Anda di halaman 1dari 71

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Yang yang telah memberikan pertolongan

kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan karya ilmiah terapan sebagai salah

satu persyaratan untuk menempuh program Diklat Pelaut I yang diselenggarakan

di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), dengan judul “UPAYA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN DALAM PERSIAPAN

PENANGANAN JANGKAR DAN PERSIAPAN RIG MOVE DI KAPAL

AHTS LOGINDO STAMINA”. Makalah karya ilmiah terapan ini penulis susun

berdasarkan pada pengalaman yang dialami saat menjalankan di wilayah

pengeboran lepas pantai teluk Bintuni. Dalam pelaksanaan penyelesaian makalah

ini penulis merasa mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, pada

kesempatan ini ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus

kepada :

1. Bapak Capt.Chandra Purnama.M.Mtr.M.Mar selaku Pembimbing I dalam

Penulisan Makalah

2. Ibu Sari KusumaNingrum.SS.M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II dalam

Penulisan Makalah

3. Bapak Dr. Ali Muktar Sitompul.MT selaku Kepala Divisi Pengembangan

Usaha Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta

4. Bapak Capt Bhima Siswo Putro, MM selaku Kepala Jurusan Nautika

i
5. Seluruh jajaran dosen dan staf pengajar yang membantu karya ilmiah ini bisa

diselesaikan dengan baik.

6. Seluruh teman-teman seangkatan Pasis DP I yang telah banyak membantu

penulisan karya ilmiah ini.

7. Terimakasih ucapan yang tulus buat Istriku Tercinta dan anak-anakku beserta

Orangtuaku, atas segala dukungan dan doanya sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta.

8. Kepada Teman-teman KTBku yang selalu mendoakan kelancaran

Pendidikanku

9. Semua pihak yang saya tidak bisa menyebutkan semuanya.

Semoga karya ilmiah yang masih jauh dari sempurna ini bisa memberikan

manfaat bagi pengembangan ilmu dan penerapannya dalam bidang Nautika,

khusunya pengoperasian kapal AHTS.

Jakarta, Desember 2022

Penulis

HERBIN PASARIBU

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i


TANDA PERSETUJUAN KARYA ILMIAH ...................................................................... ii
TANDA PENGESAHAN KARYA ILMIAH ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
C. Batasan Masalah .................................................................................................. 5
D. Tujuan penulisan ................................................................................................. 5
E. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
A. Landasan Teori .................................................................................................... 7
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 27
BAB III : ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................... 28
A. Gambaran Umum Objek Kajian ....................................................................... 28
B. Penyajian Data ................................................................................................. 30
C. Analisa Data ..................................................................................................... 31
D. Pembahasan ....................................................................................................... 46
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 58
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 61
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 63

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 AHTS. Logindo stamina … ............................................................................ 27


Gambar 3.2 AHTS Logindo Stamina Approaching jack up Rig … .................................. 28
Gambar 3.3 AHTS. Logindo Stamina Loading Anchor … ................................................ 28
Gambar 3.4 AHTS. Logindo Stamina rig move … ........................................................... 32
Gambar 3.5 AHTS. Logindo Stamina rig move … ............................................................ 33

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Minyak bumi merupakan salah satu diantara sumber energi yang dibutuhkan

bagi perkembangan suatu negara, baik perkembangan dalam bidang ekonomi,

teknologi, ilmu pengetahuan serta perkembangan dalam bidang-bidang lain.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi minyak bumi di

dunia, di beberapa negara maju menciptakan peralatan modern yang digunakan

untuk pekerjaan dalam proses pencarian sumber-sumber minyak yang berada di

daratan (onshore) maupun di lepas pantai (offshore). Dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, menunjang mempermudah proses eksplorasi minyak

bumi yang bertujuan memenuhi kebutuhan energi di dunia.

Di dalam proses eksplorasi bumi khususnya di negara Indonesia dilakukan

oleh perusahaan minyak asing dari berbagai negara yang melakukan perjanjian

kontrak dengan pemerintah untuk melakukan eksplorasi di wilayah perairan negara

Indonesia. Proses pertama yang dilakukan dalam pencarian minyak bumi yang ada

di area lepas pantai, dengan melakukan seismic exploration yaitu proses survey data

geologi untuk mendapatkan tentang struktur tanah di setiap area dan untuk

memastikan daerah/titik-titik yang mempunyai kandungan minyak bumi besar.

Dalam tulisan ini membahas tentang proses eksplorasi pengeboran minyak

bumi yang ada di area pengeboran lepas pantai. Dalam proses eksplorasi

pengeboran minyak lepas pantai, perusahaan-perusahaan minyak asing

menggunakan berbagai peralatan mendukung dalam menunjang kelancaran


1
eksplorasi minyak bumi di lepas pantai diantaranya adalah menggunakan kapal

AHTS (Anchor Handling Tug Supply) yang merupakan tipe kapal kerja yang

dilengkapi dengan berbagai peralatan khusus guna menunjang operasional di

pengeboran minyak lepas pantai.

