Anda di halaman 1dari 29

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh genus Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans.
Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidiasis profunda dan kandidiasis
superfisial. Nama lain kandidiasis kutis adalah superficial kandidiasis atau infeksi
kulit-jamur, infeksi kulit-ragi, kandidiasis intertriginosa. Berdasarkan letak
gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidiasis terlokalisasi dan generalisata.
Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah lipatan
kulit dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, paru atau bronki, kadangkadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis dan meningitis.1,2. Karena
organisme ini menyukai daerah yang hangat dan lembab.

II. SINONIM
Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai:

Candidosis
Moniliasis
Oidiomycosis
Trush 1,3

III. ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab : Candida albicans.
Spesies patogenik yang lainnya :
Candida tropicalis
Candida parapsilosis
Candida guilliermondii
Candida krusei
Candida pseudotropicalis
Candida lusitaneae
IV.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur
(orang tua dan bayi lebih sering karena status imunologiknya tidak sempurna),
baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas
tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak

terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim
hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.1,6
V. FAKTOR PREDISPOSISI
Terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen, antara lain :
1) Faktor endogen :
a) Perubahan fisiologik
Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kegemukan, karena banyak keringat
Diabetes
Iatrogenik
Endokrinopati
Penyakit kronik : TBC, SLE dengan keadaan umum yang buruk.
b) Umur : orang tua dan bayi lebih sering karena status imunologiknya tidak
sempurna
c) Imunologik : penyakit genetik.
2) Faktor eksogen :
a) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b) Kebersihan kulit
c) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
d) Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida


albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena
adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh.

VI. PATOGENESIS
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi
yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.7
Faktor penentu patogenitas kandida adalah :
1. Spesies
Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat
menyebabkan proses pathogen pada manusia.

C. albicans adalah kandida

yang paling tinggi patogenitasnya. Candida albicans bentuk yeast-like fungi


dan beberapa spesies kandida yang lain memiliki kemampuan menginfeksi
kulit, membran mukosa, dan organ dalam tubuh. Organisme tersebut hidup
sebagai flora normal di mulut, traktus vagina, dan usus.
2. Daya lekat
Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang
germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat
adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga
dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Dimorfisme
C. albicans merupakan jamur
dimorfik yang mampu tumbuh dalam
kultur sebagai blastospora dan sebagai
pseudohifa.

Dimorfisme

terlibat

dalam patogenitas kandida. Bentuk


blastospora diperlukan untuk memulai
suatu lesi pada jaringan dengan
mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru
terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin :
Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.
Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam
kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C.
albicans dirusak secara mekanik.
5. Enzim :
Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh
C.albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :

1. Sawar mekanik :
Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan
mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya
kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik:
Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam mamalia mengandung
substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh
mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing :
Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan membunuh
spesies

kandida

merupakan

mekanisme

yang

sangat

penting

untuk

menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk


kandida yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena
ukurannya, sulit difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium
kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan
intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
4. Respon imun spesifik :
Imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan infeksi
kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada
penderita kandidiasis mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan
penderita dengan infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan,
bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer antibodi antikandida yang
tinggi dapat menghambat fagositosis.7,8
Mekanisme imun seluler dan humoral
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya
kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein
permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat
keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel

epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke


jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil
yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida
mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan
mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya imunoglobulin.
Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibodi di
permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas
tuan rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap
netrofil dan fagosit lain.
Mekanisme non imun
Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.8
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari
dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein
merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif.
Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga
berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam
tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor
predisposisi pada tubuh pejamu.
Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang
lain memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ dalam
tubuh. Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut, traktus vagina,
dan usus. Mereka berkembang biak melalui ragi yang berbetuk oval.
Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab,
pengobatan steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang
berkaitan dengan penurunan imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi
menjadi patogenik dan memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau hifa
yang utuh dengan dinding septa.

Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan
kulit (stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul , Secara klinis ditemukan lesi
merah, halus, permukaan mengkilap, cigarette paper-like, bersisik, dan bercak
yang berbatas tegas. Membran mukosa mulut dan traktus vagina yang terinfeksi
terkumpul sebagai sisik dan sel inflamasi yang dapat berkembang menjadi curdy
material.
Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor
protease. Kemampuan yeast untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan
paling penting untuk memproduksi hifa dan jaringan penetrasi. Penghilangan
bakteri dari kulit, mulut, dan traktus gastrointestinal dengan flora endogen akan
menyebabkan penghambatan mikroflora endogen, kebutuhan lingkungan yang
berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi tanda dari pertumbuhan kandida.
Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun
terakhir, mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang immunocompromised.
Secara spesifik, tampak makin bertambahnya umur semakin pula terjadi
peningkatan angka kesakitan dan kematian. Meskpin infeksi kandidiasis
superfisial dipercaya termasuk ringan, akan tetapi menyebabkan kematian pada
populasi lanjut usia. Candida albicans juga dapat menyerang kulit dengan folikel
rambut yang aktif atau istirahat.
Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang
jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur.
Dan pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk
kondisi rematik dan dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada
pasien usia lanjut memberikan resiko yang tinggi.
Patologi kutaneus superfisial dicirikan dengan pustul subkorneal. Organisme
ini jarang tampak dalam pustul tetapi dapat dilihat pada pewarnaan stratum
korneum dengan PAS (Periodic Acid-Schiff). Histologi granuloma kandidal
menunjukkan tanda papillomatous dan hyperkeratosis dan kulit yang menebal
berisi infiltrat limfosit, granulosit, plasma sel, dan sel giant multinuclear.

VII. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:

1. Kandidosis selaput lendir :


a. Kandidosis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidosis kutis :
a. Lokalisata

: 1). Daerah intertriginosa


2). Daerah perianal

b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidosis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia

VIII.

GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat

hebat. Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin
meluas, makula atau papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil

yang kemudian menjadi lebih besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit,
genital, bokong, di bawah payudara, atau di daerah kulit yang lain. Infeksi folikel
rambut (folikulitis) mungkin seperti pimple like appearance:.
1) Kandidosis Kutis Lokalisata

i)Kandidosis Intertriginosa
Lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan
umbilikus. Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan
eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
Pada orang yang banyak mencuci, jamur ini menyerang daerah
interdigital tangan maupun kaki.Terjadi daerah erosi dan maserasi berwarna
keputihan di tengahnya. Disini juga terjadi lesi-lesi satelit di sekelilingnya.
Kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadang bisa menimbulkan
nyeri. Kandidosis intertriginosa yang terjadi pada sela jari tangan maupun
kaki dapat diikuti dengan paronikia dan onikomikosis pada tangan atau kaki
yang sama.

Gambar 1. Kandidiasis intertriginosa

ii)

Kandidosis Perianal

Kandidosis perianal adalah infeksi Candida pada kulit di sekitar anus


yang banyak ditemukan pada bayi, sering disebut juga sebagai kandidosis
popok atau diaper rash. Hal ini terjadi karena popok yang basah oleh air
kencing tidak segera diganti, sehingga menyebabkan iritasi kulit genital dan
sekitar anus. Penyakit ini juga sering diderita oleh neonatus sebagai gejala
sisa dermatitis oral dan perianal.
Popok yang basah akan tampak seperti area intertriginosa buatan,
merupakan tempat predisposisi untuk infeksi ragi. Lesi yang tampak berupa
dasar merah dan pustule satelit.Kadang sering dijumpai pula gejala pruritus
ani.
Dermatitis popok sering diobati dengan kombinasi steroid krim dan
lotion yang mengandung antibiotic. Walaupun obat ini mungkin berisi
klotrimazol yang merupakan obat anti jamur, mungkin konsentrasinya tidak
cukup untuk mengendalikan infeksi jamur yang terjadi. Komponen kortison
dapat mengubah gambaran klinis dan memperpanjang penyakit. Bentuk
nodular granulomatosis kandidosis di daerah popok, muncul sebagai kusam,
eritem, dan nodul dengan bentuk yang tidak teratur, kadang-kadang dasar
yang eritem merupakan reaksi biasa untuk organisme Candida atau infeksi
Candida yang disebabkan oleh steroid. Meskipun infeksi dermatofit jarang
terjadi di daerah popok, tetapi kasus ini sering ditemukan. Setiap upaya
harus dilakukan untuk mengidentifikasi organism dan mengobati infeksi
dengan tepat.

