Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Outlet Dada/Outlet Toraks adalah sebuah lorong yang berada di dada bagian
atas antara pangkal leher dan ketiak (daerah antara tulang rusuk dan tulang
selangka). Lorong tersebut merupakan jalan keluar/dilewati saraf (pleksus
brakialis) dan pembuluh darah (arteri dan vena subklavia).1
Thoracic outlet syndrome merupakan suatu kondisi dimana terjadinya
kompresi pada struktur neurovaskular berupa pleksus brakhialis, pembuluh darah
arteri serta vena subklavia di daerah apertura superior thoraks. Kelainan ini dapat
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan sensasi seperti tertusuk-tusuk jarum pada
bahu dan lengan.1,2

Gambar 1. Thoracic outlet syndrome1

Sindrom ini memiliki banyak nama, mencerminkan penyebab dan gambaran


yang beragam: scalenus anticus syndrome, scalenus medius band syndrome,
scalenus minimus syndrome, costoclavicular compression syndrome,
hyperabduction syndrome, acroparesthesia, cervical rib syndrome, dan Paget-
Schroeder syndrome.4

2.2 Epidemiologi3,4
Di Amerika Serikat, insiden TOS mencapai 3-80 kasus per 1000 orang,
dimana kasus ini 3kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Kondisi ini banyak
dijumpai pada pasien-pasien usia 20-55 tahun. Sebagian besar atlet yang selalu

3
4

menggunakan aktivitas overhead sering terkena kondisi ini dengan gejala-gejala


neurologis. Menurut Magnusson et al, ada 31% pasien yang mengalami injury
pada MVA (motor vehicle accident) dapat terjadi TOS, sedangkan 40% pasien
yang mengalami whiplash injury akan berkembang TOS post-traumatik.

2.3 Anatomi Outlet Thorak


Beberapa struktur anatomi dari thoracic outlet mengundang kontroversi
karena terminologinya yang tidak tepat. Secara antomis thoracic outlet merupakan
daerah di bagian inferior aperture thoraks yang membatasi daerah membukanya
abdomen yang dibatasi oleh segmen kosta terbawah, dan bukan merupakan daerah
yang terletak diantara otot scalenus dan costa pertama yang disebut sebagai
thoracic inlet. Daerah sempit ini diisi oleh pembuluh darah, saraf dan otot. TOS
dapat terjadi salah satunya akibat dari suatu kelemahan otot bahu untuk
menyokong clavicula pada tempatnya, sehingga akan menyebabkan suatu
pergerakan kebawah dan ke depan yang akan menempatkan dan menyebabkan
tekanan terhadap saraf dan pembuluh darah yang terletak diatasnya.6

Gambar 2. Anatomi outlet thorak8

Sindrom klinis yang tampak dari TOS adalah akibat dari gangguan kompresi
yang dapat terjadi di tiga daerah anatomis segitiga skaleneus, segitiga
kostoklavikular/ruang kostoklavikular ruang subkorakoid. Untuk daerah segitiga
skaleneus atau inter-skaleneus dibatasi secara:5,6
Anterior: otot anterior skaleneus
Posterior: otot medial skaleneus
Inferior: permukaan medial kosta pertama
5

Pada saat istirahat, daerah ini secara anatomis sudah sempit, dengan adanya
suatu manuver provokatif, akan berakibat bertambah sempitnya daerah ini.
Adanya anomali lain pada tulang servikal, otot daerah setempat, serta pita-pita
fibrous akan lebih lanjut berperan mempersempit daerah tersebut. Pleksus
Brakhialis dan arteri subklavia melewati kosta pertama dan otot skaleneus
sedangkan vena subklavia juga melewati kosta pertama hanya saja terletak di
bagian luar dari segitiga skaleneus. Segitiga kostoklavikular dibatasi:6
Anterior: 1/3 bagian dari klavikula, ligament kostoklavikular
Posteromedial: kosta pertama
Posterolateral: bagian atas scapula
Daerah ini terdiri dari Pleksus Brakhialis, arteri dan vena subklavia serta otot
subclavius. Ruang subcoracoid berada di:6
Bagian bawah ruang prosesus coracoid
Bagian bawah atau bagian dalam tendon pectoralis minor
Posterior dari costae