Perusahaan pengeboran minyak dalam hal ini selaku Pencarter

mengharapkan agar kapal AHTS yang disewanya siap memberikan pelayanan yang

terbaik yaitu pelayanan yang optimal dalam pelaksanaan tugasnya, yang berperan

sebagai kapal pendukung pekerjaan-pekerjaan khusus karena dalam pekerjaan ini

mempunyai resiko yang sangat tinggi, baik bagi lingkungan kerja dan keselamatan

pekerja itu sendiri.

Pekerjaan tersebut diantaranya dalam melaksanakan tugas penanganan

jangkar (Anchor Handling) dan memindahkan Jack-Up Rig (Rig Move), sebagai

alat trasportasi untuk mengangkut barang-barang yang diperlukan dalam proses

eksplorasi pengeboran minyak lepas pantai. Melihat dari tugas kapal AHTS

tersebut diatas, maka kapal AHTS dalam menunjang kelancaran operasional

seharusnya benar – benar dalam kondisi siap dan layak beroperasi, diawaki oleh

Nahkoda dan ABK yang mempunyai keterampilan memadai sehiangga

memperlancar operasional di pengeboran minyak lepas pantai.

Kapal AHTS disaat melayani pekerjaan di area pengeboran minyak lepas

pantai, terkadang terkendala oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi

proses kelancaran pekerjaan, terutama pada saat pelaksaan pekerjaan penanganan

jangkar ataupun pekerjaan Rig Move.

Dalam hal ini untuk memperlancar saat proses kerja penanganan jangkar

maupun Rig Move, harus dilakukan secara matang dengan melakukan berbagai

2
pertemuan yang membahas tentang keselamatan (safety meeting) dan Toolbox

meeting membahas tentang posisi letak jangkar, posisi saat kaki pertama dari Jack-

Up Rig diturunkan (soft pin) dalam posisi Jack-Up Rig.

Hal tersebut diatas bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahan yang

mengakibatkan keterlambatan sehingga membuat penambahan waktu dalam proses

pekerjaan jangkar ataupun Rig Move, yang mana akan mempengaruhi operasional

pekerjaan pengeboran minyak lepas pantai dan berdampak terhadap kelancaran

dalam pekerjaan penangkaran jangkar dan Rig Move yang harus diperhatikan

adalah kesiapan kapal, kesiapan peralatan, kesiapan awak kapal (crew) serta adanya

kerjasama yang baik antara tim kerja diatas kapal, adanya komunikasi yang baik

dengan pihak Rig ataupun dengan kapal-kapal pendukung lainnya.

Karena masih adanya kekurangan dari kesiapan pelayanan kapal AHTS

dalam melaksanakan tugasnya dan masih kurangnya keterampilan awak kapal yang

bekerja di atas kapal AHTS serta beberapa masalah lain yang dapat menghambat

operasional pengeboran minyak lepas pantai, maka berdasarkan masalah-masalah

tersebut penulis tertarik untuk membuat makalah berjudul :

“UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN DALAM PERSIAPAN

PENANGANAN JANGKAR DAN PERSIAPAN RIG MOVE DI KAPAL

AHTS LOGINDO STAMINA.’’

3
B. RUMUSAN MASALAH

Masalah yang sering terjadi di atas kapal supply pada saat pekerjaan

penanganan jangkar dan memindahkan/memposisikan Rig di area pengeboran

minyak lepas pantai yang juga akan mencakup penilaian pencarter terhadap kinerja

kapal dan kesehatan awaknya.

Penilaian terhadap manajemen perusahaan kapal tersebut berkaitan dengan

kelangsungan kontrak kerja kapal. Karena pada umumnya perkembangan suatu

perusahaan pelayaran yang bergerak dibidang pelayanan transportasi lepas pantai,

sangat bergantung dari penilaian perusahaan-perusahaan minyak lepas pantai yang

pada saat itu memakainya. Sebelum memulai pekerjaan perlu diidentifikasi

kemungkinan besarnya kejadian bahaya pada saat pekerjaan memposisikan RIG di

Platfom yaitu sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi resiko pekerjaan pada saat recoveri Jangkar

2. Memastikan kesiapan ABK dalam penggunaan peralatan dalam memposisikan

RIG di Platfom

3. Melakukan safety Meeting pada ABK sebelum memulai pekerjaan

menginstalasi Jangkar sehingga kemungkinana bahaya bisa diidentifikasi.