Gambar 2. Kandidiasis perianal


2) Kandidosis Kutis Generalisata

Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara,


intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia.
Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini
sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina
atau mungkin karena gangguan imunologik sehingga daya tahan tubuh bayi
tersebut rendah.
Pada bayi baru lahir yang menderita kandidosis kutis generalisata,
dengan vesikulopustul di atas eritem muncul pada saat bayi baru lahir atau
beberapa jam setelah lahir.Lesi pertama kali muncul di muka, leher dan
menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 24 jam.
3) Kandidiasis Napkin (Diaper-Rash)

Bentuk paling sering pada kandidiasis kutis. Khas adanya eritema, edema
dan cairan purulen, tebal, pus putih, dan terdapat pada bayi yang popoknya
selalu basah dan jarang diganti. Mengenai kulit lembab pada pantat, genetalia
pada bayi, lipatan paha, tersering pada area kulit yang terpapar air seni bayi
terlalu lama.

Gambar 3. Kandidiasis Napkin

4) Paronikia dan Onikomikosis

Paronikia dan onikomikosis adalah peradangan kuku dan bantalan kuku.


Paronikia dapat bersifat akut dan kronis. Paronikia akut disebabkan oleh
bakteri, sedangkan paronikia kronis disebabkan oleh Candida sebagai pathogen
10

tunggal atau ditemukan bersamaan bersama dengan bakteri lain seperti Proteus
atau Pseudomonas sp.
Ini merupakan proses peradangan kronis pada lipatan kuku proksimal dan
matriks kuku. Hal ini terutama terjadi pada orang- orang yang tangannya sering
terendam dalam air seperti pada ibu rumah tangga, pegawai bar atau rumah
makan, penggemar tanaman, dan pegawai ikan.Pemakaian alat pencuci piring
mekanis yang semakin meluas mungkin berhubungan dengan penurunan
insidensi kelainan ini.
Gambaran klinis berupa eritema pada lipatan kuku proksimal
(boilstering), pembengkakan tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras
dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap
berkilat, tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium,
dan hilangnya kutikula. Hal ini sering berhubungan dengan terjadinya distrofi
kuku.Candida albicans mempunyai peran patogenik, tetapi bakteri mungkin
juga ikut menyertainya. Tidak adanya kutikula memungkinkan masuknya
bahan-bahan iritan seperti detergen ke daerah di bawah kuku proksimal, dan
hal ini turut menyebabkan proses peradangan.
Kondisi ini cukup berbeda dengan paronikia bacterial akut, yang timbul
cepat, rasa sakit yang hebat, dan banyak nanah hijau. Penekanan pada lipatan
kuku yang bengakak pada paronikia kronis bias mengeluarkan butiran-butiran
kecil nanah yang berbentuk seperti krim susu dari bawah lipatan kuku, tetapi
hanya itu saja yang terjadi
Gambar 4. Paronikia

11

5) Kandidosis Granulomatosa

Kelainan ini jarang dijumpai, HOUSER dan ROTHMAN melaporkan


bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan
tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada
dasarnya.Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm,
lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.

IX.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada penampakan kulit, terutama jika ada

faktor resiko yang menyertai.Kerokan kulit dapat menunjukkan bentuk jamur


yang mendukung candida. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan Langsung
Merupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif untuk
mendiagnosis, tapi tidak cukup untuk
menyingkirkan

bukti

klinis

yang

lain.

Pemeriksaan dengan kerokan kulit


dengan penambahan KOH 10% akan
memperlihatkan
berupa

sel

elemen
ragi,

candida

balastospora,

pseudohifa atau hifa bersepta. Pemeriksaan


langsung

tidak

dapat

menentukan

identifikasi etiologi secara spesifik dan


kurang sensitive dibandingkan dengan biakan.
Hasil negative tidak selalu bukan
disebabkan oleh Candida. Pewarnaan gram juga dapat digunakan dan akan
memberikan hasil yang sama dengan pemeriksaan KOH 10%.
2. Pemeriksaan Biakan

Biakan merupakan pemeriksaan paling sensitive untuk mendiagnosis


infeksi Candida. Sabouraud Dextrose Agar (SDA) merupakan media
standar yang banyak digunakan untuk pemeriksaan jamur. Media ini
mengandung 10 gr pepton, 40 gr glukosa, dan 10 gr agar, serta
ditambahkan 1000 ml air. Penambahan antibiotika pada SDA digunakan

