Anda di halaman 1dari 56

PENGUMPULAN BONGKAR MUAT KAPAL

DISUSUN OLEH
FASHBIR WILDAN RIZQI
12252461
AKADEMI MARITIM CIREBON
PROGRAM DIPLOMA PELAYARAN
PROGRAM STUDI NAUTIKA
2016

Motto Hidup : Dont look back in anger (Noel Gallagher).

Skripsi ini ku persembahkan untuk :


Allah SWT yang telah memberi limpahan rahmat dan berkah.
Kepada Ayahanda Iwan Sampoerna dan Ibunda Tini Rahmawanti, saudariku Etsa
Lazuardini,
Senior, Junior dan teman yang telah bersama sama berjuang di dalam dunia kepelayaran.
Sobatku, Freinda Tiany, Afianto Wicaksono, Dhanny Raihan, Ndaru Swandanu, Issan
Respati, dan teman-teman sepelayaran Eko Cahyo, Munirudin, Partomuan Sihombing,
Tyar Ardiansah. Yang selama ini selalu memberikan semangat dan dorongan dalam
meraih cita-cita.

KATA PENGANTAR
Dengan segala puji syukur penulis mempersembahkan kepada Allah tiada tuhan
selain dia yang karna ridhonya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
PROSEDURE MENINGGALKAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SEKOCI
PENOLONG

UNTUK

PENYELAMAT

KEADAAN

DALAM

DARURAT

HUBUNGANNYA

SEBAGAI
DENGAN

SALAH

SATU

KESELAMATAN

PELAYARAN DI LAUT.
Adapun maksud daripada penelitian ini adalah merupakan salah satu syarat, guna
memperoleh Gelar Ahli Madya Jurusan Nautika pada Akademi Maritim Cirebon
(AMC). Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin
untuk memperoleh penyusunan yang baik, namun demikian sebagaimana manusia
dengan segala keterbatasan penyusun karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penyusun harapkan.
Pada kesempatan ini juga penyusun menyampaikan banyak terimakasih kepada :
1. Ibu Rista Saragih, S.Sos. selaku pembina yayasan.
2. Capt. DR. E. W. Manikome, S. P1., M.Mar. selaku Direktur Akademi Maritim
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Cirebon.
Rusmadi, S.E., M.M. selaku Pembantu Direktur I.
Susilawati Ginting, S. Th. selaku Pembantu Direktur II.
Pagira Ritci, S. Pel., ANT III. Selaku Pembantu Direktur III.
Bapak / Ibu Dosen yang telah memeberi Ilmu Pengetahuan kepada penyusun.
Seluruh staff tata usaha Akademi Maritim Cirebon.
Kepada Orang Tua penyusun yang telah memeberikan bantuan moril maupun

materil.
9. Teman-teman yang telah membantu menyelesaikan skripsi.
Akhir kata semoga penyusuan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Cirebon, September 2016
Penyusun,
Fashbir

DAFTAR ISI
BAB I...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah............................................................................................. 4
C. Alasan Pemilihan Judul.......................................................................................... 5
D. Maksud dan Tujuan Penelitian................................................................................. 6
E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesa.............................................................................7
F. Metode Penelitian................................................................................................. 8
G. Sistematika Pembahasan........................................................................................ 9
BAB II................................................................................................................... 12
LANDASAN TEORI................................................................................................. 12
A. Keadaan Darurat di Kapal..................................................................................... 12
B. Alat-alat Penolong.............................................................................................. 16
C. Sijil Berkumpul dan Petunjuk Keadaan Darurat..........................................................20
E. Latihan dan Gladian Meninggalkan Kapal.................................................................27
F. Persyaratan Umum Untuk Sekoci Penolong................................................................29
BAB III.................................................................................................................. 42
PROSEDUR MENINGGALKAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SEKOCI PENOLONG
SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENYELAMAT DALAM KEADAAN DARURAT
SEHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN PELAYARAN DI LAUT.................................42
A. Alat-alat Yang Digunakan Sebagai Peluncur Sekoci Penolong........................................42
B. Cara-cara Mempersiapkan Sekoci Penolong Dalam Keadaan Darurat di Kapal....................46
C. Cara-cara mengoperasikan Permesinan Sekoci Penolong dan Perlengkapannya...................47
D. Kendala-kendala yang Dihadapi Saat Melaksanakan Prosedur Meninggalkan Kapal Dan Saat
Mengoperasikan Prosedur Meninggalkan Kapal Dan Saat Mengoperasikan Sekoci Serta Langkahlangkah Yang Diambil Untuk Mengatasi Kendala-kendala Yang Dihadapi.............................50
E. Daftar-daftar Yang Berhubungan Dengan Prosedur Meninggalkan Kapal dan Pengoperasian
Sekoci Penolong.................................................................................................... 52
BAB IV.................................................................................................................. 62
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................... 62
A. Kesimpulan...................................................................................................... 62
B. Saran............................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 64

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kapal merupakan sarana yang digunakan atau dapat digunakan untuk angkutan di
laut dan merupakan tempat di mana para pelaut berkerja. Bagi semua orang yang
hidupnya tergantung dari laut, keselamatan merupakan suatu hal yang harus selalu
diwaspadai terhadap bahaya yang selalu mengancam setiap saat. Pada prinsipnya,
apapun cara yang di tempuh, yang penting selamat mulai dari pelabuhan tolak sampai
ke pelabuhan tujuan. Oleh karena itu,

para pelaut hendaknya

senantiasa

mempertahankan diri agar tetap tinggal di atas kapal dalam keadaan darurat untuk
menyelamatkan kapal dan muatannya.
Namun demikian dalam batasan tertentu kapal tidak dapat lagi di pertahankan
sebagai tempat berlindung dan tempat tinggal. Satu-satunya yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa di laut agar tetap bertahan hidup bila terjadi musibah, adalah
dengan cara meninggalkan kapal (abandon ship). Berkaitan dengan prosedur
meninggalkan kapal tersebut, perlu dilaksanakan pengembangan sumber daya manusia
dalam bidang pelayaran dengan tujuan agar tercipta tenaga kerja yang profesional.
Untuk mewujudkan tenaga kerja yang profesional di bidang pelayaran khususnya
di bidang keselamatan, maka setiap awak kapal yang berkerja di atas kapal harus
memiliki pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang memenuhi syarat IMO
(international Maritime Organization). Supaya tercapai pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan yang diharapkan, latihan keselamatan harus diulangi secara kontinyu
paling sedikit harus sekali setiap bulan. Hal ini dilakukan karena kecelakaan dapat saja
1

terjadi setiap saat yang tidak dapat di prediksikan sebelumnya, yang mengharuskan
seluruh awak kapal selalu waspada (aware). Oleh karenanya, perlu ada suatu petunjuk
atau prosedur keselamatan bagi para pelaut berupa tindakan yang harus dilakukan
dalam rangka memperkecil terjadinya kecelakaan, terluka bahkan hilangnya nyawa
manusia.
Menurut Pendidikan dan Latihan Ahli Pelayaran dalam bukunya Basic Safety
Training-Personal Survival Techniquea, menyebutkan bahwa:
petunjuk keselamatan adalah suatu cara yang digunakan dalam penyelamatan
diri dan orang lain apabila terjadi suatu kecelakaan atau suatu keadaan daruraat
sehingga diharapkan kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
terluka serta bahaya lainnya dapat dikurangi sekecil mungkin. (Pendidikan dan Latihan
Ahli Pelayaran, Jakarta, Th:1999, Hal.2).

Kecelakaan yang terjadi di kapal dapat berupa :


1.
2.
3.
4.
5.

Terbakarnya sebagian atau seluruhnya bagian kapal.


Terjadinya tabrakan, baik sesama kapal maupun dengan dermaga.
Kandas, baik yang bersifat sementara maupun permanen.
Terjadinya kebocoran.
Tenggelam, yang diakibatkan oleh masuknya air dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu untuk mengantisipasinya, para pelaut harus memiliki
pengetahuan, memahami dan terampil dalam menggunakan alat-alat penolong dan
penyelamat yang ada di kapal, khususnya sekoci penolong (life boat).
Sekoci penolong merupakan sekoci yang dirancang untuk menyelamatkan orang
dalam keadaan bahaya. Bagaimanapun modernnya rancangan sekoci penolong tersebut
kalau setiap awak kapal di atas kapal kurang bahkan tidak mampu mengoperasikannya
secara baik dan benar, itu semua percuma. Dalam mengoperasikan sekoci harus
mengetahui, memahami dan terampil mengenai cara-cara mempersiapkan sekoci
penolong dan perlengkapannya dalam keadaan darurat, disamping hal-hal lain yang
perlu di perhatikan.
Mengingat begitu kompleks dan pentingnya pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan daripada setiap awak kapal seperti yang di paparkan di atas, maka penulis
termotifasi

untuk

melakukan

penelitian

dengan

judul

PROSEDUR

MENINGGALKAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SEKOCI PENOLONG


UNTUK KEADAAN DARURAT SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENYELAMAT
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KESELAMATAN DI LAUT.

B. Pembatasan Masalah
Memperhatikan ruang lingkup penjabaran judul penelitian sangatlah luas, penulis
melakukan pembatasan masalah sehingga pembahasan lebih terarah dan terpadu sesuai
pengembangan judul. Pembatasan masalah tersebut meliputi :
1. Alat-alat yang di gunakan sebagai seluncur sekoci penolong.
2. Cara-cara mempersiapkan sekoci penolong dalam keadaan darurat di kapal.
3. Cara-cara mengoperasikan permesinan sekoci penolong dan perlengkapannya.
4. Kendala-kendala yang dihadapi saat melaksanakan prosedur meninggalkan
kapal dan saat mengoperasikan sekoci penolong serta langkah-langkah yang
diambil untuk mengatsi kendala-kendala yang dihadapi.
5. Daftar-daftar yang berhubungan dengan prosedur meninggalkan kapal dan
pengoperasian sekoci penolong.

C. Alasan Pemilihan Judul


Menyimak dari hal-hal tersebut diatas, penulis sendiri memberikan alasan
pemilihan judul sebagai berikut :
1. Alasan Praktis
Penulis ingin menambah pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana prosedur
meninggalkan kapal dan bagaimana mengoperasikan alat penolong di atas kapal,
khususnya sekoci penolong. Sehingga apabila penulis sudah berkerja diatas kapal,
penulis tidak akan asing lagi untuk mengoperasikan sekoci penolong dalam keadaan
darurat.
2. Alasan Ilmiah
Penulis ingin menyumbangkan pemikiran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
yaitu tentang prosedor meninggalkan kapal dan mekanisme pengoperasian sekoci
penolong sebatas yang penulis ketahui. Yakni dengan memadukan teori-teori yang
penulis peroleh selama di bangku perkuliahan dengan keadaan dan kenyataan saat
penulis melakukan penelitian.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh tentanf alat-alat yang
digunakan sebagai peluncur sekoci penolong, cara-cara mempersiapkan sekoci
penolong dalam keadaan darurat di kapal, cara-cara mengoperasikan permesinan sekoci
penolong dan perlengkapannya, kendala-kendala yang dihadapi saat melakukan
prosedur meninggalkan kapal dan mengoperasikan sekoci penolong serta langkahlangkah yang diambil untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, dan daftardaftar yang berhubungan dengan prosedur meninggalkan kapal dan mengoperasikan
sekoci penolong.
Adapun tujuan penelitian ini adalah agar menambah ilmu pengetahuan,
pengalaman dan wawasan serta dijadikan acuan untuk proses pendidikan agar dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dijadikan sebagai informasi bagi para
taruna nautika dan masyarakat pada umumnya.

