Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pleksus brakialis adalah jaringan besar saraf yang membentang dari leher
ke lengan. Lima saraf besar (diberi simbol C5, C6, C7, C8 & T1) keluar dari
sumsum tulang belakang antara tulang-tulang di leher (vertebra). Melalui saraf
pleksus brakialis, otak mengirimkan impuls listrik ke otot-otot lengan dan tangan.
Satu saraf terdiri dari ribuan serat saraf. Serabut ini membawa sinyal listrik dari
otak ke lengan. Jika sera saraf cedera, otot yang dipersarafinya tidak menerima
sinyal listrik dari otak untuk bergerak. Sebaliknya otot menjadi tidak aktif dan
mulai memburuk. Lengan mungkin tidak tumbuh normal dan otot serta sendi
menjadi kaku. Kulit dapat pula mengalami penurunan fungsi sensorik.
Sebagian besar cedera pada pleksus brakialis terjadi selama proses
persalinan. Pleksus brakilais sering cedera saat mengalami ketegangan. Sebagian
besar rumah sakit melaporkan satu sampai dua bayi yang lahir dengan cedera
pleksus brakialis per 1000 kelahiran.
Saraf pleksus brakialis memiliki beberapa kemampuan untuk memperbaiki
diri. Selama selubung terluar atau penutup sarafnya masih utuh, serabut saraf yang
rusak masih dapat tumbuh kembali ke dalam otot. Serabut saraf tumbuh kembali
dengan kecepatan sekitar 1 mm per hari atau sekitar 1 inchi perbulan. Oleh karena
itu, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menumbuhkan kembali serabut
saraf untuk mencapai otot-otot di lengan bawah dan tangan. Jika seluruh saraf
mengalami robekan, saraf tidak dapat tumbuh kembali dan otot tidak akan dapat
bekerja.
Fungsi otot yang kembali bekerja dengan cepat menjadi tanda yang baik.
Sebagian besar pertumbuhan kembali saraf dan pemulihan kembali fungsi otot
akan terjadi selama tahun pertama kehidupan, dengan beberapa perbaikan yang
tidak begitu terlihat pada tahun kedua. Sebagian besar anak yang pulih dengan
baik secara spontan dalam beberapa bulan pertama dapat menggunakan lengan
mereka untuk melakukan hamper semua kegiatan yang mereka inginkan. Namun,
beberapa kelemahan otot biasanya akan menetap. Gerakan lengan yang cedera

KLUMPKE PALSY | 1

mungkin tidak terlihat sama seperti lengan yang baik saat melakukan gerakan
yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Medula Spinalis (1)
Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga jaras
konduksi impuls dari atau ke otak. Medula finalis terdiri dari substansia alba
(serabut saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri dari substansi grisea
(serabut saraf tak bermielin). Substansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi
impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medula finalis dan otak.
Substansia grisea merupakan tempat integrasi refleks-reflek spinal.
Pada penampang melintang, substansi grisea tampak menyerupai huruh H
kapital. Keduk kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu
anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu
posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron
motorik referen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu
ventralis (lower motor neuron) biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena
setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia basalis
atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik) harus diterjemahkan
menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut
sensorik yang Ian menuju tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut
sensorik dari saraf-saraf sensorik.
Substansi grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau neuron
asosiasi, serabut aferen dan referen sistem saraf otonom, serta akson-akson yang
berasal dari berbagai tingkatan SSP. Neuron internunsial menghantar impuls dari
satu neuron ke neuron lain dalam otak dan medula spinalis. Dalam medula
spinalis neuron-neuron internunsial mempunyai banyak hubungan antara satu
dengan yang lain, dan hanya beberapa yang langsung mempersarafi sel kornu
ventralis. Hanya sedikit impuls saraf sensorik yang masuk ke medula spinalis atau
impuls motorik dari otak yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis (lower