Gambar 3. Anatomi ruang pada outlet thorak8

Lokasi tersering terjadinya kompresi adalah daerah segitiga skaleneus dan


segitiga/ruang subcoracoid, namun secara klinis akan sulit sekali menentukan
lokasi kompresi secara tepat karena kebanyakan gejala berasal dari tekanan
kumulatif yang secara dinamis terjadi berbagai tempat di daerah tersebut. Bagian
6

tersering adalah Pleksus Brakhialis (95%), selanjutnya vena subklavia (4%) dan
terakhir adalah arteri subklavia (1%).7

2.4 Etiologi
TOS memiliki berbagai macam penyebab dan penyebab utama berupa sebab
mekanik atau postural. Adanya stress, depresif, overuse, kebiasaan, semuanya
akan menyebabkan posisi kepala kearah depan yang diikuti dengan droopy
shoulder dan kolapsnya postur dada sehingga menyebabkan thoracic outlet
menjadi sempit dan menekan struktur neurovaskular di dalamnya. Adanya
accesorius ribs atau fibrous band akan meningkatkan predisposisi dan
penyempitan daerah ini sehingga kemungkinan kompresi akan terjadi. Payudara
yang besar juga merupakan penyebab dan kontributor terdorongnya dinding dada
kearah depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung karena menyebabkan
peningkatan tekanan diatas otot dada dan mengiritasi jaringan neurovaskular
sekitarnya.9,10

Gambar 4. Etiologi TOS4

Trauma bisa menyebabkan terjadinya dekompensasi atau bergesernya struktur


di daerah bahu dan dinding dada, sehingga menyebabkan onset gejala. Sebagai
tambahan adanya trauma dengan fraktur klavikula akan berakibat secara langsung
pada kompresi pleksus oleh frakmen tulang, exuberant callus, hematom, atau
pseudoaneurisma. Akibat adanya media sternotomi akan mengakibatkan suatu
displacement of ribs, yang biasanya berkaitan dengan fiber C8 dan perlu
dibedakan dengan tipe yang secara primer mengenai T1. Adanya cedera primer
seperti thrombus or aneurysm akan tampak seperti masalah tambahan seperti
7

emboli. Tumor seperti pada daerah lobus atas paru-paru (Pancoast Tumor) adalah
penyebab lain yang mungkin.10
Namun, umumnya ada tiga penyebab mayor terjadinya TOS, yaitu:9,10
1) Anomali anatomi
Yang termasuk didalamnya adalah anomali pada anatomi daerah segitiga;
otot skaleneus terletak lebih ke depan dan otot skaleneus posterior
terletak lebih ke belakang, serta tepi atas dari kosta pertama terletak lebih
ke inferior. Kelainan anatomi lain termasuk tulang servikal ditemukan
paling banyak pada kasus arterial TOS tetapi lebih jarang ditemukan
daripada jenis venous dan neurologic. Congenital fibromuscular bands
dan perpanjangan dari prosesus transversus C7; ditemukan sebanyak
80% pada pasien neurogenic TOS.
2) Trauma atau akibat aktivitas repetitif
Trauma yang sering menyebabkan terjadinya suatu TOS termasuk suatu
kecelakaan sepeda bermotor berupa accidental hyperextension injury
yang diikuti dengan suatu fibrosis dan scarring; adanya effort vein
thrombosis (suatu thrombosis spontan dari vena aksilaris yang diikuti
pergerakan lengan secara tiba-tiba dan cepat), serta para musisi yang
sering memainkan instrumen karena sering dalam posisi menahan bahu
dalam posisi abduksi atau ekstensi dalam waktu yang lama
3) Entrapment saraf pada daerah kostoklavikular
Sering terjadi pada ruang kostoklavikular antara kosta pertama dan head
of the clavicle.
4) Kesalahan postur
Jika kesalahan postur dialami dalam jangka waktu lama, saraf yang
teriritasi dapat menyebabkan stimulasi saraf yang tidak tepat dan terus-
menerus, spasme otot yang terus-menerus, dan perkembangan cora
fibrous, yang menciptakan siklus buruk yang kronik, intermitten, dan
kompresi berkelanjutan dari berkas vaskular.
8

