Anda di halaman 1dari 13

KANDAI

Volume 10 No. 2, November 2014 Halaman 203-215

KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM TAMBO MINANGKABAU


(Leadership Concept in Tambo Minangkabau)

Suryami
Pusat Pengembangan dan Pelindungan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta 13220
Pos-el: mimisuryami@yahoo.co.id
(Diterima 14 April 2014; Revisi 15 Oktober 2014; Disetujui 22 Oktober 2014)

Abstract
Tambo Minangkabau is a historical literary that tells the history of ethnic
groups, and the land of origin, also Minangkabau’s traditions. In addition, there
is also in the Minangkabau Tambo, praise of God, and His Prophet Muhammad
and other things. As a literary work, there is meaning that can be performed and
used as guide in life. Guide here means, there is an element of leadership in
Tambo Minangkabau is leadership priest in the past. The priest in question is
responsible to the people, or communityin his land. There is also moral value that
can be taken by reader, especially the Minakabau’s young generation as
inheritor of custom from Minangkabau’s leadership in Tambo such as Sultan Sri
Maharaja, Cati Bilang Pandai, Datuak Suri Dirajo, and Indo Jati. Through the
analysis of structural and textual criticism, the leadership concept of some of the
prince such as wisdom, and making concensus. That is the philosophy of
Minangkabau society in getting a policy together.
Keywords: tambo, the priest, leadership, structural.

Abstrak
Tambo Minangkabau adalah sebuah karya sastra sejarah, menceritakan
sejarah asal usul suku bangsa, asal usul negeri, adat istiadat negeri
Minangkabau. Di samping itu, dalam tambo Minangkabau juga terdapat puji-
pujian kepada Allah SWT, shalawat kepada Nabi Muhammad dan beberapa hal
lainnya. Sebagai sebuah karya sastra, dalam tambo terdapat makna yang dapat
diangkat dan dijadikan arah/pedoman dalam menjalani kehidupan. Arah atau
pedoman yang dimaksud adalah unsur kepemimpinan dalam Tambo
Minangkabau yaitu kepemimpinan penghulu pada masa dulu. Penghulu yang
dimaksud adalah penghulu yang mengepalai suatu suku, bertanggung jawab dan
berkewajiban memelihara anggota kaum, suku dan negerinya. Ada beberapa
pesan moral yang dapat diambil pembaca sebagai penikmat karya sastra,
khususnya generasi muda Minangkabau sebagai pewaris adat dari beberapa
kepemimpinan penghulu yang ada dalam cerita Tambo Minangkabau, antara
lain dari tokoh Sultan Sri Maharaja Diraja, Cati Bilang Pandai Datuak Suri
Dirajo, dan Indo Jati. Melalui analisis struktural, konsep kepemimpinan
beberapa penghulu ini dapat diketahui, antara lain bijaksana dan gemar
bermufakat. Itulah falsafah masyarakat Minangkabau yaitu kebersamaan,
bersama untuk bermufakat dan bersama pula untuk membuat kebijakan.
Kata-kata kunci: tambo, penghulu, kepeminpinan, structural.

203
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

PENDAHULUAN sepenanggungan, berat sama dipikul


ringan sama dijinjing.
Minangkabau adalah salah satu Dalam melaksanakan prinsip
suku bangsa di antara suku bangsa kebersamaan dimaksud, masyarakat
lainnya di Indonesia. Daerah ini Minangkabau mengacu pada pepatah-
terletak di pesisir barat pulau petitih ‘luhak nan bapanghulu, rantau
Sumatera, tepatnya di Provinsi nan barajo, kampuang nan batuo,
Sumatera Barat. Daerah Provinsi rumah nan batungganai, kamanakan
Sumatera Barat identik dengan alam barajo ka mamak, mamak barajo ka
Minangkabau. Minangkabau dengan panghulu’. (Luhak yang berpemimpin,
adat, pranata masyarakatnya, termasuk rantau yang beraja, kampung yang
daerah yang unik di Indonesia. Garis berasal, ranah yang berinduk,
keturunan bersifat matrilinial kemenakan beraja ke mamak, mamak
(keturunan ibu). Yaitu suku seseorang beraja ke pemimpin). Ada bagian yang
dan harta pusaka yang dimiliki menarik dari pepatah-petitih ini, yaitu
berdasarkan garis keturunan ibu. ‘luhak nan bapanghulu’, dimana
Selain dikenal dengan keunikan penghulu yang dimaksud di sini
keturunan matrilinial, masyarakat bukanlah penghulu yang bertugas
Minangkabau juga terkenal dengan menikahkan orang, melainkan
sifat gotong royong dan tenggang rasa. penghulu yang berkedudukan sebagai
Kondisi sosial budaya yang kompleks pemimpin adat dalam masyarakat.
ini menjadikan alam Minangkabau Dalam masyarakat adat Minangkabau,
dikenal mempunyai struktur penghulu merupakan sebutan kepada
masyarakat yang teratur pula. Susunan ninik mamak pemangku adat yang
masyarakatnya tertata mulai dari bergelar datuk.
kelompok yang kecil sampai yang Eksistensi penghulu dan datuk di
besar, yaitu keluarga, korong, dusun, Minangkabau ini juga terdapat dalam
kampung, nagari, laras, luhak, dan karya sastra tradisional Minangkabau.
alam. Sebuah nagari biasanya berisikan Hal ini mempertegas bahwa sastra
berbagai suku. Di sini, suku bukanlah adalah bagian dari masyarakat. Sifat-
merupakan unit teritorial. Kesatuan sifat suatu masyarakat akan muncul
teritorial yang merupakan daerah dalam sastra (Sangidu dalam
otonom adalah nagari. Setiap nagari Endraswara, 2013:115). Berkoherensi
mempunyai sebuah balai adat, mesjid, dengan hal tersebut, sifat-sifat
pandam perkuburuan, medan laga, masyarakat dimaksud adalah sifat-sifat
tapian mandi, jalan raya atau setapak, kepemimpinan yang ada dalam karya
dan lapangan untuk berolah raga dan sastra tertulis, yaitu Tambo
berkesenian. Minangkabau. Tambo Minangkabau
Selain susunan masyarakat yang adalah suatu karya sastra sejarah,
tertata di atas, hal yang menarik menceritakan sejarah (asal-usul) suku
lainnya adalah adat Minangkabau itu bangsa, negeri, dan adat Minangkabau.
sendiri, dimana ‘adat’lah yang Fungsinya adalah mengukuhkan aturan
menjadi ‘falsafah’ hidup orang-orang adat mengenai pewarisan harta pusaka
Minangkabau (Yakub, 1991:9). kepada kemenakan, dan mengukuhkan
Falsafah hidup kemasyarakatan adat kedudukan penghulu sebagai
yang dimaksud adalah ‘kebersamaan’. pemimpin dalam masyarakat
Artinya masyarakat senasib (Djamaris, 2002:151).