KLUMPKE PALSY | 2

motor neuron). Sebaliknya, sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan lewat


sel-sel internunsial dan kemudian impuls tersebut mengalami proses yang sesuai,
sebelum merangsang sel kornu anterior. Susunan seperti ini memungkinkan
respons otot yang sangat terorganisasi.
Saraf Spinal
Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sapasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramina intervertebralis (lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi
nama sesuai dengan foramina intervertrebalis tempat keluarnya saraf-saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan
vertebra servikalis pertama. Dengan demikian, terdapat delapan pasang saraf
servikal (dan hanya tujuh vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang
saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Sewaktu
menentukan lokasi lesi spinal menurut tingkat medulla spinalis dan berdasarkan
tingkat vertebranya, maka perlu diperhatikan bahwa kedua tingkatan tersebut
tidaklah sesuai satu dengan yang lain. Perbedaan antar panjang medulla spinalis
dan kanalis vertebralis tersebut menambah perbedaan jarak perlekatan berbagai
radiks saraf dan foramina intervertebralis. Oleh karena itu, radiks-radiks saraf
yang keluar dari segmen lumbal dan segmen sacral harus melewati jarak tertentu
sebelum keluar dari vertebra.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan
perantara dua radiks, radiks posterior atau dorsal (sensorik) dan radiks anterior
atau ventral (motoric). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion
radiks dorsal yang terdiri dari badan-badna sel neuron aferen atau neuron
sensorik. Badan sel seluruh neuron medulla spinalis terdapat dalam ganglia
tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan tonjolan-tonjolan neuron
sensorik yang mebawa impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel
neuron motoric atau neuron aferen terdapat di medulla spinalis dalam kolumna
anterior dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks
ventral yang berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari
foramen intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal atau trunkus saraf.
Jadi, semua saraf spinal merupakan saaf campuran, yaitu mengandung serabut-

KLUMPKE PALSY | 3

serabut sensorik maupun serabut-serabut motoric. Trunkus saraf segera bercabang


menjadi divisi atau rami dorsalis dan ventralis. Terdapat dua divisi lagi, yaitu satu
cabang meningeal yang mempersarfi meningen medulla spinalis dan ligament,
dan cabang visceral yang mempunyai dua bagian (yaitu rami alba dan grisea dan
tergolong sebagai sistem saraf otonom).

Secara umum, bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic


punggung dan segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut
dengan dermatoma. Bagian Central merupakan bagian yang besar yang
membentuk bagian utama saraf spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen,
dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian Central.
Pada semua saraf spinal kecuali bagian toraks, saraf-saraf spinal bagian
Central ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut pleksus.
Dengan demikian, pleksus yang terbentuk adalah pleksus servikalis, brakialis,
lumbalis, sakralis dan koksigealis. Pada setiap pleksus terdapat cabang-cabang
yang menuju ke bagian-bagian yang dipersarafi. Cabang-cabang ini merupakan
saraf-saraf perifer yang mempunyai nama khusus.

KLUMPKE PALSY | 4

Keempat saraf servikal yang pertama (C1 sampai C4) membentuk pleksus
servikalis yang mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu cabang
yang penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi diafragma.
Pleksus brakialis terbentuk dai C5 sampai T1 atau T2. Pleksus ini
mempersarafi ekstremitas atas. Cabang-cabangnya pada lengan yang penting
adalah saraf radialis, medianus, dan ulnaris. Saraf-saraf toraks (T3 sapai T11)
tidak membentuk pleksus tetapi kelar dari ruang interkostal sebagai saraf
interkostalis. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan kulit
dada serta abdomen.

Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12 sampai L4, pleksus
sakralis dari L4 sampai S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf
koksigealis. L4 dan S4 ikut menymbang cabang naik ke pleksus lumbalis maupun
pleksus sakralis. Saraf-saraf dari pleksus lumbalis mempersarafi otot-otot dan
kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Saraf-saraf tam dari pleksus ini
KLUMPKE PALSY | 5

adalah saraf femoralisdan abturatorius. Saraf utama dari pleksus sakralis adalah
saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf iskiadikus menembus bokong
dan turun ke bawah melalui lubang bagian belakang paha. Cabang-cabangnya
yang amat banyak mempersarafi otot paha posterior, tungkai dan kaki, dan hampir
seluruh kulit tungkai. Saraf-saraf dari sakralis bawah dan pleksus koksigealis
mempersarafi perineum.
Setiap saraf spinal tersebar ke segmen-segmen tubuh tertentu. Kulit
dipersarafi radiks dorsal dari tiap saraf spinal, dari satu segmen medula finalis,
disebut dermatom. Meskipun dermatom sermatom ini saling tumpang tindih,
pengetahuan tentang persarafan segmental kulit memungkinkan evaluasi klinis
sederhana. Evaluasi klinis ini dapat dilakukan dengan bantuan sepotong kecil
kapas, yaitu mengevaluasi fungsi sensorik dari segmen tertentu medula finalis
atau saraf perifer.
Otot rangka juga mendapat persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Persarafan segmental otot bisep brakii, trisep brakii, brakioradialis, otot-otot
abdomen, kuadrisep femoris, gastroknemeus, dan soleus, serta otot-otot fleksor
telapak kaki harus diingat dengan baik, karena bagian-bagian ini dapat diuji
dengan menghasilkan suatu refleks otot sederhana dengan menggunakan palu
refleks.
II.2 Kelumpuhan Pleksus Brakialis(2)
Radiks ventralis dam radiks dorsalis bergabung di foramen intervertebrale,
sehingga menjadi satu berkas, yang di kenal sebagai saraf spinal. Sesuai dengan
foramen intervertrebale yang dilewatinya, ia dinamakan n. spinalis servikalis, n.
spinalis torakalis, dan seterusnya. Di tingkat torakal dan lumbal atas saraf spinal
langsung berlanjut sebagai saraf erifer. Tetapi di tingkat intumesensia servikalis
dan lumbosakralis saraf spinal menghubungkan satu dengan lain melalui
percabangan anastomose masing-masing sehingga membentuk anyaman, yang
dinamakan pleksus servikalis dan pleksus brakialis. Kemudian, anyaman serabut
saraf di pleksus brakialis itu berlanjut ke kawasan bahu dan ketiak sebagai 3
berkas yang di kenal sebagai fasikulus dan merupakan induk saraf perifer bagi
lengan. Berlatarbelakang pda organisasi tersebut di atas, maka kelumpuhan yang

KLUMPKE PALSY | 6

melanda lengan dapat dibedakan dalam kelumpuhan lengan akibat lesi di pleksus
brakialis atau di fasikulus atau pun di saraf perifer.
Kelumpuhan akibat lesi di pleksus brakialis dapat di sebabkan oleh lesi
yang merusak secara menyeluruh atau setempat. Proses degenerative, herediter,
toksik, neoplasmotik atau infeksi dapat merusak secara menyeluruh. Lesi yang
menduduki sebagian dari pleksus brakialis biasanya berupa trauma, penekanan
dan penarikan setempat.
Pada sindrom pleksus brakialis akibat proses difus di seluruh pleksus
brakialis terdapat kelumpuhan LMN dengan fibrilasi dan nyeri spontan, yang
dapat bergandengan dengan hipalgesia atau dengan paraestesia. Walaupun
terdapat manifestasi yang menyeluruh pada lengan dan bahu, pada umumnya
gejala-gejala abnormal yang berat terdapat di kawasan motoric dan sensorik C5
dan C6 saja. Saraf perifer yang terutama disusun oleh serabut-serabut radiks
ventralis dan dorsalis C5 dan C6 itu, ialah nervus frenikus, torakalis longus,
suprakapsularis, nervus skapularis dorsalis dan nervus ulnaris.
Sejak zaman neurologi klasik telah dikenal 2 sindrom kelumpuhan akibat
lesi setemat di pleksus brakialis. Yang pertama ialah kelumpuhan akibat lesi di
bagian atas pleksus brakialis, yang mengahsilkan sindrom kelumpuhan erbDuchenne. Dan yang kedua adalah kelumpuhan yang disebabkan oleh lesi di
bagian bawah pleksus brakialis, yang didalam klinik dikenal sebgai sindrom
kelumpuhan Klumpke.
Kebanyakan penderita dengan kelumpuuhan Erb-Duchenne adalah bayi.
Dalam hal itu lesinya disebabkan oleeh penarikan kepala bayi waktu dilahirkan,
pad amana salah satu bahu tidak dapat dikeluarkan. Kelumpuhan Erb-duchenne
yang dijumpai pada penderita dewasa atau anak-anak, baisanya akibat jatuh pada
bahu dengan kepala terlampau menekuk ke samping. Sehingga pleksus brakilais
mengalami penarikan yang henat terutama pada bagian atasnya. Kelumpuhan
melanda muskulus supraspinatus, muskulus infraspinatus, subskapularis, teres
mayor, bisep brakialis, dan muskulus brakioradialis. Oleh karena itu, maka lengan
bergantung lemas dalam sikap endorotasi pada sendi bahu dengan siku lurus dan
lengan bawah dalam sikap pronasi. Pada umumnnya gerakan tangan di sendi
pergelangan tangan masih utuh dan gerakan jari-jari tangan tidak terganggu.

