Anda di halaman 1dari 37

Pengertian-Pengertian dalam Konservasi Tumbuhan atau Satwa

Liar
Membaca beberapa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan konservasi tumbuhan atau
satwa liar, terdapat beberapa pengertian berhubungan dengan hal tersebut yang perlu kita
ketahui, diantaranya:
1.

Konservasi adalah langkah-langkah pengelolaan tumbuhan dan/atau satwa

liar yang diambil secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat
ini dan generasi masa mendatang.
2.

Konservasi ex-situ adalah konservasi tumbuhan dan/atau satwa yang

dilakukan di luar habitat alaminya.


3.

Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi

tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga
maupun lembaga non pemerintah.
4.

Lembaga konservasi untuk kepentingan umum adalah lembaga yang bergerak

di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik
berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang dalam
peruntukan dan pengelolaannya mempunyai fungsi utama dan fungsi lain untuk
kepentingan umum.
5.

Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus adalah lembaga yang

bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (exsitu), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang
dalam peruntukan dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau
rehabilitasi satwa.
6.

Izin lembaga konservasi adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan

kepada pemohon yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan perundangundangan untuk membentuk lembaga konservasi.
7.

Kebun binatang adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3

(tiga) kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas)
hektar dan pengunjung tidak menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil).
8.

Taman Satwa adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 2 (dua)

kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.


9.

Taman Satwa khusus adalah tempat pemeliharaan jenis satwa tertentu atau

kelas taksa satwa tertentu pada areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.

10.

Taman Safari adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga)

kelas taksa pada areal terbuka dengan luasan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
hektar, yang bisa dikunjungi dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil)
pribadi dan/atau kendaraan roda empat (mobil) yang disediakan pengelola yang
aman dari jangkauan satwa.
11.

Kebun botani adalah lokasi pemeliharaan berbagai jenis tumbuhan tertentu,

untuk dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan


bioteknologi, rekreasi dan budidaya.
12.

Pusat rehabilitasi satwa adalah tempat untuk melakukan proses rehabilitasi,

adaptasi satwa dan pelepasliaran ke habitat aslinya.


13.

Pusat penyelamatan satwa adalah tempat untuk melakukan kegiatan

pemeliharaan satwa hasil sitaan atau temuan atau penyerahan dari masyarakat
yang pengelolaannya bersifat sementara sebelum adanya penetapan penyaluran
satwa (animal disposal) lebih lanjut oleh pemerintah
14.

Pusat latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies

gajah agar menjadi terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk
kegiatan peragaan di dalam areal pusat latihan gajah, patroli pengamanan kawasan
hutan, sumber satwa bagi lembaga konservasi lainnya dan/atau membantu kegiatan
kemanusiaan dan pendidikan
15.

Museum zoologi adalah tempat koleksi berbagai spesimen satwa dalam

keadaan mati, untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.


16.

Herbarium adalah tempat koleksi berbagai spesimen tumbuhan dalam

keadaan mati untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.


17.

Taman tumbuhan khusus adalah tempat pemeliharaan jenis tumbuhan liar

tertentu atau kelas taksa tumbuhan liar tertentu, untuk kepentingan sebagai sumber
cadangan genetik, pendidikan, budidaya, penelitian dan pengembangan
bioteknologi.
18.

Tumbuhan dan satwa liar asli Indonesia adalah semua jenis tumbuhan dan

satwa liar yang secara historis hidup dan penyebarannya berada di wilayah Negara
Republik Indonesia.
19.

Tumbuhan dan satwa liar bukan asli Indonesia (asing) adalah semua jenis

tumbuhan dan satwa liar yang secara historis hidup dan penyebarannya di luar
wilayah Negara Republik Indonesia.

20.

Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa liar adalah kegiatan penangkaran

berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak
kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan/atau semi alami serta terkontrol
dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis.
21.

Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa liar terkontrol adalah kegiatan

penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual)


maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan/atau semi alami serta
terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis dan memperhatikan daya
dukung serta mengacu pada pengelolaan koleksi(collection management)
22.

Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut spesies

atau anak-anak jenis secara alamiah disebut sub-spesies baik di dalam maupun di
luar habitatnya.
23.

Koleksi tumbuhan atau satwa liar adalah kumpulan spesimen tumbuhan atau

satwa liar yang menjadi obyek pengelolaan lembaga konservasi


24.

Tumbuhan yang dilindungi adalah semua jenis tumbuhan baik yang hidup

maupun yang mati serta bagian-bagiannya yang menurut ketentuan peraturan


perundang-undangan ditetapkan sebagai tumbuhan yang dilindungi.
25.

Satwa liar yang dilindungi adalah semua jenis satwa liar baik yang hidup

maupun yang mati serta bagian-bagiannya yang menurut ketentuan peraturan


perundang-undangan ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi.
26.

Mitra kerja adalah pihak dan/atau pihak-pihak yang dengan dana dan/atau

keahlian teknis yang dimilikinya yang melakukan kegiatan di bidang lembaga


konservasi dengan tidak ada unsur komersial melalui kerjasama dengan Direktorat
Jenderal atau Unit Pelaksana Teknis
27.

Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang

kehutanan
28.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan

bertanggung jawab di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam


29.

Direktur Teknis yang selanjutnya disebut Direktur adalah Direktur yang

diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang keanekaragaman hayati


30.

Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah Balai Besar

Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Besar Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber
Daya Alam, atau Balai Taman Nasional.

31.

Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan/atau

dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya


32.

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, di air, dan/atau di

udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia.
33.

Pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga

konservasi di luar negeri adalah pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi
yang bersumber dan sudah dipelihara di lembaga konservasi dalam negeri dan
lembaga konservasi luar negeri yang dalam pelaksanaannya dilakukan antara
tumbuhan dengan tumbuhan dan satwa dengan satwa yang mempunyai nilai
konservasi jenis yang seimbang
34.

Keseimbangan nilai konservasi adalah keseimbangan tingkat keterancaman

terhadap kepunahan dan nilai intristik suatu jenis (spesies) tumbuhan atau satwa
yang akan dipertukarkan dengan memperhatikan keseimbangan status konservasi
jenis, karismatik jenis dan berbagai aspek/kriteria yang relevan mengenai tujuan
pengelolaan dan pertukaran dimaksud.
35.

Tim penilai keseimbangan nilai konservasi tumbuhan dan satwa dilindungi

adalah tim yang melakukan penilaian terhadap keseimbangan nilai konservasi jenis
tumbuhan atau satwa dilindungi yang akan dipertukarkan oleh dan antar lembaga
konservasi dalam negeri dan lembaga konservasi luar negeri melalui Pemerintah
Republik Indonesia dengan Pemerintah Luar Negeri.
36.

Etika pengelolaan satwa adalah seperangkat aturan moral bagi pengelola

dalam pengelolaan satwa agar tercapai keberlangsungan hidup satwa yang


sejahtera.
37.

Kesejahteraan satwa (hewan) adalah keberlangsungan hidup satwa yang

perlu diperhatikan oleh pengelola agar satwa hidup sehat, cukup pakan, dapat
mengekspresikan perilaku secara normal, serta tumbuh dan berkembang biak
dengan baik dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
38.