2.5 Patofisiologi
Suatu TOS terjadi akibat pleksus Brakhialis, arteri dan vena subklavia
merupakan subjek yang rentan terkena kompresi, karena melalui daerah berupa
celah sempit dari basis leher menuju aksila dan lengan bagian atas atau proksimal.
TOS ini selain merupakan akibat kompresi, juga merupakan akibat injuri, atau
iritasi struktur neurovaskular pada basis leher atau regio atas thorac, yang
dikelilingi oleh otot anterior dan medial skaleneus; antara klavikula dan kosta
pertama (kemungkinan akibat pembesaran/hipertopi dari otot subklavius); atau
diatas otot pectoralis minor. Sindrom akibat penekanan pada daerah ini akan
mengakibatkan defisit neurologi primer, menyangkut pleksus brakhialis, dan juga
bisa menyangkut kompresi dari arteri dan vena subklavia atau keduanya.
Terjadinya suatu trombosis, emboli atau aneurisma pembuluh darah adalah salah
satu kemungkinan yang dapat terjadi.11
Banyak penulis yang mengemukakan adanya aksesoris tulang servikal yang
berkaitan dengan TOS; tetapi pembentukan jaringan fibrous dari kosta aksesorius
diketahui lebih berperan terhadap kelainan atau patologi yang terjadi. Didapatkan
juga adanya fusi dari berbagai tulang servikal, mengakibatkan adanya bifid rib
yang berikatan dengan fibrous bands. Pembentukan tersebut menyebabkan
jembatan Pleksus Brakhialis, yang akan menyebabkan traksi dan munculnya
gejala. Penulis lain mengemukakan adanya kompresi dan iritasi bundel
neurovaskular ke daerah distal diatas otot pectoralis minor atau anterior
displacement tulang humerus.11
Sebagai tambahan fraktur klavikula dapat menyebabkan bentuk pleksopati
akibat hematoma luas atau pseudoaneurisma yang menekan pleksus, dengan
periode laten yang bervariasi mengikuti fraktur. Onset lambat dari gejala akan
menunjukkan adanya exuberant callus dari tempat penyembuhan fraktur. Adanya
suatu non-union pada tempat fraktur akan menyebabkan kompresi langsung oleh
fragmen lateral yang menarik kearah inferior.12
Lebih awal ditemukan suatu kelemahan otot trapezius karena cedera nervus
spinalis dikatakan mempunyai suatu implikasi langsung terhadap penyebab TOS,
sehingga menyebabkan droopy shoulder diikuti dengan kompresi sekunder dari
9

bundel neurovaskular, yang secara khusus diperburuk dengan adanya elevasi


lengan (abduksi).11

2.6 Manifestasi Klinis12


Gejala berhubungan dengan kompresi dari plexus brachialis atau pembuluh
darah subclavia pada thoracic outlet syndrome.
1. Gejala neurologis. Tanda neurologis pada sindroma ini lebih sering
ditemui daripada tanda vaskular. Gejala yang palis sering didapatkan
aalah nyeri dan paresis. Biasanya distribusinya terdapat pada serabut
saraf C8 dan T1 atau pada korda medius, karena saraf tersebut yang
paling beresiko secara anatomis; bagaimanapun, distribusnya termasuk
area pada ektremitas atas. Nyeri dan paresis mungkin saja bersamaan
dengan kelemahan otot dan mudah lelah.
Sangat penting untuk waspada apabila kompresi terjadi pada lever plexus
brachialis, karena distribusi dari gejalanya mungkin saja lebih berat.