204
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

Berdasarkan pernyataan terakhir kepemimpinan. Menurut hemat


pada paragraph di atas, perumusan penulis, hal ini perlu dilkaji agar
masalah berkenaan dengan keberadaan pembaca, khususnya generasi muda
penghulu di Minangkabau yang ada memahami nilai-nilai/pesan moral
dalam Tambo Minangkabau, sebagai yang terkandung dalam teks tambo
berikut. yang dapat dijadikan tauladan dalam
1. Bagaimana konsep menjalani hidup beradat dan
kepemimpinan penghulu di bermasyarakat. Untuk itu, melalui
Minangkabau yang terungkap tulisan singkat ini, penulis mencoba
dalam Tambo Minangkabau? mengungkap kepemimpinan penghulu
2. Bagaimana pula bentuk dan relevansinya dengan
relevansi kepemimpinan itu kepemimpinan masyarakat adat
dengan kepemimpinan Minangkabau sekarang ini.
masyarakat Minangkabau
sekarang ini? LANDASAN TEORI
Berdasarkan masalah tersebut,
tujuan dari penelitian ini adalah untuk Teori yang digunakan dalam
mengetahui konsep kepemimpinan penelitian terhadap Tambo
penghulu di Minangkabau yang Minangkabau ini adalah teori
terungkap dalam Tambo Minangkabau strukturalis dalam karya. Kajian
dan relevansinya dengan struktur pada penelitian ini adalah
kepemimpinan dalam masyarakat adat usaha untuk menemukan unsur-unsur
Minangkabau sekarang ini. kepemimpinan yang terkandung dalam
Tulisan tentang karya sastra, cerita Tambo Minangkabau. Untuk
khususnya sastra tradisional yang lahir tulisan ini digunakan analisis struktur
dari Minangkabau sudah banyak yang diurai oleh Terry (2006: 140-141)
dilakukan peneliti dan pengamat yang menyebutkan bahwa analisis
sastra, sedangkan penelitian yang struktur adalah usaha untuk
khusus mengenai karya sastra tulis, menerapkan teori linguistik pada
terutama Tambo Minangkabau, masih objek dan aktivitas lain selain bahasa
terlalu sedikit pembahasannya. Dalam itu sendiri. Dalam mengkaji Tambo
kadar yang sedikit itu, tulisan tentang Minangkabau sebagai sebuah hasil
Tambo Minangkabau itu dapat kita karya sastra, pernyataan di atas
lihat melalui buku Edwar Djamaris diperjelas oleh (Teeuw (1988: 135)
yang ditulis pada tahun 1991, berjudul bahwa tujuan dari strukturalisme ini
Tambo Minangkabau: Suntingan Teks adalah untuk membongkar dan
Disertasi Analisis Struktur. Di samping memaparkan secermat, seteliti,
itu, Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo semenditel dan mendalam mungkin
juga membicarakan Tambo keterkaitan dan keterjalinan semua
Minangkabau melalui bukunya yang anasir dan aspek karya sastra yang
berjudul Tambo Alam Minangkabau: bersama-sama menghasilkan makna
Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang menyeluruh. Oleh karena itu, struktural
Orang Minang yang ditulisnya pada merupakan metode kritik objektif yang
tahun 1991. Berdasarkan pengamatan mendasarkan pada jalinan (koherensi)
penulis, sejauh ini belum terlihat dengan unsur-unsur lain dalam sruktur
Tambo Minangkabau yang dibahas tersebut (Suroso, et al., 2009: 79).
melalui analisis sutruktural yang Sementara itu, kepemimpinan
difokuskan pada konsep adalah sebuah fenomena