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesa

Setiap keselamatan atas jiwa di laut terancam, baik para pelat maupun orang yang
ikut berlayar. Untuk itu bagi para pelaut yang berkerja di atas kapal dilakukan pelatihan,
terutama dibidang keselamatan agar pelaut terampil dalam teknik-teknik penyelamatan
sebagaimana diisyaratkan oleh IMO Convertion.
Untuk mencapai keterampilan yang diharapkan, bagi para pelaut diperlukan
latihan yang terus menerus di atas kapal seperti latihan menggunakan sekoci penolong.
Menurut Badan Diklat Perhubungan dalam bukunya Survival Craft and Rescue Boats
bahwa :
sekoci adalah alat penolong yang dapat digunakan untuk evakuasi seluruh
awak kapal dan penumpang karena memiliki konstruksi yang lebih kuat dari
alat penolong yang lainnya dan kapasitasnya sampai maksimum 150 orang
tergantung ukuran sekoci. (Badan Diklat Perhubungn, Th:2000, Hal.23).
Sekoci setiap satu bulan sekali yang harus diturunkan dan diluncurkan bersama
awak kapal serta penggunaan alat-alat lainnya. Oleh karena itu sekoci penolong harus
selalu dalam keadaan terawat dan harus siap digunakan dalam setiap saat terutama
apabila isyarat meninggalkan kapal dibunyikan, mengingat fungsinya untuk
menyelamatkan jiwa orang yang berada dalam keadaan bahaya.
Dalam hal tersebut di atas, titik sentral permasalahan yang ada pada saat isyarat
ABANDON SHIP (Perintah Meninggalkan Kapal) dari Nahkoda di bunyikan yaitu
bagaimana cara mengoperasikan alat-alat penolong di atas kapal khususnya sekoc
7

penolong sebagai sekoci yang dirancang untuk menyelamatkan orang dalam keadaan
bahaya. Maka dari itu penulis merumuskan dari Hiprotesa yakni Bila sekoci penolong
memenuhi peraturan tentang peralatan penyelamat serta didukung dengan kesiapan
personil dari awak kapal untuk mengoperasikan sekoci penolong secara baik dan benar
untuk meninggalkan kapal dalam keadaan darurat, maka akan tercapai sesuatu hasil
yang maksimal dalam proses penyelamatan jiwa di laut.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis
yaitu penelitian dengan menggemukakan dan menggambarkan suati masalah dengan
melakukan analisis terhadap masalah yang ada. Adapun cara-cara yang digunakan
dalam pengumpulan data-data adalah:
1. Library Research (Studi Pustaka)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku, makalah, artikelartikel, peraturan-peraturan dan sumber-sumber lain yang penulis perlukan.
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang teoritis.
2. field Research (Penelitian Lapangan)
Yaitu penelitian yang langsung terjun kelapangan (objek penelitian) dan datadata yang didapat merupakan data-data yang aktual (sebenarya) yang menjadi
dasar dalam pembahasan masalah. Adapun teknik-teknik yang dilakukan dalam
penelitian lapangan ini adalah :
a.

Observasi (pengamatn Lapangan)


yaitu teknik pengumpulan data dimana penulis langsung terjun ke objek
penelitian.
8

b.

Interview (Wawancara)
yaitu teknik mengumpulkan data dengan cara mengadakan wawancara
langsung dengan responden.

c.

Documentation (pemakaian Dokumen)


yaitu teknik mengumpulkan data dengan cara mencatat data-data yang
didapat dari dokumen-dokumen yang ada di atasa kapal bersangkutan.

G. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis meringkas semua permasalahan yang akan
dibahas mulai dari bab pertama sampai bab terakhir yaitu dengan menggunakan
seistematika sebagai berikut:
BAB I :PENDAHULUAN
Didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, alasan
pemilihan judul, maksud dan tujuan penelitian, kerangka pemikiran dan
hipotesa, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Didalamnya terdiri dari keadaan darurat di kapal, alat-alat penolong yang ada
diatas kapal, sijil berkumpul dan petunjuk keadaan darurat, tata susunan
9

berkumpul, penempatan, pe;uncuran dan pengangkutan kembali sekoci


penolong, latihan dan gladian meninggalkan kapal, serta persyaratan umum
untuk sekoci penolong.

BAB III : TINJAUAN UMUM


Didalamnya terdiri dari sejarah
BAB IV

: PROSEDUR MENINGGALKAN KAPAL DENGAN SEKOCI

PENOLONG UNTUK KEADAAN DARURAT SEBAGAI SALAH SATU ALAT


PENYELAMAT

DALAM

HUBUNGANNYA

DENGAN

KESELAMATAN

PELAYARAN DI LAUT
Didalamnya terdiri dari alat-alat yang digunakan sebagai peluncur sekoci
penolong, cara-cara mempersiapkan sekoci penolong dalam keadaan darurat
di kapal, cara-cara mengoperasikan permesinan sekoci penolong dan
perlengkapannya, kendala-kendala yang dihadapi saat melaksanakan
prosedur meninggalkan kapal yang diambil untuk mengatasi kendala-kendala
yang dihadapi, dan daftar-daftar yang berhubungan dengan prosedur
meninggalkan kapal dan pengoperasian sekoci penolong.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Didalamnya terdiri dari inti-inti pokok dari yang telah diuraikan sebelumnya
serta masukan yang penting terhadap kemajuan keselamatan pelayaran pada
kapal bersangkutan. Kemudian dilanjutkan dengan lampiran-lampiran dan
daftar pustaka.

10

11

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Keadaan Darurat di Kapal


1. Definisi dan Jenis Keadaan Darurat
a. Definisi
Menurut Badan Diklat Pelabuhan dalam bukunya Survavel Crapt and Rescue
Boats menyebutkan bahwa
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah suati keadaan dimana
kapal mengalami musibah, sehingga semua orang harus meninggalkan kapal
dengan menggunakan alat-alat penolong yang terdapat di kapal, secara langsun
maupun harus terjun ke laut dan naik ke alat penolong sampai dengan
mendapatkan pertolongan dari tim SAR di darat. (Badan Diklat Perhubungan,
Th:2000, Hal.).
b. Sebab-sebab Terjadinya Keadaan Darurat
Keadaan darurat dapat disebabkan oleh :
1) Kapal terbakar dan ledakan.
2) Kapal mengalami tubrukan dengan kapal lain.
3) Kapal kandas.
4) Kapal terjadi kebocoran.
5) Kemungkinan terjadi kapal terbalik, baik yang disebabkan oleh
stabilitas kapal maupun cuaca buruk.
2. Faktor-faktor Penyebab Keadaan Darurat
a. Faktor Alam
Yaitu keadaan darurat yang disebabkan karena cuaca buruk dan keadaan
lainnya yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
b. Faktor Manusia
Yaitu kecelakaan seperti kebakaran atau ledakan yang disebabkan oleh
kelalaian manusia.
c. Faktor teknis

12

Yaitu keadaan darurat yang disebabkan oleh keterusakan kapal, sehingga kapal
tidak mampu meneruskan pelayaran dengan aman, akibat yang ditimbulkan
boleh jadi kapal bocor, terbalik atau mesin rusak.
3. Mencegah Terjadinya Keadaan Darurat
a. Memperhatikan faktor-faktor keselamatan dalam pemuatan pemadatan dan
perawatan muatan selama pelayaran.
b. Kapal harus layak laut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Membuat dan melaksanakan rencana pelayaran dengan benar dengan
memperhatikan adanya Contigency Plan.
d. Memantau dan menganalisa berita cuaca dan berita-berita keamanan navigasi
yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran.
e. Melaksanakan perawatan dan pemeriksaan semua peralatan di kapal terutama
yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran
f. Selalu mengingatkan pada semua awak kapal dan penumpang tertentu hal-hal
yang mungkin dapat mencegah seadaan darurat.
g. Senantiasa mengadakan latihan-latihan pada semua awak kapal dan
penumpang tentang hal-hal yang mungkin dapat mencegah keadaan darurat.
h. Melaksanakan pemeriksaan keliling kapal sedikitnya setiap pergantian regu
jaga dalam lingkup tanggung jawabnya masing-masing dan mencatatnya
kedalam buku harian kapal.
4. Menentukan Kondisi Kedaruratan
Seorang Nahkoda atau pimpinan kapal harus memiliki kemampuan untuk menentukan
kapan keadaan darurat dapat diberlakukan dan menentukan waktu yang cukup efektif
kapan harus meninggalkan kapal karena kapal adalah tempat berlindung paling aman,
tetapi pada saatnya meninggalkan kapal (Abandon Ship) tidak dapat dielakan. Apabila
seorang Nahkoda atau pemimpin kapal salah dalam mengambil keputusan, akibat
yang ditimbulkan baik untuk awak kapal atau kapal itu sendiri akan lebih fatal.
Hal berikut ini perlu diperhatikan :
a. Apakah keadaan yang dapat menimbulkan keadaan darurat dapat diatasi?
b. Apakah keadaan darurat dapat diatasi dan apakah waktu yang diperlukan
memadai?
c. Apakah alat-alat penolong telah disiapkan?

13

d. Apakah isyarat-isyarat bahaya atau komunikasi marabahaya telah dikirimkan


dan sejauh mana efektifitasinya?
e. Apakah keadaan cuaca memungkinkan untuk menurunkan suatu jenis alat
penolong apabila meninggalkan kapal adalah pilihan yang ditentukan?
5. Perencanaan dan Persiapan
Perencanaan dan persiapan adalah syarat utama untuk mencapai keberhasilan dan
pelaksanaan menanggulangi keadaan darurat di kapal.
Ada empat petunjuk perencanaan yang perlu diikuti, antara lain :
a. Pusat Komando
Kelompok yang mengontrol kegiatan dibawah pimpinan Nahkoda atau perwira
senior serta dilengkapi perangkat komunikasi intern dan ekstern
b. Satuan Keadaan Darurat
Kelompok dibawah perwira senior yang dapat menaksirkan keadaan,
melaporkan ke pusat komando, menyarankan tindakan apa yang harus diambil,
jenis bantuan apa dan dari mana bantuan tersebut dibutuhkan.
c. Satuan Pendukung
Kelompok ini dibawah seorang perwira harus siap membantu kelompok induk
dengan perintah dari pusat komando. Tugasnya ialah menyediakan bantuan
pendukung, seperti peralatan, perbekalan, bantuan medis, termasuk alat-alat
bantu pernafasan dan lain-lain.
d. Kelompok Ahli Mesin
Kelompok ini dibawah satuan pendukung atau senior engineer menyediakan
bantuan atas perintah dari pusat komando. Tanggung jawab utamanya dikamar
mesin dan dapat memberi bentuan bila diperlukan ditempat lain.