Namun demikian dari identifikasi yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan

bisa disimpulkan sehingga mempermudah pembahasan masalah diatas maka

disusunlah Rumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa keterempilan dan kemampuan ABK yang bekerja di atas kapal AHTS

kurang?

2. Apa yang menyebabkan kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di area

pengeboran minyak lepas pantai ?

4
C. BATASAN MASALAH

Penulis perlu membatasi permasalahan di atas kapal AHTS. Logindo

stamina berkaitan dengan :

1. Kurangnya keterampilan dan kemampuan ABK yang bekerja di atas kapal

AHTS.

2. Kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di area pengeboran minyak lepas

pantai.

D. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1. Tujuan penulisan

Dengan melakukan penelitian secara otomatis penulis mempunyai

tujuan yang mudah-mudahan sangat bermanfaat baik bagi penulis sendiri

maupun bagi pembaca.

Tujuan dari penelitian terhadap masalah ini sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui penyebab kurang trampilnya di atas kapal AHTS

Logindo stamina.

b. Untuk mengetahui penyebab sering terjadinya hambatan kesiapan di

kapal AHTS Logindo stamina.

2. Manfaat Penulisan

a. Manfaat bagi dunia Akademis

Agar dapat mencapai produktifitas yang telah direncanakan dan

kelancaran pengoperasian kapal sesuai dengan pemahaman yang telah

digariskan oleh perusahaan dan meminimalkan kecelakaan kerja, agar

perusahaan dimana penulis bekerja dapat mengoptimalkan dalam pelayanan

5
armadanya terutama pada kapal AHTS Logindo stamina. Dari penulisan

makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pelaut-pelaut yang

berniat bekerja di kapal yang melayani pengeboran lepas pantai baik di

perusahaan pelayaran dalam negeri ataupun diperusahaan pelayaran asing,

dapat memahami tentang kerja dan tanggung jawabnya saat bekerta di atas

kapal AHTS.

b. Manfaat bagi dunia praktisi

Dari penulisan makalah ini diharapkan menjadi masukan bagi

perusahaan pelayaran mulai dari sistem penerimaan calon awak kapal serta

sistem kecakapan yang harus diperhatikan dalam pengoperasian kapal-

kapal.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Sugiyono (2010:92), mengemukakan bahwa seorang peneliti harus

menguasai teori – teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka pemikiran

yang membuahkan hipotesis, kerangka pemikiran merupakan penjelasan

sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan.

1. Pengertian

Definisi Dari Upaya Meningkatkan Keterampilan Dalam persiapan

penanganan jangkar dan persiapan rig move Untuk mempermudah

pemahaman makalah ini, maka penulis membuat tinjauan pustaka ataupun

dari sumber internet yang akan mengemukakan defenisi-defenisi dan teori-

teori yang terkait pada makalah ini. Adapun dari beberapa teori yang penulis

jadikan sebagai landasan teori dalam penyusunan makalah ini adalah

sebagai berikut :

a. Upaya

Upaya adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan

persoalan untuk mencari jalan keluar (Kamus Besar Bahasa Indonesia

DepDikNas, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama-Jakarta, 2008:1534).

Berdasarkan makna dalam KBBI dapat disimpulkan bahwa kata upaya

memiliki arti yang sama dengan kata usaha dan demikian pula dengan

7
kata ikhtiar, dan upaya dilakukan dalam rangka mencapai suatu maksud,

memecahkan persoalan.

b. Meningkatkan

Meningkatkan adalah menaikan (derajat, taraf, dan sebagainya).

mempertinggi dan mempehebat, pengertian tersebut terdapat dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (.KBBI, Depdiknas PT.Gramedia

Pustaka UtamaJakarta, 2008:1469). Meningkatkan tersirat adanya unsur

proses yang bertahap yaitu dari tahap terendah, tahap menengah dan

tahap akhir atau tahap puncak. Untuk mendapatkan keterampilan dari

yang nilai terendah hingga mendapatkan hasil yang lebih tinggi dan

memuaskan sehingga pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan benar.

c. Keterampilan (skill)

Keterampilan (skill) merupakan kemampuan untuk mengoperasikan

suatu pekerjaan secara mudah dan cermat. Adapun keterampilan

berdasarkan teori sebagai berikut :

1) Menurut Gordon, "Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen”,

penerbit Pustaka Binaan Pressindo-Jakarta (2004:55), keterampilan

merupakan kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara

mudah dan tepat.

2) Menurut Nadler, ”Dasar – Dasar Keterampilan”, penerbit : Angkasa

Jakarta (2006:73), keterampilan adalah kegiatan yang merupakan

praktek.