Gambar 5. Penjalaran nyeri12

2. Gejala vaskular. Tanda vaskular dari sindroma ini tidak jelas, tapi
mungkin saja bersamaan dengan tanda neurologis. Gejala vaskular yang
paling sering didapatkan, berhubungan dengan insufisiensi arteri dan
congesti vena dan ditunjukkan dengan claudikasi, tidak tahan dingin, dan
bengkak. Terkadang, aspek vaskular dari sindrom ini terlihat pada
phenomena Raynaud. Pada kasus vaskular kompresi yang berat, dapat
menghasilkan poststenotic aneurisma, dan hal tersebut mengarahkan
10

pada gejala yang berhubungan dengan trombosis dan embolisme yang


terlihat pada iskemia ataupun nekrosis pada ujung jari.
Tabel 1. Perbedaan tipe vaskuler yang terkena13
Tipe Vaskule Etiologi Manifestasi Diagnosis Terapi
r yang (faktor klinis (radiologi)
terkena kompresi)
Arteri Arteri Klaudikasio 1. Dekompresi
subklavia Parestesia outlet thorak
Akral dingin 2. Repair lesi
Kosta servikal Pucat vaskular
Kosta 1 Denyut nadi (angioplasty +/-
Prosesus menghilang arterial stenting
transversus atau Rontgen +/- surgical
Abnormal menurun leher/thorak repair
klavikula Gangren Duplex Doppler 3. Terapi untuk
Otot sclaneus ujung jari ultrasound pemulihan
anticus & Conventional iskemia pada
medius arterio/venography tangan
Vena Vena Otot Edema CT 1. Antikoagulasi,
subklavia pectoralis Distensi angio/venography jika terdapat
minor & vena MRA/MRV thrombosis akut
ligamen Sianosis 2. Dekompresi
costocoracoid Nyeri outlet thorak
Abnormal Parestesia 3. Repair lesi
fibrous band ringan vaskular
(angioplasty +/-
arterial stenting
+/- surgical
repair

2.7 Penegakan Diagnosis14,15


Mendiagnosis sindrom outlet dada/TOS sering sulit karena gejala dan
keparahan yang sangat bervariasi pada orang-orang dengan gangguan tersebut.
Untuk mendiagnosis sindrom outlet dada, dokter harus mengevaluasi gejala dan
riwayat medis dan melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik untuk mencari
tanda-tanda eksternal dari sindrom outlet toraks, seperti depresi pada bahu,
bengkak atau perubahan warna pucat di lengan, pulsasi (denyut nadi) abnormal,
atau adanya gerakan yang terbatas.
Untuk mempermudah penegakan diagnosis, dibutuhkan beberapa tes
provokasi untuk memicu gejala-gejala TOS.
11

1) East test/Roos test

Gambar 6. East test/Roos test14

Pasien mengangkat tangannya ke atas, bahu diposisikan depresi dan


retraksi, dengan lengan atas abduksi 80, siku fleksi 90 dan sedikit agak
ke belakang. Pasien kemudian membuka dan menutup tangan mereka
perlahan-lahan selama 3 menit. Bila test positif ditandai dengan rasa sakit,
berat atau kelemahan lengan, mati rasa dan parestesia pada tangan. Pada
beberapa kasus didapati pasien menjadi lemah dan kesulitan saat membuka
dan menutup tangan. Kadang ditemukan perubahan warna pada tangan,
yang sedikit agak pucat atau biru. Perubahan pada denyut nadi (radial
pulse) sering tidak ditemukan. Tes Roos ini sangat signifikan, spesifik dan
merupakan test yang sensitif pada TOS. Bila test ini positif dapat
dipastikan indikasi TOS, bila hasil test negatif ada kemungkinan ada
gangguan lain pada bahu.
Jika test positif, menandakan adanya iritasi pada pleksus brachialis 98%.
1.5% disebabkan oleh kompresi pada vena subklavia, dan 0.5% melibatkan
arteri subklavia.
2) Adsons test/ Scalenei manuver