12

untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Biakan diinkubasi pada suhu kamar


yaitu 25-270 C dan diamati secara berkala untuk melihat pertumbuhan
koloni. Koloni berwarna putih sampai kecoklatan, basah, atau mukoid
dengan permukaan halus dan dapat berkerut.
Gambar 5. Tipe Koloni Candida
3. Identifikasi Species

Meskipun gambaran klinis sulit dibedakan penentuan etiologi


spesifik Candida sampai ke tingkat spesies berguna untuk menentukan

terapi dan prognosis. Adapun cara mengidentifikasi Candida sp.dapat


dilakukan dengan cara tradisional dan komersil.
a) Germ Tube Test
Germ tube test merupakan cara yang digunakan untuk
menentukan indentifikasi spesies C. albicans.P emeriksaan ini
menggunakan media yang mengandung serum dan diinkubasi pada
suhu 370 C selama 2 jam. Bila terdapat pertumbuhan germ tube atau
sprout mycelium, berarti spesies tersebut adalah C. albicans.
Pertumbuhan Germ tube dikenal sebagai Fenomena Reynols-Braude.
b) Penilaian Klamidospora
Penilaian Klamidospora menggunakan media commeal agar
dengan Tween 890. Morfologi koloni Candida sp. dibedakan
berdasarkan susunan blastospora dan gambaran morfologi pseudohifa.
Umumnya hanya C. albicans yang menghasilkan klamidiospora.
c) Uji Asimilasi dan Fermentasi
Identifikasi Candida sp. dapat juga dilakukan berdasarkan
kemampuan ragi untuk mengasimilasi dan fermentasi karbohidrat yang

13

berbeda utuk setiap spesies. Candida albicans dapat mengasimilasi


dan memfermentasi glukosa, galaktosa, maltose, dan sukrosa.
d) CHROM agar candida
CHROM agar kandida merupakan cara komersil media biakan
selektif untuk mengidentifikasi Candida sp. Koloni C. albicans, C.
tropicalis, C. glabrata, dan C. krusei dapat dibedakan berdasarkan
morfologi koloni dan warna yang ditimbulkan oleh masing-masing
koloni. Media ini mengandung 10 gr pepton, 20 gr glukosa, 0,5 gr
kloramfenikol, 15 gr agar dan 2 gr chromogenic mix. Chromogenic
mix merupakan bahan yang menyebabkan perubahan warna koloni
pada Candida sp.
4. Serologi

Macam-macam prosedur pemeriksaan serologi direncanakan untuk


mendeteksi adanya antibodi Candida yang berkisar pada tes immunodifusi
yang lebih sensitive seperti counterimmunoelectrophoresis(CIE), enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), and radioimmunoassay (RIA).
Produksi empat atau lebih garis precipitin dengan tes CIE telah
menunjukkan diagnosis kandidiasis pada pasien yang terpredisposisi.
5. Pemeriksaan Histologi

Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan pewarna periodic


acid-schiff (PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang
menunjukkan kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea.

Gambar 6. PAS candadida

14

X. DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis lokalisata dengan:
Dermatitis kontak iritan
Disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan iritan, bisa akut
ataupun kronis. Lesi polimorf tampak makula eritematosa, batas tidak
tegas, diatas makula terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah menjadi
lesi yang eksudatif.

Gambar 7. Dermatitis Kontak Iritan

Keterangan
Definisi

Penyakit
Tinea kruris

Dermatitis

Eritrasma

Penyakit

pada

Peradangan

kulit

Penyakit

jaringan

yang

(epidermis

dan

kronik pada stratum

mengandung

zat

tanduk

pada

lipatan

paha,

daerah

perineum,

dermis)

sebagai

bakteri

korneum

yang

respon

terhadap

disebabkan

pengaruh

endogen

corynebacterium

dan atau eksogen,

minitussismum,

dan sekitar anus,

menimbulkan

ditandai

yang bersifat akut

kelainan

atau menahun.

berupa

dengan

klinis

adanya lesi berupa

efloresensi

eritema dan skuama

15

polimorfik (eritema,

halus

edema,

papul,

daerah

vesikel,

skuama,

likenifikasi)

terutama

di

ketiak

dan

lipatan paha.

dan

keluhan gatal.
Tinea

kruris

biasanya

eksogen

oleh

bakteri

mikroorganisme)dan

Corynebacterium

T.rubrum,

penyebab endogen (

minissusmum.