8
3) Menurut Richard L. Draft, ”Era Baru Manajemen", penerbit: Salemba

Empat – Jakarta (2007:13-16), keterampilan dapat digolongkan atas 3

bagian yaitu :

a) Keterampilan teknis ( technical skill)

Adalah keterampilan dalam melaksanakan tugas tertentu yang

mencakup penguasaan metode, teknik dan peralatan yang

digunakan didalam fungsi tertentu seperti: rekayasa, manufaktur,

teknologi informasi atau keuangan

b) Keterampilan Manusiawi (Human Relation Skill)

Adalah keterampilan untuk bekerja dengan dan melalui orang lain,

serta secara efektif sebagai anggota kelompok. Keterampilan ini

terlihat dari cara berhubungan dengan orang lain, termasuk

kemampuan untuk memotivasi, memfasilitasi, mengkoordinasi,

memimpin, berkomunikasi dan menyelesaikan konflik.

c) Keterampilan Konseptual ( conceptual skill)

Adalah keterampilan dalam mengkoodinasikan, mengintegrasikan

dan mengaktifkan organisasi dan biasanya jenis keterampilan ini

banyak dimiliki oleh seorang manajer yang sudah berpengalaman

dalam bidang tertentu dan digunakan untuk suatu keputusan mulai

dari perencanaan sampai dengan evaluasi.

4) Menurut Notoatmojo, ”Pembangunan Sumber Daya Manusia”

penerbit : Rineka Cipta – Jakarta (2006:13), keterampilan adalah

suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah menerima

pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan

9
peralatan yang tersedia, keterampilan merupakan kelanjutan dari hasil

belajar kognitif (memahami sesuatu ) dan afektif (perbuatan atau

perilaku).

5) Menurut Wibowo, "Pengetahuan dan Keterampilan", penerbit : Bumi

Aksara – Bandung ( 2005: 46 ), tingkat keterampilan terdiri dari:

a) Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b) Respon terpimpin

Yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

(dalam hal ini adalah prosedur tetap), ini merupakan indikator

praktek tingkat kedua

c) Adaptasi

Merupakan suatu praktik atau tindakan tersebut sudah

dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

6) Menurut Bertens, "Etika", penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jakarta

(2009:35) Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan adalah:

a) Pengetahuan

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan,

pengetahuan mencakup segenap apa yang diketahui tentang objek

tertentu. Pengetahuan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu latar

belakang pendidikan, pengalaman kerja, usia dan jenis kelamin.

10
b) Pengalaman

Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan

sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman ini membangun

seseorang bisa melakukan tindakan – tindakan yang telah

diketahui pada langkah pertama. Semua tindakan yang pernah

dilakukan akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan

dibawa terus sepanjang hidupnya. Dari sini dapat disimpulkan

bahwa semakin banyak pengalaman seseorang jika dikaitkan

dengan masa kerjanya maka akan semakin terampil dan menjadi

terbiasa.

c) Keinginan / motivasi

Merupakan sebuah keinginan yang membangkitkan motivasi

dalam diri. seseorang dalam rangka mewujudkan tindakan –

tindakan yang sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.

d) Sarana

Sarana disini adalah seluruh fasilitas dan peralatan yang memadai

yang digunakan dalam suatu kegiatan. Faktor sarana akan

menjadikan suasana kerja menjadi lebih optimal yang tentunya

akan lebih mendukung keterampilan seseorang dalam melakukan

suatu tindakan.

Jadi dengan demikian keterampilan itu adalah kemampuan

seseorang untuk mengoperasikan suatu pekerjaan secara mudah dan

tepat yang berarti seseorang itu mampu yang dalam hubungannya

dengan tugas dan pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa

11
sesuai dengan yang diharapkan atas dasar ketentuan yang ada.

"Berdasarkan teori – teori yang telah diuraikan diatas maka indikator

yang digunakan untuk mengukur komponen keterampilan adalah

kemampuan untuk mengolah segala informasi, menggunakan sarana

kerja, berkomunikasi, rnengkoordinasikan pekerjaan dan menganalisis

pekerjaannya".

Iverson (2001 :133), mengatakan bahwa selain training yang

diperlukan untuk mengembangkan keterampilan, keterampilan juga

membutuhkan kemampuan dasar (basic ability) untuk melakukan

pekerjaan secara mudah dan tepat.

2. Pengertian Penanganan

Pengertian penanganan berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia tidak

memberikan makna pada kata yang mengalami pergeseran arti. Tetapi

berdasarkan proses pembentukannya dapat kita pahami makna kata tersebut

Mendapat awalan Pe dan Akhiran an akan membentuk kata Pe-nangan-an

menjadi Penanganan berarti sesuatu yang berhubungan dengan tangan

sebagai alat untuk melakukan pekerjaan. Sehingga mengandung arti

penyelesaian satu atau serangkaian proses pekerjaan.