Prinsip kesejahteraan satwa adalah segala sesuatu yang mencakup aspek

fisik, mental dan perilaku alami yang perlu diperhatikan dan diimplementasikan oleh
pengelola agar satwa tidak sengsara/menderita dan punah/mati.
39.

Peragaan satwa adalah kegiatan memamerkan atau mempertontonkan jenis

satwa, baik dengan atraksi maupun tidak, yang dilakukan di dalam atau di luar areal
pengelolaan lembaga konservasi yang ada di dalam maupun di luar negeri.

40.

Penandaan satwa adalah pemberian tanda pada satwa pada bagian tertentu

dari jenis satwa, bagian-bagiannya atau hasil produk satwa yang berasal dari
pengembangbiakan satwa
41.

Tempat tinggal satwa adalah tempat yang memadai untuk kehidupan satwa di

lembaga konservasi, seperti tempat tinggal, alam terbuka yang dipagar (open zoo),
kandang/sangkar/kurungan, kolam, dan akuarium
42.

Standar perawatan satwa adalah spesifikasi teknis sebagai patokan dalam

melakukan perawatan satwa untuk mencapai kesejahteraan kehidupannya


43.

Perawatan satwa adalah upaya untuk perlakukan pemeliharaan satwa

terhadap penyediaan tempat tinggal, pakan, pemeliharaan kesehatan dan


kebersihan lingkungannya untuk mencapai kesejahteraan satwa
44.

Euthanasia adalah tindakan menidurkan satwa sebagai opsi terakhir dalam

penanganan satwa sakit, yang dikategorikan menderita jenis penyakit yang dapat
menyebabkan penularan terhadap manusia dan jenis satwa lainnya, atau menderita
penyakit kronis yang tidak bisa disembuhkan lagi dan diyakini membuat satwa
menderita, atau mengalami kecelakaan sehingga akan membuat satwa menderita
apabila dipertahankan untuk hidup sesuai dengan kaidah animal welfare
45.

Kontrasepsi adalah tindakan/upaya untuk tidak terjadi pembuahan

46.

Amputasi adalah tindakan untuk menghilangkan bagian dari tubuh guna

untuk mempertahankan kehidupan satwa


47.

Reintroduksi adalah upaya untuk mengembalikan suatu jenis satwa ke

habitatnya atau ke suatu tempat yang dari catatan sejarahnya diketahui merupakan
habitatnya
48.

Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa liar adalah kegiatan penangkaran

berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak
kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan atau semi alam serta terkontrol
dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis
49.

Buku pencatatan silsilah (studbook) adalah buku yang berisi tentang silsilah

satwa dan sejarah penyebaran dari jenis satwa tertentu

Burung Maleo Si Langka Anti Poligami


Posted on 12 Oktober 2009by alamendah

Burung Maleo yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah


sejenis burung yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung Maleo

adalah satwa endemik Sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan hidup dan
berkembang di Pulau Sulawesi, Indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik
karena anti poligami.

Maleo setia dengan pasangannya

Selain sebagai satwa endemik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) ini yang mulai
langka dandilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari
struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang salah satunya adalah anti
poligami. Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan SK. No.
Kep. 188.44/1067/RO/BKLH tanggal 24 Pebruari 1990, Burung Maleo ditetapkan
sebagai Satwa Maskot provinsi Sulawesi Tengah.
Burung Maleo (Macrocephalon maleo) memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar
mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan
bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat
tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya
betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.
Populasi terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi Tengah. Salah satunya adalah di cagar
alam Saluki, Donggala, Sulawesi Tengah. Di wilayah Taman Nasional Lore Lindu ini,
populasinya ditaksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya yang kian sedikit, burung
unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. Maleo dikategorikan sebagai
terancam punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES
Appendix I.
Populasi Maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang
mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur Maleo, yakni
babi hutan dan biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat kepunahan. Maleo
hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang

memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah
dengan sumber panas bumi itu, Maleo mengubur telurnya dalam pasir.
Keunikan Burung Maleo

Beberapa keunikan dari Burung Maleo (Macrocephalon maleo) antara lain:

Tonjolan di kepala; Maleo memiliki tonjolan (tanduk atau jambul keras berwarna
hitam) dikepala. Pada saat masih anak dan remaja, tonjolan di kepala ini belum muncul,
namun pada saat menginjak dewasa tonjolan inipun mulai tampak. Diduga tonjolan ini
dipakai untuk mendeteksi panas bumi yang sesuai untuk menetaskan telurnya
(Meskipun hal ini masih memerlukan pembuktian secara ilmiah).

Tidak suka terbang. Meskipun memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang,
namun lebih senang jalan kaki dari pada terbang.

Habitat dekat sumber panas bumi. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai
berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi
geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, Maleo mengubur
telurnya dalam pasir.

Telur yang besar. Maleo memiliki

ukuran telur yang besar, mencapai 5 kali lebih besar dari telur ayam. Beratnya antara
240 hingga 270 gram. per butirnya.

Maleo tidak mengerami telurnya. Telur burung endemik ini dikubur sedalam
sekitar 50 cm dalam pasir di dekat sumber mata air panas atau kondisi geothermal
tertentu. Telur yang ditimbun itu kemudian ditinggalkan begitu saja dan tak pernah
diurus lagi. Suhu atau temperatur tanah yang diperlukan untuk menetaskan telur maleo
berkisar antara 32-35 derajat celsius. Lama pengeraman pun membutuhkan waktu
sekitar 62-85 hari.

Perjuangan anak Maleo. Anak maleo yang telah berhasil menetas harus berjuang
sendiri keluar dari dalam tanah sedalam kurang lebih 50cm (bahkan ada yang mencapai
1 m) tanpa bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan

membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada jenis
tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak maleo dijumpai mati ditengah jalan.

Anak yang mandiri. Anak yang baru saja mencapai permukaan tanah sudah
memiliki kemampuan untuk terbang dan mencari makan sendiri (tanpa asuhan sang
induk).

Monogami. Maleo adalah monogami spesies (anti poligami) yang dipercaya setia
pada pasangannya. Sepanjang hidupnya, ia hanya mempunyai satu pasangan. Burung ini
tidak akan bertelur lagi setelah pasangannya mati.