205
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

kemasyarakatan yang berpengaruh METODE PENELITIAN


terhadap perkembangan corak dan arah
kehidupan masyarakat yang berfungsi Metode penelitian yang
mendorong terwujudnya cita-cita, dipergunakan dalam tulisan ini adalah
aspirasi dan nilai-nilai yang analisis deskriptif. Metode ini
berkembang dalam masyarakat yang dilakukan dengan cara
timbul karena adanya interaksi antara mendeskripsikan fakta-fakta yang
pemimpin dan pengikutnya kemudian disusul dengan analisis.
(Kusumoprojo, 1992: 1). Beriringan Secara etimologi deskripsi dan analisis
dengan ini, Rivai (2008: 2) berarti menguraikan, tetapi tidak
menyebutkan bahwa hakikat dari semata-mata menguraikan melainkan
kepemimpinan itu adalah seni juga memberikan pemahaman dan
mempengaruhi dan mengarahkan penjelasan secukupnya (Ratna, 2007:
orang dengan cara kepatuhan, 53).
kepercayaan, kehormatan, dan Analisis deskriptif digunakan
kerjasama yang bersemangat dalam untuk mendiskripsikan cerita dalam
mencapai tujuan bersama. Tambo Minangkabau yang dijadikan
Selanjutnya, tipologi sebagai objek penelitian. Sejalan
kepemimpinan yang mengurai konsep dengan prinsip-prinsip metode analisis
kepemimpinan dalam tambo ini adalah deskriptif dalam penelitian teks, dan
tipologi kepemimpinan tradisional dan berdasarkan pada kerangka teori yang
tipologi kepemimpinan kharismatik. sudah dipaparkan, pembicaraan
Tipologi kepemimpinan tradisional mengenai konsep kepemimpinan
menurut Weber (1947) adalah orde dianalisis dengan kajian struktural
sosial yang bersandar kepada untuk mendapatkan fakta-fakta cerita
kebiasaan-kebiasaan kuno dimana sesuai falsafah adat alam Minangkabau
status dan hak-hak pemimpin juga serta dapat diinterpretasi relevansinya
sangat ditentukan oleh adat kebiasaan. dengan kepemimpinan di
Kepemimpinan tipe ini memerlukan Minangkabau pada masa kini.
unsur-unsur kesetiaan pribadi yang Sedangkan sumber data yang
menghubungkan hamba dengan diambil dalam penelitian ini adalah
Tuhannya. Selanjutnya, tipologi hasil suntingan teks Tambo
kepemimpinan kharismatik adalah Minangkabau yang dilakukan oleh
pemimpin raja yang mempunyai sifat Edwar Djamaris yang dijadikannya
keramat. Hal ini senada dengan sebagai bahan disertasi. Data ini
pendapat Saebani dan Sumantri (2014: seterusnya akan diinterpretasi dan
130) yang menyatakan bahwa ciri-ciri diperkaya dengan data lain yang
kepemimpinan kharismatik itu diklasifikasi sebagai data sekunder.
memiliki kewibawaan alamiah dan Data sekunder atau data pelengkap
mempunyai daya tarik yang yang berfungsi untuk memperkaya,
metafisikal. Pernyataan ini dipertegas mempertajam analisis berupa artikel,
oleh Siagian (2010: 31) yang karya tulis buku-buku, dan selancar di
menyebutkan bahwa kepemimpinan internet tentang Tambo Minangkabau,
kharismatik itu mempunyai penghulu, kepemimpinan serta refrensi
karekteristik yang khas yaitu daya tentang metode/pendekatan dan kritik
tariknya yang sangat memikat sehingga sastra.
mempunyai pengikut yang jumlahnya
kadang-kadang sangat besar.

206
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

PEMBAHASAN Katumanggungan (anak dari daulat


yang Dipertuan), Datuak Parpatih
Tambo Minangkabau adalah Sabatang dan Datuak Sri Maharajo
sebuah karya sastra sejarah, Nego-Nego (anak dari Cati Bilang
menceritakan sejarah asal-usul suku Pandai).
bangsa, asal-usul negeri serta adat
istiadat negeri Minangkabau. Teksnya Penghulu dalam Tambo
menggunakan bahasa Melayu yang Minangkabau
banyak pengaruh bahasa Minangkabau,
dan berbentuk bahasa prosa biasa, Penghulu adalah orang yang
bukan bahasa berirama. Cerita berawal dituakan, dipilih dan dipercayakan
dari asal usul raja Minangkabau yang untuk memimpin masyarakat.
dimulai dari Nabi Adam. Dari Dahulunya penghulu digunakan dalam
perkawinannya dengan Siti Hawa, struktur pemerintahan di wilayah
Adam mempunyai 39 orang anak. Minangkabau, disamping sebagai
Anaknya yang bungsu, Iskandar pemangku adat dengan gelar ‘datuak’.
Zulkarnain, menikah dengan bidadari Ada beberapa orang penghulu dalam
dari surga. Dari hasil pernikahannya Tambo Minangkabau.
dengan bidadari, Zulkarnain
mempunyai tiga orang putra, yaitu Sultan Sri Maharaja Diraja
Sultan Sri Maharaja Alif, Sultan Sri
Maharaja Dipang, dan Sultan Sri Sultan Sri Maharaja Diraja
Maharaja Diraja. Setelah baliq ketiga adalah raja Minangkabau yang
putra Zulkarnain sepakat untuk pertama, keturunan Raja Iskandar
berlayar, tepatnya di pulau Langkapuri Zulkarnain. Iskandar Zulkarnain adalah
antara Bukit Siguntang. Singkat cerita anak bungsu dari Nabi Adam. Oleh
akhirnya Sultan Sri Maharaja Dipang malaikat, Raja Iskandar Zulkarnain
menjadi raja di negeri Cina, Sultan Sri dinikahkan dengan bidadari dari sorga.
Maharaja Alif menjadi raja di negeri Seperti telah disinggung sebelumnya
Rum, dan Sultan Sri Maharaja Diraja Zulkarnain mempunyai tiga orang
menjadi raja di Minangkabau. anak, pertama Sultan Sri Maharaja
Dalam silsilah Datuak Alif, menjadi raja di negeri Rum,
Katumanggungan, Datuak Perpatih kedua Sultan Sri Maharaja Dipang,
Sabatang, dan Datuak Sri Maharajo menjadi raja di negeri Cina, dan ketiga
Nego-Nego disebutkan bahwa Daulat Sultan Sri Maharaja Diraja, menjadi
yang Dipertuan menikah dengan Indo raja di Minangkabau. Sultan Sri
jati di Pariangan Padang Panjang, dan Maharaja Diraja disebut juga Daulat
mempunyai seorang anak laki-laki. yang Dipertuan. Sultan yang memiliki
Setelah Daulat yang Dipertuan tanda kebesaran, seperti emas sejata-
mangkat, Indo Jati menikah lagi jati, ayu kamat, tenun sangsita, dan
dengan Cati Bilang Pandai. Dari pedang curik semandang giri
pernikahannya dengan Cati Bilang
Pandai, Indo Jati mempunyai dua Cati Bilang Pandai
orang anak laki-laki dan empat orang
anak perempuan. Ketiga anak laki-laki Cati Bilang Pandai adalah
Indo Jati ini diangkat menjadi seorang rakyat biasa. Ia dikatakan
penghulu di negeri Pariangan Padang seorang yang pandai, terampil, dan
Panjang, bergelar Datuak banyak ilmu. Sesuai namanya, “Cati”