Menurut Buku Karangan dari Capt. Krets Mamondole yang berjudul

"Anchor Handling”. Anchor Handling / Anchor Job adalah pelaksanaan

dan proses penanganan pekerjaan jangkar mulai dari cara pengambilannya

dari Rig / Barge, yang telah ditentukan Kapal supply merupakan suatu

sarana yang dibutuhkan untuk membantu dan melayani kegiatan – kegiatan

12
dilokasi pengeboran minyak lepas pantai yang dilengkapi peralatan yang

digunakan dalam pekerjaan anchor handling.

Manual Marine Safety Forum (tanpa tahun : 24) Setiap kesempatan

harus digunakan untuk memberi kesempatan perwira belajar mengendalikan

kapal dan winch dengan baik, pada waktu yang senggang ketika tidak ada

pekerjaan, seperti menggulung wire pada saat dipelabuhan mungkin itu

dapat menjadi waktu yang tepat untuk latihan.

Circular dari Maersk Training kegiatan latihan – latihan anchor

handling antara lain adalah:

1. Pelatihan dari prosedur.

2. Perencanaan dan penilaian resiko dalam kegiatan anchor handling.

3. Menempatkan posisi kapal.

4. Mengoperasikan winch, fungsi, dan tata letak.

5. Perhitungan winch dan kapasitasnya.

6. Penggunaan yang benar dan aman dari sharkjaw.

7. Sistem jangkar.

8. Menjalankan dan mengambil jangkar.

9. Latihan berkomunikasi dan kerjasama team antara (perwira dan winch.

operator, anjungan dan rig, anjungan dan deck.)

10. Mengendalikan kapal, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan

11. Pentingnya pengalaman bergantian.

Circular dari Kongsberg Maritime kegiatan latihan-latihan anchor

handhling antara lain adalah:

1. Olah gerak kapal.

13
2. Mengoperasikan berbagai tipe dari jangkar.

3. Mengendalikan peralatan jangkar.

4. Mengendalikan pengoperasian dengan semi - subdrillingunit

5. Mengarnbil dan menjalankan jangkar rnenggunakan peralatan yang

sesuai dengan prosedur dalarn latihan laut dalam.

6. Mengendalikan skenario sebelum hal itu dilakukan dalam keadaan yang

sebenarnya, menempatkan posisi kapal yang baik, Membuat proses

mengetes kekuatan towing, dan menentukan posisi yang tepat dari

platform.

Krets Marnandole, (2009: 52). Alat – alat atau machineries yang

berhubung dengan anchor handling harus dipersiapkan sebelum pekerjaan

di mulai antaranya adalah :

1. Anchor Handling Winch, Function tested, Grease, Break adjusted.

2. Towing Drum Function test, Grease, Break adjusted

3. Guide Pin Function tested, and checked for local remote operation,

hydraulic power unit checked

4. Deck tugger winches/capstans function test, brake adjusted, wire

properly spooled up and fitting (chain safety hooks) checked.

5. Portable tools checked, Cleaned and bucked prepared.

6. Deck lighting tested, Checked and defects made good.

7. Communication Deck to the bridge communication tested loud hailer

system tested.

8. Gas cutting gear checked and ready.

9. Rigging gear checked and ready for use.

14
10. Pennant reel function tested, Greased, Break adjusted.

Krets Mamondole (2009:132-138). Tentang prosedur atau langkah –

langkahnya biasa dilakukan dari kegiatan anchor handling pada saat akan

menaruh yang sesuai dengan posisi yang telah ditentukan dari Barge Master

/ Rig Mover, antara lain adalah :

1. Pennat wire pada saat diberikan ke kapal dalam kondisi kendor

menggunakan crane yang ada pada barge/Rig untuk mengangkatnya,

begitu pula saat memberikan buoy jangkar.

2. Kapal akan menggulung main wire yang kendor tersebut dan Barge/Rig

akan mengulur main wire sampai di dapati socket diatas dek dan di

secure pada towing pin dan shark jaws sebelum di sambung dengan

jangkar.

3. Setelah socket di secure pada shark jaws dan towing pin, jangkar yang

sudah ada diatas deck di sambung dengan main wire dari crane barge /

Rig menggunakan shackle.

4. Jangkar yang telah di sambung dengan main tow wire di sambung juga

dengan pennant wire yang sudah tersambung dengan work wire dan

tergulung rapi dengan work drum.

5. Segera master memberitahukan kepada barge master/rig mover 'bahwa

jangkar sudah di sambung dengan main wire dan di ikat, kemudian

mempersiapkan posisi kapal pada posisi yang tepat dengan haluan

untuk menuju ke target.

6. Dengan tetap mempertahankan haluan dan kecepatan agar main wire

tegang dengan tidak melebihi batas maksimum dari ketegangan

15
(Breaking Load), Kapal bergerak menuju ke target mengikuti garis

yang telah dibuat oleh surveyor dengan tidak keluar jauh dari garis

tersebut.