KLUMPKE PALSY | 7

Kelumpuhan Klumpke juga dapat dijumpai pada neonates atau anak-anak


dan orang dewasa. Jika bayi yang terkena, maka faktor etiologina trauma lahir,
karena kepala bayi sukar dikeluarkan, maka penarikan pada bahu dilakukan.
Akibatnya ialaha serabut-serabut radiks C8 danT1 mengalami kerusakan. Lesi
seperti itu dapat terjadi pula karena jatuh dari tempat yang tinggi, lalu
menyelamatkan diri dengan cara menangkap cabang batang pohon, sehingga
demikian bahunya tertarik secara berlebihan. Karena itu semua ekstensor dari jarijari tangan lumpuh dan tangan juga tidak dapat ditekukkan di sendi pergelangan
tangan. Deficit sensorik dapat ditemukan pada daerah sempit pada kulit yang
memanjang pada samping ulnar dari pergelangan tangan sampa pertengahan
lengan bawah.
II.3 Klumpke Palsy
A. Sejarah(3)
BBPP (Birth Brachial Plexus Palsy) atau kelumpuhan pada pleksus
brakialis saat lahir telah dijelaskan dalam literature sejak tahun 1700. Pada tahun
1768, W.A. Smellie pertama kali menerbitkan deskripsi dari BBPP. Kemudian,
pada tahun 1872, Duchenne pertama kali melaporkan BBPP unilateral pada
sebuah artikel. segera setelah itu, pada tahun 1874, Erb memaparkan tentang
pleksus brakialis bagian atas, dimana terdapat ambang batas bawah stimulasi
listrik pada pleksus. Madam Klumpke menggambarkan seorang dewasa dengan
BBPP pada C8 sampai T1 dengan sindrom Horner pada tahun 1885. Pada tahun
1890-an, eksplorasi awal pencangkokan saraf pada pleksus brakialis dimulai dan
berlanjut sampai tahun 1920-an. Publikasi pertama menggambarkan pendekatan,
dalam hal ini melibatkan robekan dan perbaikan pada C5 sampai C6, pada tahun
1903

oleh

Kennedy

dalam

British

Medical

Journal.

Sayangnya,

ketidaksempurnaan tekhnik pada waktu itu mengakibatkan kematian pada


pembuluh darah besar yang berdekatan dengan pleksus brakialis. Oleh karena itu,
prosedur pembedahan sebgaian besar dihentikan setelah tahun 1920-an. Pada
tahun 1970-an terjadi kemajuan yang dramatis pada pembedahan mikro. Tidak
lama kemudian, Dr. Alain Gilbert memulai prosedur ini secara rutin pada bayi

