Anda di halaman 1dari 6

Hadi Saputra

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.


Orang dayak adalah masyarakat yang tidak mengenal tradisi menulis sehingga setiap
tradisi atau sejarah selalu dituturkan secara oral, begitu juga dengan sosok pemimpin atau kepala
suku mereka, mereka meletakan pemimpin mereka sebagai tokoh yang dipilih atas dasar
kemampuan dan keunggulannya sehingga menghadirkan kepercayaan komunitasnya untuk
memimpin.1 Masyarakat dayak Maanyan yang hidup disepanjang anak sungai Barito, merupakan
masyarakat agraris yang mengandalkan hasil alam dalam memenuhi kehidupannya, mereka juga
melakukan konsep pemilihan pemimpin berdasarkan ipakat bagurayang.
Penulis Belanda J. MALLINCKRODT mengkategorikan dayak Maanyan dengan sesuai
adat dan diberinama sesuai dengan nama sungai yang melintasinya, misalnya Maanyan Siong
ataupun Maanyan Patai.2
Dan pada kemudian hari Maanyan Siong dikategorikan dengan Maanyan Paju Epat yang
terdiri dari empat kampung anggotanya.
Manjan Dajaks Belawa, Telang, Siong en Morotowo, welkeeen bijande Te dajaks
tammenhoogstzeldenvoorkomendeverbrandinghunnerdoodenkennen. Zijvormensamen de
1Istilah Dayak itu dari bahasa melayu yang artinya Penduduk Asli orang-orang melayu pantai
menggunakan istilah itu untuk menunjukan penduduk pagan dari kalimantan sebagai Back
woodsman. Namun kita digunakan sebagai istilah kolektif untuk menunjukan penduduk asli yang
beragama Kristen dan Pagan dari kalimantan. Lihat H. Scherer, Ngaju Religion: The Conception Of
God Among A South Borneo Peopels (The Hugue 1963). 1
2J. Mallinckrodt,De Stamindeeling Van De MaanjanSioeng-Dajaks, Der Zuider- En Oosterafdeeling Van
Borneo ( BKI 1927). 552-592
1

kamponggroepPadjoeEmpat.FeitelijkbehoortMaipehierook toe, dochdit is eene zoo


kleinenederzetting, dat die nietmedetelt

(Dayak Maanyan

Belawa, Telang, Siong dan Morotowo mereka memiliki tradisi

tersendiri yaitu pembakaran mayat. Bersama-sama mereka membentuk suatu kelompok


yang bernama Padjoe Empat. Sebenarnya Maipe termasuk, tetapi karena hanya kampung
kecil sehingga tidak disebutkan).3
Suta Ono diahidupdalamsejarahfiksi, selamainisangat minim data tertulis dalam bahasa
Indonesia tentang sosok yang melegenda itu. Dikalangan orang Maanyan khususnya Maanyan
paju epat, memang ada semacam kultus individu tentang dirinya. Beberapa pernyataan dan cerita
rakyat yang beredar justru mengaburkan tentang identitas siapakah Suta Ono, misalkan ada cerita
yang menyebutkan dia sebagai seorang raja.Penulis melakukan korespondensi dengan profesor
Alfred Bacon Hudson pada 2014 berikut pandangannya tentang sosok Suta Ono:
Sotaono was a "rajah". Where did that information come from? Perhaps this represents
a faux historical addition to the story of Sotaono. The historical record such as we know
it indicates that throughout his official life "hoofd" and its Malay equivalent,
"kapala/kepala" were the only titles that accrued to Sotaono both from the standpoint of
the Dutch authorities and that of local people. So, it may be that the "cult of Sotaono" is
adding new elements to the myth
(Bahwa Sota ono adalah "raja". Dari mana informasi ini berasal? Mungkininimerupakan
tambahan sejarah palsu tentang kisah Sotaono. Seperti kita tahu dalam catatan sejarah
kehidupannya yang resmi seluruh menunjukkan bahwa "hoofd"dan setara dalam bahasa
Melayu, "Kapala/ Kepala" adalah satu-satunya judul yang merujuk untuk nama dari
Sotaono baik dari sudut pandang pemerintah Belanda dan bahwa masyarakat setempat.
Jadi, mungkinbahwa "kultus Sota ono" tentang raja ini adalah tambahan elemen baru
kedalam mitos).4