7. Komunikasi antara Nahkoda, Surveyor, dan barge master/Rig Mover

dilaporkan secara berkala, Jarak menuju target, ketegangan wire, Posisi

kapal terhadap target.

8. Ketika akan mendekati target nahkoda meminta kepada barge

master/Rig Mover untuk mengulur jangkar setengah dari kedalaman

laut. Nahkoda memberi instruksi kepada winch operator untuk

mengulur jangkar setengah kedalaman air laut.

9. Setelah diposisi, surveyor/barge master memberi instruksi untuk

meletakkan jangkar. Nahkoda mengulur jangkar serta mempertahankan

posisi kapal yang terdapat dimonitor hingga jangkar menyentuh dasar

laut.

10. Nahkoda melapor kepada barge master/rig mover ketika jangkar sudah

berada pada dasar laut, dengan segera nahkoda memberi instruksi

kepada perwira yang ada atas deck untuk mempersiapkan buoy jangkar.

11. Ketika socket pennant wire sudah berada pada shark jaws, Nahkoda

mempertahankan posisi kapal agar tidak terlalu jauh dari tempat

meletakkan jangkar yang bertujuan untuk membuat pennant wire yang

akan disambung dengan buoy tidak tegang.

12. Deck crew yang berada di atas deck menyambung socket pennant wire

dengan buoy jangkar menggunakan shackle serta tidak lupa meletakkan

soft line pada buoy.

16
13. Nahkoda melaporkan kepada barge master/rig mover bahwa pennant

wire sudah di sambung dengan buoy jangkar dan siap untuk

melepaskannya ke laut.

14. Bila jangkar yang akan diletakkan melewati posisi pipa bawah laut,

Biasanya menggunakan buoy tambahan (mid line buoy) yang di

sambung menggunakan pennant wire dengan panjang 15-30 meter

tergantung dari ke dalaman air laut.

15. Untuk pekerjaan jangkar tersebut di atas harus dicatat dan disamakan

waktunya dengan barge/rig.

16. Setelah menaruh jangkar, Nahkoda segera menuju ke jangkar nomor

berikutnya sesuai dengan instruksi dari barge master.

a. Kurangnya perhatian ABK di dalam melakukan perawatan khususnya

alat – alat anchor handling.

Dalam buku teknik perbaikan dan perawatan kapal (BP3IP) prinsip

dasar perawatan kapal adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan pekerjaan perawatan harus direncanakan sejauh

mungkin dengan mempertimbangkan keterbatasan pengoperasian

(pola ketersedian suku cadang)

2. Pelaksanaan pekerjaan hendaknya dilaksanakan pekerjaan tersebut

sesuai perawatan rutin kumpulkan alat – alat dan bahan – bahan yang

dibutuhkan dan melakukan pekerjaan perawatan.

3. Pencatatan atau pelaporan selama pekerjaan yang sudah diselesaikan

harus dicatat dan dilaporkan ke perusahaan. Pengamatan dan

17
pencatatan khusus yang berhubungan dengan pekerjaan akan

berguna sebagai data masukan perawatan dimasa yang akan datang.

4. Analisa Maksudnya adalah untuk memungkinkan dilakukannya

analisa dalam upaya peningkatan perencanaan yang akan datang.

Sumber manajemen perawatan dan perbaikan kapal oleh NSOS

Dirjen Hub pilihan pertama untuk menentukan suatu strategi

perawatan adalah antara perawatan insidential dan perawatan

berencana, Perawatan insidential artinya membiarkan mesin bekerja

sampai rusak. Jika kita ingin menghindarkan agar kapal tidak sering

menganggur dengan strategi ini, maka kita harus menyediakan

kapasitas yang dapat menampung kapasitas fungsi – fungsi yang

kritis, karena beberapa tipe sistem diharapkan dapat memperkecil

kerusakan beban kerja.

Untuk memperkecil kerusakan dan beban kerja dari suatu

pekerjaan memerlukan suatu perawatan, Dalam perawatan ini harus

dilakukan pemeriksaan pada kurun waktu yang tepat. Sebelum

melakukan perawatan ini harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

meliputi:

1. Test saat pemeriksaan : pada waktu pemeriksaan alat tersebut

dilakukan pengetesan yang bertujuan untuk mengetahui apakah alat

tersebut baik dan layak untuk dipakai.

2. Pemeriksaan sebelum berangkat : peralatan yang sudah dites tersebut

diperiksa terlebih dahulu sebelum penggunaannya.

18
3. Pemeriksaan dalam penggunaan : pemeriksaan yang dilakukan pada

waktu penggunaannya, apakah alat tersebut bisa digunakan dengan

baik tanpa mengalami kerusakan.