Gambar 7. Adsons test14


12

Pasien duduk dengan kepala berputar ke arah tangan yang di test


(pendekatan pada scalene sisi yang lain) dan memiringkan kepala ke
belakang (leher memanjang) dan terapis mengulur lengan ke belakang atau
rotasi kepala pada sisi yang berlawanan. Kemudian pasien diinstruksikan
untuk menarik napas dalam.
Pada contoh pertama (pasien memutar kepala kearah lengan yang di test),
scalene triangles di test. Selama menarik napas dalam, scalene triangles
menjadi sempit dan costa 1 terangkat atau bergerak ke atas.
Konsekuensinya costoclavicular space menyempit.
Pemeriksa menempatkan satu tangan untuk menahan kepala pasien pada
posisi rotasi lateral dan tangan yang lain mempalpasi radial pulse (denyut
nadi). Sebagai perbandingan, test ini dilakukan juga pada sisi yang sehat.
Test ini positif bila ditemukan gejala pada TOS.
3) Costoclavicular manuver

Gambar 8. Costoclavicular manuver14

Terapis memeriksa nadi radial dan menarik bahu pasien kebawah belakang
dan kembali. Pasien mengangkat dada mereka berlebihan. Test positif bila
tidak ditemukan denyut nadi. Test ini sangat efektif terutama pada pasien
yang mengeluh saat memakai back-pack atau jaket yang berat.
13

4) Allens test

Gambar 9. Allens test14

Pasien duduk, dengan mengangkat lengan dan fleksi siku 90, sementara
bahu di putar horizontal dan lateral. Pasien diminta untuk menggerakkan
kepalanya lateral rotasi ke arah yang berlawanan. Test positif bila pulsasi
radial tak terdeteksi.
5) Hyperabduction test

Gambar 10. Hyperabductions test14

Lengan diangkat hyperabduction 180. Test positif bila pulsasi radialis


melambat
6) Median nerve stretchs test

Gambar 11. Median nerve stretchs test15


14

Pada posisi tegak, pasien melakukan depresi dan retraksi bahu. Pemeriksa
mengangkat lengan pasien abduksi 90, dengan posisi ekstensi dan
supinasi siku. Pergelangan tangan ekstensi penuh, diikuti oleh ekstensi
jari-jari. Dengan cara ini saraf medianus teregang (stretch). Pada fase
kedua dari test, kepala pasien digerakkan pasif oleh pemeriksa ke arah
fleksi kontralateral untuk mengulur saraf medianus pada pleksus brakhial.
Tes ini penting untuk membedakan gangguan pada TOS atau pada saraf
medianus.
7) Radial nerve stretchs test

Gambar 12. Radial nerve stretchs test15

Posisi sama seperti tes pada saraf medianus, hanya saja posisi siku ekstensi
dan pronasi. Pergelangan tangan fleksi penuh, posisi kepala sama,
digerakkan ke arah fleksi kontralateral.
8) Ulnar nerve stretchs test

Gambar 13. Ulnar nerve stretchs test15

Pasien dalam posisi tidur atau duduk, bahu depresi dan retraksi. Pemeriksa
mengangkat bahu abduksi 90 dengan fleksi siku dan pronasi lengan
15

bawah. Kemudian pergelangan tangan digerakkan ekstensi penuh,


kemudian menggerakkan servikal fleksi kontralateral.
9) Tes klavikula

Gambar 14. Tes klavikula15

Satu jari ditempatkan pada permukaan cranial klavikula yang sedekat


mungkin dengan sternoclavicular joint. Pemeriksa mempalpasi gerakan
clavicula saat lengan digerakkan pasif sampai 45.
Keterbatasan gerak di acromioclavikularis dan atau sendi
sternoklavikularis dapat mengarah pada pola gerak abnormal pada
clavicula. Clavicula dapat bergerak terlalu cepat ke arah dorsal dan
mencapai posisi akhir terlalu cepat selama elevasi, sehingga menyebabkan
penyempitan pada costoclavikular.
10) Tes otot skalenei

Gambar 15. Tes otot skalenei15

Pasien diinstruksikan menarik dagunya kedalam, seolah-olah meluruskan


tulang cervical semaksimal mungkin sambil menghembuskan napas. Saat
16

pasien menghembuskan napas, otot skalenei memanjang dan penyempitan


pada posterior scalenic triangle terjadi.
Pada hipertrofi scalenei yang biasa ditemukan pada atlet angkat besi atau
pada penderita chronic obstructive pulmonary, terjadi kompresi pada
posterior scalenic triangle.