3F.Trefferes, EenEigenaardigeAdatBijManjanDajaks In De OostDoessonLanden( KolonialTijdschrift 17 jaargang


1928 ). 337

Penjelasan profesor Hudson, nampaknya mematahkan mitos tentang Suta Ono yang selama ini
dilihat oleh sebagian besar orang. Disini menarik untuk mengungkap sosok sebenarnya tentang
siapa Suta Ono serta sejauh apa perannya ditengah komunitas masyarakat dayak Maanyan. Nama
Suta Ono sendiri adalah sebuah fenomena dimana ia hidup dalam kenangan kolektif masyarakat
Maanyan di Paju Epat, bahkan tidak sedikit orang Maanyan Paju Epat selalu mengaitkan dirinya
sebagai bagian dari Lewu Hante. Lewu hante sendiri adalah sebuah identitas dari Suta Ono yang
merujuk pada tempat atau rumah dari Suta Ono semasa hidupnya.Mengapa namanya begitu
melekat dalam ingatan orang Maanyan paju epat,inilah yang menjadi tantangan tersendiri dalam
mengungkap sosok Suta Ono. Apakah dia telah menjalankan sebuah kepemimpinan yang sangat
ideal sehingga dia sangat disegani oleh komunitasnya bahkan cenderung dikultuskan. Apakah
benar dia telah mewakili sebuah sosok kepemimpinan karismatis, ataukah dia hanya sekedar
dongeng masyarakat dayak Maanyan Paju Epat semata.
Marx Weber menggambarkan bahwa kepemimpinan karismatis, sebagai sebuah prototipe.
Harus ditegaskan juga bahwa kepemimpinan kharismatis dari Weber adalah kualiatas seorang
kepemimpinan individual, namun ia juga tetap membicarakan sebuah tatanan normatif, dimana
tidak lepas juga dari konsep lainnya seperti kharisma turunan(Gentilcharisma liniage-charisma),
kharisma bawaan dan kharisma jabatan (Amtcharisma charisma of office).5 Suta Ono memiliki
sebuah kualitas kepemimpinan yang individu yang layak mewakili sosok pemimpin kharismatis
Waber.
Dalam proses melihat kepemimpinan Suta Ono, apakah nantinya benar-benar bisa dilihat sebagai
sebuah representasi dari sosok ideal kepemimpinan kharismatis, dalam teori Marx Weber tentu
4 Email A.B Hudson, 3 Agustus 2014.

5Max Weber, Sosiologi Agama A Handbook (Yogjakarta: IRCiSoD 2002).38-39


3

saja harus dilihat dari berbagai faktor. Dimana faktor-faktor Historis adalah yang menunjang
untuk menyandikan sosok Suta Ono ini dengan Teori Weber. Berikut beberapa faktor yang akan
menjadi dasar bagi penulis:

Sistem kepemimpinan masyarakat Maanyan Paju Epat.


Latar belakang sejarah dan sosial politik yang melatar belakangi kehidupan Suta Ono.
Sistem Kepercayaan dan Agama dalam masyarakat era Suta Ono.
Pengaruh kepemimpinan Suta Ono dalam masyarakat Paju Epat.
Kesinambungan antara kepemimpinan Suta Ono dan teori Marx Weber.

