dalam Tindak Pidana Pencurian


Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski
Pengaduannya Telah Dicabut?, pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara
digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara,
yaitu delik aduan dan delik biasa. Dalam delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya
persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya
kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Contoh delik biasa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya delik
pembunuhan (Pasal 338), pencurian (Pasal 362), dan penggelapan (Pasal 372).

Pencurian termasuk dalam delik biasa, oleh karena itu, pencabutan laporan oleh korban tidak
membuat proses perkara berhenti.

Sebagai referensi, Anda bisa juga membaca artikel Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan.

Sanksi Tindak Pidana Pencurian


Mengenai tindak pidana pencurian, diatur dalam Pasal 362-367 KUHP. Sanksi pidana jika
melakukan tindak pidana pencurian berbeda-beda bergantung pada bagaimana dilakukannya
tindak pencurian tersebut. Seperti misalnya pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP:
Pasal 362 KUHP:
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah.

Hukuman Pidana Bagi Anak


Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran
hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena
dasar pemikiran pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah
mahkluk yang bertanggung jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas
perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman, (sebagai sesuatu
yang pada akhirnya hampir tidak dapat dihindarkan dalam kasus pelanggaran hukum), anak harus
mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa.

Mengenai peradilan bagi anak diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012). Anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan Anak
yang Berkonflik dengan Hukum.

Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana.[1] Ini berarti anak dalam pertanyaan Anda termasuk dalam kategori
anak yang berkonflik dengan hukum.

Mengenai penahanan, sebenarnya itu seharusnya menjadi usaha terakhir. Setiap Anak dalam
proses peradilan pidana berhak:[2]
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta
merendahkan derajat dan martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam
waktu yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam
sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada dasarnya sistem peradilan anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.[3]
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian
yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
[4]
Proses Diversi
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu penyidikan dan penuntutan pidana anak serta
persidangan anak, wajib diupayakan Diversi.[5] Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara
Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.[6]
Diversi bertujuan:[7]
a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib
diupayakan Diversi.[8] Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:[9]
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Mengenai pencurian yang dilakukan anak, pencurian sendiri sanksi pidananya adalah 5 (lima)
tahun, apabila dilakukan oleh anak, maka ancaman pidananya dari ancaman pidana yang diatur
dalam KUHP yaitu 2.5 tahun.[10]

Karena ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun, maka wajib diupayakan diversi.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya,
korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.[11] Dalam hal diperlukan, musyawarah dapat
melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.[12] Proses Diversi wajib
memperhatikan:[13]

a.
b.
c.
d.
e.
f.

kepentingan korban;
kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
penghindaran stigma negatif;
penghindaran pembalasan;
keharmonisan masyarakat; dan
kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:[14]
a. kategori tindak pidana;
b. umur Anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta
kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b. tindak pidana ringan;
c. tindak pidana tanpa korban; atau
d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:[15]


a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3
(tiga) bulan; atau
d. pelayanan masyarakat.

Hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi.[16] Jika proses Diversi tidak
menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan, proses peradilan pidana
Anak dilanjutkan.[17]
Hukuman atau tindakan
Jika proses peradilan anak dilanjutkan, maka ada kemungkinan anak dijatuhi hukuman pidana atau
dikenai tindakan.[18] Akan tetapi, perlu diketahui bahwa anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.[19]
Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:[20]
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1) pembinaan di luar lembaga;
2) pelayanan masyarakat; atau
3) pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan
e. penjara.
Pidana tambahan terdiri atas:[21]
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.

Anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) apabila keadaan dan
perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.[22] Pidana penjara terhadap Anak hanya
digunakan sebagai upaya terakhir.[23]

Sedangkan mengenai tindakan, tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:[24]
a. pengembalian kepada orang tua/Wali;
b. penyerahan kepada seseorang;
c. perawatan di rumah sakit jiwa;
d. perawatan di LPKS;
e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau
badan swasta;
f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
g. perbaikan akibat tindak pidana.

Pada hakekatnya, segala bentuk penanganan terhadap anak yang melanggar hukum harus
dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik untuk si anak. Oleh karena itu, keputusan
yang diambil Hakim (apabila kasus diteruskan sampai persidangan) harus adil dan proporsional,
serta tidak semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum, tapi juga mempertimbangkan
berbagai faktor lain, seperti kondisi lingkungan sekitar, status sosial anak, dan keadaan keluarga.

Jadi, pada dasarnya, untuk kasus pencurian yang dilakukan oleh anak ini, harus diupayakan
terlebih dahulu diversi. Jika tidak tercapai kesepakatan, baru proses peradilan dilanjutkan dengan
tetap memperhatikan kepentingan anak dalam menjatuhkan hukuman. Ini sejalan dengan sistem
peradilan anak yang mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dududuuu
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl112/anak-14-tahunmencuri-motor--mungkinkah-dibebaskan#_ftn21

[1]

Pasal 1 angka 3 UU 11/2012

[2]

Pasal 3 UU 11/2012

[3]

Pasal 5 ayat (1) UU 11/2012

[4]

Pasal 1 angka 6 UU 11/2012

[5]

Pasal 5 ayat (3) UU 11/2012

[6]

Pasal 1 angka 7 UU 11/2012

[7]