T.mentagrophytes,

atopik),

atau

sebagiannya

oleh

E.flocossum.

(6)

(12)

tidak

diketahui
etiologinya
pasti.

Lesi

Disebabkan

(bahan kimia, fisik,

disebabkan
Etiologi

Penyebab

Lesi

berbatas

yang

(11)

Pada stadium akut

Lesi

tegas, peradangan

kelainan

berukuran

pada

berupa

tepi

dapat
sebesar

eritema,

miliar sampai plakat.

edem, vesikel atau

Lesi eritroskuamosa,

daerah tengahnya.

bula,

berskuama

Efloresensi

eksudasi,

nyata

lebih

kulit

kulit

daripada

atas
macam

terdiri
macambentuk

erosi

dan

sehingga

tampak

basah

(madidans).

yang primer dan

Stadium

sekunder
(polimorf).

halus

kadang-kadang
dapat terlihat merah
kecoklat-coklatan.
ini

rupanya

eritema dan edema

tergantung

pada

berkurang,

eksudat

daerah area lesi dan

mengering menjadi

warna kulit penderita


Tempat predileksi di

krusta.

subakut,

Pada

stadium kronis lesi


tampak

kering,

daerah
lipat

ketiak

paha,

dan

kadang

berlokasi di daerah

skuama,

intertriginosa

hiperpigmentasi,
papul

Variasi

dan

likenifikasi, mungkin
juga terdapat erosi

terutama

lain
pada

penderita gemuk.
Perluasan lesi terlihat
pada

pinggir

16

yang

atau

eksoriasi

karena garukan.(11)

eritematosa

dan

serpiginosa.

Lesi

tidak menimbul dan


tidak

terlihat

vesikulasi.
kering

Skuama

yang

menutupi

lesi

pada

perabaan

terasa lemak.

Pemeriksaan

Pemeriksaa

Pemeriksaan

Prick Test.
Dermatitis

Wood

Lamp,

tampak

merah

n
penunjang

kontak Patch

Sabouround
Dextrose

Agar

(SDA)

atau

Test.
Dermatitis
seboroik
Pemeriksaan

Dermatophyt
Test

(12)

Dermatitis atopik

jamur.(4)
Kultur sediaan
pada

dan

KOH 10%, akan


tampak elemen

halus

KOH

10

akan

tampak

spora

Medium

%,

membara

red).(16)
Pemeriksaan
pengecetan gram
atau

giemsa

gram positif.

atau

blastokonidia

(DTM).

(coral

tanpa hifa
Pemeriksaan
Wood Lamp ,
negatif (warna
violet).

Gambar

17

XI.

PENATALAKSANAAN
1. Terpenting adalah menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Terapi Topikal
Larutan ungu gentian: 0,5 % untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit dan

dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.


Nistatin dapat diberikan berupa krim, salep, emulsi.
Golongan azol
krim atau bedak mikonazol 2%
bedak, larutan dan krim klotrimazol 1%
krim tiokonazol1%
krim isokonazol1%
Antimikotik topikal lain yang berspektrum luas

3. Terapi Sistemik
Nistatin tablet
Untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna, obat ini tidak

diserap oleh usus.


Amfoterisin B
Diberikan intravena untuk kandidiasis sistemik.
Kotrimazol

18

Pada kandidiasis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500mg per


vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200 mg

dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.


Itrakonazol
Diberikan pada kandidiasis vulvovaginalis. Dosis untuk orang dewasa
2x100 mg sehari, selama 3 hari.

Penggunaan obat anti jamur yang standard hanya flukonazol, itrakonazol,


dan flucytosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat antijamur golongan azol
terbaru antara lain voriconazole, ravuconazole, posaconazole.
Amorolfine biasa digunakan karena efektifitasnya sebagai terapi topikal
pada kandidiasis superficial yang disebabkan oleh jamur dan dermatofitosis
dan afinitasnya yang tinggi terhadap stratum korneum dan kuku.
Obat anti jamur imidazol, clotrimazol, mikonazol, econazol, oxiconazol,
dan bifonazol digunakan secara luas sebagai pengobatan topikal dermatofitosis.
Beberapa tahun terakhir, imidazol (lanakonazol) dan tiga kelas anti jamur
gabungan benzylamine (butenafine), alylamine (terbinafine), dan morfin
(amorolfine),

telah

berhasil

dikembangkan

dan

diperkenalkan

dalam

penggunaan di klinik. Obat-obat terbaru ini lebih aktif daripada imidazol


sebelumnya untuk melawan dermatofitosis secara in vitro dan in vivo
dermatofitosis pada babi sebagai binatang percobaan.

