Anda di halaman 1dari 21

Dalam pasal 23 UU PPLH disebutkan bahwa, Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang

berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri atas:


a

pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;

proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;

proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial budaya;

proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;

introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;

pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;

kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;


dan/atau

penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi


lingkungan hidup.
Kegiatan-kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan yang disebutkan
dalam pasal 23 UU PPLH, dijelaskan secara lebih spesifik dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Dan/Atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Bidang dan
jumlah jenis kegiatan diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
No

Bidang

Jumlah Jenis

A
B
C
D
E
F
G
H
I

Pertahanan
Pertanian
Perikanan
Kehutanan
Perhubungan
Teknologi Satelit
Perindustrian
Pekerjaan Umum
Sumber Daya Energi

Kegiatan
3
2
1
1
10
1
7
16
16

J
K

dan Mineral
Pariwisata
Pengembangan Nuklir

2
2

L
M

Pengelolaan Limbah B3
Bidang
Rekayasa

1
2

Genetika
Secara spesifik mengenai jenis usaha atau kegiatan yang diperlihatkan pada tabel
diatas, mungkin Anda bisa cari sendiri Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, lalu kemudian Anda baca peraturan tersebut
dan pahami.

Pembangunan Pusat Perkantoran, Pendidikan, Olahraga, Kesenian, Tempat


Ibadah, Pusat Perdagangan dan Perbelanjaan yang Terkosentrasi Wajib Diperlengkapi
dengan Amdal. (sumber : google earth)

Definisi AMDAL
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan.

Dasar hukum AMDAL Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di
dukung oleh paket keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman
penentuan dampak besar dan penting.
Tujuan dan sasaran AMDAL
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan
pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup.
Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usaha atau kegiatan pembangunan dapat
memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak
negatip dan memaksimalkan dampak positif terhadap lingkungan hidup. Tanggung jawab
pelaksanaan AMDAL. Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses
pelaksanaan AMDAL adalahBAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
AMDAL digunakan untuk:
Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana
usaha dan atau kegiatan.

Mulainya studi AMDAL


AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Sesuai waktu pembuatan dokumen dapat

diperpendek. Dalam perubahan tersebut di

introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan
Lingkungan(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri
Sektoral yangberdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan


kualifikasi dan ujian negara. Dengan ditetapkannya Undang-undang
No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993
perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkanpada tanggal 7 Mei 1999
yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 /
1999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat dandiganti dengan satu Komisi
Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai
Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang
boleh menolak permohohan ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatuhal yang
lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran masyarakat.
Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namun
perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia.
Karena semua tahu bahwa proses pembangunan

digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL
yang sesuai dengan aturan yang ada maka di harapkan akan berdampak positif pada recovery
ekonomi pada suatu daerah.

Dokumen AMDAL terdiri dari :


v Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
v Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
v Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
v Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Pihak - pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:


v Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
v Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
v masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

v Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan


1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre
request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012.
v Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKLUPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
v Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen
LH NO. 08/2006
v Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
Prinsip-prinsip AMDAL
v AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan
v AMDAL menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak dapat
diperkirakan sejak awal perencanaan
v AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala sumber daya
alam, Pengaruh kegiatan sekitar terhadap proyek
v Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi
masyarakat & aman terhadap lingkungan

Pengertian ANDAL
Analisa dampak lingkungan atau disingkat menjadi Andal sudah dikembangkan oleh
beberapa negara maju sejak tahun 1970 dengan nama Environmental Impact Analysis atau
EnvironmentalImpact Assesment yang kedua-duanya disingkat menjadi EIA.Di dalam bahasa
Indonesia environmental diterjemahkan menjadi lingkungan, analisis pada permulaannya
diterjemahkan menjadi analisa kemudian oleh ahli bahasa disarankan untuk diterjemahkan
menjadi analisis.
Dampak
Impact atau Dampak di sini diartikan sebagai adanya suatu benturan antar dua
kepentingan,yaitu kepentingan pembangunan proyek dengan kepentingan usaha melestarikan
kualitasl ingkungan yang baik.Dampak yang diartikan dari benturan dua kepentingan antara
kegiatan (proyek pembangunan)yang akan dijalankan di lingkungan. Dalam perkembanan
dianalisis bukanlah hanya dampak negatif saja tetapi juga dampak positifnya dengan bobot