Status Konservasi Maleo

Sepasang Male sedang menggali tempat telurnya

Sayangnya semakin hari, satwa endemik yang unik ini semakin langka. Oleh IUCN,
burung Maleo masuk dalam kategori terancam punah. CITES juga memasukkan
binatang khas Sulawesi Tengah ini dalam kategori Appendix I.
Kelangkaan fauna unik ini antara lain disebabkan oleh terdesaknya habitat terutama
yang berada di luar kawasan konservasi, perburuan telur Maleo oleh manusia serta
ancaman predator antara lain : Biawak (Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp), dan
Elang.
Untungnya Dinas Kehutanan Melalui Balai Taman Nasional Lore Lindu berhasil
membuat penangkarannya, bekerja sama dengan masyarakat setempat. Paling tidak
usaha ini mampu sedikit meminimalisir bahaya kepunahan yang mengancam
burung anti poligami ini.
Klasifikasi ilmiah; Kerajaan: Vertebrata; Filum: Chordata; Kelas: Aves (Burung);
Ordo:
Galliformes;
Famili:
Megapodiidae;

Genus: Macrocephalon; Spesies: Macrocephalon


binomial; Macrocephalon maleo (S. Mller, 1846)

maleo; Nama

Ikan Siluk Merah, Satwa Pesona Nusantara


Posted on 4 Oktober 2009by alamendah

Ikan Siluk Merah atau Ikan Arwana Merah(Arwana Super Red) atauIkan
Naga (Dragon Fish) yang dalam bahasa latinnya disebut Sclerophages
formosus ditetapkan sebagai Satwa Pesona Indonesia. Ikan Siluk Merah yang
populer di kalangan penghobi ikan hias ini ditetapkan sebagai Satwa Pesona
Nusantara melalui Keputusan Presiden (Kepres) RI Nomor 4 Tahun 1993 tentang
Satwa dan Bunga Nasional. Binatang air tawar ini merupakan satu diantara tiga
fauna maskot Nasional. Dua satwa yang lain adalah Komodoyang ditetapkan sebagai
Satwa Nasional dan Elang Jawa sebagai Satwa Langka Indonesia.
Di alam bebas, Ikan Siluk Merah merupakan penghuni Sungai Kapuas di Kalimantan
Barat. Di habitatnya yang asli ini, Ikan yang disebut juga yang merupakan ikan asli
Indonesia menunjukkan penurunan populasi yang pesat akibat penangkapan liar
serta daya biaknya rendah, ikan ini termasuk yang terancam punah.
Oleh kalangan tertentu, ikan Siluk Merah dipercaya dapat membawa hoki,
karenanya arwana jenis ini terus diburu dan memiliki harga jual yang tinggi. Sejak
tahun 1975, arwana dilindungi oleh Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITIES). Menurut CITIES, ikan ini
termasuk dalam kategori spesies langka. Ikan Siluk Merah juga terdaftar dalam
daftar spesies langka yang berstatus terancam punah oleh IUCN sejak tahun 2004.

Di Indonesia perlindungan arwana diatur oleh Surat Keputusan (SK) Menteri


Pertanian No 716/kpts/ um/10/1980, SK Direktorat Jenderal PHPA Np.07/
kpts/DJ-VI/1988 dan Instruksi Direktorat Jenderal Perikanan No.IK-250/
D.4.2955/83K. Mulai tahun 1995, Arwana (Siluk Merah) yang boleh diperdagangkan
hanya yang berasal dari budi daya dan merupakan generasi kedua, yakni yang
berasal dari penangkaran.
Dengan izin khusus, Ikan Siluk Merah (Sclerophages formosus) telah
dikembangbiakkan di Pontianak dan bisa diperdagangkan secara legal. Syaratnya si
ikan naga harus disertai sertifikat dan microchip yang tertanam dalam tubuhnya,
sebagai penanda ikan hasil tangkaran.
Siluk Merah Sebagai Ikan Hias

Ikan Siluk Merah dalam Aquarium

Selain yang hidup di alam bebas, Ikan ini banyak dipelihara oleh para penghobi ikan
hias. Tak seperti kebanyakan ikan hias populer lain yang merupakan hasil
pengembangan di luar negeri, Ikan Siluk Merah merupakan penghuni asli hulu
Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Hebatnya lagi Arwana berkelir merah tersebut
adalah varian terbaik sekaligus termahal dari semua keluarga arowana yang tersebar
di seluruh dunia.
Ikan yang ditetapkan sebagai Satwa Pesona Nusantara ini mempunyai tampangnya
yang eksotik, bersisik lebar tersusun rapi menyerupai sisik ular naga dalam dongeng.
Lantaran itu ikan ini dijuluki sebagai si ikan naga (Dragon Fish). Ditambah
dengan ring sisik berwarna merah emas menyala membuat Ikan Arwana Merah ini
tampak semakin mewah. Kelir merah ini pula yang menambah keperkasaan dan
perlambang kuasa bagi pemiliknya.

Ikan Siluk Merah mempunyai gerakan renang yang gagah namun sekaligus juga
anggun. Hal ini yang membuat para pecinta ikan menyukai Arwana Merah ini.
Menimbulkan ketenangan pikiran saat melihatnya berenang dalam akuarium. Selain
itu, raja dari segala ikan hias ini juga bisa sangat dekat dan berinteraksi dengan
pemilik. Bahkan banyak yang meyakini ikan ini pembawa hoki tak kan mudah mati
karena penyakit.
Dengan izin khusus, Ikan Siluk Merah memang dapat diperdagangkan secara legal
dengan syaratnya si ikan naga harus disertai sertifikat dan microchip yang tertanam
dalam tubuhnya, sebagai penanda ikan hasil tangkaran.
Jadi, jika sobat Alamendah mempunyai kenalan yang mempunyai Ikan Siluk Merah
atau Arwana ini, coba saja ditanyakan sertifikat kepemilikannya. Kalau gak punya
laporkan saja ke BKSDA!
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Actinopterygii.
Ordo:Osteoglossiformes.
Familia: Osteoglossidae.
Subfamilia: Osteoglossinae.
Genus:Scleropages. Spesies: Scleropages. formosus. Nama binomial: Scleropages
formosus(Schlegel & Mller, 1844)

Badak Jawa Satwa Terlangka Di Dunia


Posted on 2 Oktober 2009by alamendah

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu spesies satwa terlangka
di dunia dengan perkiraan jumlah populasi tak lebih dari 60 individu di Taman
Nasional Ujung Kulon (TNUK), dan sekitar delapan individu di Taman Nasional Cat
Tien, Vietnam (2000). Badak Jawa juga adalah spesies badak yang paling langka
diantara lima spesies badak yang ada di dunia dan masuk dalam Daftar Merah badan
konservasi dunia IUCN, yaitu dalam kategori sangat terancam atau critically
endangered.
Badak diyakini telah ada sejak jaman tertier (65 juta tahun yang lalu). Seperti halnya
Dinosaurus yang telah punah, Badak pada 60 juta tahun yang lalu memiliki 30 jenis
banyak mengalami kepunahan. Saat ini hanya tersisa 5 spesies Badak, 2 spesies
diantaranya terdapat di Indonesia.
Macam spesies Badak yang masih bertahan hidup yaitu;

Badak

Sumatera (Sumatran

rhino)

bercula

dua

atau Dicerorhinus

sumatrensis. Terdapat di Pulau Sumatera (Indonesia) dan Kalimantan (Indonesia dan


Malaysia).

Badak Jawa (Javan rhino) bercula satu atau Rhinocerus sondaicus. Terdapat di
Pulau Jawa (Indonesia) dan Vietnam

Badak India (Indian rhino) bercula satu atau Rhinocerus unicornis. Tedapat di
India dan Nepal.

Badak Hitam Afrika bercula cula (Black Rhino) atau Diceros bicormis. Terdapat di
Kenya, Tanzania, Kamerun, Afrika Selatan, Namibia dan Zimbabwe.

Badak Putih Afrika bercula dua (White Rhino) atau Cerathoterium simum.
Terdapat di Kongo.