XII. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kutaneus kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
i)
Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit
ii)
Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan
iii)

mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku


Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised.

XIII.

PENCEGAHAN

19

Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan


infeksi kandida, yakni dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak
yang kering mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang
mudah terkena. Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada
penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi tersebut.
XIV.

PROGNOSIS
Prognosis kutaneus kandidiasis umumnya baik, bergantung pada berat
ringanya faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit
dihilangkan. Infeksi berulang merupakan hal yang umum terjadi.

BAB II
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama

: Tn. R

Usia

: 54 tahun

Alamat

: Ungaran

Pekerjaan

: Karyawan

Tanggal Masuk

: 30 Mei 2016

Tanggal Konsultasi

: 6 Juni 2016

II. Anamnesis
Keluhan Utama

: gatal pada hampir seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang:

20

Sejak 5-6 bulan SMRS, pasien mengeluh gatal hampir di seluruh tubuh, yaitu di
lipat siku, lengan, ketiak, kaki, punggung dan perut. Keluhan gatal disertai dengan
timbulnya warna kulit kemerahan yang meninggi dan tampak bintik bintik kecil di
sekitarnya yang timbul sejak 1 bulan lalu. Gatal bermula timbul pada bagian
ketiak dan kemudian meluas ke lengan, perut, hingga betis. Terasa lebih gatal
pada malam hari dan bila berkeringat. Gatal yang dirasakan mengganggu
aktivitas. Rasa panas (-), nyeri (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Penyakit kulit lain sebelum keluhan timbul (-),Hipertensi (-), DM (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Istri mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan:
Sudah diberikan salep inerson dan skabimed, keluhan membaik tetapi muncul
kembali, alergi (-).

III. Pemeriksaan Fisik


Tingkat kesadaran

: compos mentis

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Tanda vital

: TD: 136/90 mmHg, N: 88 kali/menit,


RR: 20 kali/menit, Suhu: 37,5 celcius

Kepala

: tidak tampak eritema maupun bintik-bintik kecil

Mata

: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

THT

: tidak ada kelainan

Mulut

: mukosa tidak pucat, tidak tampak bercak keputihan

Leher

: KGB tidak teraba

Thorax

: pergerakan dinding dada simetris


Pulmo

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Cor

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur -, gallop

21

Abdomen

: datar, lemas, bising usus (+) normal, perabaan supel,


perkusi timpani, tampak bercak eritema berbatas
tegas.

Ekstremitas

: akral hangat, CRT <2 detik, tampak bercak eritema


berbatas tegas pada lengan kanan dan kiri, lipat siku
kanan dan kiri, serta tungkai kanan dan kiri.

Status Dermatologis
Lokasi : Abdomen, punggung, ketiak, lengan kanan dan kiri, tungkai kanan
dan kiri,
UKK : bercak eritema, berbatas tegas, bersisik, vesikel, likenifikasi.

22

Gb 1. Abdomen

Gb 2. Lengan dan Lipat Siku

23

Gb 3. Ketiak

24

Gb 4. Punggung

Gb 5. Tungkai Bawah

Saran:

25

Pemeriksaan penunjang: biakan, pemeriksaan KOH.


RESUME:
Tn. R, laki-laki, usia 54 tahun, dikonsultasikan dengan keluhan gatal pada
kedua lipat siku, kedua lengan,ketiak, abdomen, punggung dan kedua tungkai.
Keluhan gatal disertai dengan timbulnya warna kulit kemerahan yang meninggi
tampak bintik bintik kecil di sekitarnya yang timbul sejak 1 bulan lalu. Gatal
bermula timbul pada bagian ketiak dan kemudian meluas ke lengan, perut, hingga
betis. Terasa lebih gatal pada malam hari dan bila berkeringat. Gatal yang
dirasakan mengganggu aktivitas. Rasa panas (-), nyeri (-). Sebelumnya terkena
ISPA (-). Saat ini pasien sedang tidak bekerja. Pasien merupakan perokok aktif.
Pada kedua lipat siku, kedua lengan,ketiak, abdomen, punggung dan kedua
tungkai tampak bercak eritema berbatas tegas dengan papul pustul serta lesi
satelit.
Saran:
Pemeriksaan penunjang: biakan, pemeriksaan KOH.
Diagnosis Banding:
Tinea kruris
Eritrasma
Dermatitis
Diagnosis:
Kandidiasis Kutis
Penatalaksaan:
Tiriz tab 1x1
Ketokonazol tab 1x II, 200mg