analisis yang sama. Apabila didefinisikan maka dampak ialah setiap perubahan yang terjadi
dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Di sini tidak disebutkan karena adanya
proyek, karena sering proyek diartikan sebagai bangunan fisik saja,sedangkan banyak proyek
yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada tetapi dampaknya dapat besar. Misalnya
ialah proyek pasar, proyek satelit komunikasi dan lain sebagainya
Pendugaan Dampak
Pendugaan ini digunakan sebagai terjemahan dari assessment. Beberapa ahli di indonesia
menggunakan terjemahan perkiraan atau peramalan. Pendugaan dampak dapat didefinisikan
sebagai aktivitas untuk menduga dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang akibat
suatu aktivitas manusia (proyek). Dampak yang diduga tersebut merupakan perbedaan nilai
lingkungan atau nilai suatu sumberdaya di masa yang akan datang antara lingkungan tanpa
proyek dan lingkugnan dengan proyek.
Penyajian Informasi Lingkungan
Penyajian informasi lingkungan atau PIL adalah suatu proses untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya dampak yang akan digunakan untuk menetapkan apakah proyek
yang diusulkan tersebut perlu Andal atau tidak. Perundangan

di indonesia

menyebutkan bahwa PIL adalah suatu telaahan secara garis besar tentang rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan; rona lingkungan tempat kegiatan, kemungkinan timbulnya dampak
lingkungan oleh kegiatan tersebut dan rencana tindakan pengendalian dampak negatifnya
Penyajian Evaluasi Lingkungan
Penyajian evaluasi lingkungan atau disingkat menjadi PEL adalah suatu aktivitas penelaahaan
seperti PIL, hanya bedanya PEL dilakukan pada proyek yang sudah berjalan sedang PIL
dilakukan pada proyek yang masih dalam perencanaan

Studi Evaluasi Lingkungan


Istilah studi evaluai lingkungan atau SEL adalah analisis dampak lingkunan yan dilakukan
padaproyek atau aktivitas manusia yang sudah berjalan. Dalam analisis ini rona lingkungan
sebelumproyek berjalan sudah tidak dapat dijumpai

Peranan Andal Dalam Pengelolaan Lingkungan


Aktivitas pengelolaan lingkungan baru dapat dilakukan apabila telah dapat disusun rencana
pengelolaan lingkungan, sedang rencana pengelolaan lingkungan dapat disusun apabila telah
diketahui dampak lingkungan yang akan terjadi akibat dari proyek-proyek pembangunan
yang akan dibangun.Pendugaan dampak lingkungan yang digunakan sebagai dasar
pengelolaan dapat berbeda dengan kenyataan dampak yang terjadi setelah proyek berjalan,
sehingga program pengelolaan lingkungan sudah tidak sesuai atau mungkin tak mampu
menghindarkan rusaknya lingkungan.Perbedaan dari dampak yang diduga dan dampak yang
terjadi dapat disebabkan oleh :
v Penyusun laporan Andal kurang tepat atau kurang baik di dalam melakukan pendugaan dan
biasanya juga disebabkan pula oleh tidak cermatnya para evaluator dari berbagai instansi
pemerintah yang terlibat, sehingga konsep atau draft laporan Amdal yang tidak baik sudah
disetujui menjadi laporan akhir.
v Pemilik proyek tidak menjalankan proyeknya sesuai dengan apa yang telah tertulis di dalam
laporan Andal yang telah diterima pemerintah terutama saran-saran dan pedoman di dalam
mengendalikan dampak negatif. Misalnya di dalam laporan Andal jelas bahwa proyek harus
membangun pengelolaan air limbah (water treatment plant), tetapi kenyataannya tidak
dilakukan atau, walaupun dilakukan, tidak bekerja dengan baik, dan kalaupun diketahui
dibiarkan saja.
Peranan Andal dalam pengelolaan proyek
Untuk dapat mengetahui di mana dan sejauh mana peranan Andal, RKL dan RPL di dalam
pengelolaan proyek terlebih dahulu harus diketahui fase-fase dari pengelolaan proyek. Pada
umumnya fase-fase dapat dibagi sebagai berikut:
v Fase identifikasi
v Fase studi kelayakan
v Fase desain kerekayasaan (engineering design) atau disebut juga sebagai fase rancangan
v Fase pembangunan proyek
v Fase proyek berjalan atau fase proyek beroperasi
v Fase proyek telah berhenti beroperasi atau pasca operasi (post operation).
Kegunaan Andal bagi berbagai pihak Pembagian kegunaan dalam bentuk lain juga dapat
disusun berdasarkan pihak yang mendapatkankegunaannya, sebagai berikut :

Kegunaan bagi pemerintah


Kegunaan bagi pemilik proyek
Kegunaan bagi pemilik modal
Kegunaan bagi masyarakat
Kegunaan lainnya.