Ciri-ciri Fisik Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)

Badak
Jawa
umumnya
memiliki warna tubuh abu-abu kehitam-hitaman. Memiliki satu cula, dengan
panjang sekitar 25 cm namun ada kemungkinan tidak tumbuh atau sangat kecil
sekali pada betina. Berat badan seekor Badak Jawa dapat mencapai 900 2300 kg
dengan panjang tubuh sekitar 2 4 m. Tingginya bisa mencapai hampir 1,7 m.
Kulit Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) memiliki semacam lipatan sehingga
tampak seperti memakai tameng baja. Memiliki rupa mirip dengan badak India
namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit. Bibir
atas lebih menonjol sehingga bisa digunakan untuk meraih makanan dan
memasukannya ke dalam mulut. Badak termasuk jenis pemalu dan soliter
(penyendiri).

Populasi Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)

Di Indonesia, Badak Jawa dahulu diperkirakan tersebar di Pulau Sumatera dan


Jawa. Di Sumatera saat itu badak bercula satu ini tersebar di Aceh sampai Lampung.
Di Pulau Jawa, badak Jawa pernah tersebar luas diseluruh Jawa.
Badak Jawa kini hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUT), Banten.
Selain di Indonesia Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) juga terdapat di Taman
Nasional Cat Tien, Vietnam. Individu terakhir yang di luar TNUT, ditemukan
ditembak oleh pemburu di Tasikmalaya pada tahun 1934. Sekarang specimennya
disimpan di Museum Zoologi Bogor.
Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Berdasarkan sensus
populasi Badak Jawa yang dilaksanakan oleh Balai TNUK, WWF IP dan YMR pada
tahun 2001 memperkirakan jumlah populasi badak di Ujung Kulon berkisar antara
50 60 ekor. Sensus terakhir yang dilaksanakan Balai TN Ujung Kulon tahun 2006
diperkirakan kisaran jumlah populasi badak Jawa adalah 20 27 ekor. Sedangkan
populasi di di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam, diperkirakan hanya 8 ekor (2007).
Populasi Badak bercula satu (Badak Jawa) yang hanya 30-an ekor ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan populasi saudaranya, Badak Sumatera yang diperkirakan
berkisar antara 215 -319 ekor. Juga jauh lebih sedikit ketimbang populasi satwa
lainnya sepertiHarimau Sumatera (400-500 ekor), Elang Jawa (600-an ekor), Anoa
(5000 ekor).
Konservasi dan Perlindungan Badak Jawa

Pada tahun 1910 badak Jawa sebagai binatang liar secara resmi telah dilindungi
Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1921
berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection of
Nature, Ujung Kulon oleh pemerintah Belanda dinyatakan sebagai Cagar Alam.
Keadaan ini masih berlangsung terus sampai status Ujung Kulon diubah menjadi
Suaka Margasatwa di bawah pengelolaan Jawatan Kehutanan dan Taman Nasional
pada tahun 1982.

Badak Jawa (Badak bercula


satu) yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat rentan terhadap
kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit, bencana alam
seperti tsunami, letusan gunung Krakatau, gempa bumi. Selain itu, badak ini juga
kekurangan ruang jelajah dan sumber akibat invasi langkap (arenga) dan kompetisi
dengan banteng.
Penelitian awal WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat
adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dulu juga
merupakan habitat badak Jawa. Jika habitat kedua ditemukan, maka badak yang
sehat, baik, dan memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang
baru. Habitat ini juga akan menjamin keamanan populasinya
Klasifikaksi Ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Subfilum: Vertebrata.
Kelas: Mammalia.
Ordo: Perissodactyla.
Superfamili: Rhinocerotides. Famili:Rhinocerotidae.
Genus: Rhinoceros.
Spesies: Rhinoceros sondaicus (Desmarest, 1822)
Sedikit tambahan; Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani yaitu rhino yang berarti
hidung dan ceros yang berarti cula. Sondaicus merujuk pada kepulauan Sunda
di Indonesia. Sunda berarti Jawa sedangka icus dalam bahasa latin
mengindikasikan lokasi
Referensi: http://www.wwf.or.id; http://www.badak.or.id; http://www.iucnredlist.o
rg;Gambar: http://www.arkive.org

Orangutan Wajib Sekolah Di Pusat Rehabilitasi


Posted on 29 September 2009by alamendah

Orangutan Sumatra (Pongo abelii) dan Kalimantan (Pongo pygmaeus)


wajib sekolah. Sekolah Orangutan disebutPusat Rehabilitasi dan
Reintroduksi Orangutan. Di Indonesia sedikitnya (yangsaya tahu) terdapat 3
(tiga) Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan. Di Sumatera terletak di
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Jambi). Sedangkan di Kalimantan adalah
Wanariset Semboja (Kalimantan Timur) dan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.
Di sekolah (Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi), Orangutan hasil sitaan yang telah
dipelihara manusia bertahun-tahun sehingga terbiasa hidup bersama manusia di
berikan berbagai pelajaran sehingga mampu bertahan di alam liar kembali.
Sekolah ini tidak mengajarkan Si Pongo menjadi makhluk penurut, mau
melakukan apa saja yang diperintahkan tuannya. Justru sebaliknya, Program
Reitroduksi ini mengajarkan Orangutan agar bisa liar kembali. Tujuannya satu; agar
satwa yang sudah jinak karena bertahun-tahun dipelihara oleh manusia ini bisa
mencari makan sendiri, membuat sarang, liar dan bisa bertahan hidup di alam bebas
tanpa bantuan manusia.
Sebelum mengikuti pendidikan, orangutan harus dikarantina untuk pemeriksaan
dan penyembuhan berbagai penyakit, termasuk penyakit berbahaya, seperti
hepatitis. Setelah kesehatannya pulih, primata ini harus mengikuti kelas mulai dari
playgroup hingga kuliah.
Banyak di antara orangutan yang turut dalam rehabilitasi itu, masih bayi, sehingga
perlu perawatan khusus. Tidak berbeda dengan manusia, selain butuh makanan
bergizi, mereka juga membutuhkan kasih sayang, karenanya para dewan pengajar

khususnya wanita, juga harus menjadi ibu angkat, yang menggendong dan
memberikan susu botol.
Proses peliaran membutuhkan waktu dan biaya tidak sedikit. Jika orangutan itu
telah benar-benar jinak dan sangat tergantung kepada manusia, paling tidak butuh
waktu sekitar tiga tahun.
Di Indonesia sedikitnya (yang saya tahu) terdapat 3 (tiga) Pusat Rehabilitasi dan
Reintroduksi Orangutan. Di Sumatera terletak di Taman Nasional Bukit Tigapuluh
(Jambi). Sedangkan di Kalimantan adalah Wanariset Semboja (Kalimantan Timur)
dan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.
Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh. Pusat Reintroduksi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) ini terletak
berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 200 km barat kota Jambi.
Dikelola oleh Zoologische Gesellschaft Frankfurt (FZS) yang merupakan organisasi
perlindungan alam yang berpusat di Frankfurt, Jerman dan berkonsentrasi
menangani satwa yang terancam punah. Dalam merehabilitasi Orangutan Sumatera
mereka bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi
dan Pan Eco Foundation, organisasi perlindungan alam asal Swiss.
Wanariset Semboja (Kalimantan Timur) dan Nyaru Menteng (Kalimantan
Tengah). Kedua Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Kalimantan (Pongo
pygmaeus) ini dikelola oleh Borneo Orangutan Survival atau Yayasan
Penyelamatan Orangutan Borneo (BOS). Bekerjasama dengan kepolisian dan Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), dan Departemen Kehutanan. BOS sendiri
didirikan oleh sejumlah pekerja asing dan keluarganya serta didukung warga
Indonesia dari sejumlah perusahaan asing yang berada di Kota Minyak
Balikpapan.
Di tengah rasa bangga dan syukur saya akan kerja keras para pecinta Orangutan
dalam meliarkan kembali Orangutan Sumaetra (Pongo abelii) maupun Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus) terkadang terselip rasa malu juga; kenapa yang
mempunyai inisiatif untuk menyelamatkan mereka justru orang asing, bukan kita
sendiri yang nota bene pemilik kekayaan ini.
Referensi: ANTARA, orangutan.co.id, dan sumber lainnya. Gambar: zimbio.com