14

B. Alat-alat Penolong
1. Definisi
Sebagaimana disebutkan dalam Aturan 3 Bab. III SOLAS Paragraph 1, 3, 9, 13, 16
dan 17 disebutkan bahwa :
kecuali jika dengan tegas ditentukan lain, dalam bab ini yang dimaksud dengan:
a. Orang yang diberi sertifikat ialah orang yang memiliki keterampilan dalam hal
pesawat penyelamat yang dikeluarkan atas wewnang dari, atau diakui sah oleh,
Badan Pemerintah sesuai dengan persyaratan dari konvensi internasional
tentang standar latihan, sertifikasi dan tugas jaga untuk para pelaut yang
berlaku, atau orang yang memiliki sertifikat yang dikeluarkan atau diakui oleh
Badan Pemerintah suatu negara bukan anggota dari konvensi tersebut untuk
tujuan yang sama sebagaimana sertifikat menurut konvensi.
b. Tangga embarkasi ialah tangga yang disediakan ditempat-tempat embarkasi.
Keadaan pesawat luput maut untuk memungkinkan orang memasuki ke
pesawat luput maut setelah pesawat diluncurkan.
c. Alat Peluncur dan Tata Susunan ialah suatu sarana untuk memindahkan
pesawat luput maut atau sekoci penyelamat dati tempat penyimpanan ke air
dengan selamat.
d. Sekoci penyelamat ialah sekoci yang dirancang bangun untuk menyelamatkan
orang-orang dalam keadaan bahaya dan untuk memimpin pesawat luput maut.
e. Pelayaran Internasional Jarak Dekat ialah pelayaran internasional yang dalam
pelayarannya kapal berada tidak lebih dari 200 mil dari pelabuhan atau tempat
dimana para penumpang dan awak kapal dapat ditempatkan secara aman. Baik
jarak antara pelabuhan singgahan terakhir di dalam negeri tempat pelayaran itu
dimulai dengan pelabuhan tujuan akhir maupun pelayaran kembali tidak boleh
melebihi 600 mil. Pelabuhan tujuan akhir ialah pelabuhan terakhir yang

15

disinggahi dalam pelayaran yang terencana dimana kapal memulai


pelayarannya kembali ke negri dimana pelayaran itu dimulai.
f. Pesawat Luput Maut ialah pesawat yang mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan jiwa orang-orang yang berada dalam keadaan bahaya dari
sejak orang-orang tersebut meninggalkan kapal. (IMO, Th:1984, Hal. 28-30).
2. Evaluasi, pengujian dan pengesahan alat-alat penolong dan tata susunan sebelum
memberi pengesahan atas alat-alat penolong dan tata susunan, Badan Pemerintahan
harus menjamin bahwa alat-alat penolong dan tata susunan tersebut :
a. Diuji coba, untuk memastikan bahwa alat-alat tersebut memenuhi persyaratan,
sesuai dengan rekomendasi organisasi (acuan dilakukan pada Rekomendasi
tentang pengujian alat-alat penolong untuk diajukan kepada Assembly
Organisasi pada sidangnya yang ke tiga belas untuk pengesahannya).
b. Telah dengan berhasil, yang menyakinkan Badan Pemerintah, menjalani yang
betul-betul sepadan dengan yang disebutkan dalam rekomendasi tersebut.
Badan Pemerintah harus mempersyaratkan agar alat-alat penolong dikenakan
uji produksi yang dianggap perlu untuk memastikan bahwa alat-alat penolong
itu dibuat dengan standar yang sama sebagaimana prototipe yang telah
dilaksanakan.
3. Alat-alat keselamatan untuk kapal barang dan penumpang
Alat keselamatan yang diperlukan kapal penumpang dan kapal barang serta petunjuk
pelaksanannya adalah sebagai berikut:
a. Alat komunikasi
Kapal ukuran 300 Gross ton atau lebih harus dilengkapi dengan alat-alat
komunikasi (Radio Life Saving Aooliances) seperti :
1) Two-way VHF radiotelephone appliance.
2) Radio transponders.
3) Distress flares
4) On board communications and alarm systems.
b. Alat-alat keselamatan perorangan terdiri dari :
1) Pelampung (Lifebuoys).
2) Baju penolong (Lifejacket).
3) Pakaian cebur (Immersion Suits).
4) Sarana pelingdung panas (Thermal Protective Aids).
16

c. Isyarat kasat mata, alat keselamatan signa yang dapat dilihat ketika digunakan,
seperti alat-alat :
1) Rocket pelontar obor berparasut (Rocket Parachute Flares).
2) Obor tangan (Hand Flares).
3) Isyarat-isyarat asap apung (Buoyant Smoke Signals).
d. Alat apung penolong (Survival Craft)
1) Rakit penolong (Liferafs).
2) Rakit penolong kembung (Inflatable Liferafs).
3) Rakit penolong tegar (Rigid Liferafs).
4) Sekoci penolong (Lifeboats dan Rescueboats).
e. Alat-alat penolong lain
1) Alat-alat pelontar tali (Line Throwing appliances).

17

C. Sijil Berkumpul dan Petunjuk Keadaan Darurat


Menurut pieter batti dalam bukunya keselamatan pelayaran dan pencegahan
pencemaran dari kapal menyebutkan bahwa :
Daftar petugas dan istruksi dalam keadaan darurat (muster list and emergency
instructions)
Daftar tersebut

membuat tugas dan instruksi menghadapi keadaan darurat

begi setiap orang yang bertugas di atas kapal. (Pieter Batti, Th:2000, Hal.41).
Ilustrasi dan petunjuk dalam bahasa-bahasa yang tepat harus ditempatkan
diruang-ruang penumpang dan dipajang secara jelas di stasion berkumpul dan ruangruang penumpang lainnya untuk memberitahukan penumpang tentang :
1. Station berkumpul mereka;
2. Tindakan-tindakan yang mereka ambil dalam keadaan darurat;
3. Cara menggunakan baju penolong.
Sijil berkumpul harus menyebutkan dari isyarat alarm darurat umum dan juga
tindakan yang harus diambil oleh awak kapal dan penumpang pada wakti alarm
dibunyikan. Sijil berkumpul juga harus menjelaskan bagaimana perintah meninggalkan
kapal dibunyikan. Isyarat alarm keadaan darurat umum dibunyikan sebagaimana
diisyaratkan dalam aturan 50 Bab III SOLAS, antara lain tertulis :
Sistem alarm darurat umum :
Sistem alaram darurat umum harus dapat membunyikan isyarat alaram darurat
umum yang terdiri dari tujuh atau lebih raungan pendek diikuti dengan satu
ruang panjang pada peluit kapal atau sirena dan disamping itu pada bel listrik
atau klakson atau sistem peringatan lain yang sepadan, yang diberi aliran
listrik dari pemasokan listrik utama kapal dan sumber tenaga listrik darurat,
yang mana saja yang sesuai.(IMO, Th:1984, Hal.97).

18

Sijil berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang dibebankan pada masingmasing anggota awak kapal sebagaimana disebutkan dalam auran 53 Bab III SOLAS,
paragraph 2 antara lain tertulis :
sijil berkumpul harus menunjukan tugas-tugas yang dibebankan pada masingmasing anggota awak kapal termasuk :
1. Menutip pintu-pintu kedap air, pintu-pintu pelindung terhadap
kebakaran, katup-katup, lubang-lubang pembuangan, tingkap-tingkap
samping, lubang-lubang cahaya, lubang-lubang samping dan bukaan2.
3.
4.
5.
6.
7.

bukaan semacam itu di kapal.


Melengkapi pesawat luput maut dan alat-alat penolong lainnya.
Persiapan dan peluncuran pesawat luput maut.
Persiapan umum bagi alat-alat penolong yang lain.
Mengumpulkan para penumpang.
Penggunaan perlengkapan komunikasi.
Keanggotaan kelompok-kelompok yang ditugaskan memadamkan

kebakaran.
8. Tugas-tugas

khusus

yang

dibebankan

dalam

hal

penggunaan

perlengkapan pemadam kebakaran dan instalasi-instalasi.(IMO,


Th;1984, Hal.99).
Dalam sijil berkumpul harus dijelaskan perwira yang bertanggung jawab atas
pemeliharaan semua alat-alat keselamatan sehingga setiap boat siap untuk
digunakan. Sijil berkumpul harus dipersiapkan petugas di kapal, maka sijil
tersebut harus segera direvisi atau diganti baku oleh Nahkoda.

19

D. Tata susunan Berkumpul, Penempatan, Peluncuran dan Pengangkatan Kembali


Sekoci Penyelamat

Jumlah personil terlatih di kapal untuk mengumpulkan dan membantu orangorang yang tidak terlatih, harus tersedia. Juga harus ada personil kapal yaitu para
perwira geladak atau orang yang telah memiliki sertifikat untuk mengoperasikan sekoci
penolong dan peralatan peluncuran. Awak kapal yang ditugaskan memimpin di atas
sekoci penolong harus memegang daftar awak kapal yang akan membantunya, dan yang
bermesin harus diawaki oleh seorang yang dapat mengoperasikan mesin tersebut.
Kalau sekoci penyelamat itu merupakan salah satu pesawat penyelamat kapal itu,
perlengkapan embarkasi dan stastion peluncuran harus memenuhi persyaratan,
sebagaimana disebutkan dalam aturan 11 Bab. III SOLAS :
Tata susunan berkumpul dan menaiki pesawat luput maut :
1. Sekoci penolong yang dipersyaratkan harus ditempatkan sedekat mungkin
dengan ruang-ruang akomodasi dan pelayanan;
2. Station berkumpul harus diadakan sedekat station embarkasi;
3. Station berkumpul dan station embarkasi harus diberi penerangan yang
memadai;
4. Station berkumpul dan station embarkasi harus mudah dicapai dari daerah
akomodasi dan daerah kerja;
5. Lorong-lorong, tangga-tangga tetap dan pintu-pintu keluar yang memberikan
jalam tembus ketempat-tempat berkumpul dan embarkasi harus diberi
penerangan;
6. Station berkumpul dan embarkasi untuk pesawat luput maut yang harus
diluncurkan dengan dewi-dewi, harus ditata dengan sedemikian ruma guna
memungkinkan peti-peti usungan ditempatkan dalam pesawat luput maut;
7. Suatu tangga embarkasi yang memenuhi persyaratan harus diperlengjapi pada
masing-masing tempat peluncuran atau pada setiap dua tempat peluncuran
yang berbatasan;

20

8. Staion peluncuran harus berada dalam posisi-posisi sedemikian guna menjamin


peluncuran yang aman. (IMO,Th:1984, Hal.36,37).
Tata susunan peuncuran harus memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan
dalam aturan 15 Bab III SOLAS paragraph 1, antara lain tertulis :
Sarana-sarana peluncuran yang memenuhi persyaratan aturan 48 harus
dilengkapi untuk semua pesawat luput maut, kecuali:
1. Pesawat luput maut yang dinaiki dari suatu posisi di gladak yang berada tidak kurang
dari 4,5 m di atas garis air dalam kondisi pelayaran yang paling ringan dan yang :
1.1. Mempunyai beban/berat tidak melebihi dari 185 kg; atau
1.2. Ditempatkan untuk diluncurkan langsung dari posisi penempatannya
dalam kondisi keseimbangan yang kurang menguntungkan hingga 10 0 dan
kapal dalam keadaan miring tidak kurang dari 200 kesalahan satu sisi.
2. Pesawat luput maut yang mempunyai berat tidak lebih dari 185 kg dan yang dibawa
melebihi pesawat luput maut untuk 200% dari jumlah semua orang yang ada di
kapal. (IMO, Th:1984, Hal.39)
Akan tetapi, semua sekoci penyelamat harus dapat diluncurkan, bila perlu dengan
memanfaatkan peralatan tapi tangkap, dalam keadaan kapal bergerak maju dengan
kecepatan hingga 5 knot di air tenang.
Sekoci penolong yang akan diturunkan di sisi kapal harus ditempatkan sejauh
mungkin di depan propeller. Pada kapal-kapal barang dengan ukuran panjang 80 m atau
lebih tetapi kurang dari 120 m, masing-masing sekoci penolong harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga ujung belakang dari sekoci penolong tidak kurang dari
panjang sekoci penolong di depan propeller. Pada kapal-kapal barang dengan ukuran
panjang 120 m atau lebih dan kapal-kapal penumpang berukuran panjang 80 m atau
lebih, masing-masing sekoci penolong harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
ujung belakang dari sekoci penolong tidak kurang dari 1,5 kali panjang sekoci penolong
di depan propeller. Apabila mungkin, kapal itu harus ditata sedemikian rupa sehingga

21

sekoci penolong, dalam posisi penempatannya, dilindungi dari kerusakan akibat kondisi
laut yang buruk.