Pasal 6 UU 11/2012

[8]

Pasal 7 ayat (1) UU 11/2012

[9]

Pasal 7 ayat (2) UU 11/2012

[10]

Pasal 81 ayat (2) UU 11/2012

[11]

Pasal 8 ayat (1) UU 11/2012

[12]

Pasal 8 ayat (2) UU 11/2012

[13]

Pasal 8 ayat (3) UU 11/2012

[14]

Pasal 9 ayat (1) UU 11/2012

[15]

Pasal 11 UU 11/2012

[16]

Pasal 12 ayat (1) UU 11/2012

[17]

Pasal 13 UU 11/2012

[18]

Pasal 69 ayat (1) UU 11/2012

[19]

Pasal 69 ayat (2) UU 11/2012

[20]

Pasal 71 ayat (1) UU 11/2012

[21]

Pasal 71 ayat (2) UU 11/2012

[22]

Pasal 81 ayat (1) UU 11/2012

[23]

Pasal 81 ayat (5) UU 11/2012

[24]

Pasal 82 ayat (1) UU 11/2012

Anak 14 Tahun
Maling Ayam, Remaja 14 Tahun Dibui
Diterbitkan pada 20 Februari 2016 oleh Andi Arifuddin

Facebook4TwitterWhatsAppTelegramLine
Hargo.co.id BONBOL Lantaran nekat mencuri ayam milik tetangga, Fahri
Talulu, tahun di Desa Donggala, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango
(Bonbol) berurusan dengan kepolisian. Kini, remaja berusia 14 harus itu harus
mendekam di balik jeruji Polsek Tapa. Kapolsek Tapa AKP Sigar Gobel melalui
Kanit Reskrim Aiptu Rolli Roboth ketika di konfirmasi mengatakan polisi sudah
melakukan pemeriksaan terhadap pelaku dan hasil lidik pelaku pencurian ayam
telah mengaku melakukan pencurian sudah beberapa kali. Dari hasil
pemeriksaan, bocah
Dududduu http://hargo.co.id/#facebook

HUKUM DAN KRIMINAL


Minggu, 30 Agustus 2015 04:26

Bocah 14 Tahun Otaki


Pencurian Kotak Amal
Dicongkel Pakai Sendok, Dibantu Lima Temannya

BONTANG - Kasus ini sepertinya bisa menjadi pelajaran


berharga bagi para orang tua untuk lebih mengawasi
anak-anaknya. Seorang anak berusia 14 tahun berinisial
SL jadi dalang pencurian kotak amal yang dilakukan
Jumat (24/10) lalu.
Bocah 14 tahun itu menggasak uang jemaah senilai Rp 14
ribu di Masjid Al Muhajirin, Jalan MH Thamrin Tanjung
Limau. Usai membobol kotak amal, uang masjid itu pun
dibagi-bagi untuk membeli makanan ringan.
Dalam beraksi, dia tidak sendiri. Dia juga sukses
membujuk teman-temannya untuk ikut beraksi. Selain SL,
jajaran Polsek Bontang Utara juga mengamankan AK (14)
siswa kelas 1 SMP, IE (13) siswa kelas 1 SMP, DF (15)
siswa kelas 1 SMK, PJ (14) siswa kelas 5 SD, dan RA
(14) yang sudah tidak sekolah lagi.
Keenam warga RT 26 Kelurahan Bontang Baru itu diringkus
di sekitar masjid, Sabtu (25/10) sekira pukul 10.30
Wita. Sebelumnya, aksi keenam remaja ini kepergok oleh
warga sekitar. Warga pun segera melapor kepada polisi
yang tinggal di kawasan tersebut. Dalam sekejap, para
remaja itu diringkus satu per satu.
Kapolsek Bontang Utara AKP Ngurah, melalui KSPKT Polsek
Bontang Utara Aiptu Abdul Khoiri mengatakan, para
remaja ini mendapat pembinaan agar tidak mengulangi
perbuatannya lagi. Selain itu, orang tua mereka juga
dipanggil ke mapolsek, sehingga mengetahui perilaku
anak-anaknya.
Mereka mendapat pembinaan dari petugas. Orang tuanya
juga sudah dipanggil untuk mengetahui perbuatan mereka.
Sehingga, kami berharap agar anak-anak ini mendapat

pengawasan ekstra dari orang tuanya masing-masing.


Sementara, kotak amalnya sudah dikembalikan ke pengurus
masjid, katanya.
Informasi dihimpun, aksi pencurian uang kotak amal yang
dilakukan
sebelum
salat
Jumat
ini
memang
sudah
direncanakan sebelumnya. Dalam beraksi, mereka membagi
tugas. Ada yang mengawasi kondisi sekitar masjid dan
menjadi eksekutor. SL yang jadi dalang pencurian
bertindak sebagai eksekutor.
Dengan menggunakan sendok, dia pun mencongkel gembok
kotak amal. Usai kotak amal terbuka, uang di dalamnya
langsung dibawa lari. Usai keluar dari masjid, uang
hasil pencurian itu dibagi dan dibelikan makanan
ringan.(gun/kpnn)
Dududduuu http://balikpapan.prokal.co/read/news/139036-bocah-14tahun-otaki-pencurian-kotak-amal

Anda mungkin juga menyukai