2.8 Tatalaksana
Pada kebanyakan kasus, penanganan sindrom outlet dada/TOS dilakukan
dengan pendekatan konservatif. Penanganan konservatif untuk kondisi ini
merupakan pilihan penanganan yang cukup efektif dan telah terbukti berhasil pada
sebagian besar pasien.9
Penanganan konservatif (non-operatif) mencakup istirahat relatif, pemberian
obat-obat anti inflamasi non steroid (OAINS), fisioterapi dengan menggunakan
modalitas terapi seperti ultrasound, stimulasi listrik saraf transkutan, biofeedback
dan latihan fisik. Fisioterapi ditujukan untuk mengontrol nyeri.9
a) Latihan Fisik (Exercise)10
Latihan fisik dengan melatih berbagai gerakan pada otot trapezius atas,
levator skapula, scalenus, sternokleidomastoid, pektoralis mayor,
pektoralis minor, suboccipitalis, dengan latihan peregangan tertentu.
Peregangan harus dimulai dengan singkat dan bertahap dan tidak boleh
agresif. Setelah keluhan nyeri terkontrol (mereda) dan gerak leher kembali
normal, latihan akan semakin ditingkatkan intensitasnya. Kepatuhan
pasien tidak boleh diabaikan.
17

Gambar 16. Latihan fisik9

Scalene stretch: Duduk atau berdiri dan menggenggam kedua tangan di


belakang punggung. Turunkan bahu kiri dan miringkan kepala kearah
kanan sampai merasakan regangan. Tahan posisi ini selama 8-10 detik dan
kemudian kembali ke posisi awal. Turunkan bahu kanan dan miringkan
kepala ke arah kiri kemuadian tahan selama 8-10 detik. Ulangi 5-8 kali di
setiap sisi.
Pectoralis stretch: Berdiri di pintu terbuka dengan kedua tangan sedikit di
atas kepala dan taruh kedua lengan pada kedua sisi pintu. Perlahan-lahan
jatuhkan badan ke depan sampai terasa peregangan pada otot dada dan
bagian depan bahu. Tahan 8-10 detik, ulangi 5-8 kali.
Scapular squeeze: Sambil duduk atau berdiri dengan lengan berada di
samping tubuh, tekan tulang scapula bersama-sama ke arah tengah (ke
vertebra) dan tahan selama 8-10 detik ulangi 5-8 kali.
Arm slide on wall: Duduk atau berdiri dengan punggung ke dinding, siku
dan pergelangan tangan berada di dinding. Perlahan-lahan angkat kedua
tangan keatas setinggi yang anda bisa sambil menjaga siku dan tangan
tetap berada di dinding. Ulangi 5-8 kali.
18