Katak Indonesia, Unik dan Langka


Posted on 27 September 2009by alamendah

Kodok atau Katak di Indonesia mencapai 351 jenis (yang teridentifikasi) dari
sekitar 5.915 jenis kodok atau katak yang terdapat di dunia. Jumlah ini berarti
sepertiga jenis katak di dunia berada di Indonesia. Bahkan sebagian besar kodok di
Indonesia adalah endemik yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sayangnya tidak
sedikit dari jenis katak tersebut yang terancam punah padahal sampai sekarang
belum satupun jenis kodok yang dinyatakan dilindungi oleh pemerintah Indonesia.
Padahal Kodok adalah kelompok binatang yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan, seperti polusi air, perusakan hutan, ataupun perubahan iklim. Karena
kepekaan mereka, amfibi ini dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan. Jika
populasi Katak di suatu wilayah berkembang dengan baik dapat dipastikan
lingkungan di tempat tersebut masih sehat demikian juga sebaliknya.
Penyebab utama kelangkaan Kodok di Indonesia adalah hilangnya habitat alami
kodok, seperti penggundulan hutan hujan tropis, pencemaran air sungai, dan
konversi lahan basah menjadi areal perkebunan. Jenis-jenis kodok asli hutan
hidupnya sangat bergantung pada keberadaan hutan. Maka, rusaknya hutan akan
berdampak negatif pada kelangsungan hidup jenis-jenis itu.
Selain menyumbang sepertiga jumlah spesies katak di dunia, katak Indonesia
mempunyai banyak keunikan. Di antaranya warna, ukuran, hingga struktur
tubuh. Katak unik dan langka di Indonesia antara lain:


Katak terkecil dari Papua, Oreophryne minuta

Katak terbesar. Limnonectes blythi, besarnya mencapai 30 cm. Kodok ini


ditemukan di Sumatera Barat. Dipercaya sebagai Katak terbesar kedua di dunia.

Katak terkecil, Oreophryne minuta, ditemukan di Papua

Kodok Merah atau Kodok Darah (Leptophryne cruentata). Kodok berwarna


merah itu ditemukan Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung HalimunSalak dan merupakan satu-satunya katak yang berwarna merah di Indonesia.Katak
Merah merupakan salah satuhewan langka yang masuk dalamRed List International
Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status CR (critically endangered)
atau terancam punah

Katak

tanpa

paru-paru, Barbourula

kalimantanensis.

Kodok

yang

tak

mempunyai paru-paru ditemukan di Kalimantan pada 1978. Hingga kini, kodok jenis ini
hanya terdapat di Kalimantan. Katak yang bernafas menggunakan kulitnya ini hanya
ditemukan di Taman Nasional Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat.

Kodok Pohon Ungaran (Philautus jacobsoni) merupakan spesies endemik yang


dulunya hanya tinggal di dataran tinggi kawasan hutan Gunung Ungaran, Semarang,
Jawa Tengah. Ukuran tubuhnya termasuk kecil dan arboreal atau hidup di lubanglubang pohon. Satus konservasinya berdasarkan IUCN adalah CR (critically endangered)

atau terancam punah. Keberadaannya sangat sulit diketemukan. Bahkan satu-satunya


sampel yang ada diambil tahun 1930-an dan disimpan di Museum Leiden, Belanda.

Kongkang Jeram (Huia masonii), Kodok Pohon Mutiara (Nyctixalus margaritifer),


Kodok Pohon Kaki Putik (Philautus pallidipes), dan Kodok Pohon Jawa (Rhacophorus
javanus). Keempatnya merupakan katak endemik Jawa yang hanya terdapat di Pulau
Jawa. Menurut IUCN keempatnya berstatus rentan (VU).

Selain daftar di atas masih terdapat banyak spesies katak lainnya yang yang memiliki
keunikan. Bahkan diyakini, di luar 351 jenis Katak yang telah teridentifikasi masih
terdapat ratusan jenis lainnya yang belum dikenal.
Sayang data tentang kodok di Indonesia masih sangat kurang. Kurangnya data ini
terkait dengan minimnya ahli di bidang ini. Bisa saja terjadi akan banyak spesies
Katak yangpunah lebih dahulu sebelum sempat dikenali. Maklum langkanya Katak
di Indonesia berbanding dengan para peneliti dan ahli di bidang ini. Bahkan
uniknya, mungkin saja,para ahli Katak ini lebih langka dari pada Katak itu
sendiri (?).
Referensi: republika; Koran Tempo (2 Maret 2009); cetak.kompas.com (17
Desember 2008). Gambar: trubus;

Elang Jawa yang Langka


Posted on 18 Juni 2009by alamendah

ElangJawa (Spizaetus bartelsi)

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang
berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap

identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992,
burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama
kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada
pertengahan tahun 2005 di sekitar Air Tiga Rasa di Gunung Muria Jawa Tengah.
Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk
yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan
panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung.
Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70
sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap
pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis
hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus
cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut
terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi,
berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata.
Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini
mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh,
kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya
gagah dan berwibawa. Kesan jantan itulah yang barangkali mengilhami 12 negara
menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia
bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan
Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah.
Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah
memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra
ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan
dalam kategori Endangered atau Genting (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995).
Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga
Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka
dirgantara.

Elang Jawa terbang

Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayahwilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan
dataran rendah dengan pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem
hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak
pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung
Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung
Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di
Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan
Wilis.
UPDATE
Nama latin untuk elang jawa kini resminya telah berganti dari Spizaetus
bartelsi menjadiNisaetus bartelsi.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo:
Falconiformes; Famili: Accipitridae; Genus: Nisaetus; Spesies: Nisaetus bartelsi.
Nama latin: Nisaetus bartelsi. Sinonim: Spizaetus bartelsi.

Kanguru Indonesia Di Papua


Posted on 3 Agustus 2009by alamendah

Kanguru ternyata tidak hanya terdapat di Autralia saja. Ternyata di Indonesia,


tepatnya di Papua, juga memiliki Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas
kantung di perutnya (Marsupialia). Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih

kecil dibandingkan dengan Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas
Kanguru tanah dan Kanguru pohon ini mulai langka sehingga termasuk binatang
(satwa) Indonesia yang dilindungi dari kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon)
dan thylogale(Kanguru Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada
di pohon. Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya bila
sedang mencari air minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih runcing jika
dibandingkan dengan moncong kanguru darat. Ekornya agak panjang dan bulat,
berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan pada kanguru darat kedua
kaki depannya lebih pendek dari pada kaki belakangnya, Cakarnya pun lebih kecil.
Moncongnya agak tumpul dan tidak berbulu. Ekornya makin meruncing ke ujung,
bulunya tidak begitu lebat.
Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):

Thylogale brunii (Dusky


Pademelon)merupakan jenis kangguru terkecil yang ada di dunia. Beratnya antara
3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10 kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90
sentimeter dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini
adalah hewan endemik Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran
rendah di hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di
IndonesiaThylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur
(Kabupaten

Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika).