207
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

berasal dari kata Sanskerta, yaitu centri Kepemimpinan Para Penghulu


atau cetrya yang berarti ksatria, orang
yang hebat, perkasa, dan pandai, Seperti telah disebutkan
sedangkan ‘Bilang Pandai” berarti sebelumnya, penghulu dalam Tambo
orang yang terkenal karena pandainya. Minangkabau adalah orang yang
Cati Bilang Pandai adalah bapak memimpin, memerintah, dan
Datuak Perpatih Sabatang. Bersama membawahi masyarakat, termasuk
Datuak Suri Dirajo, Cati Bilang Pandai anak dan kemenakan. Adanya
memberi nama negeri Pariangan penghulu pertama di Minangkabau
Padang Panjang. Negeri Pariangan seiring bertambah banyaknya
Padang Panjang merupakan salah satu keturunan raja di Minangkabau saat
pusat kerajaan Minagkabau. itu. Berawal dari bermusyawarah Ninik
Berdasarkan titah dari Yang Dipertuan, Sri Maharaja Diraja dengan Datuk Suri
Cati Bilang Pandai membuat balai adat Dirajo dan Cati Bilang Pandai serta
dan mengangkat penghulu-penghulu di segala orang banyak dari kampung
Minangkabau. Ketentuan adat yang Pariangan dan Padang Panjang di Balai
ditetapkan oleh Cati Bilang Pandai Sarung. Tujuan diadakan musyawarah
adalah warisan harta pusaka. adalah untuk memilih orang yang akan
memerintah dan menghukum di bawah
Datuak Suri Dirajo raja. Ada pun orang yang akan ditanam
menjadi ketua atau orang yang akan
Datuak Suri Dirajo adalah diangkat jadi penghulu dari orang
mamak dari Datuak Katumanggungan banyak itu nantinya akan berfungsi
dan Datuak Perpatih Nan Sabatang. untuk menyelesaikan kusut yang belum
Kedua kemenakannya ini sangat patuh selesai, menjernihkan keruh yang
dan memegang nasihat Datuak Suri belum jernih, dan meluruskan yang
Dirajo. Datuak Suri Dirajo adalah sesat.
seorang yang bijaksana, sering Masyarakat di Minangkabau,
memberi petunjuk, nasihat, dan wajib menghormati penghulu, titahnya
pendapat. Jika ada orang luar yang wajib dijunjung, perintahnya diturut
datang hendak menguji kepandaian agar semua sentosa dan terhindar dari
orang Minangkabau berupa teka-teki, marabahaya selama hidup di dunia.
orang-orang selalu minta pendapat atau Saat itu diyakini bahwa jika
nasihat Datuak Suri Dirajo. masyarakat tidak turut menurut niscaya
orang tidak akan mendapat
Indo Jati keselamatan. Titahan dari Ninik Sri
Maharaja Diraja ternyata disenangi
Indo Jati adalah putri keindraan. orang banyak. Sehingga setelah putus
Sesuai namanya, Indo Jati berarti indra kata mufakat untuk pemilihan
sejati. Dalam cerita disebutkan bahwa penghulu itu diadakanlah perhelatan di
Allah yang mengeluarkan Indo Jati kampung Pariangan dan Padang
dari surga. Indo Jati menikah dengan Panjang.
Daulat Yang Dipertuan. Anaknya Apa yang berlaku bagi penghulu,
bernama Datuak Katumanggungan. juga berlaku bagi pemimpin lain pada
Kemudian Indo Jati menikah lagi umumnya. Menurut prinsip adat
dengan Cati Bilang Pandai, anaknya Minangkabau, pemimpin, yaitu
bernama Datuk Perpatih Sabatang. penghulu, digadangkan makonyo
gadang (dibesarkan makanya besar).

208
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

“Tumbuahnyo ditanam, tingginyo manyandang pedang nan panjang.