Thoracic extension: Duduk di kursi dan menggenggam kedua tangan di


belakang kepala. Secara perlahan lakukan gerakan menengadah dan
melihat langit-langit. Ulangi 8-10 kali.
Rowing exercise: Ikatkan perban elastis pada pintu. Duduk pada kursi
dengan menekuk lengan dan siku 90. Tarik kebelakang kedua ujung
perban elastis tersebut secara bersama-sama. Lakukan 8-10 kali
pengulangan.
Mid-trap exercise: Dengan posisi berbaring dan menempatkan bantal tepat
di bawah dada, lengan dan siku lurus ke samping dan jempol mengarah ke
atas. Perlahan-lahan angkat tangan keatas secara bersama-sama dan turun
secara perlahan. Lakukan 8-10 kali. Bisa juga dilakukan dengan kedua
tangan menggenggam sebuah botol.
Beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Belajar melakukan latihan yang memperkuat dan meregangkan otot-
otot bahu untuk membuka outlet toraks, meningkatkan jangkauan gerak
dan memperbaiki postur tubuh.
- Latihan-latihan ini, dilakukan bertahap dari waktu ke waktu dengan
panduan isntrukstur khusus dan evaluasi ketat.
- Pasien harus menghindari posisi yang berkepanjangan dalam
mengulurkan lengan mereka atau melakukan kegiatan overhead.
- Menghindari tidur dengan lengan diletakkan atau diposisikan sampai
belakang kepala.
- Mengusahakan adanya waktu istirahat di tempat kerja untuk
meminimalkan kelelahan.
- Mengusahakan penurunan berat badan untuk pasien obesitas.
- Pasien harus menghindari tidur telentang dengan tangan berada di atas
kepala.
- Dilarang mengangkat benda berat berulangkali, dianjurkan mengubah
tata letak meja kerja dan memodifikasi kegiatan sehari-hari yang
memperburuk gejala.
- Koreksi postural berfokus pada posisi yang paling berisiko dan sedikit
resiko untuk kompresi. Koreksi postural dan posisi dapat menggunakan
19

splint pergelangan tangan, bantalan siku, gulungan leher yang lembut


untuk penggunaan malam hari, dan korset/penyokong lumbal untuk
duduk.
- Konsumsi obat obat anti-inflamasi atau relaksan otot untuk membantu
meredakan gejala.
b) Modalitas Fisioterapi12
Terapi Infrared (IR)

Gambar 17. Terapi infrared12

Salah satu jenis terapi dalam bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi yang menggunakan gelombang elektromagnetik infra merah
dengan karakteristik gelombang adalah panjang gelombang 770nm-106
nm, berada di antara spektrum gelombang cahaya yang dapat dilihat
dengan gelombang microwave, dengan tujuan untuk pemanasan struktur
muskuloskeletal yang terletak superfisial dengan daya penetrasi 0,8-1mm.
Prinsip kerja: Terapi infrared akan memberikan pemanasan superfisial
pada daerah kulit yang diterapi sehingga menimbulkan beberapa efek
fisiologis yang diperlukan untuk penyembuhan. Efek-efek fisiologis
tersebut berupa mengaktifasi reseptor panas superfisial di kulit yang akan
merubah transmisi atau konduksi saraf sensoris dalam menghantarkan
nyeri sehingga nyeri akan dirasakan berkurang, pemanasan ini juga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) dan meningkatkan
aliran darah pada daerah tersebut sehingga akan memberikan oksigen yang
cukup pada daerah yang diterapi, menigkatkan aktivitas enzim-enzim
tertentu yang digunakan untuk metabolisme jaringan dan membuang sisa-
sisa metabolisme yang tidak terpakai sehingga pada akhirnya akan
membantu mempercepat proses penyembuhan jaringan. Terapi pemanasan
dengan infrared ini juga dapat memberikan perasaan nyaman dan rileks
20

sehingga dapat mengurangi nyeri karena ketegangan otot-otot terutama


otot-otot yang terletak superfisial, meningkatkan daya regang atau
ekstensibilitas jaringan lunak sekitar sendi seperti ligamen dan kapsul
sendi sehingga dapat meningkatkan luas pergerakan sendi terutama sendi-
sendi yang terletak superfisial seperti sendi tangan dan kaki.
Indikasi:
1. Nyeri otot, sendi dan jaringan lunak sekitar sendi.
2. Kekakuan sendi atau keterbatasan gerak sendi karena berbagai
sebab.
3. Ketegangan otot atau spasme otot.
4. Peradangan kronik yang disertai dengan pembengkakan.
5. Penyembuhan luka di kulit.
Kontraindikasi absolut:
1. Kelainan perdarahan
2. Kelainan pembuluh darah vena atau peradangan pembuluh darah,
seperti thrombophlebitis
3. Gangguan sensoris berupa rasa raba maupun terhadap suhu
4. Gangguan mental
5. Tumor ganas atau kanker
6. Penggunaan infrared pada mata.
Kontraindikasi relatif:
1. Trauma atau peradangan akut
2. Kehamilan
3. Gangguan sirkulasi darah
4. Gangguan regulasi suhu tubuh
5. Bengkak atau edema
6. Kelainan jantung
7. Adanya metal di dalam tubuh
8. Luka terbuka
9. Pada kulit yang sudah diolesi obat-obat topikal atau obat gosok
10. Kerusakan saraf.
21