Thylogale stigmata (red-legged pademelon) merupakan jenis yang hidup di
daerah pantai selatan Papua. Thylogale stigmata mempunyai warna kulit tubuh
lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.

Thylogale brownii (Browns pademelon). Selain di


Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.
Kangguru pohon (lau-lau):
Dendrolagus pulcherrimus (Kanguru Pohon Mantel Emas) merupakan sejenis
kanguru pohon yang hanya ditemukan di hutan pegunungan pulau Irian. Spesies ini
memiliki rambut-rambut halus pendek berwarna coklat muda. Leher, pipi dan
kakinya berwarna kekuningan. Sisi bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua

garis keemasan
dipunggungnya. Ekor panjang
dan tidak prehensil dengan lingkaran-lingkaran terang.

Penampilan Kanguru-pohon Mantel-emas serupa dengan Kanguru pohon Hias.


Perbedaannya adalah Kanguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih
terang atau merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih kecil
dari Kanguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kanguru-pohon Mantelemas sebagai subspesies dari Kanguru-pohon Hias.
Kanguru-pohon Mantel-emas merupakan salah satu jenis kanguru-pohon yang
paling terancam kepunahan diantara semua kanguru pohon. Spesies ini telah punah
di sebagian besar daerah habitat aslinya
Dendrolagus goodfellowi (disebut Kanguru Pohon Goodfellow atau kanguru
pohon hias atau Goodfellows Tree-kangaroo) merupakan jenis kanguru pohon yang
paling sering ditemui. Kulit tubuhnya berwarna

cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan di pulau Papua
Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso)
kanguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dansubalpine semak belukar di
Puncak Sudirman. Kanguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi
putih di bagian dadanya.
Dengrolagus dorianus atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea
atau Dorias Tree-kangaroo.
Dendrolagus ursinus (disebut Vogelkop Tree-kangaroo atau Kanguru Pohon
Nemena) merupakan kanguru pohon yang paling awal terklasifikasikan. Mempunyai
telinga panjang dan ekor panjang dan hitam.

Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kanguru Pohon Wakera atau Grizzled
Tree-kangaroo.
Dendrolagus stellarum disebut juga sebagai Seris Tree-kangaroo. Kanguru
pohon ini terdapat di Tembagapura.
Klasifikasi: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Infrakelas:
Marsupialia; Ordo: Diprotodontia; Famili: Macropodidae Genus: Dendrolagus
danThylogale

Harimau Sumatera Semakin Langka


Posted on 19 Agustus 2009by alamendah

Harimau Sumatra atau dalam bahasa


latin disebut Panthera tigris sumatraemerupakan satu dari lima subspisies harimau

(Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk
satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih
dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica)
dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera,
Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400500 ekor. Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai
satwa yang terancam punah.
Asal usul
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang
dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 7065 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener,
The Natural History of Wild Cats). Harimau kemudian berkembang di kawasan
timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke
arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian
lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya
ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya lagi terus bergerak ke barat
hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada
6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan
tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai
ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat mungkin
berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies harimau yang tiga diantaranya telah
dinyatakan punah. Kesembilan subspisies harimau tersebut adalah:
1.

Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) terdapat di Malaysia, Kamboja, China,


Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

2.

Harimau Bengal (Panthera tigris tigris) Bangladesh, Bhutan, China, India, dan
Nepal.

3.

Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) China.

4.

Harimau Siberia (Panthera tigris altaica) dikenal juga sebagai Amur, Ussuri,
Harimau Timur Laut China, atau harimau Manchuria. Terdapat di China, Korea Utara,
dan Asia Tengah di Rusia.

5.

Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) terdapat hanya di pulau Sumatera,


Indonesia.

6.

Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni) terdapat di semenanjung Malaysia.

7.

Harimau Caspian (Panthera tigris virgata) telah punah sekitar tahun 1950an.
Harimau Caspian ini terdapat di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan Rusia.

8.

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah sekitar tahun 1972. Harimau
Jawa terdapat di pulau Jawa, Indonesia.

9.

Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang telah punah sekitar tahun 1937. Harimau
Bali terdapat di pulau Bali, Indonesia.

Ciri-ciri dan Habitat


Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera
mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola
hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat bahkan terkadang dempet.

Harimau Sumatra jantan


memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala hingga ke ekor dengan berat 300
pound. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci dan berat 200 pound. Belang
harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga
punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama
harimau jantan.
Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di selasela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui
menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat
berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.

Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing langka ini mampu
hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan
tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.
Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah
mangsanya. Harimau sumatra merupakan hewan soliter yang berburu di malam
hari. Kucing ini mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari
belakang atau samping. Mereka memakan apapun yang dapat ditangkap,
umumnya celeng dan rusa, dan terkadang unggas,ikan, dan Orangutan. Menurut
penduduk setempat harimau sumatra juga gemar makan durian.
Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu
mangsa. Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan tepat,
tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan kawasan
jelajah seluas 100 kilometer.
Konservasi
Hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat
sedikitnya 250 ekor Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang
di seluruh penjuru dunia.
Pengrusakan habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi harimau sumatera
saat ini. Pembalakan hutan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 hingga
2000.
Dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman Safari
Indonesia ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Penangkaran
Harimau Sumatera,studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome
Rescue Bank) untuk harimau Sumatera.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Carnivora;
Famili:Felidae; Genus: Panthera; Spesies: Panthera tigris; Upaspesies: Panthera
tigris sumatrae. Nama trinomial: Panthera tigris sumatrae (Pocock, 1929).
Baca juga:

Tarsius Binatang Unik dan Langka


Posted on 3 September 2009by alamendah

Tarsius (diantaranya Tarsius tarsier dan


Tarsius pumilus) adalah binatang unik dan langka. Primata kecil ini sering
disebut sebagai monyet terkecil di dunia, meskipun satwa ini bukan monyet.
Sedikitnya terdapat 9 jenis Tarsius yang ada di dunia. 2 jenis berada di Filipina
sedangkan sisanya, 7 jenis terdapat di Sulawesi Indonesia. Yang paling dikenal
adalah dua jenis yang terdapat di Indonesia yaituTarsius tarsier (Binatang Hantu /
Kera Hantu) dan Tarsius pumilus (tarsius kerdil, krabuku kecil atau Pygmy tarsier).
Kesemua jenis tarsius termasuk binatang langka dan dilindungi di Indonesia.
Nama Tarsius diambil berdasarkan ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu
tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga
mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon
lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian
ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jarijari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar.
Tarsius memang layak disebut sebagai primata mungil karena hanya memiliki
panjang sekitar 10-15 cm dengan berat sekitar 80 gram. Bahkan Tarsius
pumilus atau Pygmy tersier yang merupakan jenis tarsius terkecil hanya memiliki

panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara
197-205 milimeter.
Ciri-ciri fisik tarsius yang unik lainnya adalah ukuran matanya yang sangat besar.
Ukuran mata tarsius lebih besar ketimbang ukuran otaknya. Ukuran matanya yang
besar ini sangat bermanfaat bagi makhluk nokturnal (melakukan aktifitas pada
malam hari) ini sehingga mampu melihat dengan tajam dalam kegelapan malam.

Tarsius juga memiliki


kepala yang unik karena mampu berputar hingga 180 derajat ke kanan dan ke kiri
seperti burung hantu. Telinga satwa langka ini pun mampu digerak-gerakkan untuk
mendeteksi keberadaan mangsa.
Sebagai makhluk nokturnal, tarsius hanya beraktifitas pada sore hingga malam hari
sedangkan siang hari lebih banyak dihabiskan untuk tidur. Oleh sebab itu Tarsius
berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga
seperti kecoa, jangkrik. Namun terkadang satwa yang dilindungi di Indonesia ini
juga memangsa reptil kecil, burung, dan kelelawar.
Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di
pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, Siau, Sangihe dan Peleng. Di
Taman Nasional Bantimurung dan Hutan lindung Tangkoko di Bitung, Sulawesi
Utara. Di sini wisatawan secara mudah dan teratur bisa menikmati satwa unik di
dunia itu. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina (Pulau Bohol). Di Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh
masyarakat setempat dengan sebutan balao cengke atau tikus jongkok jika
diartikan ke dalam bahasa Indonesia.

Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai
pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara
melompat dari pohon ke pohon dengan lompatan hingga sejauh 3 meter. Hewan ini
bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon. Tarsius
tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka melompat ketika berada di tanah.
Populasi satwa langka tarsius, primata terkecil di dunia yang hidup di hutan-hutan
Sulawesi diperkirakan tersisa 1.800. Ini menurun drastis jika dibandingkan 10 tahun
terakhir dimana jumlah satwa yang bernama latin Tarsius spectrum ini, masih
berkisar 3.500 ekor. Bahkan untuk Tarsius pumilus, diduga amat langka karena
jarang sekali diketemukan lagi.
Penurunan populasi tarsius dikarenakan rusaknya hutan sebagai habitat utama
satwa langka ini. Selain itu tidak sedikit yang ditangkap masyarakat untuk
dikonsumsi dalam pesta anak muda. Binatang yang dilindungi ini digunakan sebagai
camilan saat meneguk minuman beralkohol cap tikus.
Satu lagi, bintang langka dan unik ini sangat sulit untuk dikembangbiakan di luar
habitatnya. Bahkan jika ditempatkan dalam kurungan, tarsius akan melukai dirinya
sendiri hingga mati karena stres.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia;
Ordo:Primata; Famili: Tarsiidae; Genus: Tarsius; Spesies: Tarsius
tarsier dan Tarsius pumilus
Nama binomial: Tarsius tarsier (Erxleben, 1777) atau Tarsius
spectrum (Pallas, 1779) dan Tarsius pumilus atau Pygmy tarsier

Satwa Indonesia yang Telah Punah


Posted on 25 September 2009by alamendah

Adakah satwa Indonesia yang telah punah?. Jawabannya pasti ada. Bahkan
saya sedikitnya menemukan 6 (enam) spesies hewan (satwa) yang telah dinyatakan
punah. Keenam binatang tersebut adalah Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica),
Harimau Bali (Panthera tigris balica), Verhoevens Giant Tree Rat (Papagomys
theodorverhoeveni), Tikus Hidung Panjang Flores (Paulamys naso), Kuau Bergaris
Ganda (Argusianus bipunctatus), dan Tikus Gua Flores (Spelaeomys florensis).

Keenam hewan ini telah dinyatakan punah. Meskipun untuk Harimau Jawa
(Panthera tigris sondaica), masih banyak ahli dan peneliti (utamanya dari
Indonesia) yang meyakini hewan ini masih ada. Berikut satwa Indonesia yang telah
dinyatakan punah oleh The International Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN). Mungkin sobat Alamendah mempunyai data yang lain
silahkan berbagi dengan saya.
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica)

Harimau Jawa atau Java Tiger (Panthera tigris sondaica) adalah


jenis harimau yang hidup di pulau Jawa. Harimau ini dinyatakan punah pada
tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang
mengurangi habitat binatang ini secara drastis. Walaupun begitu, ada juga
kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-an ketika diperkirakan
hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini di habitatnya. Terakhir kali ada sinyalemen
keberadaan Harimau Jawa ialah di tahun 1972. Di tahun 1979, ada tanda-tanda
bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di pulau Jawa. Walaupun begitu, ada
kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Di tahun 1990-an ada beberapa
laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.
Harimau Jawa berukuran kecil dibandingkan jenis-jenis harimau lain. Harimau
jantan mempunyai berat 100-141 kg dan panjangnya kira-kira 2.43 meter. Betina
berbobot lebih ringan, yaitu 75-115 kg dan sedikit lebih pendek dari jenis jantan.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia.
Ordo:Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris.
Upaspesies:Panthera tigris sondaica. Nama trinomial: Panthera tigris sondaica.
(Temminck, 1844)
Harimau Bali (Panthera tigris balica)

Harima Bali atau Bali Tiger (Panthera tigris balica) adalah subspesies
harimau yang sudah punah yang dapat ditemui di pulau Bali, Indonesia. Harimau ini
adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan
harimau Jawa (juga telah punah) dan Harimau Sumatera (spesies terancam)

Harimau ini adalah harimau


terkecil dari tiga sub-spesies. Harimau terakhir diyakini ditembak pada tahun 1925,
dan sub-species ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Karena besar
pulau yang kecil, hutan yang terbatas, populasi yang tidak pernah lebih besar dan
dianggap tidak ada yang selamat hingga hari ini.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia.
Ordo:Carnivora. Famili: Felidae. Genus: Panthera. Spesies: Panthera tigris.
Upaspesies:Panthera tigris balica. Nama trinomial: Panthera tigris balica.
(Schwarz, 1912).
Kuau Bergaris Ganda (Argusianus bipunctatus)

Double-banded
Argus atau Kuau
Bergaris
Ganda (Argusianus
bipunctatus) adalah satwa sejenis unggas yang dipercaya pernah hidup di
Indonesia (Jawa dan Sumatera) dan Malaysia. Satwa bergenus sama yang masih ada
hingga sekarang adalah Kuau Raja (Argusianus argus). Kuau Bergaris Ganda tidak
pernah ditemukan di alam, deskripsinya didasarkan pada sejumlah bulu yang
dikirim ke London dan dipertelakan pada tahun 1871. IUCN memasukkannya dalam
status punah.
Klasifikasi
ilmiah:
Kerajaan: Animalia.
Filum: Chordata.
Kelas: Aves.
Order: Galliformes.
Famili: Phasianidae. Genus: Argusianus. Spesies: Argusianus bipunctatus
Verhoevens Giant Tree Rat (Papagomys theodorverhoeveni)