Dari beberapa faktor yang penulis gambarkan diatas, itulah yang nantinya kan menjadi
konsentrasi dan perhatian penulis, guna dikembangkan secara mendalam dalam tulisan ini.
Dengan begitu dapat dilihat bagimana bahwa kepemimpinan yang dimiliki Suta Ono, bisa
relevan dengan teori-teori sosial khususnya teori Marx Weber.
Berdasarkan realitas yang selama ini ada dalam pemahaman masyarakat Maanyan Paju Epat,
yang meyakini bahwa pemimpin yang mereka anggap ideal selama ini yaitu sosok Suta Ono.
Sehubungan dengan ini, maka penulis menggali dan menemukan bagaimana konsep
kepemimpinan ideal yang disebut dengan kepemimpinan kharismatis tersebut, dan memberikan
sumbangan pemikiran untuk Gereja tentang sosok pemimpin. Maka dari itu penulis memberikan
judul

dalam

tulisan

ini

dengan:SUTA

ONO:KepemimpinanKharismatisSeorangKepalaSukuDayakMaanyanPajuEpat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah penulis uraikan dan paparkan di atas,
maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem kepemimpinan masyarakat Maanyan Paju Epat.
2. Bagaimana kondisi sosial politik masyarakat pada era Suta Ono.
3. Bagaimana teori kepemimpinan kharismatik Marx Weber terhadap sosok Suta Ono
C. TUJUAN PENULISAN
4

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan dalam penelitian
ini, yakni:
1. Menjelaskan sistem kepemimpinan masyarakat Maanyan Paju Epat.
2. Menjelaskan kondisi sosial politik masyarakat pada era Suta Ono.
3. Menjelaskan teori kepemimpinan kharismatik Marx Weber terhadap sosok Suta Ono
D. BATASAN MASALAH
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka batasan masalah dalam tulisan
ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana situasi sosial politik yang melatar belakangi masyarakat Maanyan Paju Epat,
pada era Suta Ono.
2. Sistim kepemimpinan masyarakat Paju Epat.
3. Kepemimpinan Suta ono dilihat dari teori kepemimpinan Kharismatik Marx Weber.

E. SIGNIFIKASI PENULISAN
1. Menjelaskan bagaimana situasi kepemimpinan seorang Suta Ono didalam masyarakat
Maanyan Paju Epat, pada masa kolonial Belanda serta bagaimana kepemimpinannya
begitu dihormati.
2. Melihat bagaimana ternyata kepemimpinan Kharismatik dalam Teori Marx Weber
bersumber dari ajaran Kekristenan, dan apa yang bisa disumbangkan kepada gereja
mengenai kepemimpinan.
F.TINJAUAN PUSTAKA
..........................................................................

G. KERANGKA TEORITIS

Kerangka teori yang akan digunakan dalam tulisan ini tentu saja tulisan Marx Weber
sebagai bahan utama tentang kepemimpinan Kharismatis, yang nantinya juga akan ditopang oleh
teori dari Edward Shils yang melakukan tafsiran terhadap teori dari Weber tentang kharismatis,
yang dimulai dengan kekuatan transenden, dan dimana nantinya kepemimpinan kharismatis
tersebut tidak akan hilang walaupun sang tokoh sudah mati. Tetapi semangatnya tetap hidup dan
menyebar ke dalam institusi ataupun kepada kamunitas pengikutnya.6
Begitu juga ciri-ciri kepemimpinan Kharismatis Weber dalam pandangan Gerth dan
Mills yang melihat bahwa, kepemimpinan Kharismatis dijalankan bersama pengikut yang setia.
Mereka dipilih karena kualitas kharismatik pribadi dan bersifat extra legal terkadang keluar dari
struktur dan aturan. Pemimpin Kharismatis teruji dalam situasi krisis dan tidak stabil sehingga
menjadikannya sebuah kekuatan revolusioner.7

6Bdk. Edward Shills, Charisma, Order and Status dalam American Sociological Review (USA: American
Sociological Association Vol.3 No.2 1965). 205-206
7Bdk. Gerth & Mills, From Max Weber Essay and Sociology (New York: Oxford University Press, 1946).
245-252
6

Anda mungkin juga menyukai