Frekuensi pemberian terapi infrared bergantung pada tujuan terapi dan


respon dari penderita dan analisis dokter atau terapis yang memeriksanya.
Jumlah terapi yang diberikan dan dosis yang digunakan tergantung
pengalaman klinis dokter atau terapis di pusat terapi tersebut, setiap dokter
ataupun terapis memiliki pengalaman yang berbeda-beda dengan dokter
atau terapis di pusat terapi yang lain, sehingga dosis yang diberikan dan
jumlah terapi nya pun tidak sama meskipun alatnya sama. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal dengan tujuan untuk meningkatkan
elastisitas jaringan lunak diperlukan 6 kali terapi dengan frekuensi 2-3 kali
per minggu dengan waktu pemberian 30 menit setiap kali terapi, tentunya
dengan diikuti terapi lainnya seperti terapi latihan dsb, tidak cukup hanya
mengandalkan satu modalitas terapi saja
c) Terapi pembedahan4,5,8
Tindakan operasi pada sindrom outlet toraks disarankan bila penanganan
lain tidak efektif atau jika memiliki masalah neurologis progresif.
Pembedahan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan tindakan lainnya
dan mungkin tidak selalu mengobati gejala yang timbul. Gejala dapat
terulang kembali, kekuatan otot mungkin tidak akan kembali normal
setelah operasi terlebih bila telah memiliki kerusakan saraf serius karena
kondisi tersebut.

Gambar 17. Pembedahan8


22

Tindakan operasi dilakukan untuk:


- Pengambilan tulang rusuk ekstra dan pemotongan otot-otot tertentu.
- Pengambilan sebagian tulang rusuk pertama untuk melepaskan tekanan
di daerah outlet toraks.
- Operasi bypass untuk mengubah rute pembuluh darah di sekitar
kompresi.
- Tindakan angioplasti, jika arteri mengalami penyempitan.

2.9 Komplikasi16
Salah satu komplikasi yang sering terjadi berkaitan dengan TOS adalah
komplikasi yang berhubungan yang berhubungan dengan suatu tindakan
pascaoperasi dekompresif dari thoracic outlet. Komplikasi tersebut berupa suatu
injuri dari struktur neurovaskular berupa suatu keluhan salah satunya berupa
sindrom horner, nyeri neuropatik post operatif, paresthesia dan suatu
hipersensitifitas, hematoma disekitar pleksus brakhialis, pleuritic chest pain.
1. Neurologis: Nyeri kronis
2. Arteri:
Thrombosis
Thromboembolism
Acute ischemia
Post-stenotic aneurysm formation
3. Vena: Thrombosis

2.10 Prognosis16
Tidak diketahui mortalitas berhubungan langsung dengan TOS, morbiditas
sering berkaitan dengan turunnya fungsi dari ekstremitas atas, hilangnya
pekerjaan dan pencaharian, khususnya ketika kerja menyangkut aktifitas di atas
kepala. True neurogenic TOS menyebabkan defisit neurologi. Bergantung dari
jumlahinjuri saraf, biasanya terdapat kelemahan dari tangan dan defisit sensorik di
daerah distribusi lower trunk. Komplikasi sering pada pleksus brakhialis telah
banyak dilaporkan terjadi pada terapi operatif TOS. Neurologic TOS secara
23

umum lebih progresif tetapi dapat membaik secara spontan, sedangkan pada
arterial atau venous TOS biasanya membaik dengan terapi yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai