Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

Obstetrical brachial plexus palsy (OBPP) merupakan kelemahan ekstremitas bagian atas yang disebabkan cidera saat lahir. Angka insiden OBPP saat ini antara 1 sampai 2 dalam 1000 kasus kelahiran hidup. Pada umumnya, bayi dengan OBPP akan mengalami perbaikkan secara spontan dalam waktu 2 bulan pertama kehidupan. Apabila dalam 3 bulan pertama bayi dengan OBPP tidak mengalami perbaikkan, sekitar 5% sampai dengan 50% kasus akan memiliki keterbatasan gerak, penurunan kekuatan dan atrofi otot secara permanen.1 10% kasus OBPP bersifat bilateral. OBPP dibagi menjadi 3 jenis utama berdasarkan distribusi persarafan dan tingkat keparahannya, yaitu Erbs palsy, Klumpkes palsy dan complete brachial plexus palsy yang melibatkan cidera saraf servikalis kelima sampai torakalis pertama.2 Erbs palsy merupakan salah satu jenis OBPP dimana terjadi kelumpuhan atau paresis yang terbatas pada otot-otot ekstremitas yang dipersarafi oleh saraf servikalis kelima dan servikalis keenam, terkadang sampai servikalis ketujuh.3 Angka insiden Erbs palsy yang melibatkan saraf C5 dan C6 mencapai 40% sampai 50% dari semua kasus OBPP, sedangkan yang melibatkan saraf C5, C6, dan C7 mencapai 20% sampai 25% kasus OBPP. Meskipun jarang terjadi pada, insiden OBPP tercatat sekitar 1% pada bayi yang dilahirkan secara sectio caesaria.4 Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya OBPP antara lain berat badan lahir bayi besar (makrosomia), presentasi lahir bokong atau kaki, distosia bahu, kala dua memanjang, instrument yang membantu kelahiran, multiparitas, riwayat melahirkan dengan OBPP, dan diabetes gestasional.1,4 Fetal distress juga bisa menjadi faktor risiko OBPP karena berkontribusi dalam hipotonus yang menyebabkan pleksus brakialis menjadi rentan selama proses kelahiran. Penelitian Foad et al menunjukkan 46% bayi yang lahir dengan OBPP memiliki lebih dari 1 fakor risiko OBPP, sedangkan 54% kasus tidak diketahui faktor risiko OBPP.

Distosia bahu memiliki 100 kali risiko OBPP, bayi dengan berat lahir lebih dari 4,5kg meningkatan fakor risiko OBPP 14 kali, sedangkan alat bantu kelahiran memiliki 9 kali lebih besar risiko terjadinya OBPP. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pleksus Brachialis Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman rami ventralis yang berasal dari akar saraf servikalis kelima (C5) sampai dengan thorakalis pertama (T1). 75% populasi memiliki pola pleksus brakialis dari akar saraf C5 sampai T1, sedangkan sisanya bisa mendapat kontribusi tambahan dari C4 ataupun T2. Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer.1 Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior, saraf C7 membentuk trunkus medius, sedangkan saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior. Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah ventral dan dorsal. Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk fasciculus lateralis. Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis, sedangkan cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.5

Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor. N.muskulokutaneus mempersarafi otot-otot fleksor lengan atas. Sedangkan N.medianus mempersarafi seluruh otot lengan bawah kecuali M.flexor carpi ulnaris dan caput ulna M.fleksor

digitorum profundus dan mempersarafi otot-otot thenar, serta saraf kulit tangan 3,5 jari lateral vola manus dan kuku 3,5 jari. Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis yang mempersarafi kulit lengan atas, N.kutaneus antebrachii medialis yang mempersarafi kulit lengan bawah, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris. N.ulnaris mengurus dua otot lengan bawah dan mengurus otot-otot hypothenar serta saraf kulit vola manus dan dorsum manus. Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis,

N.thoracodorsalis yang mempersarafi M.latissimus dorsi, N.subscapularis superior yang mempersarafi otot M.subscapularis, dan N.subscapularis inferior yang mempersarafi M.teres mayor. N.axillaris mempersarafi M.deltoideus dan M.teres minor, serta berakhir sebagai saraf kulit. Sedangkan N.radialis mengurus seluruh otot ekstensor lengan dan tangan dan mengurus kulit dorsum manus 2,5 jari lateral. Cabang-cabang saraf pendek dari pleksus brakialis antara lain N.thoracalis longus yang mempersarafi M.serratus M.levator scapulae, anterior, N.dorsalis yang scapulae yang

mempersarafi

N.suprascapularis

mempersarafi

M.supraspinatus.

2.2. Definisi Erbs palsy merupakan lesi pleksus brakialis bagian atas karena cidera yang diakibatkan perpindahan kepala yang berlebihan dan depresi bahu pada sisi yang sama saat kelahiran.sehingga menyebabkan traksi yang berlebihan bahkan robeknya akar saraf C5 dan C6 dari pleksus brakialis.6 2.3 Epidemiologi Menurut WHO prevalensi terjadinya OBPP sekitar 1-2% dengan jumlah yang lebih banyak berada pada negara berkembang.7 Angka insiden Erbs palsy yang melibatkan saraf C5 dan C6 mencapai 40% sampai 50% dari semua kasus OBPP, sedangkan yang melibatkan saraf C5, C6, dan C7 mencapai 20% sampai 25% kasus OBPP.4

2.4 Faktor Predisposisi dan Etiologi Faktor predisposisi terjadinya OBPP dikelompokkan menjadi 3 yaitu faktor maternal, faktor saat kelahiran dan faktor dari janin. Foad et al menunjukkan 46% bayi yang lahir dengan OBPP memiliki lebih dari 1 fakor risiko OBPP, sedangkan 54% kasus tidak diketahui faktor risiko OBPP.1 Faktor maternal yang paling berisiko terjadinya OBPP antara lain diabetes gestasional dan peningkatan berat badan berlebihan saat hamil. Diabetes gestasional dan peningkatan berat badan ibu yang berlebihan saat hamil dianggap berkontribusi dalam fetal makrosomia.8 Faktor maternal lain yang berisiko terjadi OBPP antara lain multiparitas. Faktor saat kelahiran yang bisa menyebabkan OBPP antara lain distosia bahu, alat bantu kelahiran seperti forsep dan vakum, kala dua memanjang atau kala dua terlalu singkat. Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin sehingga sulit mengeluarkan bahu setelah kepala janin dilahirkan. Distosia bahu dan penggunaan alat bantu lahir dapat menyebabkan peregangan yang berlebihan pada pleksus brakialis bahkan robeknya akar saraf C5 dan C6 dari pleksus brakialis.6,8 Distosia bahu dapat meningkatkan risiko terjadinya OBPP 100 kali beih besar, sedangkan pengguanaan alat bantu kelahiran mempunyai risiko OBPP 9 kali lebih besar. Sedangkan faktor janin paling umum yang dapat menyebabkan OBPP adalah makrosomia. Bayi dengan berat lahir lebih dari 4,5kg meningkatan fakor risiko OBPP 14 kali. Faktor janin lainnya seperti presentasi bokong atau kaki, fraktur tulang iga pertama atau fraktur klavikula.

2.5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari Erbs palsy antara lain lengan terlihat lemas dengan bahu mengalami internal rotasi, ekstensi siku secara penuh, lengan bawah mengalami pronasi, jari-jari dan pergelangan tangan mengalami fleksi. Posisi sperti ini sering disebut porter/ waiter tip. Bahu mengalami adduksi karena kelumpuhan otot deltoid dan supraspinatus, otot pektoralis dan subscapularis masih aktif, inaktif otot infraspinatus dan teres minor menyebabkan bahu mengalami internal rotasi.2,7 Ekstensi siku disebabkan gaya gravitasi dan kelumpuhan otot fleksor siku yaitu otot bisep, brakialis dan brakioradialis. Tidak aktifnya otot bisep dan otot otot supinasi menyebabkan posisi pronasi pada lengan bawah. Apabil saraf C7 ikut terlibat maka tidak ada bagian ekstrinsik pergerlangan tangan dan ekstensor jari yang menyebabkan unopposed finger dan fleksi pergelangan tangan yang dapat mengakibatkan extrinsic finger flexor tightness.2

Ada 4 jenis cidera OBPP yaitu avulsi, ruptur, neuroma dan neurapraksia. Avulsi terjadi karena robeknya saraf dari spinal cord. Cidera avulsi merupakan cidera saraf yang paling serius diantara ketiga cidera lainnya. Avulsi dapat diperbaiki dengan cara menyambungkan kembali saraf yang robek dengan donor dari saraf lain. Ruptur terjadi karena adanya peregangan yang berlebihan sehingga saraf tersebut 5

robek. Cidera ruptur tidak bisa sembuh dengan sendirinya. Neuroma terjadi karena cidera peregangan yang menyebabkan beberapa saraf rusak dan menimbulkan jaringan parut yang dapat menekan saraf lain yang masih sehat. Neuroma ini dapat menghilang dengan sendirinya. Neurapraksia merupakan jenis cidera yang paling sering terjadi. Neurapraksia merupakan cidera peregangan yang tidak menyebabkan robeknya saraf. Neurapraksia dapat sembuh dengan sendirinya biasanya dalam waktu 3 bulan.5 2.6 Diagnosis Untuk mendiagnosa OBPP pada bayi baru lahir, dapat dilihat dari manifestasi klinisnya berupa tidak adanya respon motorik yang normal pada otot-otot ekstremitas atas, seperti tidak adanya refleks menggenggam dan refeks moro asmetris. Namun agak sulit untuk menentukan diagnosis otot yang mengalami kelumpuhan karena bayi belum dapat melakukan apa yang diperintahkan.9 Selain itu bisa juga ditemukan gejala sindrom Horner (ptosis, miosis, dan anhidrosis) yang terjadi karena trauma pada lower root dan gejala ini mempunyai prognosis buruk. Jika terdapat fraktur klaivikula atau humerus, maka pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi dan deformitas. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan lokasi dan eksistensi cidera saraf seperti avulsi (cidera preganglionik) atau ruptur ekstraforaminal (cidera postganglionik). Untuk mengevaluasi intraoperatif dapat mengguanakn myelografi, CT myelografi dan MRI. Myelografi memiliki rasio true positive sebesar 84%, 4% false positive dan 12% false negative. Sedangkan CT myelografi memiliki true positive sebesar 94% dan memiliki akurasi untuk mendiagnosa avulsi sebesar 60%. MRI juga memiliki nilai true positive yang sebanding dengan CT myelografi. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti elektromyografi (EMG). Secara teknis, pemeriksaan ini sulit dilakukan terhadap bayi. Namun pemeriksaan ini dapat membantu merencanakan prosedur operasi dan digunakan untuk menilai tingkat keparahan suatu cidera saraf.1 Mendiagnosis tingkat keparahan suatu OBPP dapat memprediksi

kesembuhannya secara spontan. Menurut Michelow et al, perbaikkan spontan dapat terjadi pada usia 3 sampai 6 bulan pertama kehidupan, namun apabila dalam waktu 3 bulan otot bisep belum bisa berfungsi secara normal maka 12% memilii prognosis yang buruk. Apabila OBPP sudah mengalami perbaikkan, maka tetap mengevaluasi 6

keadaan bahu menggunakan modified mallet system. Mallet system memiliki 5 kategori untuk menilai secara keseluruhan pergerakkan ekstremitas atas.

Penilaiannya berdasarkan abduksi global, rotasi eksternal secara global, tangan ke leher, tangan ke mulut dan tangan ke belakang. Masing masing kategori ini mempunyai skala sendiri, bila grade 1 berarti ekstremitas atas belum berfungsi dengan sama sekali, sedangkan bila grade 5 berarti ekstremitas atas masih berfungsi normal.1

2.7 Tatalaksana Pada umumnya, bayi dengan OBPP akan mengalami perbaikkan secara spontan dalam waktu 2 sampai 3 bulan pertama kehidupan. Berdasarkan survey yang dilakukan British Pediatric, ditemukan sekitar 90% kasus Erbs palsy dapat sembuh spontan dengan 53% kasus dapat sembuh berfungsi dengan normal atau mendekati normal, sedangkan 39% kasus lain, ekstremitas atas dapat berfungsi dengan baik.4 Apabila dalam 3 bulan pertama bayi dengan OBPP tidak mengalami perbaikkan, sekitar 5% sampai dengan 50% kasus akan memiliki keterbatasan gerak, penurunan 7

kekuatan dan atrofi otot secara permanen.1 Tatalaksana untuk memperbaiki OBPP terbagi menjadi 2 yaitu, tindakan bedah dan non bedah. Tindakan non bedah dapat berupa latihan fisik dan bantuan Botolinum toxin (botox). Sedangkan untuk tindakan bedah bisa berupa microsurgery, osteotomi, transfer tendon, capsulorraphy, dan transfer otot.5 Latihan fisik dilakukan pada kasus OBPP yang tidak disertai fraktur. Latihan fisik digunakan untuk menjaga range of movement dari sendi. Gerakan yang dilakukan dalam latihan fisik berupa gerakan-gerakan pasif terutama pada sendi glenohumeral terhadap scapulothoracic agar tidak terjadi deformitas dan kaku. Latihan fisik ini dilakukan sesering mungkin dan bisa dilakukan dengan atau tanpa bimbingan dari terapis. Selain latihan motorik, perlu dilakukan stimulasi taktil untuk melatih sensorik anggota gerak.1 Terapi non bedah lainnya dapat berupa suntikan botox. Botoks dapat digunakan terutama ke bahu untuk membantu pergerakan sendi, menyeimbangkan otot dan mencegah kontraktur serta dislokasi bahu.5 Terapi bedah mikro diindikasikan pada pasien OBPP dengan nilai Toronto Scoring kurang dari 3,5 dan berusia 3 bulan atau lebih. Toronto Test Score ini meliputi perbaikkan dari abduksi bahu, fleksi siku, ekstensi pergelangan tangan, ekstensi jari tangan dan juga ekstensi ibu jari. Masing-masing pergerakkan memiliki skala 0 yang tidak berfungsi sama sekali, sampai 2 yang berfungsi denga normal., Terapi bedah mikro meliputi perbaikkan langsung terhadap saraf yang cidera, neurolisis, nerve grafting yang biasa diambil dari kaki (Sural) dan nerve transfer dari luar saraf pleksus brakialis.1 Nerve trannsfer ini biasanya dilakukan OBPP dengan avulsi. Terapi bedah mikro ini sebaiknya dilakukan di usia 3 sampai 9 bulan.5 Terapi bedah transfer tendon dilakukan dengan cara memisahkan tendon dari tempat asalnya dan menempelkannya di tempat yang baru. Terapi transfer tendon dilakukan saat usia 1 tahun ke atas atau dewasa. Terapi ini biasanya dilakukan didaerah bahu untuk meningkatkan kemampuan mengangkat tangan, namun bisa juga dilakukan di pergelangan tangan, tangan dan lengan. Osteotomi biasanya dilakukan pada anak-anak dengan deformitas