Dasar penetapan dampak


Melakukan identifikasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan.
Pengukuran/perhitungan dampak yang akan terjadi komponen lingkungan.
Penggabungan beberapa komponen lingkungan yang sangat berkaitan kemudian dianalisis
dan digunakan untuk menetapkan refleksi dari dampak komponen-komponen sebagai
indikator menjadi gambaran perubahan lingkungan.
Andal mencakup
v Batas wilayah yang terkena harus diseleksi semua wilayah.
v Rona awal (sebelum kegiatan) kerusakan daerah lingkungan.
v Rona kegiatan yang akan di usulkan.
v Perkiraan dampak yang mungkin timbul.
v Evaluasi dari berbagai dampak dan alternatif tindakan pengendalian.
v Tata cara prosedur monitoring evaluasi.
Beberapa elemen/komponen lingkungan yang dipertimbangkan. Partikel-partikel Sulfur
dioksida, Hidrokarbon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, Zat-zat beracun dan Bau.

Beberapa metoda Andal yang terkenal.


v Metoda Leopolo Dikenal sebagai matriks leopold atau intrik interaksi dari leopold matriks
ini dikenal sejak tahun 1971 dengan mengetengahkan 100 (seratus) macam aktivitas dari
suatu proyek dengan 88 (delapan puluh delapan) komponen lingkungan.
v Metoda matriks dampak dari moore (1973) Metoda ini memperlihatkan dampak lingkungan
dilihat dari sudut dampak pada kelompok-kelompok yang sudah atau sedang dimanfaatkan

oleh manusia atau dapat digambarkan pula sebagai proyek-proyek pembangunan manusia
lainnya.
v Metoda sorenson (1971) merupakan analisa network yang pertama disusun untuk
digunakan pada proyek pengerukan dasar laut.
v Metoda Mac Harg (1968) yang dikenal dengan metoda overlya atau teknik overlay. Sesuai
dengan namanya maka metoda ini menggunakan berbagai peta yang digambarkan dalam
lembar-lembar transparansi.
v Metoda fishe anri davies (1973) dikenal sebagai matriks dari fisiter dan davies. Kekhususan
metoda ini ialah tiga macam matrik yang disusun secara bertahap.
Tahap pertama : Matriks mengenai evaluasi lingkungan sebelum proyek dibangun disebut
keadaan lingkungan (Env. baseline)
Tahap dua : Matriks dampak lingkungan

(Env. Compatibility matrix).

Tahap ketiga : Matriks keputusan (decision matrix)

Pengertian Tailing Tailing adalah limbah batuan atau tanah halus sisa-sisa dari pengerusan
dan pemisahan (estraksi) mineral yang berharga (tembaga, emas, perak) dengan bahan
tambang. Tailing terdiri dari 50% praksi pasir halus dengan diameter sekitar 0,075 0,4 mm
dan 50 % terdiri dari praksi lempung dengan diameter kurang dari 0,075 mm. Bahan tambang
baik itu batuan, pasir maupun tanah setelah digali dan dikeruk, lalu estrak bumi (mineral
berbahaya) yang persentasenya sangat kecil dipisahkan lewat proses pengerusan, bahan
tambang yang begitu banyak disirami dengan zat-zat kimia (cianida, mercury, Arsenik) lalu
bijih emas tembaga atau perak disaring oleh Carbon Filter, proses pemisahan dan
penyaringan mineral ini menyisakan Lumpur dan air cucian bahan tambang yang disebut
tailing , mineral berharga diambil, sedangkan tailing akan terbawa bersama zat-zat kimia
yang mengandung logam berat/beracun lainnya. Tailing merupakan hasil akhir dari suatu
operasi penambangan. Setelah mineral diekstraksi dari bijih dengan leaching, flotasi dsb,
tailing biasanya dikentalkan sebelum di discharge ke pembuangan Sifat Tailing Sifat tailing
sangat tergantung kepada asal ore, proses mineralisasi, apakah teroksidasi atau tidak dsb.
Berikut diberikan beberapa contoh ukuran dari tailing yang berasal dari input dengan density
yang berbeda yaitu, batubara, emas - perak dan timah hitam - seng dimana densitas tailing
yang terendah adalah batubara dan yang terberat adalah timah hitam. Disini perlu mendapat
perhatian bahwa ukuran partikel sebenarnya sangat tergantung apakah flocculant digunakan
dalam prosess ekstraksi dan apakah dispersant digunakan dalam proses hydrometer untuk