KLUMPKE PALSY | 8

dnegan BBPP di Paris, dan popularitas prosedur tersebut mulai meluas sejak saat
itu.
Insiden BBPP adalah sekkitar 1 sampai 2 kasus per 1000 kelahiran hidup.
BBPP sering dikaitkan dngan ddistosisa bahu pada saat proses persalinan.
Berikutnya, yang sering dihubungkan adalah multiparitas dan bayi yang besar.
Gambaran yang paling umum dari mekanisme terjadinya BBPP adalah
peregangan, terutama kea rah lateral. Ini menjadi masuk akal secara natomi ,
sebagai bagian dari pleksus brakialis bagian lateral adalah sternocleidomasoideus
dan bagian atas pada clavicula, sehingga memungkinkan peregangan pada pleksus
brakialias pada distosia bahu. Beberapa bayi memiliki anatomi yang bervariasi
dan mempunyai kelainan, termasuk pembuluh darah, tendon, atau tulang, yang
menyebabkan rentan terjadinya BBPP.
B. Definisi
Klumpke Palsy atau Klumpke Parallysis adalah cedera pada pleksus
brakialis bagian bawah yang mengandung serabut-serabut saraf spinalis C8
sampai T1. Klumpke palsy dapat terjadi akibat peregangan yang berlebihan pada
lengan bagian bawah, seperti akibat pada penarikan lengan bayi pada proses
persalinan ataupun dalam usaha untuk menyelamatkan diri dengan berpegangan
pada cabang pohon pada saat jatuh dari ketinggian.(2)
Dalam setiap pertimbangan cedera saraf, klasifikasi sangat berguna.
Menurut klasifikasi Seddon, cedera yang paling ringan adalah nurapraxia, dimana
tidak ada perubahan anatomi dan krusakan konduksi listrik dapat pulih kembali.
Jenis cedera yang paling berat adalah neurotmesis, dimana terjadi gangguan
bentuk nervus secara total. Disebut dengan avulsion apabila terjadi preganglionic
atau dari proksimal ke ganglion radiks dorsalis, sehingga akan berbatasan
langsung

dengan

spinal

cord.

Disebut

dengan

rupture

ketika

terjadi

postganglionic. Perbedaan ini terkait dengan indikasi bedah, namun keduanya


membutuhkan pembedahan untuk perbaikan. Axonotmesis adalah cedera tipe
ketiga dan yang paling sulit untuk dievaluasi karena tingkat keparahannya.
Dimana akson nya terganggu, tapi tetap dilindungi oleh endoneurium.(3)

KLUMPKE PALSY | 9

C. Epidemiologi(4)
Insiden terjadina cedera pada pleksus brakialis pada proses persalinan di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran hidup. Terdapat 3 macam
obstetrical brachial plexus injury : Erbs palsy adalah yang paling sering terjadi,
insidennya sekitar 90% kasus, total plexux injury sebesar 9 persen kasus, dan
Klumpke palsy sekitar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun setiap tahunnya.
Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder disocia memiliki resiko
100 kali lebih besar terjadinya obstretical brachial plexus injury, sedangkan
forceps delivery memiliki resiko 9 kai lebih besar, dan bayi besar dengan berat
lebih dari 4,5 kG memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk terjadinya cedera.
Setidaknya 46% kejadian obstretical brachial plexus injury memiliki satu atau
lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak ditemukan adanya faktor resiko.
Informasi mengenai insiden cedera brachial plexus cukup sulit untuk
ditemukan. Sampai saat ini tidak ada data epidemiological yang mencatat insiden
cerebrachial plexus per setiap Negara di seluruh dunia. Tetapi, menurut Office of
Rare Disease of National Institutes of Health, brachial plexus injury termasuk
dalam penyakit yang jarang terjadi. Kejadiannya kurang dari 200.000 jiwa
pertahun dihitung pada populasi di Amerika Serikat. Sebagian besar korbannya
adalah pria muda yang berusia 15-25 tahun.
D. Etiologi(5)
Pada banyak kasus ukuran bayi lebih besar dari rata-rata. Namun, bayi
yang baru lahir dengan ukuran apapun tetap dapat mengalami cedera pada pleksus
brakialis, dan prediksi bayi seringkali akan menjadi sangat sulit. Selama
persalinan, bahu bayi dapat tiba-tiba terjebak di panggul ibu setelah kelahiran
kepala. Pada proses persalinan ini, sangat penting untuk segera melahirkan bayi
unuk menghindari kerusakan otak sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Maka
untuk segera melepaskan bahu, kepala ditarik ke bawah, sehingga terjadi
peregangan pleksus brakialis.
Lesi seperti itu dapat terjadi pula karena jatuh dari tempat yang tinggi, lalu
menyelamatkan diri dengan cara menangkap cabang batang pohon, sehingga
demikian bahunya tertarik secara berlebihan. Karena itu semua ekstensor dari jari-

