Anda di halaman 1dari 3

Nama : Danang

Handaka P
Kelas : XI IPA 1
No. Absen : 0003

TUGAS SEJARAH WAJIB


Biografi Pahlawan Nasional KH Noer Alie

Kyai Noer Alie sejak kecil memiliki semangat belajar yang tinggi. Pendidikan
agama yang didapatnya dan para guru dan pesantren di sekitar Bekasi dan
Klender, Jakarta Timur, telah kuat tertanam. Pada tahun 1934, ia menunaikan
ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Mekah dan bermukim di sana
selama 6 tahun. Selama di negeri orang, ia aktif berorganisasi. Di sini, ia
kemudian bertemu seorang pelajar asing yang heran kenapa Belanda dapat
menjajah Indonesia yang jauh lebih besar. Pertanyaan ini mengusik semangat
nasionalisme Noer Ali yang lalu membentuk perhimpunan pelajar Betawi di
Mekah.
Setibanya di Tanah Air, Noer Alie mendirikan madrasah. Saat Rapat Ikada
digelar pada pada 19 September 1945, Noer Alie juga hadir di sana.
Pada November 1945, Noer Alie membentuk Laskar Rakyat untuk berjuang
mempertahankan kemerdekaan. Beliau kemudian menjadi Komandan
Batalyon Ill Hisbullah Bekasi. Keberanian K.H. Noer Ali yang dijuluki Si Belut
Putih dan Singa Karawang-Bekasi terlihat dalam Pertempran Sasak Kapuk.
Beliau juga melancarkan perang psikologis dengan memasang ratusan
bendera Merah Putih dari kertas di sepanjang Bekasi-Karawang. Belanda
bertambah murka karena sebelumnya sudah sering mendapat serangan dari
pasukan TNI yang dipimpin Mayor Lukas Kastaryo.
Dalam suatu upaya pengejaran pasukan TNI, Belanda menyerang Kampung
Rawa Gede. Tidak menemukan yang dicari, Belanda membantai penduduk.
Aksi Belanda ini mendapat kecaman internasional yang menilainya sebagai

kejahatan perang. Pada. tahun 2011, para ahli Waris korban tragedi
Rawagede mendapat kompensasi dan pemerintah Belanda.
K.H. Noer Alie juga seorang politisi yang hebat. Ia pernah terpilih
menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia Daerah Cabang Babelan. Pada 19
April 1950, ia menjabat Ketua Masyumi Cabang Jatinegara, nama Kota Bekasi
saat itu. Ia pun tercatat sebagai salah seorag yang membidani lahirnya
Kabupaten Bekasi. Dalam bidang sosial dan pendidikan, K.H. Noer Alie
membentuk sebuah organisasi bernama Pembangunan Pemeliharaan dan
Pertolongan Islam yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Attaqwa.

Tempat/Tgl. Lahir : Bekasi, 15 Juli 1914

Tempat/Tgl. Wafat : Bekasi, 29 Januari 1992

SK Presiden : Keppres No. 085/TK/2006, Tgl. 3 November 2006

Gelar : Pahlawan Nasional

Patriotisme dan keberanian Kyai Noer Alie dalam membela


bangsa dan Negara bersama rakyat telah menginspirasi
Chairil Anwar untuk menulis puisi berjudul Karawang
Bekasi
BIOGRAFI SULTAN THAHA SYAIFUDIN

Sultan Thaha Syaifuddin (Jambi, 1816 - Betung, 26 April 1904) adalah sultan terakhir dari
Kesultanan Jambi. merupakan pahlawan nasional asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan
tahun 1816 di Keraton Tanah Pilih Jambi.

Ia merupakan putra dari Sultan M. Fachrudin dengan gelar sultan Kramat. Nama asli Sultan
Thaha adalah Sultan Raden Toha Jayadiningrat. Ketika kecil ia biasa dipanggil Raden Thaha
Ningrat.
Meskipun ia terlahir dari kalangan bangsawan, ia memiliki sikap yang rendah hati, senang
bergaul dengan masyarakat dan sangat membenci Belanda. Aktivitas melawan Belanda makin
gencar sejak ia naik tahta menjadi Raja Jambi pada tahun 1855. Usahanya melawan Belanda
dilakukan dengan mengalang kekuatan masyarakat dan berkerjasama dengan raja
Sisingamangaraja.
Tahun 1841 ia diangkat sebagai Pangeran Ratu (semacam perdana menteri) di bawah
pemerintahan Sultan Abdurrahman. Sejak itu, ia memperlihatkan sikap menentang Belanda.
Ketika sebuah kapal dagang Amerika berlabuh di pelabuhan Jambi, ia berusaha mengadakan
kerja sama dengan pihak Amerika.
Sultan Thaha Syaifuddin tidak mengakui perjanjian yang dibuat oleh sultan-sultan terdahulu
dengan Belanda. Salah satu diantaranya perjanjian tahun 1833 yang menyatakan Jambi adalah
milik Belanda dan dipinjamkan kepada Sultan Jambi. Belanda mengancam akan memecatnya,
akibatnya hubungannya dengan Belanda tegang. Karena sudah memperkirakan Belanda pasti
akan menggunakan kekuatan senjata, maka Sultan Thaha pun memperkuat pertahanan Jambi.
Belanda mengirim Residen Palembang untuk berunding dengan Sultan Thaha. Perundingan itu
gagal. Sesudah itu, Belanda menyampaikan ultimatum agar Sultan Thaha menyerahkan diri.
Karena Sultan Thaha menolak ultimatum, pada 25 September 1858 Belanda melancarkan
serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh. Pasukan Jambi berhasil menenggelamkan
sebuah kapal perang Belanda, namun mereka tidak mampu mempertahankan kraton. Sultan
Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini.
Perang utama sudah berakhir, tetapi perlawanan rakyat berlangsung puluhan tahun lamanya.
Sultan Thaha membeli senjata dari pedagang-pedagang Inggris melalui Kuala Tungkal, Siak dan
Indragiri. Rakyat dianjurkan agar tetap mengadakan perlawanan. Pada 1885 mereka menyerang
sebuah benteng Belanda dalam kota Jambi, sedangkan pos militer Belanda di Muara Sabak
mereka hancurkan. Karena itu, Belanda meningkatkan operasi militernya.
Pasukan bantuan dalam jumlah besar didatangkan dari Jawa. Belanda mendatangkan pasukan
dari Magelang lewat Semarang dan Palembang. Pada tanggal 31 luli 1901 pasukan Belanda
yang datang mendapatkan perlawanan sengit di Surolangun. Namun, pasukan Belanda terus
mengadakan pengejaran sampai ke pedalaman. Mereka berhasil menawan pasukan dan
pengikut Sultan Thaha.
Pada tahun 1904, Belanda melakukan penyerbuan dan berhasil menyergap pasukan Sultan
Thaha di dusun Betung Berdarah. Dalam penyerbuan itu, Sultan Thaha wafat dalam usia ke 88.
Jasadnya dikebumikan di Muara Tebo yang kini dijadikan sebagai Makam Pahlawan Nasional
Sultan Thaha Syaifuddin.
Thaha Sjaifuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 24 Oktober 1977 dengan Keppres
No. 79/TK/1977. Namanya diabadikan sebagai nama bandara di Jambi.

Anda mungkin juga menyukai