untuk pemakaian

Lusanoc cream

selama 7 hari

Ciprofloxacin 2x500 mg

26

Edukasi:
Higienitas,Kekambuhan, faktor yang mempengaruhi, cara penggunaan obat.
Prognosis:
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad cosmeticam

: Dubia ad bonam

Follow Up (6 Juni 2016)


Keluhan

: keluhan berkurang, obat habis.

Status dermatologis
Lokasi

: abdomen, lengan, ketiak, punggung


ekstremitas inferior dextra dan sinistra

Status dermatologis

: bercak hiperpigmen, lesi satelit.

Terapi
Tiriz tab 1x1
Ketokonazol tab 1x II, 200mg

untuk pemakaian

Lusanoc cream

selama 7 hari

Mycorine Powder

BAB III
ANALISIS KASUS
27

Pada anamnesis didapatkan keluhan utama berupa keluhan gatal pada


kedua lipat siku, kedua lengan,ketiak, abdomen, punggung dan kedua tungkai
sejak 5-6 bulan yang lalu. Keluhan gatal disertai dengan timbulnya warna kulit
kemerahan yang meninggi tampak bintik bintik kecil di sekitarnya yang timbul
sejak 1 bulan lalu. Gatal bermula timbul pada bagian ketiak dan kemudian meluas
ke lengan, perut, hingga tungkai. Terasa lebih gatal pada malam hari dan bila
berkeringat. Gatal yang dirasakan mengganggu aktivitas, dan pasien sering
menggaruk daerah yang gatal. Dari anamnesis tersebut, keluhan gatal dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti infeksi jamur, kegemukan, cuaca yang
panas, dan higienitas tubuh. Keluhan tersebut dapat sembuh sempurna setelah
diberikan pengobatan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya papul, vesikel makula eritema
yang berbatas tegas dan lesi satelit pada kedua lipat siku, kedua lengan,ketiak,
abdomen, punggung dan kedua tungkai. Hal ini menguatkan diagnosis kandidiasi
kutis. Sedangkan diagnosis banding tinea, eritrasma dan dermatitis seboroik dapat
dilemahkan dikarenakan faktor mikroorganisme yang berbeda dan lesi satelit (-)
Untuk dapat lebih menguatkan diagnosis psoriasis, dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan
pewarna periodic acid-schiff (PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak
bersepta yang menunjukkan kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea. Namun
pemeriksaan penunjang tersebut tidak perlu dilakukan bila anamnesis dan
gambaran klinis menunjukkan jelas bahwa penyakit tersebut adalah kandidiasis.
Penatalaksaan pada pasien ini dapat diberikan Tiriz 1x sehari pada malam
hari, Ketokonazol 2x sehari , Lusanoc krim dipakai pada pagi sore dan malam.
Ciprofloxacin 2x sehari, semua obat ini diapak selama 7 hari. Penting dilakukan
edukasi kepada pasien mengenai tata cara penggunaan obat topikal tersebut untuk
mencegah efek yang dapat terjadi dan larangan untuk menggaruk, serta perlu
menjelaskan bahwa penyakit ini dapat kambuh di kemudian hari bila pasien tidak
mengurangi faktor risiko seperti menjaga higienitas tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
28

1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2007. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin UI. Jakarta.
2. Freedberg, dkk. 2003. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine.
Edisi ke-6. McGraw-Hill Professional.
3. Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6
4. SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007.
Pp:86-92
5. James William,Berger Timothy, Elston Dirk. Candidiasis. Dalam :
Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. Ed 10 th. British. WB
Saunders Company. 2000. Pp:308-9
6. Wolff, Klauss. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. Ed 7th. New york. McGraw Hill Company. 2007. p: 1822
7. Wolf K, Richard AJ, Dick S. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill
Company. 2007.
8. Siregar, R.S. Atlas Berwana Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2004. Pp: 279-280.
9. Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah.
Mekanisme Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media
Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92

29

Anda mungkin juga menyukai