dianjuang, gadangnyo diamba” Maka dinamai oleh Cati Bilang Pandai
(tumbuhnya ditanam, tingginya serta Datuak Suri Dirajo iyolah
disokong, besarnya dipelihara).
(Pariangan) Pariangan Padang
Kehadiran penghulu di Minangkabau
(dalam Tambo Minangkabau) adalah Panjang namanya. Maka mufakat
penting. Eksistensi, peran dan fungsi semuha isi negeri Pariangan Padang
penghulu dalam membimbing anak, Panjang akan menamai penghulu
saudara, kemenakan, dan orang kepada dua negeri itu iyolah Datuak
kampung di Minangkabau sesuai Maharaja Besar di Padang Panjang
dengan kondisi sosial budaya, sistem dan Datuak Bandaharo Kayo di
nilai yang ada, agama yang dianut serta
Pariangan.”
peranan dan status yang diembannya.
Berdasarkan ini, pola-pola Artinya:
kepimimpinan tradisional dan
berkharismatik menjadi pengurai “… dengan menyandang keris yang
kepemimpinan penghulu dalam tambo panjang, hulubalang raja pergi ke
Minangkabau ini.
Batu Gadang. Maka oleh Cati Bilang
Gemar Bermufakat Pandai dan Datuak Suri Dirajo,
tempat itu pun dinamai dengan nama
Orang Minangkabau senantiasa Pariangan Padang Panjang. Setelah
bermufakat untuk memutuskan segala penduduk Pariangan Padang Panjang
sesuatunya. Hal ini disebut juga
berkembang, mufakatlah semua isi
dengan prinsip kebersamaan, seperti
ungkapan saciok bak ayam, negeri Pariangan dan Padang Panjang
sadanciang bak basi, sakabek bak lidi untuk memilih pemimpin di kedua
(seciap bagaikan ayam, sedencing tempat itu. yaitu Datuk Bandaharo
bagaikan besi, dan seikat bagaikan Kayo di Pariangan.”
tali). Maksudnya sebuah keputusan
yang merupakan hasil suara orang Kutipan ini menunjukkan bahwa
banyak yang disebut juga dengan di Minangkabau penghulu diangkat
‘sakato’. Dalam adat Minangkabau, hal dari hasil mufakat atau hasil suara
itu difatwakan dengan pepatah petitih orang banyak. Pengangkatan Datuak
bulek lah buliah digolongkan, kok Maharajo Besar di Padang Panjang
picak lah dapek dilayangkan. Hal ini dan Datuak Bandaharo Kayo di
dapat kita lihat pada karakteristik Pariangan adalah karena hasil mufakat
tokoh Datuk Katumanggungan. Ketika ninik Sri Maharaja Diraja dengan
Datuak Katumanggungan, Datuak masyarakat saat itu, tepatnya
Parpatih Sabatang dan Datuak Sri masyarakat Pariangan dan masyarakat
Maharajo Nego hendak membentuk Padang Panjang yang berkumpul di
luak, oleh Cati Bilang Pandai dari hasil balai pertemuan. Bentuk mufakat lain
mufakatnya dengan masyarakat seperti dalam bagian teka-teki unggas.
dipilihlah dan diangkat penghulu untuk
mempimpin luak atau negeri itu. “... maka lama pulalah antaranya,
maka datang pula Nakhoda Besar ke
“...maka pindah pulalah hulubalang Pulau Perca ini akan membawa
raja kepada Batu Gadang iyolah nan unggas dua ekor, seeokor jantan

209
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

seekor betina, sama keduanya, Kemudian mereka berkumpul di tengah


rupanya dan gadangnyo, paruhnya lapangan untuk bertebak-tebakan.
dan bunyinya. Maka mandapek ke Orang banyak dan segala isi alam ikut
Tanjung Sungayang, ialah pangkal merapatkan diri untuk
bumi namanya. Maka tiba di sana menyaksikannya. Orang-orang minta
mufakatlah segala isi alam. Maka Datuk Suri Dirajo untuk bicara. Pituah
berkata Nakhoda Besar kepada Cati Datuk Suri Dirajo, “Apa kata Nakhoda
Reno Sudah, “marilah kita bertakok Besar, mana yang jantan, mana yang
tiada bertaruh.” Maka kata Cati Reno betina?” Berpikirlah orang yang
Sudah, “Baiklah.” Maka menyaksikan dengan segala isi alam.
berkampuanglah ke tengah medan, Saat itu pun Datuk Suri Dirajo
maka segala isi alam rapat-rapat berkata kepada segala isi alam ini
semuhanya melihat. Maka diminta “Beri makan olehmu kedua unggas ini,
bicara kepada Datuak Suri Dirajo. mana yang kuat makannya dan yang
Adapun pituah Datuak Suri Dirajo, besar tanduknya, maka itulah yang
(Apa kata Nakhoda Besar, mana yang jantan.”
jantan, mana yang betina?” Maka
Dalam kutipan “...maka
berpikirlah segala isi alam. Maka
mufakatlah segala isi alam...”
diberi kata oleh Datuak Suri Dirajo menunjukkan bahwa mufakat yang
segala isi alam ini) “Beri makan dilaksanakan bukan hanya
olehmu keduanya, mana yang kuat musyawarah orang-orang besar tetapi
makannya dan yang gadang adakalanya dihadiri juga oleh semua
tanduknya, maka yaitulah jantannya.” lapisan masyarakat. Jika suatu
pertemuan yang dihadiri oleh semua
Artinya: lapisan masyarakat, laki-laki dan
perempuan, tua dan muda, semua
“… Beberapa lama kemudian datang berhak mengemukakan pendapatnya.
seorang Nakhoda Besar ke Pulau Mereka yang muda bukan hanya
Perca dengan membawa dua ekor sebagai anggota rapat atau
unggas, seekor jantan dan seekor musyawarah. Dengan arti kata,
musyawarah memang dipimpin oleh
betina. Kedua ekor unggas ini sama
orang yang dituakan tetapi hasil selalu
bentuk dan rupanya, sama besarnya, diputuskan bersama (dimufakatkan).
dan sama juga paruh serta bunyinya. Di sini terlihat karakteristik yang khas
Nakhoda Besar itu menuju Tanjung yaitu yang gemar bermufakat dengan
Sungayang (di pangkal buni namanya). bawahan untuk kepentingan bersama
Dengan datangnya Nakhoda Besar merupakan kharismatik si tokoh dalam
maka mufakatlah segala isi alam yang tambo Minangkabau ini.
Dalam bagian cerita asal usul
ada di daerah Tanjung Sungayang. negeri bernama Pariangan Padang
Berkata Nakhoda besar kepada Puti Panjang juga terlihat azaz mufakat
Reno Sudah: “Mari kita bermain yang dipakai oleh pemimpin bersama
tebak-tebakan tapi tak ada taruhannya. masyarakatya saat itu.
“Baiklah”, Cati Reno Sudah pun “...maka lamalah antaranya, maka
menerima ajakan Nakhoda Besar. kembanglah segala anak raja tadi:

210
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

maka dikeluarkan Allah rusa seekor menyuruh warganya untuk menarik


dari dalam laut itu kepada negeri itu; rusa bersama-sama, dan kemudian
maka diparangkan Allah Taala menyembelihnya. Mufakatlah orang
kakinya kepada tepi negeri itu. Maka kampung mencari nama untuk tempat
mufakatlah segala isi negeri itu kepada itu, yaitu Pariangan (dahulunya
Datuak Suri Dirajo karano lah habis Perungan). Setelah itu, dengan
pendapat isi negeri itu. Maka membawa pedang panjang berjalan
berkatalah Datuak Suri Dirajo. pula hulubalang ke Batu Gadang.
Terlebih mudah mengambil rusa itu, Tempat ini oleh Cati Bilang Pandai
maka ambil olehmu rotan sehelai maka dan Datuak Suri Dirajo diberi nama
perbuat jarek, ulurkan dengan perahu, dengan nama Padang Panjang.”
jarekkan tanduknya. Maka kanai
tanduk rusa itu. Maka berkata Datuak Bijaksana
Suri Dirajo kepada laras, Helolah Di samping memiiliki
bersama-sama. Maka didabiahlah rusa karakteristik senantiasa bermufakat,
itu. Maka mufakatlah isi negeri pemimpin yang menjadi tokoh dalam
semuhanya akan mencari nama negeri cerita Tambo Minangkabau juga
itu, iyolah Pariangan, Perungan pemimpin-pemimpin yang bijaksana.
Pepatah Minang “tapuang jan taserak,
dahulunya. Maka pindah pulalah
rambuik jan putuih” (tepung jangan
hulubalang raja kepada Batu Gadang berserak, rambut jangan putus),
iyolah nan menyandang pedang nan pemimpin sangatlah pandai
panjang. Maka dinamai oleh Cati mempergunakan sesuatu menurut sifat
Bilang Pandai serta Datuak Suri dan keadaannya. Ibarat anak buah,
Dirajo iyolah (Pariangan) Padang kemenakan, dan orang kampung yang
Panjang namanya.” banyak mempunyai sifat dan kelakuan
yang bermacam-macam pula, maka
Artinya: penghulu sebagai pemimpin hendaklah
benar-benar memperhatikan sifat dan
“… tidak berapa lama, berkembanglah kelakuan itu.
keturunan raja. Kemudian Allah Sifat kebijaksanaan ini terlihat
mendatangkan seekor rusa dari laut. dari bagian cerita tentang asal usul
harta pusaka diwariskan kepada
Rusa terdampar di negeri itu. Orang-
kemenakan. Ketika datuak nan bertiga
orang pun berniat untuk membunuh pulang ke Pariangan Padang Panjang,
rusa. Karena tidak tahu bagaimana saat itu pusaka diturunkan kepada anak
caranya, orang-orang pun semuanya. Ketiganya sudah merasa
menyampaikan keberadaan rusa itu tua, dan mereka berpikir bahwa
pada Datuak Suri Dirajo. Datuak umurnya mungkin tidak berapa lama
lagi. Setelah datuak bertiga itu rapat di
Suri Dirajo menyuruh warganya
Balairung Panjang dan putusannya
menangkap rusa dengan cara membuat Datuak Parpatih Sabatang dan Datuak
perangkap dari rotan, dan Katumanggungan untuk berlayar ke
mengulurkan perangkap itu dengan Tiku, Pariaman, dalam perjalanannya
perahu. Akhirnya, kenalah tanduk menuju Pariaman, perahu yang mereka
rusa itu. Kemudian Datuak Suri Dirajo tumpangi tertahan di pasir karena saat

211
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

itu pasang surut. Dengan penuh Artinya


harapan saat itu Datuak Parpatih
Sabatang dan Datuak “… berkata Cati Bilang Pandai, “ Hai
Katumanggungan minta tolong kepada Datuk yang berdua, janganlah
anaknya agar anak-anak mereka mau diberikan pusaka untuk anak cucu,
mendorong perahu. Tetapi anak-anak tetapi wariskanlah pada kemenakan
mereka tidak mau karena mereka takut semuanya.” Dan bertanyalah Datuk
untuk jadi kalangan perahu. Perpatih Sabatang saat itu, “Apa
Untuk memperjelas sebabnya demikian?” Cati Bilang
kebijaksanaan yang dimiliki tokoh- pandai pun menjawab “Ampun beribu
tokoh sentral kita dapat melihat dari kali ampun, karena setelah diketahui
ide cerita yang menggambarkan bahwa tidak seorang pun anak yang
harapan si tokoh (datuak-datuak) tadi mau menarik perahu. Itulah sebabnya
kepada kemenakan laki-laki dan maka pindah adat yang teradat.
perempuan. Ketika ditanyakan kepada Sebaiknya kembalikanlah oleh datuk
kemenakan laki-laki dan perempuan pusaka sawah ladang pada
atas kesediannya untuk jadi kalang kemenakan. Anak maunya hanya pada
perahu, ternyata semua kemenakan itu yang senang-senang saja, tetapi tidak
menjawab “Jika memang demikian mau menerima kesulitan.”
perkataan segala ninik moyang kami, Berdasarkan kisah dalam tambo,
kami mau jadi kalang perahu itu.” di Minangkabau, sampai sekarang
Atas pertolongan kemenakan laki-laki pusaka diwariskan untuk kemenakan,
dan perempuannya, perahu dapat khususnya kemenakan perempuan.
berlayar hingga Datuak Parpatih Selain itu, bagi seorang pemimpin,
Sabatang dan Datuak bijaksana itu terlihat dari sifat dan
Katumanggungan sampai ke tujuannya prilaku yang baik. Sifat yang baik
di Tiku, Pariaman. akan dipertahankan dan sifat yang
jahat yang merugikan orang lain akan
“...mako berkata Cati Bilang Pandai, ditinggalkan. Dari ketentuan ini
“Hai datuak nan baduo janganlah jelaslah bahwa mereka sebagai
pemegang amanat masyarakat harus
dipulangkan pusako kepada anak cucu
tunduk pada alur dan patut. Dan yang
semuanya, melainkan pulangkan paling penting, pemimpin tidak boleh
pusako itu kepada kemenakan melakukan kewajiban sewenang-
semuanya.” Maka berkata Datuak wenang. Secara nyata adat
Parpatih Sabatang, “Hai Cati Bilang Minangkabau memfatwakan bahwa
Pandai, apa sebabnya demikian?” raja adil disembah, sedangkan raja
Maka berkata Cati bilang Pandai, zalim disanggah. Setelah diangkat,
seorang pemimpin dapat didaulat,
“Ampun beribu kali ampun, sekali wa
disanggah, dan diganggu gugat.
beribu kali ampun, karena lah sudah Ninik Sri Maharaja Diraja adalah
dicobai segala anak kamahelo perahu seorang yang bijaksana.
tiada mau anak. Itulah sebabnya maka Kebijaksanaannya itu dapat kita lihat
pindah adat yang teradat, eloklah ketika Sri Maharaja Diraja bertitah
kembalikan di datuak pusaka sawah kepada sekalian orang banyak ketika
ladang kepada kemenakan, karena hendak memutuskan pengangkatan dua
datuak untuk diangkat jadi penghulu.
baik saja nan suka pada anak dan
“Ada pun orang akan kita jadikan
jahat tiada suka pada anak.”