tujuan size analysis Metode Pembuangan Tailing Hampir semua tailing dipompa atau
disalurkan secara gravitasi ke pembuangan tailing sebagai slurry dengan kadar air yang
tinggi. Slurry di discharge ke tempat penampungan/pembuangan melalui satu titik (beberapa
titik) Buangan dari prosesing plant dapat dibuang ke daerah pantai tailing (sub aerial
deposition) atau jika curah hujan tinggi dan evaporasi rendah atau ditemukannya palung laut
yang dalam maka sub aqueous deposition dapat digunakan. Tailing Dam Tailing dam dapat
dibangun dengan banyak cara, baik menggunakan earth and rock fill dam (biasanya
menggunakan waste) dengan prinsip sama seperti membuat dam penyimpan air atau
meggunakan tailing itu sendiri. Kerugian jika pembangunan dam seperti pembangunan dam
penyimpan air maka akan diperlukan biaya yang tinggi pada awal operasi untuk
pembangunan dam dan kecenderungan over safe. Sistem Pembuatan Dam Sistem upstream
Dilakukan secara progressive sesuai dengan kemajuan proses produksi. Tipe longsoran yang
mungkin terjadi adalah longsoran busur. Sangat tergantung dengan besar butiran dari tailing
karena jika ukuran tailing terlalu halus, metode ini tidak dapat digunakan Sistem down stream
Sistem ini menuntut pembangunan drain yang harus hati-hati pada setiap pembangunan dam
tahap berikutnya. Sistem centerline Metode ini baru bisa dijalankan jika kandungan material
kasar cukup besar dan diperlukan cyclone untuk memisahkannya. Metode ini relatif tidak
umum Sistem gabungan upstream dan down stream Dari segi material yang dibutuhkan juga
akan berbeda-beda tergantung sistem yang digunakam. Sistem up stream menggunakan
material yang paling sedikit sedangkan metode down stream menggunakan material yang
paling banyak Agar rembasan dapat dikontrol lebih baik, maka dibuat internal drainage zone.
Pada sistem upstream menggunakan stater dike dan blanket drain sebagai drainage zone.
Untuk down stream drainage zone dibangun dalam bentuk miring sejajar dengan permukaan
dan digabung dengan blanket drain. Sedangkan untuk certerline berupa tegak lurus dan
blanket drain. Banyak tailing dam dibangun dengan prinsip dam penyimpan air karena
dengan alasan, Tailing mengandung lempung/liat tinggi. Lingkungan yang basah (curah hujan
tinggi). Keinginan untuk mengurangi rembasan. Konsultant hanya berpengalaman dalam
perencanaan dam air Beberapa metode yang tidak umum yaitu: Metode pembuangan tailing
yang dikentalkan (paste). Tailing yang sudah kental diletakkan pada tempat terbuka atau
dibuang ke laut dalam. Kerugian jika dibuang ke tempat terbuka adalah sangat sukar untuk
mengontrol erosi dan run off Dibuang ke sungai (Freeport, Bougainville) Dibuang ke laut
(Batu hijau) Gabungan dari cara di atas Bentuk Tailing Dam Ring Dyke/Turkeys Nest
Biasanya digunakan di daerah terrain yang flat, tidak ada run off dari daerah tangkapan air.
Pembangunannya dapat ditumpuk. Cross Valley Lokasi dam pada kepala lembah untuk

menghindari flow dari daerah tangkapan air. Dalam kondisi tertentu arah aliran dapat di ubah
dengan membangun dam di hulu. Side Hill Sebaiknya kemiringan slope lebih besar 10%.
Bottom Valley
read more~ http://learnmine.blogspot.co.id/2013/06/tailing-limbah-pertambangan.html

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang tugasnya melakukan penilain dokumen
AMDAL. Komisi Penilai mempunyai kedudukan di instansi yang tugasnya sebagai
pengendali lingkungan. Komisi Penilai di tingkat daerah dibentuk oleh gubernur sedangkan
Komisi Penilai di tingkat pusat dibentuk oleh menteri. Sebutan Komisi Penilai di tingkat
pusat yaitu Komisi Penilai Pusat, sedangkan Sebutan Komisi Penilai di tingkat daerah yaitu
Komisi Penilai Daerah. Komisi penilai di tingkat pusat mempunyai kedudukan di Kementrian
Lingkungan Hidup, komisi penilai di tingkat provinsi mempunyai kedudukan di Bapedalda
atau instansi yang mengelola lingkungan hidup provinsi, dan di tingkat kota/ kabupaten
mempunyai kedudukan di Bapedalda atau instansi yang mengelola lingkungan hidup kota/
kabupaten. Komisi Penilai Pusat berwenang menilai hasil analisis dampak lingkungan hidup
bagi jenis usaha atau kegiatan yang bersifat strategis atau menyangkut ketahanan dan
keamanan negara, berlokasi meliputi lebih dari satu wilayah provinsi, berlokasi di wilayah
yang setatusnya belum jelas dengan negara lain, berlokasi di wilayah ruang lautan, atau
berlokasi di lintas batas negara.
Unsur pemerintah yang lain yang memiliki kepentingan dan warga atau masyarakat yang
kena dampak diusahakan terwakili pada Komisi Penilai ini. Susunan keanggotaan dan kinerja
Komisi Penilai AMDAL diatur dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup,
sedangkan keanggotaan pada Komisi Penilai AMDAL di tingkat kota/kabupaten dan provinsi
yang menetapkan adalah bupati/walikota dan gubernur. Yang membantu Komisi Penilai yaitu
tim teknis yang tugasnya memberi pertimbangan teknis atas komponen dokumen AMDAL.
Berikut ini adalah Tim teknis tersebut yang terdiri atas:
- Instansi yang mempunyai tugas untuk mengendalikan lingkungan.
- Instansi teknis yang menguasai atau membidangi kegiatan maupun usaha yang terkait.
- Instansi yang berlatar belakang bidang ilmu yang ada kaitannya.
Demikian yang bisa saya jelaskan tentang Pengertian Komisi Penilai AMDAL, semoga
informasi tersebut dapat memberikan manfaat bagi anda.

4.1 Pengertian Reklamasi


Reklamasi adalah Kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang
terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai dengan peruntukanya.reklamasi bertujuan meningkatkan ketaatan dari pemegang izin
usaha pertambangan tahap eksploitasi/operasi produksi dalam melaksanakan reklamasi lahan
bekas tambang, sesuai dengan rencana yang disetujui oleh pejabat yang berwenang.
Sedangkan jaminan Reklamasi ialah dana yang disediakan oleh perusahaan pertambangan
sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di bidang pertambangan umum.

Pembentukan
Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai acid mine drainage (AMD)
atau acid rock drainage (ARD) terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan
terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang
menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam.
Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat keluar dari asalnya jika terdapat air
penggelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami
infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar dari sumber-nya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah
AAT tersebut.
AAT adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada air asam yang timbul akibat kegiatan
penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul oleh kegiatan lain seperti:
penggalian untuk pembangunan pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya.
Pada kegiatan penambangan, beberapa mineral sulphida yang umum ditemukan adalah:

FeS2: pyrite
Cu2S: chalcocite
CuS: cuvellite

CuFeS2: chalcopyrite
MoS2: molybdenite
NiS: millerite

PbS: galena

ZnS: sphalerite

FeAsS: arsenopyrite

Pyrite merupakan mineral sulphida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan,
terutama batubara. Reaksi oksidasi pyrite adalah seperti ditunjukkan oleh reaksi kimia berikut,
dengan air dan oksigen sebagai faktor penting.

Tanda-tanda pembentukan dan pengaruhnya terhadap lingkungan


Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air sbb.:

nilai pH yang rendah (1.5 4)

konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan,
cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury

nilai acidity yang tinggi (50 1500 mg/L CaCO3)

nilai sulphate yang tinggi (500 10.000 mg/L

nilai salinitas (1 20 mS/cm)

konsentrasi oksigen terlarut yang rendah

Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat terbentuknya dan masuk ke
sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka beberapa faktor lingkungan dapat
terpengaruhi, seperti: kualitas air dan peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, sebagai
habitat biota air, sebagai sumber air untuk tanaman, dsb); kualitas tanah dan peruntukkanya
(sebagai habitat flora dan fauna darat), dsb.
Faktor penting
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah:

konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida

keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir melalui
mekanisme adveksi dan difusi

jumlah dan komposisi kimia air yang ada

temperatur

mikrobiologi

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan AAT
sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut
diatas menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda.
Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di
beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki
karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang
berbeda.
Prediksi dan identifikasi
Prediksi dan identifikasi pembentukan AAT dapat dilakukan melalui penyelidikan karakter
geokimia dari batuan. Dikenal ada dua cara untuk hal tersebut, yaitu melalui static test dan
kinetic test.
Metode pengujian yang umum untuk static test meliputi: Net Acid Generation (NAG), Acid
Neutralizing Capacity (ANC) dan analisa kandungan total sulfur (S) untuk mendapatkan nilai
Maximum Potential Acid (MPA). Perlu diketahui bahwa nilai MPA yang dihitung berdasarkan
total sulfur ini cenderung lebih besar potensi sebenarnya, karena yang terukur dalam total sulfur
tidak hanya sulphide-sulfur, tapi juga organic-sulfur dan sulfate-sulfur. Dari nilai ANC dan MPA,
kemudian dapat dihitung nilai Net Acid Production Potential (NAPP), dimana NAPP = MPA
ANC.
Berdasarkan nilai pH dari uji NAG dan nilai NAPP, maka selanjutnya dapat dilakukan
pengklasifikasian jenis batuan berdasarkan sifat geokimianya. Sebagai contoh adalah seperti
dibawah ini:
NAG pH 4; NAPP0: Non Acid Forming (NAF) dan NAG pH<0; NAPP>0: Potentially Acid
Forming (PAF)
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih detail kemungkinan pembentukan AAT, dilakukan kinetic
test yang umum dilakukan dengan menggunakan kolom. Kondisi basah dan kering diterapkan
terhadap batuan pada kolom, dan perubahan nilai parameter kualitas air yang keluar dari kolom
tersebut dianalisa untuk mengetahui perilaku atau trend pembentukan AAT-nya.
Design kolom dan ukuran batuan dalam pengujian ini sangat penting untuk diperhatikan.
Pada umumnya, static test dilakukan untuk mengetahui secara cepat potensi pembentukan AAT
dari sejumlah batuan, sedangkan kinetic test, dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup

lama untuk mendapatkan hasil yang mewakili, dilakukan untuk mengetahui karakter batuan
yang dominan di sebuah lokasi tertentu, atau untuk mempertajam hasil analisa dari static test.
Pengujian kolom juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain seperti untuk
mengetahui pengaruh faktor lain (curah hujan, pencampuran dengan material lain, perubahan
faktor fisik, dsb) terhadap pembentukan AAT.
Penanganan
Secara umum, penanganan masalah AAT dibagi dua, yaitu: pencegahan pembentukan AAT dan
penanganan AAT yang telah terbentuk, khususnya yang akan keluar dari lokasi kegiatan
penambangan.
1. Pencegahan pembentukan AAT
Pencegahan pembentukan AAT, seperti dijelaskan pada reaksi kimia diatas, dilakukan dengan
mengurangi kontak antara mineral sulphida (dalam reaksi tersebut sebagai pyrite) dengan air
dan oksigen diudara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan menempatkan batuan PAF pada
kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil jumlahnya. Secara umum, dikenal 2 cara
untuk melakukan hal tersebut, yaitu dengan menempatkan batuan PAF dibawah permukaan air
(dimana penetrasi oksigen terhadap lapisan air sangat rendah) atau dikenal dengan istilah wet
cover systems, atau dibawah lapisan batuan/material tertentu dengan tingkat infiltrasi air dan
difusi/adveksi oksigen yang rendah, umumnya disebut sebagai dry cover system. Dengan
menerapkan metode ini, diharapkan pembentukan AAT dapat dihindari.
2. Penanganan AAT yang telah terbentuk
Penanganan AAT yang telah terbentuk, yang berpotensi keluar dari lokasi penambangan,
dilakukan untuk mencapai kondisi kualitas air seperti yang disyaratkan dalam peraturan
pemerintah tentang kualitas air. Secara umum terdapat dua cara pengolahan air, yaitu secara
aktif dan pasif.
Sebagai contoh, seperti disebutkan diatas, salah satu parameter penting yaitu pH. Untuk
menaikkan nilai pH ke kondisi normal, maka dilakukan beberapa upaya diantaranya adalah
dengan penambahan bahan kimia seperti kapur (lime). Secara aktif, kapur (berbentuk
serbuk/tepung) dicampurkan secara langsung dengan air asam di saluran air atau wadah khusus,
atau di kolam penampungan air. Sedangkan secara pasif, air asam dialirkan melalui saluransaluran dimana terdapat kapur (dalam bentuk batuan) sebagai media penetral air asam yang
melaluinya.

Pembentukan Air Asam Tambang


Air asam tambang (AAT) yang dikenal dengan acid mine drainage (AMD) adalah air yang bersifat
asam (tingkat keasaman yang tinggi dan sering ditandai dengan nilai pH yang rendah di bawah 6) sebagai
hasil dari oksidasi mineral sulfida yang terpajan atau terdedah (exposed) di udara dengan kehadiran air.
Polusi air yang disebabkan oleh air asam tambang dapat dikenali dari adanya endapan besi hidroksida yang
berwarna kuning sampai kemerahan didasar aliran atau genangan air. Endapan tersebut terbentuk karena
teroksidasinya besi terlarut (Fe2+) didalam air asam tambang oleh oksigen.
Kegiatan penggalian dan penimbunan akan mengakibatkan terdedahnya (eksposed) batuan
sehingga memungkinkan kontak dengan udara atau air hujan. Air limpasan hujan yang mengalir akan
kontak dengan dinding pit penambangan. Hasil pelapukan batuan atau reaksi kimia antara udara dengan
mineral bila terkena air limpasan hujan atau rembesan air tanah dapat mengakibatkan perubahan kualitas
air limpasan atau air tanah tersebut. Jika perubahan yang terjadi ditunjukkan dengan tingkat kemasaman
tinggi maka hal inilah yang disebut sebagai air asam tambang (AAT) atau acid mine drainage.

Proses Pertambangan
Posted on December 2, 2012 by tammzt

Pada postingan kali ini, saya akan share tentang proses pertambangan.
Dimana secara umum metoda penambangan terbuka meliputi tahapan
global pekerjaan penambangan yaitu:
1. Pembersihan lahan (land clearing).

land clearing

Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk memisahkan pepohonan dari


tanah tempat pohon tersebut tumbuh, sehingga nantinya tidak tercampur
dengan tanah subsoilnya. Pepohonan (tidak berbatang kayu keras) yang
dipisahkan ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai humus pada saat
pelaksanaan reklamasi.
Kegiatan pembersihan lahan ini baru dilaksanakan pada lahan yang benarbenar segera akan ditambang. Sedangkan lahan yang belum segera
ditambang wajib tetap dipertahankan pepohonan yang tumbuh di lahan
tersebut. Hal ini sebagai wujud bahwa perusahaan tambang tetap
memperhatikan aspek pengelolaan atau lindungan lingkungan tambang.

2. Pengupasan tanah pucuk (top soil).

top soil

Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan


terpisah terhadap batuan penutup (over burden), agar pada saat
pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil
ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman
dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak mengandung unsur
hara).
Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih

berupa rona awal yang asli (belum pernah digali/tambang). Sedangkan


untuk lahan yang bekas peti (penambangan liar) biasanya lapisan top
soil tersebut telah tidak ada, sehingga kegiatan tambang diawali langsung
dengan penggalian batuan penutup.
Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya di timbun dan dikumpulkan
pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Untuk
selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank pada saatnya
nanti akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal yang
telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi.

3. Pemompaan air tambang (jika terdapat genangan air di pit).

Pemompaan Air Tambang

Pemompaan air tambang dilakukan dengan menggunakan mesin pompa


Allight dan Caterpillar dengan kapasitas maksimal masing-masing sekitar
200 lt/dt. Pompa ini tidak setiap saat digunakan, penggunaannya hanya
apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan adanya genangan air
dalam jumlah banyak.
Air hasil kegiatan pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam
penampungan (settling pond) yang terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :
Kompartemen pertama, untuk mengendapkan kandungan lumpur yang
ikut larut dalam aliran air tambang yang terpompa.