KLUMPKE PALSY | 10

jari tangan lumpuh dan tangan juga tidak dapat ditekukkan di sendi pergelangan
tangan. Deficit sensorik dapat ditemukan pada daerah sempit pada kulit yang
memanjang pada samping ulnar dari pergelangan tangan sampa pertengahan
lengan bawah.

E. Manifestasi klinis (4)


Lower radicular syndrome (Klumpke Palsy) timbul akibat cedera radiks
bagian bawah (C8 samapi T1) yang menyebabkan paralisis muskulus flexor carpi
ulnaris, m. flexor digitorum, m interossei, m. thenas dan m hypothenar. Syndrome
ini merupakan lesi kombinasi n medianus dan n ulnaris. Secara klinis, akan telihat
seperti claw hand, kelemahan distal fleksicubiti, ekstensi carpi, hiperektensi pada
articulation metacarphophalangeal. Refleks triseps menghilang. Kehilangan fungsi
sensorik di bagian brachii medias, brachii inferior, dan manus ulnaris. Jika cabang
ganglion servikal inferior akut cedera, maka terjadi paralysis nervus simpatetik
yang menyebabkan Horners Syndrome, yaitu tanda yang timbul akbiat kerusakan
saraf di bagian servikal spinalis dengan karakteristik ptosis, miosis, dan
anhidrosis.

KLUMPKE PALSY | 11

F. Diagnosis (3)
Pada saat anamnesis pertanyaan utama yang harus diajukan ketika mencari
tahu riwayat medis meliputi paritas ibu , berat bayi saat lahir, dan adanya distosia
bahu. Selain itu, pertanyaan penting lainnya adalah ukuran bayi sebelumnya dan
usianya, ada atau tidak adanya diabetes gestasional , dan perjalanan klinis sejak
saat kelahiran , dengan perbaikan atau perubahan yang terlihat.
Pemeriksaan fisik meliputi evaluasi sensorik untuk setiap dermatomal atau
deficit neurologi akar saraf. Sebuah uji sensorik pada bayi dapat dibantu dengan
ujian motoric dengan merangsang anak untuk bergerak. Pemeriksaan motorik
pada bayi mungkin dapat dibantu dengan meraih mainan atau dengan merubah
posisi bayi. Pengujian refleks primitif, terutama respon Moro, akan membantu
dalam menunjukkan gerakan proksimal aktifitas fisik bayi. refleks tendon akan
menghilang atau menurun pada semua bayi dengan BBPP . Rentang gerak harus
dievaluasi di lengan karena umum adanya kontraktur, yang dapat dilihat dengan
aduksi bahu, eksorotasi dan endorotasi, dan fleksi jari-jari. Kemudian,
pergelangan tangan fleksi dan siku fleksi kontraktur sering terlihat. Siku fleksi
contracture bahkan ditemukan, ironisnya, pada bayi dan anak-anak yang tidak
memiliki gerakan fleksi dan ekstensi siku yang aktif. Posisi pronasi sering
diabaikan. Ukuran lengan terlibat dapat memberikan petunjuk untuk defisit
spesifik dan sering menurun , dengan kedua atrofi otot dan struktur tulang yang
lebih kecil. Kadang-kadang, suhu mungkin asimetris di lengan, terutama jika ada
sindrom Horner.
Pemeriksaan foto polos sangat penting pada diagnosis awal untuk
menyingkirkan fraktur clavikula atau humerus. Pada beberapa kasus tumor tulang
atau osteomyelitis klinis yang sangat jarang mirip dengan BBPP, namun riwayat
perjalanan penyakitnya berbeda. CT-scan atau MRI adalah pemeriksaan yang rutin
dilakukan untuk pasien dewasa yang mengalami kelumpuhan pleksus brachialis.
Diagnosis dengan electrodiagnostic dapat memberikan informasi penting
tentang daerah yang bermasalah. Tindakan ini adalah kombinasi dari nerves
conduction study (NCS) dan elektromiografi. NCS terdiri dari motor NCS,
dimana radiks atau saraf aan distimulasi dan dievaluasi aktivitas listrik subklinis
otot untuk indikasi kontinuitas listrik dan potensial untuk proses penyembuhan.