212
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

ketua itu tentulah akan dipilih dari kita Minangkabau yang membidangi seluk
yang hadir di sini, yaitu orang yang beluk urusan adat.
lebih pandai dan baik tingkah lakunya. Maksudnya pernyataan di atas,
Sebab orang itu, pergi tempat kita dahulu penghulu bertanggung jawab
bertanya, pulang tempat kita berberita. atas masyarakat kampung yang
Orang itulah yang akan memelihara dipimpinnya, anak, saudara dan
buruk baiknya kita sekalian, tempat kemenakan, namun sekarang sudah
kita mengadukan segala hal. Orang itu bergeser pengertiannya, penghulu tidak
akan menimbang mudharat dan lagi mengurus masyarakat luas. Hal ini
manfaat di atas kita sekalian serta adalah karena di masa sekarang setiap
menghukum barang sesuatu dengan wilayah telah dipimpin oleh seorang
baik dan buruk. kepala yang dipilih oleh warganya,
misalnya, dusun dikepalai oleh kepala
Relevansi Kepemimpinan Masa dusun, kampung dikepalai oleh kepala
Dahulu dengan Kepemimpinan kampung, nagari dikepalai oleh
Masa Kini seorang wali nagari, dan seterusnya.
Jadi peghulu masa kini adalah
Dilihat dari sistem penghulu yang hanya memimpin kaum
kepemimpinan di Minangkabau sesuai dengan suku yang dikepalainya.
sekarang ini tidak jauh berbeda dengan Sesuai kedudukannya, penghulu
kepemimpinan di masa lalu. Di masa sekarang adalah pemimpin suku dalam
kini, orang Minang masih urusan adat, terutama kelanjutan hidup
mengokohkan penghulu sebagai orang saudara dan kemenakannya termasuk
yang tinggi dianjung, dan besarnya masalah harta pusaka.
dipelihara. Adat tradisisonal dan Dalam kelanjutan hidup sanak
karismatik pemimpin masih terlihat saudara dan kemenakan, dibutuhkan
dengan jelas. Saat mengukuhkan perhatian penghulu yang demokratis.
kepenghuluannya (batagak panghulu) Penghulu menerima usul-usul dari
dilakukan di depan orang banyak anggota suku untuk diputuskan dan
dengan pidato-pidato adat dan bertanggung jawab terhadap
pernyataan penting bahwa dialah yang permasalahan yang terdapat dalam
akan menyelesaikan yang kusut dan sukunya. Ketika salah seorang
menjernihkan yang keruh. kemenakan (terutama kemenakan
Sebagai seorang pemimpin (masa perempuan) yang akan menikah,
kini), penghulu sudah menanamkan penghulu mengadakan mufakat dengan
dalam dirinya landasan pokok berupa seluruh anggota kaum. Penghulu
nilai-nilai moral kepemimpinan, yaitu mengumpulkan segala ninik mamak
bijaksana, adil, dan memegang teguh dan urang sumando untuk pembagian
azaz mufakat. Jika dahulu (dalam tugas masing-masing. Begitu juga saat
tambo Minangkabau) dikatakan bahwa acara duka atau kematian, penghulu
penghulu sebagai pemimpin adalah pun memutuskan segala sesuatu
orang yang memerintahi dengan cara musyawarah bersama
bawahan/masyarakat. Namun sekarang anggota sukunya.
dalam sistem pemerintahan di Masalah adat yang agak pelik di
Minangkabau, menurut Bimisral masa kini dan ini menjadi perhatihan
(http://perjalananhidupqu.blogspot.com serius bagi pimpinan/penghulunya
) penghulu adalah seorang laki-laki adalah masalah harta pusaka. Sekilas
yang dituakan pada sebuah suku di berbicara mengenai harta pusaka,

213
Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 203—215

dalam alam Minangkabau, harta serta harus menafkahi anak istrinya.