Verhoevens Giant Tree Rat (Papagomys theodorverhoeveni) adalah satwa


dari famili (suku) tikus-tikusan (Muridae) yang pernah hidup di Pulau Flores,

Indonesia. Binatang ini dinyatakan punah oleh IUCN pada tahun 1996. Namun para
ahli meyakini satwa ini telah punah sekitar 1500 SM. Spesies ini hanya dikenal dari
beberapa subfossil fragmen-fragmen yang ditemukan di Pulau Flores, Indonesia.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mammalia.
Subkelas:Eutheria.
Ordo: Rodentia.
Famili: Muridae.
Subfamili: Murinae.
Genus: Papagomys.
Spesies: Papagomy
theodorverhoeveni.
Nama
Binomial: Papagomys theodorverhoeveni(Musser, 1981)
Tikus Hidung Panjang Flores (Paulamys naso)

Seperti
halnya Papagomy
theodorverhoeveni, Tikus
Hidung
Oanjang
Flores atauFlores Long-nosed Rat (Paulamys naso), satwa dari famili tikustikusan ini hanya dikenal dari beberapa subfossil fragmen-fragmen yang ditemukan
di Pulau Flores, Indonesia.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia.
Infrakelas:Eutheria. Order: Rodentia. Keluarga: Muridae. Subfamili: Murinae.
Genus: Paulamys. Spesies: Paulamys naso (Musser, 1986).
Tikus Gua Flores (Spelaeomys florensis)

Seperti halnya Papagomy theodorverhoeveni, Tikus Gua Flores atau Flores


Cave Rat(Spelaeomys florensis) satwa dari famili tikus-tikusan ini hanya
dikenal dari beberapa subfossil fragmen-fragmen yang ditemukan di Pulau Flores,
Indonesia.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Mamalia.
Infrakelas:Eutheria. Order: Rodentia. Keluarga: Muridae. Subfamili: Murinae.
Genus: Spelaeomys. Spesies: Spelaeomys florensis (Hooijer, 1957).

Hindari Kepunahan Penyu


Posted on 29 Agustus 2009by alamendah

Penyu (sea turtles) adalah kura-kura laut. Menurut para ilmuan, penyu termasuk
salah satu binatang purba yang masih hidup hingga sekarang. Penyu dipercaya telah
ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu). Ini berarti seusia dengan
Dinosaurus. Pada masa itu, nenek moyang penyu, Archelon, yang berukuran panjang

badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa

kini.
Binatang purba ini, dipercaya menjadi penjaga keseimbangan ekosistem laut. Di
mana ditemukan penyu, di situ dapat ditemui kekayaan alam laut yang melimpah.
Penyu dapat ditemukan di semua samudera di dunia.
Namun, setiap tahun jumlah penyu terus menyusut. Manusia adalah predator utama
yang membuat penyu makin langka. Penyu diburu untuk diperdagangkan daging
dan telurnya. Bahkan kulit penyu banyak digunakan untuk membuat berbagai
aksesoris. Padahal meskipun sekali bertelur, penyu betina mampu menelurkan
hingga 100 butir lebih, namun yang mampu bertahan hingga menjadi penyu dewasa
hanya berkisar 1 persen. Penyu memiliki sepasang tungkai depan sebagai kaki
pendayung yang memberinya kelincahan berenang di dalam air. Walaupun seumur
hidupnya berkeliaran di dalam air, hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu
tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena
penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak
yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat
ditempuh 58 73 hari.
Jenis-jenis Penyu
Penyu satu ordo (Testudinata) dengan kura-kura dan bulus (labi-labi). Di dunia, saat
ini hanya terdapat 7 jenis (spisies) dari 2 famili penyu, yaitu:

Penyu Hijau atau dikenal dengan nama green turtle (Chelonia mydas)

Penyu Sisik atau dikenal dengan nama Hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata)

Penyu Lekang atau dikenal dengan nama Olive ridley turtle (Lepidochelys
olivacea)

Penyu Belimbing atau dikenal dengan nama Leatherback turtle (Dermochelys


olivacea),

Penyu Pipih atau dikenal dengan nama Flatback turtle (Natator depressus)

Penyu Tempayan atau dikenal dengan nama Loggerhead turtle (Caretta caretta)

Penyu Kemps ridley (Lepidochelys kempi)

Dari ketujuh jenis penyu tersebut, hanya penyu Kemps Ridley yang tidak ditemukan
di perairan Indonesia. Dari semua jenis ini, Penyu Belimbing adalah penyu terbesar
dengan ukuran mencapai 2 meter dengan berat 600900 kg. Sedangkan yang
terkecil adalah Penyu Lekang dengan ukuran paling besar sekitar 50 kg. Namun
demikian, jenis yang paling sering ditemukan adalah Penyu Hijau. Penyu, terutama
Penyu Hijau, adalah hewan pemakan tumbuhan yang sesekali memangsa beberapa
hewan kecil.
Konservasi Penyu
Semua jenis penyu dilindungi oleh Undang-undang internasional maupun
Indonesia. Penyu Belimbing, Penyu Kemps Ridley, dan Penyu Sisik diklasifikasikan
sangat terancam punah oleh The World Conservation United (IUCN). Sedangkan
Penyu Hijau, Penyu Lekang, dan Penyu Tempayan digolongkan sebagai terancam
punah. Hanya Penyu Pipih yang diperkirakan tidak terancam. Di Indonesia, semua
jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Penyu menunggu hingga


mencapai usia 15-50 tahun untuk dapat melakukan perkawinan. Siklus bertelurnya
pun sangat lama antara 2-8 tahun sekali.Selain itu meskipu dalam sekali bertelur,

penyu mampu mengeluarkan ratusan butir, namun hanya sekitar belasan tukik (bayi
penyu) yang mampu kembali ke laut. Karenanya proses regenerasi penyu tidak
banyak.
Sejumlah tempat di Indonesia telah ditetapkan sebagai wilayah konservasi penyu
seperi di Pantai Selatan Jawa Barat (Pangumbahan, Cikepuh), Pantai Selatan Bali,
Sungai Cabang, Kalimatan Tengah, Alas Purwo, Jawa Timur, Pantai Selatan Lombok,
Jamursba Medi (Irian), Pesisir Tenggara Sumatera (Pulau Banyak, Pulau Siberut,
Pulau Pagai Utara Kepulauan Mentawai), Kepulauan Karimunjawa, Pulau Bawean
dan lain-lain.
Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk melestarikan penyu?. Antara lain dengan
tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari penyu (daging dan telur) serta tidak
menggunakan barang-barang yang terbuat dari cangkang penyu, tidak
membuang sampah plastik (penyu sering mati karena memakan sampah plastik
yang dikiranya ubur-ubur) dan benda-benda lain yang berbahaya ke dalam laut.
Tak kalah penting, tidak mengganggu penyu yang sedang bertelur karena penyu
dapat berhenti bertelur bila merasa terancam dan tidak mengambili telur-telur
penyu karena akan menghancurkan populasi mereka, penjaga kesehatan terumbu
karang kita.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata. Kelas: Sauropsida.
Ordo:Testudinata. Upaordo: Cryptodira. Superfamili: Chelonioidea (Bauer, 1893).
Genera: Familia Cheloniidae (terdiri: Caretta, Chelonia, Eretmochelys,
Lepidochelys, Natator); Familia Dermochelyidae (terdiri: Dermochelys);
Familia Protostegidae (hanya fosil); Familia Toxochelyidae (hanya fosil);
Familia Thalassemyidae (hanya fosil)

Anda mungkin juga menyukai