Mengenai penempatan sekoci penyelamat, sudah ditempatkan dalam aturan 14


Bab III SOLAS, antara lain tertulis :
Sekoci-sekoci penyelamat harus ditempatkan :
1. Dalam keadaan terus menerus siap untuk diluncurkan dalam waktu tidak lebih dari 5
menit.
2. Dalam posisi yang layak untuk peluncuran dan pengangkatan kembali.
3. Sedemikian sehingga baik sekoci penyelamat maupun penataan penempatannya tidak
akan merintangi pengoperasian pesawat penyelamat yang lain maupun yang berada di
station peluncuran yang lain.
4. Kalau sekoci penyelamat itu juga merupakan sekoci penolong, memenuhi persyaratan
dalam aturan 13. (IMO, Th:1984, Hal.39).
Pengangkatan kembali dengan cepat sekoci penyelamat harus dapat dilakukan
dalam keadaan sekoci itu dimuati dengan orang dan perlengkapannya. Kalau sekoci
penyelamat itu juga merupakan sekoci penyelamat, pengangkatan kembali dengan cepat
harus dapat dilakukan dengan keadaan sekoci itu dimuati perlengkapan sekoci
penolongnya dan perlengkapan sekoci penyelamat yang telah disetujui untuk paling
sedikit enam orang.

22

E. Latihan dan Gladian Meninggalkan Kapal


Setiap bulan masing-masing anggota awak kapal harus berpartisipasi dalam
paling sedikit satu gladian meninggalkan kapal. Gladian itu harus berlangsung dalam
waktu 24 jam setelah kepal meninggalkan pelabuhan kalau lebih dari 25% dari jumlah
awak kapal itu belum berpartisipasi dalam latihan meninggalkan kapal di kapal yang
bersangkutan dalam bulan yang lalu.
Tuntunan latihan yang dilengkapkan dalam setiap kamar duduk awak kapal dan
ruang rekreasi atau dalam setiap kabin awak kapal harus diterangkan secara rinci,
sebagaimana disebutkan dalam aturan 51 Bab III SOLAS :
Tuntunan latihan :
1. Cara mengenakan baju penolong dan pakaian cebur, salah saatu yang sesuai;
2. Cara berkumpul di station-station yang telah ditentukan;
3. Menaiki, meluncurkan dan melepaskan pesawat luput maut dan sekoci
penyelamat;
4. Cara meluncurkan dari dalam pesawat luput maut;
5. Malepaskan alat peluncuran;
6. Cara menggunakan sarana-sarana untuk perlindungan di kawasan peluncuran,
kalau dianggap sesuai;
7. Penerangan di kawasan peluncuran;
8. Kegunaan semua perlengkapan penyelamatan diri;
9. Penggunaan semua perlengkapan deteksi;
10. Dengan bantuan ilustrasi penggunaan perangkat radio untuk penyelamatan diri;
11. Penggunaan jangkar apung;
12. Penggunaan mesin dan perlengkapannya;
13. Mengangkat kembali pesawat luput maut dan sekoci penyelamat, termasuk
cara penempatan dan pengikatannya;
14. Bahaya keterdedahan dan kebutuhan akan pakaian hangat;
15. Penggunaan terbaik fasilitas pesawat luput maut untuk penyelamatan diri;
16. Cara menemukan kembali dan menyelamatkan, termasuk penggunaan sarana
penyelamatan dari helikopter (tali gantungan, keranjang, tandu-tandu) celana
pelampung dan perangkat penyelamatan di pentai serta alat pelontar tali;
17. Semua fasilitas lain yang tertera dalam sijil berkumpul dan petunjuk-petunjuk
darurat;
23

18. Petunjuk perbaikan darurat alat-alat penolong. (IMO, Th:1984, Hal.98,98).


Setiap kali melakukan latihan untuk meninggalkan kapal harus dilaksanakan
sesuai petunjuk yang dimuat dalam aturan 18 Bab III SOLAS paragraph 3.4 antara lain
tertulis :
Masing-masing gladian meninggalkan kapal harus mencakup :
1. Panggilan para penumpang dan awak kapal untuk datang ke stasiun berkumpul
dengan menggunakan alaram yang dipersyaratkan oleh aturan 6.4.2 dan
memastikan kapal yang disebutkan dalam sijil berkumpul.
2. Melapor ke stasiun-stasiun dan bersiap-siap untuk menjalankan tugas-tugas
yang disebutkan dalam sijil berkumpul.
3. Memerikasa apakah para penumpang dan awak kapal telah berpakaian secara
tepat.
4. Memeriksa apakah baju-baju penolong telah dikenakan secara benar.
5. Manurunkan paling sedikit satu sekoci penolong setelah dilakukan persiapanpersiapan yang perlu untuk peluncuran.
6. Menghidupkan dan mengoperasikan mesin sekoci penolong.
7. Mengoperasikan dewi-dewi yang digunakan untuk meluncurkan rakit-rakit
penolong.(IMO, Th:1984, Hal.42).
Gladian harus dilakukan, sehingga sepanjang hal itu dapat dilakukan seolah-olah
ada keadaan darurat yang sebenarnya. Masing-masing sekoci penolong harus
diluncurkan bersama dengan awak bersangkutan untuk mengoperasikannya dan
mengadakan olah gerak di air palimg sedikit satu kali setiap 3 bulan selama dalam
gladian meninggalkan kapal.
Latihan oenggunaan pesawat luput maut harus segera dilakukan oleh awak kapal
yang baru mulai berkrja selambat-lambatnya 2 minggu setelah awak kapal tersebut
harus diberikan bersamaan waktu dengan dilakukan latihan, dan semua instruksi dari
peralatan tersebut harus dijelaskan kepada masing-masing awak kapal yang ditugaskan
dalam waktu dua bulan.

24

Tanggal penyenggaraan berkumpul, rincian tentang gladian meninggalkan kapal


dan gladian untuk alat-alat penolong lainnya serta latihan di kapal harus dicatat dalam
suatu buku harisan yang mungkin ditentukan oleh Badan Pemerintah.

F. Persyaratan Umum Untuk Sekoci Penolong


Sebagaimana disebutkan dama aturan 41 Bab. III SOLAS:
persyaratan umum untuk sekoci penolong:
1. Konstruksi sekoci penolong
1.1. Semua sekoci penolong harus dibangun dengan tepat dan harus mempunyai
bantuk dan proporsi sedemikian sehingga sekopci-sekoci itu mempunyai
stabilitas yang layak di semua kondisi laut serta lambung timbul yang
mamuaskan kalau dimuati penuh dengan orang dan segala perlengkapannya.
1.2. Semua sekoci penolong harus memiliki kekuatan yang cukup untuk :
1) Memungkinkan diturunkan secara aman ke air pada waktu dimuat penuh
dengan orang dan perlengkapannya; dan
2) Dapat diluncurkan dan ditunda pada waktu kapal bergerak maju dengan
kecepatan 5 knot di air yang tenang.
1.3. Lambung dan penutup-penutupnya yang tegar harus tahan api atau tidak mudah
terbakar.
1.4. Tempat-tempat duduk harus disediakan berupa bangku-bangku melintang,
bangku-bangku membujur atau kursi-kursi tetap yang dipasangkan serendah
mungkin dalam sekoci penolong dan dibuat sedemikian rupa agar mampu
mandukung sejumlah orang yang masing-masing memunyai berat 100%
1.5. Masing-masing sekoci penolong harus memiliki kekuatan yang cukup untuk
menahan beban tanpa terjadinya
1) Dalam hal sekoci yang lambungnya dari logam, 1,25 kali jumlah berat
seokci penolong pada waktu dimuti penuh dengan orang dan segala
perlengkapannya; atau
2) Dalam hal sekoci-sekoci yang lain, 2 kali jumlah berat sekoci penolong
yang dimuati penuh dengan orang dan segala perlengkapannya
25

1.6. Masing-masing sekoci penolong harus memiliki kekuatan yang cukup untuk
menahan, kalau dimuati dengan orang dan segala perlengkapannya dan dengan,
sejumlah mungkin, peluncur-peluncur atau bantal-bantal pelindung pada posisiposisinya, suatu benturan sekurang-kurangnya 3,5 m/detik dan juga jatuhan ke
air ketinggian sekurang-kurangnya 3m.
1.7. Jarak vertikal antara permukaan lantai dan bagian dalam dari alat peniutup atau
tenda penutup lebih dari 50% dari bidang lantai harus :
1) Sekurang-kurangnya 1,3m untuk sekoci penolong

yang

diijinkan

mengangkut 9 orang atau kurang;


2) Sekurang-kurangnya 1,7m untuk sekoci penolong yang diijinkan memuat
24 orang atau lebih;
3) Tidak kurang dari jaraj sebagaimana ditentukan dengan interpolasin linear
antara 1,3 dan 1,7 untuk sekoci penolong yang diijinkan mengangkut antara
9 sampai 24 orang.
2. Kapasitas angkut sekoci penolong
2.1. Tidak ada sekoci penolong yang dapat disetujui mengangkut lebih dari 150
orang.
2.2 Jumlah orang yang diijinkan diangkut oleh sekoci penolong harus sama dengan
yang lebih kecil dari :
1) Sejumlah orang dengan berat rata-rata 75 kg, semuanya mengenakan baju
penolong, yang dapat didudukan dalam posisi normal tanpa merintangi
sarana penggerak atau pengoperasian dari suatu perlengkapan sekoci
penolong; atau
2) Sejumlah ruangan yng dapat disediakan pada sarana duduk sesuai dengan
gambar 1.sebagaimana diperlihatkan dengan ketentun bahwa pijakan kaki
dipasang dan terdapat ruang yang cukup untuk kaki-kaki duduk yang diatas
dan yang dibawah tidak kurang dari 350m.
3) Setiap posisi tempat duduk harus ditandai dengan jelas didalam sekoci
penolong.
3. Jalan masuk ke dalam sekoci
26

3.1. Setiap sekoci penolong dari kapal penumpang harus diatur sedemikian ruma
sehingga sekoci-sekoci itu dapat dengan cepat dinaiki oleh semua orang yang
diijinkan untuk diangkutnya. Keluar yang cepat juga harus dimungkinkan.
3.2. Setiap sekoci-sekoci penolong dari kapal barang harus diatur sedemikian
sehingga sekoci itu dapat dinaiki oleh semua orang yang dapat diangkutnya
dalam waktu tidak lebih dari 3 menit sejak saat instruksi untuk naik sekoci
diberikan. Keluar yang cepat juga harus dimungkinkan.
3.3. Sekoci-sekoci penolong harus memiliki tangga untuk naik yang dapat
digunakan dari sisi manapun dari sekoci penolong tersebut untuk
memungkinkan orang menaiki sekoci penolong itu dari air. Anak tangga
terendah dari pada tangga harus berada tidak kurang dari 0,4 m di bawah garis
ringan dari sekoci penolong.
3.4. Sekoci penolong harus dilengkapi sedemikian sehingga orang-orang yang tidak
dapat pertolongan dapat naik ke sekoci penolong dari laut atau tandu-tandu
3.5. Semua permukaan tempat orang jalan harus mempunyai lapisan yang tidak
licin.
4. Daya apung sekoci penolong
Semua sekoci penolong harus mempunyai daya apung yang menyatu atau harus
dipasangi dengan beban pengapung yang menyatu yang tidak akan rusak oleh
pengaruh air laut, minyak atau produk-produk minyak yang cukup untuk
mengapungkan sekoci penolong bersama seluruh perlengkapannya kalau kemasukan
air dan terbuka terhadap air laut. Bahan pengapung tambahan yang sama dengan 280
N dari daya apung perorang harus diadakan untuk sejumlah orang yang boleh
diangkut oleh sekoci yang bersangkutan. Bahan pengapung, kecuali kalau sebagai
tambahan atah bahan yang dioersyaratkan di atas, tidak boleh dipasang di sisi luar
lambung sekoci penolong.
5. Lambung timbul dan stabilitas sekoci penolong

27

Semua sekoci penolong, kalu dimuati dengan 50% dari umlah orang yang diangkut
oleh sekoci tersebut yang didudukan pada posisi normal, maka pada salah satu sisi
dari garis sumbu, harus mempunyai lambung timbul, yang diukur dari garis air ke
bukaan terendah yang mungkin dapat menyebabkan sekoci itu tergenang air, paling
sedikit 1,5% dari panjang sekoci penolong atau 100 mm, yang mana saja yang lebih
besar.
6. Tenaga penggerak sekoci penolong
6.1. setiap sekoci penolonga harus digerakan dengan mesin pembakaran kempresi.
Setiap mesin yang bahan bakarnya mempunyai titik nyala 43 0C atau kurang
(pengujian dengan cawan tertutup) tidak boleh digunakan untuk sekoci
penolong.
6.2. Mesin tersebut harus dilengkapi dengan sistem-sistem starter secara manual
atau sistem strater dengan tenaga dua sumber yang dapat diisi kembali.
6.3. Mesin harus beroperasi skurang-kurangnya 5 menit setelah mulai hidup dalam
keadaan dingin dengan sekoci penolong berada di luar air.
6.4. Mesin harus beroperasi pada waktu sekoci penolong tergenang air hingga garis
sumbu dari posisi engkol.
6.5. Poros baling-baling harus ditata sedemikian sehingga baling-baling dapat
dipelaskan dari mesin. Pengaturan harus dilakukan untuk gerakan maju dari
sekoci penolong.
6.6. Saluran gas pembuangan harus ditata sedemikian hingga mencegah air
memasuki mesin dalam operasi yang normal.
6.7. Semua sekoci penolong harus dirancang bangun dengan memperhatikan
sebagaimana mestinya keselamatan orang-orang yang berada di air dan
terhadap kemungkinan kerusakan pada sistem penggerak oleh sampah yang
mengapung.
6.8. Kecepatan sekoci penolong waktu bergerak maju diair tenang, kalau dimuat
penuh dengan orang dan segala perlengkapan pembantu yang digerakan
dengan mesin dalam keadaan berkerja, harus paling sedikit 6 knot dan

28

sekurang-kurangnya 2 knot pada waktu menunda rakit penolong untuk 25


orang yang dimuati dengan semua orang dan perlengkapan yang boleh dimuati
atau yang sepadan dengan itu.
6.9. Mesin, transmisi dan kelengkapan-kelengkapan mesin sekoci-sekoci penolong
harus tertutup dalam selubung tahan api atau dengan tata susunan yang lain
yang memberikan perlindungan yang sama.
6.10.
Mesin dan perlengkapan mesin sekoci penolong harus dirancang untuk
membatasi pancaran elektromagnetik sehingga dengan demikian operasi mesin
tidak merintangi alat-alat penolong berupa radio yang digunakan dalam sekoci
penolong.
6.11.
Sarana-sarana harus diadakan untuk mengisi kembali batrei untuk
starter mesin, untuk radio dan untuk lampu sorot.
6.12.
Petunjuk-petunjuk yangt dicetak pada bahan yang tahan air mengenai
cara menghidupkan mengoperasikan mesin harus diadakan dan ditempelkan di
tempat yang menarik perhatian didekat tempat menghidupkan mesin.
7. Kelengkapan-kelengkapan sekoci penolong
7.1. setiap sekoci penolong harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu
katup pengering yang dipasang di dekat titik terendah pada lambung, yang
akan secara otomatis terbuka untuk mengeringkan air dari lambungkalau
sekoci penolong itu tidak berada di air dan harus secara otomatis tertutup untuk
mencegah masuknya air kalau sekoci penolong itu berada di air.
7.2. Semua sekoci penolong harus dilengkapi dengan daun kemudi dan pegangan
kemudi.
7.3. Kecuali disekitar daun kemudi dan baling-baling, suatu tali penyelamat yang
dapat terapung harus direntangkan secara berumbai di sekeliling bagian luar
sekoci penolong.
7.4. Sekoci-sekoci penolong yang tidak dapat membalik sendiri kalau membalik,
harus mempunyai pegangan-pegangan yang layak pada bagian bawah luar
lambung yang memungkinkan orang berpegangan pada sekoci penolong.
29

7.5. Semua

sekoci

penolong

harus

dipasangi

dengan

ruang-ruang

atau

kampartemen-kampartemen yang kedap air sebagai tempat penyimpanan


bagian-bagian yang kecil dari perlengkapan, air dan barang-barang lain.
7.6. Setiap sekoci penolong yang harus diluncurkan dengan tali jalan, harus
dipasangi dengan mekanisme pelepasan yang memenuhi persyaratn sebagai
berikut:
1. Mekanisme harus ditata sedemikian sehingga semua kaitan terlepas secara
serentak;
2. Mekanisme itu harus mempunyai dua kemampuan pelepasan sebagai
berikut:
2.1. kemampuan untuk pelepasan secara normal yaitu melepaskan sekoci
penolong pada waktu sekoci berada di air atau pada waktu tidak ada
sesuatu beban pada kaitan;
2.2. kemampuan pelepasan karna daya beban yaitu yang melepaskan sekoci
penolong dengan suatu beban pada kaitan.
3. Pengendali pelepasan harus ditandai dengan jelas warna yang kontras
dengan warna sekitarnya.
4. Mekanisme ini harus dirancang dengan faktor keselamatan 6 yang
didasarkan atas kekuatan utama dari bahan yang digunakan, dengan
mengandaikan bahwa berat sekoci penolong itu terbagi rata diantara tali-tali
jalan.
7.7. setiap sekoci penolong harus dipasangi dengan sarana pelepas yang
memungkinkan tali tangkap depan terlepas kalau mendapatkan tekanan.
7.8. Setiap sekoci penolong harus dilengkapi dengan arde yang dipasang secara
tetap dan perangkat untuk penentuan tempat dan pengukuhan pada posisi
operasi dari antena yang disediakan bersama perangkat radio jinjing.
7.9. Sekoci-sekoci penolong yang dimaksudkan untuk diluncurkan melalui sisi
kapal harus mempunyai peluncur-peluncur dan bantalan-bantalan pelindung
seperlunya untuk memudahkan peluncuran dan mencegah kerusakan pada
sekoci penolong.

30

7.10.

Lampu yang dikontrol secara manual, yang terlihat di malam yang

gelap dengan cuaca cerah pada jarak sekurang-kurangnya 2 mil selama jangka
waktu sekurang-kurangnya 12 jam, harus dipasang pada puncak penutup
sekoci. Kalau lampu itu adalah lampu kedip, ia harus mulai berkedip dengan
sekurang-kurangnya 50 kedip/menit pada dua jam pertama dari pengoperasian
selama 12 jam.
7.11.
Lampu atau sumber penerangan harus di pasang di dalam sekoci
penolong untuk memberikan penerangan selama sekurang-kurangnya 12 jam
untuk memungkinkan membaca petunjuk tentang cara penyelamatan diri dan
tentang perlengkapan, akan tetapi lampu-lampu minyak tidak boleh diijinkan
untuk tujuan ini.
7.12.
Kecuali secara tegas diidentikan lain, setiap sekoci penolong harus
diperlengkapi dengan serta penimba yang efektif atau dengan sarana yang
secara otomatis menimba sendiri.
7.13.
Setiap sekoci penolong harus ditata sedemikian hingga pemandangan
yang memadai ke depan, ke belakang dan kedua sisi diperoleh dari posisi
pengontrolan dan pengemudian untuk peluncuran dan olah gerak yang aman.
8. Perlengkapan sekoci penolong
Semua bagian dari perlengkapan, dengan kekecualian gancu-gancu sekoci yang
harus tetap bebas untuk keperluan-keperluan peredam, harus diikat dalam sekoci
penolong dengan lasing-lasing disimpan didalam lemari-lemari atau kampartemenkampartemen untuk penempelan atau sarana-sarana yang lain yang layak.
Perlengkapan harus dikukuhkan secara sedemikian agar tidak merintangi prosedurprosedur meninggalkan kapal. Semua perlengkapan sekoci penolong harus sekecil
mungkin dan seringan mungkin dan harus diwadahi secara layak dan dalam bentuk
yang rapi. Kecuali kalau, dengan kata lain, perlengkapan yang biasa bagi setiap
sekoci penolong harus terdiri dari :
31

1) Jumlah yang cukup dayung apung untuk penggerk maju di air yang tenang,
penyangga dayung, kleti atau peralatan lain yang sepadan dengan itu harus
diadakan untuk masing-masing dayung yang disediakan. Penyangga-penyangga
2)
3)
4)
5)

dayung atau kleti harus dikaitkan pada sekoci dengan tali atau rantai;
Dua gancu sekoci;
Sebuah ember dan dua gayung yang dapat terapung;
Petunjuk cara penyelamatan diri;
Sebuah rumah pedoman yang berisikan sebuah pedoman yang efisien yang
terang atau diperlengkapi dengan sarana penerangan yang tepat. Pada sekoci
penolong yang seluruhnya tertutup, rumah pedoman harus dipasangi secara
permanen pada posisi pengemudian, pada sekoci penolong yang lain rumah

pedoman itu harus diperlengkapi dengan perlengkapan penggantung;


6) Sebuah jangkar apung dengan ukuran yang memadai dipasangi dengan sesuatu
kabel anti kejatuhan dan tali pegangan yang memberikan cengkraman tangan
yang kuat kalau basah. Kekuatan jangkar apung, kabel anti kejut dan tali
pegangan harus memadai untuk semua kondisi laut;
7) Dua tali tangkap yang efisien dengan ukuran sama dengan sekurang-kurangnya
sama dua kali jarak dari posisi penempatan sekoci penolong kegaris air pada
kondisi pelayaran yang paling ringan atau 15m, yang mana saja yang lebih berat.
Satu tali tangkap diikatkan pada sarana pelepas, harus ditempatkan pada ujung
depan sekoci penolong dan yang lainnya harus dikaitkan secara kuat di dekat
sekoci penolong siap untuk dipakai;
8) Dua buah kapak, satu di tiap-tiap ujung sekoci;
9) Sarana penampung yang kedap air yang berisi seluruhnya 3 liter air tawar untuk
stiap orang yang boleh diangkut oleh sekoci penolong, yaitu satu liter
diantaranya untuk semua orang dapat digantikan dengan perangkat penawar air
laut yang mampu menghasilkan jumlah air tawar yang sama dalam waktu 2 hari;
10) Gayung tahan karat dengan tali;
11) Tempat minum berukuran yang tahan karat;

32

12) Jatah makanan seluruhnya yang tidak kurang dari 10.000 kg untuk setiap orang
yang diijinkan diangkut oleh sekoci bungkusan yang kedap udara dan
ditempatkan dalam wadah yang kedap air;
13) Empat rocket pelontar obor parasut
14) Empat buah obor tangan;
15) Dua buah isyarat asam apung;
16) Satu lampu senter yang tahan air untuk memberi isyarat morse bersama satu set
batrai cadangan dan satu bola lampu yang disimpan dalam wadah yang tahan
air;
17) Satu cermin pemberi isyarat di siang hari dengan petunjuk-petunjuk
penggunaannya untuk memberikan isyarat kepada kapal atau pesawat udara;
18) Satu salinan dari isyarat-isyarat keselamatan, yang dicetak diats kertas yang
tahan air atau disimpan dalam wadah tahan air;
19) Saru peluit atau tanda pemberi isyarat bunyi yang sepadan dengan itu;
20) Seperangkat perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan, yang disimpan
dalam kotak tahan air yang dapat ditutup rapat setelah digunakan;
21) Enam dosis obat anti mabuk dan satu kantung muntah untuk setiap orang;
22) Satu pisau lipat yang tetap terikat pada sekoci dengan tali;
23) Tiga buah alat pembuka kaleng;
24) Dua gelang penolong apung yang dikaitkan pada tali apung berukuran sekurangkurangnya 30m;
25) Sebuah pompa tangan;
26) Satu set alat untuk memancing;
27) Peralatan secukupnya untuk mengadakan perbaikan-perbaikan kecil pada mesin
dan perlengkapannya;
28) Perlengkapan pemadam kebakaran jinjing yang sesuai untuk pemadaman
minyak;
29) Sebuah lampu sorot yang menyala secara efektif menerangi sarana yang
berwarna redup pada malam hari berukuran lebar 18 m pada jarak 180 m selama
jangka waktu seluruhnya 6 jam dan beroperasi selama sekurang-kurangnya 3
jam secara terus menerus;
30) Suatu radar reflektor yang efisien;
31) Sarana pelindung panas untuk 10% dari jumlah semua orang yang diijinkan
diangkut oleh sekoci penolong, atau dua, yang sama saja lebih besar;

33

9. Penandaan sekoci penolong


9.1. ukuran-ukuran sekoci penolong dan jumlah orang yang diijinkan untuk diangkut
harus ditandai sacara tetap dan jelas pada sekoci penolong.
9.2. Nama dan pelabuhan pendaftaran dari kapal pemilik sekoci penolong harus
ditandai pada masing-masing sisi haluan sekoci penolong dalam bentuk hurufhuruf cetak kapital abjad romawi.
9.3. Sarana yang mengetahui kapal pemilik sekoci penolong itu dan nomor sekoci
penolong harus ditandai dengan sedemikian sehingga kelihatan dari atas.
(IMO,Th:1984, Hal.73-82).

34

BAB III
PROSEDUR MENINGGALKAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SEKOCI
PENOLONG SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENYELAMAT DALAM KEADAAN
DARURAT SEHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN PELAYARAN DI LAUT

A. Alat-alat Yang Digunakan Sebagai Peluncur Sekoci Penolong


1. Launching Arrangements
a. Boat Davits
1) Gravity Davits
2) Luffing Davits
3) Single-arm Davits
b. Liferaft Davits
c. Free-all
d. Floah-free arrangement
Davits (dewi-dewi) adalah susunan peralatan untuk menurunkan
peralatan/menaikan serta mendudukan sekoci di kapal. Lifeboat dengan maximum
2,25 ton/2300 kg, harus menggunakan jenis gravity davits.
Jika gravity davits dirawat dengan baik, semua mekanisme berkerjanya dengan
baik, maka davits mulai bergerak hingga lifeboat sampai ke air, waktunya adalah 0,5
sampai 1 menit. Untuk mengangkat life boat dari air ke atas kapal dapat dengan cara:
a. Menggunakan kompressor;
b. Menggunakan motor listrik;
c. Diengkol (waktunya lama);
Untuk gravity perlu perhatian khusus pada full adjuster, atau pengatur
ketegangan boat fall (tali lopor sekoci). Lifeboat akan miring pada saat diturunkan
jika tali lopor tidak semua sama panjangnya, yang akan membahayakan para
penumpang.
Davits, boat fall, block dan peralatan lainnya harus sedemikian kuatnya,
hingga lifeboat dapat diputar keluar bersama dengan orang yang ditugaskan, dan
selanjutnya diturunkan ke air dengan orang dan perlengkapannya pada saat dalam
keadaan miring maximum 150 dengan mendongak atau menungging maximum 100.

35

Minimal harus ada 2 life line (tali penolong) yang dipasang pada span davits.
Life line dan boat fall harus cukup panjang sampai ke permukaan air pada kapal
dalam keadaan kosong dan miring 150. Pada moving block harus dilengkapi dengan
cincin atau halkah, tidak menggunakan hook atau kait.
2. Peralatan gravity davits serta KF
a. Herboar safety pin (pen pengaman)
Gunanya:
Untuk menahan roda lengan davits.
b. Gripes (tali lasing) 2 buah
Gunanya:
Untuk mengangkat life boat pada waktu sekoci tidak duduk terpasang pada davits,
menyilang melalui sisi luar lifeboat, ujung tali dilengkapi dengan slip hook
(ganco sentak), serta dihubungkan dengan safety triggers yang terpasang pada
gading-gading peluncur.
c. Tricing pendant (tali penahan) 2 buah
Gunanya:
Untuk menahan lifeboat agar tidak terayun jauh dari lambung kapal, pada waktu
lifeboat diturunkan ke deck embarkasi. Tricing pendant dilepas setelah bowsingin tackle/trapping line terpasang. Tricing pendant dan fall block, dihubungkan
dengan slip hook.
d. Bowsing-in tackle/frapping line 2 buah
Gunanya:
Untuk merapatkan lifeboat ke lambung deck embarkasi. Satu ujung dari bowsingin tackle dipasang pada fall block dengan memakai ganco, ujung yang lainnya
diikat ke kapal. Pada waktu akan melepaskan bowsing-in tackle, maka area
talinya dan lepaskan ganconya kemudian lemparkan ke kapal.
e. Skates 2 buah
Gunanya:
Sebagai dapra, dipasang pada lambung di haluan dan buritan yang bersentuhan
dengan lambung kapal, diikat pada lambung, dikencangkan dengan sekrup. Skates
ini dibuka setelah lifeboat berada di air. Terbuat dari kayu yang melengkung yang
sama modelnya dengan lengkungan lambung lifeboat (sekoci)
f. Boat fall (talo lopor) 1 pasang
Gunanya:
36

Sebagai alat penghantar pada saat lifeboat diturunkan/dinaikan ke kapal.


Terpasang pada tromol winch melewati sheave dan moving block/fall block.
Terbuat dari tali kawat/wire, dan tali manila untuk kuffing davits/radial davits.
g. Life boat winch
Gunanya:
Sebagai alat untuk mengarea/menghubung lifeboat. Winchman adalah orang yang
bertugas melayani winch di kapal.
Persyaratan winch:
1) Harus mampu menurunkan lifeboat dalam keadaan muatan penuh dan dapat
dilayani oleh satu orang;
2) Kecepatan waktu turun harus dapat dikontrol secara otomatis;
3) Pada waktu lifeboat fiturunkan, motor bebas dari gear/gigi kopling;
4) Pada waktu menghibob lifeboat, tali kawat harus dapat terguling dengan rapi
dan tidak menyilang karena merusak tali kawat;
5) Broke handle harus siap ditempatnya untuk digunakan setiap saat.
Dianjurkan perawatannya secara teratur sehingga winch dan perlengkapannya
siap dipakai setiap saat.
h. Life line (tali penolong) 4 buah
Gunanya:
Sebagai tali tempat berpegang pada saat lifeboat diturunkan/dinaikan ke kapal,
terutama pada cuaca buruk. Terpasang pada span davits, terbuat dari tali manila
dengan diameter 20 mm. Panjangnya yaitu harus sampai ke permukaan air pada
saat kapal kosong dan miring 150 kekiri atau kekanan.
i. Painter (tali tangkap/tali penglin) 1 buah
Gunanya:
Sebagai tali tambat lifeboat di kapal agar lifeboat tidak hanyut pada waktu boat
fall dilepas. Untuk melepaskan painter ini cukup dengan mencabut tuggle atau
slip hook di lifeboat.
j. Side ladder (tali lambung) 1 buah untuk tiap lifeboat
Gunanya:
Dipakai untuk turun ke lifeboat atau naik ke kapal, dalam keadaan darurat.
Winchman adalah orang yang terakhir turun melalui tangga tersebut.
Ukuran tangga :
1) Diameter tali tangga 18 mm;
2) Jarak anak tangga 45 cm;
3) Lebar anak tangga 10 cm;
4) Lebar tangga tidak boleh kurang dari 35 cm;

37

5) Panjang tangga yaitu sedemikian rupa sehingga dapat sampai kepermukaan air
dan keadaan kosong dan miring 150 kekiri atau ke kanan.

B. Cara-cara Mempersiapkan Sekoci Penolong Dalam Keadaan Darurat di Kapal


Cara mempersiapkan sekoci penolong akan sangat bergantung pada type dewidewi,perlengkapan sekoci dan letak/penempatan dewi-dewi di deck.
1. Menggunakan sekoci dengan dewi-dewi gaya berat (gravity davit)
Pelaksanaan terdiri dari 6 orang anak buah kapal.
a. Periksa dan cabut harbour safety pin;
b. Lepaskan lasing/grip sekoci (periksa triggers);
c. Periksa tali penahan (tricing pandants);
d. Dengan mengangkat handle rem, lengan dewi-dewi segera keluar, bersamaan
dengan sekoci. Setelah lengan dewi-dewi keluar secara maksimal, block lopor
terlepas dari kait ujung dewi-dewi. Selanjutnya sekoci diarea sampai ke geladak
embarkasi;
e. Pasang bowsing tackle dan rapatkan sekoci kelambung kapal;
f. Lepaskan tricing pendant (dengan melepaskan pelicin hook);
g. Penumpang dan ABK segera naik/masuk ke sekoci (dahulukan anak-anak,
perempuan dan orang tua), duduk di tempat yang rendah dengan tenang;
h. Area bowsing tackle, lepaskan dari block tali lopor dan lemparkan ke kapal;
i. Turunkan sekoci sampai dipermukaan air, perhatikan ombak;
j. Lepaskan ganco tali lopor (hook falls), dahulukan yang di buritan atau bersamaan,
dan segera pasang kemudi dan celaga (rudder and tailler);
k. Lepaskan/cabut pasak tali tangkap (sea painter), kemudian tarik tali tangkap untuk
memberikan laju pada sekoci. Petugas ganco di haluan sekoci segera menolak
tangga atau lambung kapal agar sekoci bebas dari lambung kapal;
l. Dayung sekoci sejauh mungkin dari kapal untuk menghindari penghisapan jika
kapal tenggelam, perhatikan arus dan pasang jangkar apung (sea anchor),
selanjutnya menunggu bantuan/pertolongan.
Pelaksanaan penurunan sekoci dipimpin oleh ABK senior dan dibantu oleh ABK
yang telah ditunjuk penugasannya. Jika hendak menaikan sekoci pada keudukan
semula, maka pekerja tersebut di atas dilaksanakan sesua urutan kebalikannya.

38

C. Cara-cara mengoperasikan Permesinan Sekoci Penolong dan Perlengkapannya


Petunjuk-petunjuk yang dicetak pada bahan-bahan yang tahan air mengenai caracara menghidupkan dan mengoperasikan mesin sekoci penolong harus dibuat dan
ditempatkan di tempat yang menarik perhatian tempat menghidupkan mesin.
1. Menghidupkan mesin sekoci
Persiapan sebelum mesin dihidupkan
Siapkan pada kondisi siap operasi dengan melakukan pencegahan serta pemeliharaan
rutin.
a. Periksa permukaan minyak pelumas secara berkala (karter dan kopling);
b. Periksa bahan bakar dalam tangki secara berkala;
c. Bahan bakar tidak dapat disemprotkan melalui injektor apabila ada udara dalam
sistem. Hal ini disebabkan karena kehabisan bahan bakar dan penggantian instalasi
pada sistem bahan bakar. Apabila hal ini terjadi, diperlukan priming untuk
mengeluarkan udara tersebut.
2. Mengeluarkan udara dalam sistem bahan bakar
a. Putarlah handle start untuk mengeluarkan udara dalam sistem bahan bakar;
b. Longgarkan baut udara pada saringan dan biarkan sampai bahan bakar yang keluar
tidak bercampur dengan udara, setelah itu tutup kembali;
c. Lepaskan pipa bahan bakar yang menghubungkan pompa dan injektor, atur kontrol
putaran pada posisi maksimum;
d. Lepaskan katup buang di atas pompa bahan bakar kurang lebih 2 putaran, apabila
bahan bakar keluar tanpa udara, tutup kembali katup buangan tersebut;
e. Putarlah mesin dengan menggunakan engkol, sehingga bahan bakar dapat sirkulasi
dan akan keluar melalui pipa bahan bakar ke injektor. Apabila bahan bakar yang
keluar dipastikan sudah tidak bercampur dengan udara, maka kencangkan mur pipa
bahan bakar yang berhubungan dengan injektor;
f. Putarlah terus dengan engkol sampai terdengar bunyi tekanan bahan bakar pada
injektor. Apabila terdengar bunyi tersebut berarti udara tidak terdapat lagi dalam
bahan bakar. Apabila tidak/belum terdengar bunyi tersebut berarti harus mengulangi
priming kembali.
3. Prosedur dalam menghidupkan
a. Buka kran bahan bakar;
b. Buka kran utama;

39

c. Atur kedudukan governor pada posisi maksimum dan handle kopling pada posisi
netral;
d. Angkat tuas decompressi dan angkol mesin diputar 5 sampai 6 kali putaran sehingga
roda gila memberikan moment tertentu;
e. Lepaskan tuas decompressi sehingga mesin hidup. Apabila belum hidup coba 2 atau
3 kali;
f. Apabila mesin hidup normal, tetapkan posisi pada putaran normal rendah dan
masukan hendle maju atau mundur dengan menambah putaran secara perlahanlahan.
4. Pengoperasian mesin sekoci
a. Periksa bahan bakar dalam tangki, tambah bila kurang;
b. Buka kran bahan bakar;
c. Periksa minyak pelumas pada karter dan kopling;
d. Putar handle saringan bahan bakar pada saluran keluar beberapa kali ke kiri atau ke
kanan;
e. Buka kran utama;
f. Putar handle start dengan tangan untuk melumasi bahan bagian-bagian yang bergrak;
g. Atur kedudukan governor pada posisi maksimum;
h. Putar handle start sampai terdengar bunyi tekanan bahan bakar pada injektor.
5. Matikan mesin
a. Atur handle givernor pada posisi stop;
b. Tutup kran bahan bakar;
c. Tutup kran utama kran bahan bakar;
d. Mesin etop pada kompresi yang diatur dengan patokan engkol start. Jangan
mengangkat decompresion level. Pada posisi ini, katup pemasukan dan pembuangan
tertutup. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan pada cylinder dan kedudukan
katup.

D. Kendala-kendala yang Dihadapi Saat Melaksanakan Prosedur Meninggalkan Kapal


Dan Saat Mengoperasikan Prosedur Meninggalkan Kapal Dan Saat Mengoperasikan
Sekoci Serta Langkah-langkah Yang Diambil Untuk Mengatasi Kendala-kendala Yang
Dihadapi
1. Sekoci penolong
40

Prinsip-prinsip umu berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dari sekoci


penolong adalah peralatan tersebut harus siap untuk digunakan dalam setiap kondisi.
Agar siap digunakan maka sekoci penolong harus memenuhi kondisi-kondisi sebagai
berikut yaitu dapat diturunkan ke air secara cepat dan aman, bahkan dalam koncisi
trim yang tidak menguntungkan dan kemiringan tidak lebih dari 20 0 kesalah satu sisi
dalam waktu tidak lebih dari 5 menit.
Dalam kasus bahwa kadang-kadang bagian-bagian bergerak pada saat sekoci
dioperasikan seperti dewi-dewi mengalami hambatan atau kemacetan yang
diakibatkan oleh karat. Terkadang juga motor penggerak untuk menaikan dan
menurunkan sekoci tidak dapat dihidupkan karena kurangnya perawatan.
Untuk mencapai tingkat kondisi di atas, aturan 52 Bab III SOLAS 1974
tentang pemeliharaan alat-alat penolong yang harus mencakup:
a. Suatu daftar pemeriksaan untuk digunakan kalau melakukan pemeriksaan.
b. Petunjuk pemeliharaan dan perbaikan.
c. Jadwal pemeliharaan berkala.
d. Diagram tempat yang perlu diberi pelumas dengan minyak pelumas yang
dorekomendasikan.
e. Daftar bagian-bagian yang dapat diganti.
f. Daftar sumber-sumber suku cadang.
g. Buku catatan pemeriksaan dan pemeliharaan.
2. Kurang/tidak ada lampu penerang
Apabila keadaan darurat terjadi pada saat malam hari, sering kali timbul
beberapa masalah mengenai pelaksanaan prosedur meninggalkan kapal. Salah
satunya adalah masalah penerangan dimana lampu yang dipasok dari sumber tenaga
listrik utama mengalami kerusakan/mati.
Jika terdapat kemungkinan bahwa penerangan pada station berkumpul,
embarkasi, lorong-lorong, tangga-tangga tetap dan pintu-pintu keluar yang
memberikan jalan tembus ke tempat-tempat berkumpul mati, maka harus diberikan
penerangan yang memadai dengan lampu yang dipasok dari sumber tenaga listrik
yang ditempatkan pada daerah tempat berkumpul/embarkasi orang-orang yang akan
naik ke sekoci.
41

3. Tidak lengkapnya personil


Penyebab terjadinya ketidak lengkapan personil apabila terjadi keadaan darurat
adalah adaya awak kapal yang cuti untuk keperluan tertentu dan turun di pelabuhan
terakhir atau berhalangan dengan tugas pentingnya di atas kapal sepertinya yang
sedang tugas jaga. Hal ini menyebabkan posisi personil tersebut kosong, misalnya
tidak adanya personil di tempat embarkasi untuk mengkoordinasi pergerakan awak
kapal sehinggal semuanya berdesak-desakan.
Untuk melaksanakan tugas sesuai sijil, maka diharapkan semua personil
disamping mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
sesuai dengan sijil dan harus juga mampu melakukan tugas-tugas lain diluar
ketentuan sijil. Setiap awak kapal harus berpartisipasi dalam ketentuan sijil. Setiap
anggota awak kapal harus berpartisipasi dalam latihan meninggalkan kapal paling
sedikit satu kali latihan setiap bulan. Kalau latihan dari 25% jumlah awak kapal
belum berpartisipasi dalam latihan meninggalkan kapal yang berlangsung dalam
bulan lalu, maka harus dilakukan lagi dalam waktu 24 jam setelah kapal
meninggalkan pelabuhan.

E. Daftar-daftar Yang Berhubungan Dengan Prosedur Meninggalkan Kapal dan


Pengoperasian Sekoci Penolong
1. Sijil sekoci (Muster List Sekoci)
Nahkoda : Sebagai Pimpinan Umum
Sekoci No. 1 Kanan (Motor)

No
Nama
01. Andi Rachmad

Jabatan
Mualim I
42

Tugas
Komandan sekoci

02. Hasan Husein

KKM

Wakil komandan sekoci

03. Jully Gunawan

Markonis

Membawa sekoci dan aldis

Masinis I

lampu
Stand by menghidupkan mesin

Listrik

sekoci
Buka lashing sekoci, area

Juru mudi I

sekoci
Buka tutup sekoci dan area tali

07. Ari Marbun

Juru mudi III

monyet
Stand by liferaft

08. Hendra Wahyudi

Juru minyak I

Area tangga sekoci, pasang

Juru minyak III

prop
Membanu Masinis I

PUK

menghidupkan mesin
Membawa dokumen dan surat

11. Nizar Rachman

Kadet deck

berharga
Buka tutup sekoci, ikat tali

12. Fachri Ramadhan

Kadet deck

pengaman deck
Menunggu tugas umum

04. Hendra Putra


05. Cahyo Saputro
06. Efendy Rachmat

09. Firman Soleh


10. Erwin Manulang

Sekoci No. 2 Kiri (Dayung)

No
01.

Nama
Munzir Situmorang

Jabatan
Mualim II

Tugas
Komandan sekoci

02.

Hasbi Prima

Mualim III

Wakil komandan sekoci

03.

Agus Munte

Masinin II

Siap untuk area sekoci

04.

Ardi Sanaba

Masinin III

Buka lashing sekoci, area

Serang

sekoci
Buka tutup sekoci, area tali

05.

Ricky Kurnia

monyet
43

06.

Yarusalem Yudha

07.

Fikri Bawono

08.

Rico Putra

Juru mudi II

Membawa sextan dan

Juru minyak II

teropong
Membawa perbekalan buka

Kelasi

tutup sekoci
Buka tutup sekoci, pasang

09.

Chaesarilmamsyah

Kadet mesin

prop
Area tangga sekoci

10.

Ahmad Solihin

Juru masak

Pembawa perbekalan, buka

11.

Ridwan Halim

Pelayan

tutup sekoci
Membawa selimut dan
perbekalan tambahan

Alaram sekoci :
Tujuh tiup pendek satu tiup panjang (......._)
Instruksi
:
Perwira jaga membunyikan tanda bahaya untuk memberitahukan seluruh ABK.
Umum
:
Dan perhatikan bahaya semua orang harus ada di deck sekoci masing

masing dengan menggunakan baju renang;


Dan kemudian lapor kepada komandan sekoci untuk siap menjalankan

tugas;
Menurunkan sekoci setelah ada perintah dari Nahkoda untuk segera
meninggalkan kapal.

2. Uraian tugas pelaksana tim keadaan darurat di kapal (Shipboard Contingency Plan)
Kebijaksanaan (Policy) :
a. Semua orang di atas kapal, jika melihat situasi yang membahayakan
keselamatan ataupun yang dapat menyebabkan kerusakan/pencemaran
lingkungan harus segera melaporkan kepada Nahkoda.
b. Jika Nahkoda menetapkan Team harus berkumpul karena akan terjadi
situasi yang berlarut maka :
1) Nahkoda akan memerintahkan akan Team berkumpul;
2) Nahkoda akan menghubungi DPA/Management Response Team
kantor pusat setelah data terkumpul.

44

I.

Uraian tugas :
Nahkoda
a. Bertindak selaku ketua team keadaan darurat di kapal;
b. Mengkoordinasi tambahan sumber daya manusia yang diperlukan di kapal;
c. Mempersiapkan seluruh informasi kepada DPA sehingga bahan penyampaian
informasi kepada direksi;
d. Mengkoordinasi penanganan penumpang dan ABK untuk tidak panik dan
mengikuti petunjuk keselamatan dari Nahkoda;
e. Mempersiapkan seluruh pengumuman yang diperlukan untuk disampaikan
kepada keluarga terdekat ABK dan penumpang;
f. Menyelenggarakan dan mempertahankan komunikasi dengan management

II.

response team.
Mualim I
a. Mengambil alih tugas jika Nahkoda berhalangan;
b. Bertindak selaku perwira penghubung dengan pihak yang melakukan
pelayanan darurat;
c. Mengkoordinasi keselamatan penumpang dan ABK;
d. Mempersiapkan segala data yang diperlukan oleh team untuk disampaikan
kepada management response team pusat;
e. Memastikan bahwa semua bantuan yang dikerahkan oleh perusahaan telah

III.

IV.

V.
VI.

sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.


Kepala Kamar Mesin
a. Mengkoordinasi dan melaporkan kesiapan mesin kepada ketua team dalam
mengatasi bahaya yang sedang dihadapi;
b. Menjamin bahwa semua peralatan mesin siap jika diperlukan;
Mualim II
a. Mengorganisasi pengevakuasian para penumpang ABK;
b. Mempersiapkan perlengkapan P3K yang dibutuhkan;
c. Mempersiapkan peta-peta, gambar-gambar kapal dan lain-lain yang diperlukan
oleh team;
d. Mempersiapkan dokumen-dokumen penting untuk keselamatan (jurnal,dll)
Mualim III
a. Memonitor kondisi penumpang dan ABK untuk dilaporkan kepada ketua team.
Markonis
a. Mempersiapkan semua alat komunikasi yang diperlukan;
b. Memberikan pengumuman-pengumuman melalui sistem komunikasi kapal
kepada ABK dan penumpang sesuai petunjuk Nahkoda;
c. Mempersiapkan komunikasi dengan MRT Pusat;

45

d. Mempersiapkan daftar-daftar yang perlu dihubungi, yang mungkin diperlukan


VII.
VIII.

untuk diminta bantuan.


Mualim Jaga
a. Tetap melaksanakan tugas.
Masinis I
a. Menggantikan KKM bila berhalangan
b. Mengawasi keperluan tenaga (listrik) yang efisien dan memutuskan bila tidak
diperlukan;
c. Mempersiapkan gambar-gambar mesin yang diperlukan sesuai bahaya yang

IX.
X.
XI.

sedang dihadapi;
d. Menjamin bahwa pintu-pintu kedap air berfungsi dengan baik.
Masinis II
a. Menggantikan masinis I bila berhalangan.
Masinis III
a. Memonitor keadaan kamar mesin secara umum dan melaporkan kepada KKM.
PUK
a. Mengumpulkan semua surat-surat penting kapal untuk diselamatkan;
b. Menyimpan daftar ABK dan daftar penumpang;
c. Mencatat alamat dan cara berhubungan dengan keluarga terdekat ABK atau
penumpang yang cedera dan melaporkan kepada ketua team.

3. Petunjuk Keadaan Darurat (Emergency Instructions)


Peraturan umum pada waktu kebakaran, penurunan sekoci-sekoci dan
meninggalkan kapal :
a. Jika seseorang menemukan

adanya

kebakaran

di

kapal,

ia

harus

memberitahukan hal ini dengan segera kepada mualim jaga, mualim jaga harus
lekas memerintahkan memberi semboyan (tanda) kebakaran, yaitu 2 kali
pukulan cepat di lambung kapal, terus menerus.
b. Mualim jaga lalu memberitahukan kepada Nahkoda dan hendaknya mengambil
tindakan-tindakan

seperlunya

yaitu

mengurangi

kecepatan

kapal,

menghindarkan kapal dari angin, memberitahukan Masinis jaga dan memberi


perintah supaya alat-alat pemadam api dibawa ketempat kebakaran tersebut.

46

c. Jika Nahkoda menimbang perlu, maka penumpang-penumpang pergi ketempat


berkumpul didekat sekoci-sekocu kapal, maka tanda yang harus diberikan
yaitu enam kali suling pendek diikuti dengansatu suling panjang.
d. Jika Nahkoda menimbang perlu, bahwa semua anak buah kapal pergi
ketempatnya masing-masing yang sudah ditentukan di dekat sekoci-sekoci
kapal, maka ia menyuruh membunyikan lonceng kapal dengan cepat serta terus
menerus.
e. Jika Nahkoda menimbang perlu, bersedia menurunkan sekoci-sekoci, maka ia
hendaknya memberikan perintah kepada beberapa anggota dari anak buah
kapal.
f. Jika menurut pertimbangan Nahkoda perlu meninggalkan kapal maka ia
hendaknya memberikan perintah untuk membuat demikian denga lisan
(perkataan).
g. Lonceng kapal ada di haluan kapal.
h. Pada waktu meniggalkan kapal, pertama harus memberikan kesempatan pada
wanita, anak-anak dan orang-orang yang mempunyai keterbatasan.
i. Supaya tindakan-tindakan yang diambil itu berhasil baik, janganlah
mengadakan huru hara yang percuma dan melakukan kewajiban dengan
sungguh-sungguh.
Tanda-tanda bahaya
a. Kebakaran/keadaan darurat, bunyikan ketukan pada genta dan buntikan dering
bell listrik secara terus menerus tidak kurang dari 10 detik tidak terputus
dengan selang waktu tidak lebih dari 1 menit.
b. Lifeborat station/latihan alaram sekoci, tujuh (7) tiup pendek disusul satu (1)
tiup panjang pada suling kapal dan/atau bel listrik kapal (......._)
c. Orang jatuh ke laut, menyampaikan ke anjungan berteriak orang jatuh ke laut
lambung kiri/lambung kanan kapal.
d. Meninggalkan tempat kejaidan/selesai tugas atau latihan, 3 (tiga) tiup pendek
pada suling dan/atau tiga (3) dering pendek berturut-turut pada bell listrik.
47

Instruksi-instruksi
a. Seluruh awak kapal harus benar-benar terbiasa dengan lifeboat station dan
emergency stationnya serta harus paham akan tugas yang dikhususkan untuk
mereka, begitu mereka berada di kapal.
b. Setiap awak kapal harus dilengkapi dengan kartu masing-masing yang
menerangkan tugas apa yang mereka lakukan di lifeboat atau di emergency
station dimana mereka ditempatkan,
c. Pada waktu latihan keadaan darurat/latihan sekoci seluruh awak kapal
diharuskan untuk melaksanakan tugas-tugas yang dikhususkan baginya, maka
iistruksikan agar tetap berada di post penjagaan, walaupun mendengar isyaratisyarat bahaya.
d. Setiap awak kapal harus turut serta dalam latihan sekoci diharuskan memakai
life jacket dan seluruh awak kapal harus benar-benar menjalankan tugas yang
dikhususkan untuknya ataupun tugas-tugas yang ditetapkan berhubungan
dengan keadaan waktu itu.
e. Regu penolong darurat harus siap berkumpul dengan membawa seluruh
peralatan beitu mendengar tanda-tanda bahaya.
f. Setiap awak kapal yang menenemukan

kebakaran

harus

segera

memberitahukannya ke anjungan dan sementara itu hberusaha memadamkan


kebakaran tersebut dengan peralatan yang ada disekitarnya.
g. Segera setelah mendengar tanda-tanda bahaya kebakaran yang mengancam
keselamatan kapal, maka pompa kebakaran dijalankan, pintu-pintu kedap
air/pintu-pintu lambung/corong-corong angin ditiup dengan seluruh kipas
angin serta sistem bpwler dimatikan.
h. Pada waktu mendengar isyarat orang jatuh ke laut ( --..--) segera lemparkan
buoy penolong, stop mesin dan cikar kemudo kearah orang tesebut dan kirim
pengamat ketempat yang setinggi mungkin dan aman, Mualim jaga segera
melapor ke Nahkoda. Awak sekoci penolong darurat yang telah ditunjuk
segera menyiapkan sekoci dan peralatan yang berada di sisi yang aman.
48

Isyarat-isyarat Pada Waktu Menurunkan Seokoci Penolong


a. Satu (1) tiup pendek pada suling kapal berarti turunkan sekoci.
b. Dua (2) tiup pendek pada suling kapal berarti hentikan penurunan sekoci.
c. Tiga (3) tiup pendek pada suling kapal berarti tinggalkan lifeboat station atau
selesai tugas/latihan.

49

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun dari pembahasan yang dilakukan, maka penulis
menarik beberapa kesimpulan yang dianggap perlu dalam skripsi ini yaitu :
1. Masing-masing alat peluncur bersama dengan sarana penurun dan pengankatan
kembali serta ditata sedemikian sepenuhnya sehingga sekoci berserta
perlengkapannya yang dilayani itu dapat diturunkan dengan aman dengan trim
100 dan kemiringan 200 hingga kesalah satu sisi :
a. Pada waktu dinaiki oleh semua orang sesuai dengan kapasitasnya.
b. Tanpa orang dalam sekoci.
2. Cara mempersiapkan sekoci penolong akan sangat bergantung pada type dewidewi, perlengkapan sekoci dan letak/penempatan dewi-dewi di deck.
3. Cara-cara mengoperasikan permesinan sekoci penolong adalah dengan prosedur
menghidupkan mesin, mengoperasikan mesin dan mematikan mesin.
4. Sekoci penolong harus selalu siap untuk diturunkan ke air dengan cepat dan
aman apabila dalam keadaan darurat.
5. Setiap awak kapal harus selalu siap untuk melaksanakan tugas masing-masing
sesuai dengan apa yang tertera pada sijil berkumpul dan petunjuk keadaan
darurat.

50

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Untuk mencapai tingkat keterampilan seperti yang diharapkan dalam menghadapi
keadaan darurat yang sebenarnya, maka setiap awak kapal harus berpartisipasi
dalam paling sedikit satu gladian maninggalkan kapal setiap bulan, serta gladian
harus dilakukan sepanjang hal itu dapat dilakukan, seoklah-olah ada keadaan
darurat yang sebenarnya.
2. Supaya sekoci selalu siap untuk digunakan/dinaikan dan diturunkan dari dan ke air,
maka orang yang ditunjuk untuk melakuan perawatan sekoci dan perlengkapannya
harus benar-benar melaksanakan tugasnya demi keselamatan semua awak kapal.
Selain itu, petunjuk-petunjuk untuk keselamatan pemeliharaan dalam sekoci
penolong harus mudah dipahami dan kalau mungkin disertai ilustrasi seperlunya.
3. Petunjuk-petunjuk yang dicetak pada bahan-bahn yang tahan air mengenai caracara menghidupkan dan mengoperasikan mesin sekoci penolong harus dibuat dan
ditempatkan di tempat yang menarik perhatian di dekat tempat menghidupkan
mesin.

51

DAFTAR PUSTAKA
Badan Diklat Perhubungan, Survival Craft and rescue boats, Jakarta, 2013.
..........................................., Personal Survival Techniques, Jakarta, 2013.
D.j. House, Seamanship Techniques, london, 1994.
Diklat, Basic Safety Traning, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, 2013.
Manullang, M, Drs, Dasar-dasar Manajemen, Gralia Indonesia, Jakarta, 1996.
Pendidikan dan Latihan Ahli Pelayaran, Personal Survival Techniques, Jakarta,
2013.
Pieter Batti, Keselamatan Pelayaran dan Pencegahan Pencemaran dari Kapal,
P.T. Konsultasi Buana Maritim Nusantara, Jakarta, 2000.
SOLAS, IMO, London, 1994.

52

Anda mungkin juga menyukai