Kompartemen kedua, untuk penanganan (treatmen) kualitas pH air


tambang yang dihasilkan, dimana air tambang harus ber-pH standard
sesuai batasan baku mutu air tambang yang diijinkan.
Kompartemen ketiga, untuk kolam penstabilan air tambang dan titik
penataan kualitas air tambang sebelum air tambang tersebut disalurkan
ke perairan umum atau sungai.
Mengapa air tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih dulu,
untuk selanjutnya baru boleh disalurkan ke perairan umum ? hal ini
sebagai upaya pencegahan terjadinya air asam tambang (AAT). AAT
adalah air yang berasal dari areal pertambangan yang bersifat asam
(ph<7) sebagai akibat teroksidasinya mineral sulfide pada batuan pada
kondisi lahan yang terbuka dan adanya air. Sifat AAT adalah asam
sehingga cenderung merusak lingkungan, baik terhadap hewan biota air
maupun tumbuhan disekitar perairan tersebut.

4. Penggalian tanah penutup (over burden).

over burden

Penggalian batuan penutup (over burden, disingkat OB) dilakukan


pertama kali dengan menggunakan alat gali berupa alat berat jenis big
bulldozer yang berfungsi sebagai alat pemecah bebatuan
(prosesripping dan dozing). Batuan penutup yang telah hancur tersebut

selanjutnya diangkat oleh alat berat jenis excavator dan dipindahkan ke


alat angkut. Sedangkan alat angkut batuan penutup ini berupa dump
truck dengan kapasitas muat/angkut maksimal 20 ton. Dump truck ini
beroperasi dari loading point di front tambang menuju ke areal disposal
yang berjarak 4 km (pulang pergi).
Penimbunan batuan penutup di disposal ini harus dilakukan secara
bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan OB dasar seluas areal
disposal (luas maksimal) yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya
dilakukan kegiatan penimbunan OB naik ke atas secara bertahap atau
berjenjang dengan luasan semakin mengecil, hingga membentuk sebuah
bukit atau gunung yang berterasering.<br />Jika disposal ini nantinya
telah dinyatakan selesai, maka permukaan terasering disposal akan diberi
lapisan top soil (diambil dari top soil bank) setebal sekitar 50 ~ 100
centimeter dan permukaan akhir dibentuk kontur landai membentuk
bukit/ gunung yang rata (tidak terasering). Sedangkan derajat kemiringan
kontur bukit ini sekitar 14 derajat. Hal ini untuk menghindari terfokusnya
air limpasan disposal sehingga dapat menimbulkan erosi yang besar
(tidak ramah lingkungan).

5. Penambangan batubara (coal cleaning & coal getting ke ROM).

coal cleaning and coal getting ke ROM

Setelah penggalian batuan penutup selesai dan lapisan batubara mulai


terekspose, maka kegiatan penambangan berikutnya adalah proses
pembersihan lapisan batubara dari unsure pengotor (sisa batuan penutup
dan/atau parting). Kegiatan ini dikenal dengan istilah coal cleaning. Hasil
kegiatan coal cleaning ini adalah lapisan batubara yang bersih dan
berkualitas.
Proses coal cleaning ini dilakukan oleh alat excavator yang telah
dilengkapi dengan cutting blade pada sisi luar kuku bucket. Hal ini
menjadikan ujung bucket bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa
ujung bucket yang datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan
batubara dapat dihilangkan hingga sebersih mungkin.
Sedangkan proses pemuatan batubara ke alat angkut dilakukan oleh unit
excavator, dimana alat angkut yang digunakan yaitu dump truck dengan
kapasitas muatan 20 ton. Selanjutnya batubara tersebut diangkut menuju
ke stockpile mini tambang (ROM). Hal ini dilakukan agar proses
penambangan batubara di front tambang dapat berlangsung lebih cepat,
jika dibandingkan dengan pengangkutan batubara secara langsung dari
front tambang ke stockpile pelabuhan. Hal ini mengingat jarak antara
lokasi front tambang terhadap lokasi stockpile pelabuhan cukup jauh
(sekitar 43 kilometer).

Anda mungkin juga menyukai