glenohumeral yang berat. Osteotomi dapat memperbaiki fungsi esktremitas atas dengan memperbaiki posisinya. Sedangkan capsulorraphy merupakan tindakan bedah dengan mengurangi ketegangan jaringan di sekitar sendi bahu. biasanya dilakukan jika terjadi kelemahan otot terus menerus yang menyebabkan dislokasi. Transfer otot dilakukan ketika ada disfungsional otot ekstremitas atas. Otot yang 8

digunakan untuk mengganti otot yang disfungsional biasanya otot kaki (gracilis) dari kaki pasien dan bedah ini memerlukan penyambungan pembuluh darah serta saraf, maka dari itu biasanya dilakukan di bawah mikroskop.5

2.8 Prognosis Prognosis dari OBPP tergantung seberapa parah cidera saraf yang diderita. Apabila mengalami Erbs palsy C5 dan C6, sekitar 90% dapat sembuh secara spontan dengan hasil 53% ekstremitas atas dapat berfungsi mendekati normal. Jika C7 ikut cidera, maka 80% pemulihan tidak baik. Jika ada gejala sindrom Horner, maka prognosis juga buruk.4

BAB III KESIMPULAN

Erbs palsy merupakan salah satu OBPP dengan kelemahan ekstremitas atas akibat cidera saraf C5 dan C6. Faktor risiko terbesar untuk terjadinya OBPP adalah janin makrosomia, distosia bahu dan penggunaan alat bantu kelahiran. Selain itu, faktor risiko lainnya berupa diabetes gestasional, multiparitas, kala dua memanjang, dan presentasi bokong. Manifestasi klinis dari Erbs palsy adalah waiters tip dimana lengan terlihat lemas dengan bahu mengalami internal rotasi, ekstensi siku secara penuh, lengan bawah mengalami pronasi, jari-jari dan pergelangan tangan mengalami fleksi. Untuk mendiagnosa Erbs palsy perlu dilihat dari manifestasi klinis dan pemeriksaan radiologi seperti myelografi, CT myelografi dan MRI. Pada umumnya, Erbs palsy dapat sembuh spontan sampai dengan usia 3 bulan. Terapi untuk Erbs palsy bisa berupa tindakan non bedah yaitu fisioterapi dan injeki botoks, dan terapi non bedah yang biasanya direkomendasikan jika usia 3 sampai 6 bulan belum ada perbaikkan.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Abzug JM, Kozin SH. Current Concepts : Neonatal Brachial Plexus Palsy. Orthopedics. June 2010 Vol 3 (6) : 430-435. 2. Bahm J, Paves CO, Klug CD, Sellhaus B, Weis J. Obstetric Brachial Plexus Palsy. Dtsch Arztebl Int 2009; 106(6): 8390. 3. Wolman B. Erbs Palsy. Arch Dis Child 1948 23: 129-131 4. Ruschelsman DE, Petrone S, Price A, Grossman J. Brachial Plexus Birth Palsy An Overview of Early Treatment Considerations. Bull NYU Hosp Jt Dis 2009;67(1):83-9. 5. Children Hospital Boston. Brachial Plexus Birth Palsy Orthopdic Center. [download from childrenshospital.org/bp]
6. Snell R. Clinical Anatomy By Systems. Lippincott Wiliams and Wilkins. P: 264-

265. 7. Mackinon SE. Obstetric Brachial Plexus Injuries. Medscape Reference [download http://emedicine.medscape.com/article/1259437-overview tanggal 20 Agustus 2013] 8. Alfonso DT. Causes of Neonatal Brachial Plexus Palsy. Bull NYU Hosp Jt Dis. 2011;69(1):11-6. 9. Colditz J. Obstetrical Brachial Palsy The Hand Therapist Role. 1993 : 199-209.

11

Anda mungkin juga menyukai