KLUMPKE PALSY | 12

Sensor NCS memberikan informasi penting jika ada deficit sensorik klinis. Jika
ada daerah yang mengalami mati rasa dan sensor NCS menunjukkan respon
normal, maka ada neurotmesis preganglionic (avulsi). Hal ini disebabkan adanya
hubungan antara saraf perifer dan ganglion radiks dorsalis.

G. Penatalaksanaan (5)
Fisioterapi arus dimulai segera pada bayi baru lahir dengan cedera plexus
brakialis. Fisioterapi tidak dapat membuat saraf tumbuh lebih cepat namun
bertujuan untuk mengurangi masalah dengan kekakuan sendi. Berbagai gerakan
latihan bertujuan untuk menjaga otot-otot dan sendi fleksibel dan siap uuntuk
digunakan ketika fungsi saraf dan otot telah kembali membaik. Jika pasien
umurnya bertambah, kelemahan beberapa kelompok otot dan ketidakseimbangan
antara kelompok otot dengan efek yang berlawanan dapat menyebabkan kekakuan
dari otot dan sendi yang membutuhkan latihan spesifik atau belat oleh
Occupational Therapist.
Pasien akan dikontrol secara teratur oleh fisioterapis untu memantau
kemajuan pada kekuatan ototnya. Pembedahan dapat dipilih apabila fungsi otot
yang adekuat idak tercapai dalam waktu 9 bulan. Tujuan tindakan bedah adalah
meliputi pengangkatan jaringan ikat dan pmebentukan saraf. Saraf sensorik dapat
diambil dari daerah kaki, kemudain di tempatkan antara saraf yang putus dengan
pembedahan mikro.
Bahkan, anak-anak yang memiliki cedera pleksus brakialis yang sangat
parah menunjukkan beberpa pemulihan selama 6 sampai 9 bulan. Serabut saraf
yang kecil mungkin masih utuh atau dapat tumbuh melalui bekas luka dan dapat
menghasilkan gerakan pada tangan. Anak-anak yang akan menjalani operasi
biasanya tidak menunjukkan perkembangan yg cukup baik. Pembedahan
dianjurkan bila diyakini bahwa peluang untuk mencapai pemulihan lebih lanjut
yang lebih baik dengan pengangkatan neuroma dan pembentukan saraf daripada
menunggu pertumbuhan kembali saraf spontan.

KLUMPKE PALSY | 13

BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Klumpke palsy merupakan kelumpuhan yang terjadi pada bagian bawah
pleksus brakialis (C8 dan T1). Klumpke palsy dapat disebabkan regangan yang
berlebihan pada lengan bagian bawah. manifestasi klinis dari klumpke palsy
terlihat seperti gambaran claw hand disertai dengan hipestesi pada bagian brachii
medias, bracii inferior dan manus ulnaris. Klumpke paralysis biasanya dapat
sembuh spontan dalam waktu beberapa bulan, namun tetap dibutuhkan bantuan
fisioterapi untuk menjaga fungsi otot dan sendi tetap normal.

KLUMPKE PALSY | 14

KLUMPKE PALSY | 15

Anda mungkin juga menyukai