pusaka terdiri atas pusaka tinggi dan Faktor ketiga adalah karena
pusaka rendah. Tokoh Minangkabau, kemenakan perempuan diboyong
Hamka (1985:96) menyebutkan bahwa suaminya pergi merantau sehingga
pusaka tinggi didapat dengan tidak terlalu menjadi hitungan lagi
tembilang besi, dan pusaka rendah dalam pembagian harta pusaka tinggi
didapat dengan tembilang emas. Harta dalam kaumnya.
pusaka rendah apabila sudah sekali
turun, naik dia menjadi harta pusaka PENUTUP
tinggi. Pusaka tinggi ialah yang dijual
tidak, dimakan dibeli, digadai tidak, Dari pembahasan konsep
dimakan sando (sandra). Dan inilah kepemimpinan yang ada dalam cerita
tiang agung Minangkabau selama ini. Tambo Minangkabau terlihat bahwa
Dikatakan, bahwa pada prinsipnya, kepemimpinan beberapa penghulu itu
pusaka tinggi turun menjadi pusaka adalah bentuk kepemimpinan yang
rendah adalah hal yang jarang terjadi. ideal di alam Minangkabau,
Entah kalau adat tidak berdiri lagi pada berkarismatik, dan berorientasi pada
suku yang menguasainya. adat tradisi. Mereka senantiasa
Berelevansi dengan konsep melakukan mufakat dalam hal apa pun.
kepemimpinan (dalam Tambo Sesuatu hal diputuskan selalu
Minangkabau) dan masa sekarang ini, dimusyawarahkan atau dimufakatkan
sangatlah penting sebuah keadilan dan dengan masyarakat. Sesuai tendens
kebijaksanaan bagi seorang penghulu (amanat) dalam Tambo Minangkabau
yang disebut pemimpin di ini terlihat bahwa mufakat yang
Minangkabau dalam hal pembagian dikehendaki dalam suatu kelompok
harta pusaka terhadap kemenekan- adalah mufakat yang harus memenuhi
kemenakan perempuannya. Dalam syarat, yaitu mufakat yang harus
kehidupan masa kini, yang beraja. Maksud mufakat yang beraja
menentukan pembagian harta pusaka adalah mufakat yang tunduk, dan
untuk kemenakan masih ditentukan berdasarkan pada alur dan patut.
oleh penghulunya tetapi tidak sedikit Di samping senantiasa
pula dilakukan oleh mamak (saudara menggunakan asas mufakat, pemimpin
laki-laki dari ibu) yang dituakan. saat itu juga dikenal dengan
Berdasarkan fakta yang ada kebijaksanaannya. Seorang pemimpin
sekarang, di beberapa daerah di benar-benar memegang teguh amanat
Minangkabau, harta pusaka tinggi yang masyarakatnya. Mereka senantiasa
seharusnya hanya diturunkan kepada memperhatikan kelanjutan hidup
kemenakan perempuan, sekarang ini masyarakat, mencarikan hal yang
kemenakan laki-laki pun berhak terbaik untuk masyarakat demi
menerima. Hal ini terjadi karena kehidupan masa depan. Dalam
beberapa faktor, pertama pewaris kehidupan masa kini, kepemimpinan
perempuan tidak memiliki anak seorang penghulu yang bijaksana dan
perempuan. Kedua, faktor memegang teguh asas mufakat masih
ketimpangan ekonomi antara terlihat, dan hal ini sangat dibutuhkan
kemenakan perempuan dan laki-laki, demi kelangsungan hidup sanak
dimana perempuan jauh lebih berada saudara dan kemenakannya dalam
(memiliki harta yang lebih) dibanding bermasyarakat.
laki-laki yang tidak punya apa-apa

214
Suryami: Konsep Kepemimpinan dalam Tambo Minangkabau

DAFTAR PUSTAKA Rivai, Veithzal. 2008. Kepemimpinan


dan Prilaku Organisasi.
Djamaris, Edwar. 1991. Tambo Jakarta. PT Raja Grafindo
Minangkabau: Suntingan Persada.
Teks Disertasi Analisis Saebani, Beni Ahmad dan Sumantri, Ii.
Struktur. Jakarta: Balai 2014. Kepemimpinan.
Pustaka. Bandung: Pustaka Setia.
_________. 2002. Pengantar Sastra Sanggoeno, Ibrahim Diradjo. 2009.
Rakyat Minangkabau. Tambo Alam Minangkabau:
Jakarta: Yayasan Obor Tatanan Adat Warisan
Indonesia. Nenek Moyang Orang
http://perjalananhidupqu.blogspot.com. Minang. Bukittinggi:
Diakses 25 Februari 2014) Kristal Mutimedia.
Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra. Siagian, Sondang. 2010. Teori dan
Sebuah Pengantar Praktek Kepemimpinan.
Komprehensif (Terjemahan Jakarta: Rineka Cipta.
Widyayawati dan Suroso, Puji Santosa, dan Pardi
Setyarini), Yoyakarta: Suratno. 2009. Kritik
Jalasutra. Sastra: Teori, Metodologi,
Endraswara, Suwardi. 2013. Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Kritik Sastra: Prinsip, Elmatera.
Falsafah, dan Penerapan. Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu
Yogyakarta: CAPS. Sastra: Pengantar Teori
Hamka. 1985. Islam dan Adat Sastra. Jakarta: Pustaka
Minangkabau. Jakarta: Jaya.
Pustaka Panjimas. Weber Mac, 1947. The Theory of
Kusumoprojo, S. Wahyono. 1992. Social and Economic
Kepemimpinan dalam Organizatio. New York:
Sejarah Bangsa Indonesia. Oxford University Press.
Jakarta: Yayasan Kejuagan Yakub, Nurdin. 1991. Minangkabau
Tanah Pusaka: Tambo
Panglima Besar Sudirman.
Minangkabau. Bukittinggi:
Ratna, Nyoman Kutha.2007. Teori, Pustaka Indonesia.
(http://perjalananhidupqu.blogspot.com
Metode, dan Teknik
, 25 Februari 2014)
Penelitian Sastra. Cetakan .
Ketiga.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

215

Anda mungkin juga menyukai