4. Pemeriksaan setelah penggunaan : setelah pemakaian dari peralatan

tersebut dilakukan pemeriksaan, Apakah hasilnya baik dan

maafaatnya sesuaia tidak dengan apa yang diharapkan.

5. Pemeriksaan alat yang sering digunakan : pemeriksaan alat yang

sering digunakan bertujuan untuk memperkecil kerusakan pada saat

alat tersebut dipergunakan.

6. Siapa penanggung jawabnya : perlu ditunjuk untuk menjadi

penanggung jawab peralatan tersebut sehinga perawatannya menjadi

lebih terorganisir.

7. Pencatatan hasil pemeriksaan : setelah proses pemeriksaan dari awal

selesai, Perlunya pencatatan hasil dari pemeriksaan tersebut

dilaporkan ke pihak yang berwenang dan bertanggung jawab agar

dapat dievaluasi.

Mustafa (1993) Pada umurnnya, perawatan yang dilakukan

memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Memungkinkan tercapainya mutu produk dan kepuasan pelanggan

melalui penyesuaian, Pelayanan dan pengoperasian peralatan secara

tepat.

2. Mencegah timbulnya kerusakan – kerusakan pada saat mesin sedang

beroperasi.

3. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem.

19
4. Memelihara peralatan – peralatan dengan benar sehingga mesin atau

peralatan selalu berada pada kondisi tetap siap untuk beroperasi.

5. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat di

hubungkan dengan service dan perbaikan.

6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan – gangguan terhadap

operasi.

7. Memaksimalkan produksi dan sumber – sumber sistem yang ada.

8. Menyiapkan personil, fasilitas, dan metodenya agar mampu

mengerjakan tugas – tugas perawatan.

b. Kurangnya pemahaman ABK dalam menggunakan dan mengetahui

fungsi dari alat – alat anchor handling .

Yusuf Anas (www.referensimakalah.com) yang dimaksud dengan

pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang

sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai

dengan kemampuan maksimal untuk mengetahui. Kegiatan anchor

handling sebagai berikut:

Teori dari browsing internet (anchor handling tug supply.blogspot.com)

Kapal adalah sebuah kapal yang bekerja untuk menangani pemasangan

jangkar untuk buoy ataupun untuk mengangkat dan juga untuk inspeksi

rantai sampai pada jangkar yang di dalam laut. Untuk itu diperlukan

stabilitas yang baik yaitu kapal dengan draft yang agak tenggelam

sehingga stern roller yang dibelakang kapal menyentuh air guna

pengambilan buoy oleh crew kapal dengan mudah pada saat merilisnya

tidak menyangkut di badan kapal.

20
Peralataan yang ada di deck harus diperiksa kelengkapannya,

perawatan barang yang baik antara lain punches dan palu sangat

diperlukan.Terutama dengan kenterlink. ABK harus mengetahui instruksi

pada prosedur untuk metode melepaskan drum dan pemberitahuan yang

terpasang di anjungan memberitahukan informasi penting untuk

pengoperasian dari pemberhentian darurat winch, Melepaskan

pengoperasian hydraulic.

Kapal tidak seharusnya menyambungkan langsung jangkar atau

tunda ke dalam winch, kecuali kapal sudah dapat mengatasi berat atau

ketegangan dan kondisi dinamisnya sendiri.

Informasi yang lengkap dari semua waktu kegiatan harus

disimpan, hal di bawah ini yang harus ditambahkan pada laporan

normal, disimpan dan ditambahkan tetapi tidak menjadikan batasan

terhadap :

1. Menangkap pennant.

2. Jangkar on atau off dasar laut.

3. Jangkar pada stern roller.

4. Pergerakan dari work wire ketika grappling.

5. Setiap ada kerusakan pada peralatan dan kepada siapa laporan itu

dilaporkan.

6. Pergerakan chasing.

7. Monitor elektronic survey tidak dapat menampilkan dengan baik

dan detail wire yang digunakan dan pembacaan gauge harus selalu

dicatat secara berkala.

21
Krets Mamondole (2009 8-49) alat – alat yang berhubungan

dengan anchor handling adalah:

1. Spooling drum

2. Tow line stop post

3. Tugger winch

4. Capstan

5. Roller lead shieve

6. Gog pad eye

7. Spooling wire guide

8. Pelican hook stopper point

9. Sharkjaw

10. Towing pin

11. Karmfork

12. Stern roller

13. Stern gate

14. Gypsy

15. Bridge eequipment (foward control, aft control, joy stick control,

winch control, dan main engine control),

16. Wire rope, Shackles, Anchor gear

17. Wire rope socket

18. Thimbles

19. Chaser

22
20. Anchor ftfK3, stevpris MK5, stevshark IVIK5, stevmanta VI

permanent, stevmanta VLA Modu, flipper delta, danforth, bruce

dennl bruceFF)

21. Pear shape anchor connecting link

22. Kenter joining links

23. D type joining shackles

24. Detachable connecting link

25. Delta plate

26. Open link mooring chain

27. Jaw' and jaw swivel

28. Bow and eye swivel

29. Pelican hook

30. Slip hook

31. Mooring ring

Pekerjaan anchor handling dapat terlaksana dengan baik dan

efisien jika ditunjang sarana dan alat-alat yang berada dalam kondisi

prima serta didukung oleh keterampilan pekerja yang profesional di

bidang anchor handling yang dibutuhkan demi keselamatan kerja dan

kelancaran kerja itu sendiri.

Pengertian dari peralatan pendukung tetap yang harus ada dikapal

AHTS diantaranya adalah :

1. Towing Drum dan Anchor Handling Drum

23
Adalah alat yang berfungsi untuk meletakkan towing wire dan work

wire serta menggulung wire anchor dari Jack-Up Rig atau pun Wire

anchor dari Drilling barge.

2. Kam Fork dan Shark jaw

Adalah alat yang digunakan sebagai alat untuk mempermudah dan

sebagai alat untuk keselamatan anchor handling di saat digunakan

sebagai penahan (stopper) beban dari wire/rantai dan disaat

digunakan dalam proses penyambungan wire towing/work wire

dengan wire anchor ataupun towing line dari Back-Up maupun

Drilling Barge.

3. Spooling Drum Atau disebut juga pennant storage rail yang

berfungsi sebagai alat penyimpan wire cadangan (spare wire) towing

maupun wire kerja/work wire.

4. Towing Line Stop Post

Yang berfungsi agar wire towing work wire tidak melintang. Ke

depan (melewati batas center point dari kapal tersebut).

5. Tugger Winch

Yaitu sebuah peralatan winch yang berukuran kecil yang berfungsi

untuk membantu menahan, menarik, menggeser dan memindahkan

benda – benda diatas deck.

6. Capstan

Yaitu alat yang berfungsi hampir sama dengan tugger winch namun

mempunyai fungsi lain yang sering digunakan untuk menarik tali

tambat kapal saat dalam proses kapal sandar.

24
7. Stem Roller

Adalah peralatan yang berada diujung tengah bagian buritan yang

berfungsi untuk mempermudah proses mengulur atau pun saat me-

recovery jangkar dalam proses penanganan jangkar.

8. Gog Pad Eye

Merupakan alat yang digunakan untuk menahan wire saat

melakukan tunda agar posisi dari towing wire tetap berada pada

posisi tengah – tengah (Center of ship).

9. Spooling Wire Drum

Adalah alat yang berfungsi untuk mengatur wire didalam Towing

drum agar wire tersebut tersusun dengan baik.

10. Pelikan Hook

Merupakan peralatan manual yang mempunyai fungsi sama seperti

peralatan kam fork / shark jaw.

11. Pelikan Hook Stooper Point

Alat yang digunakan untuk menahan assembly pelican hook atau

stoper chain.

12. Anchor Handling Hook

Mata yang digunakan untuk anchor handling suitcase wire.

13. Grapnel

Merupakan peralatan manual untuk mencari atau mengambil

wire/rantai di dasar laut ( Sea bed ).

25
Menurut Stephen P.Robbin, Organizational behavior. Timry A.

Judge (2007:54) Bahwa fungsi manajemen ada 4 (empat), yaitu :

"Perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian".

Dimana dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut tujuan tersebut,

pengembangan serangkaian komprehensif untuk menggabung dan

mengkoordinasikan berbagai aktivitas.

1. Perencanaan (planning) meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi,

penentuan strategi keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan tersebut

pengembangan serangkaian komperhensif untuk menggabung dan

mengkoordinasi berbagai aktivitas.

2. Pengorganisasian (organizing) meliputi penentuan tugas yang harus

dikarenakan, siapa yang mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas

tersebut dikelompokan, kepada siapa melapor dan dimana keputusan

keputusan dibuat.

3. Kepemimpinan (leading) meliputi pengarahan dan mengkoordinasikan

individu – individu dalam sebuah organisasi, motivasi, mengatur

aktivitas individu lain, memilih saluran komunikasi yang paling efektif,

atau menyelesaikan konflik diantara anggotanya, mereka terlibat dalam

kepemimpinan.

4. Pengendalian (controlling), guna memastikan bahwa segalanya berjalan

seperti yang seharusnya, manajemen harus memantau kinerja organisasi

Kemudian kinerja aktual tersebut dibandingkan dengan tujuan – tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila terdapat penyimpangan

adalah tugas manajemen untuk mengembalikan organisasi tersebut pada

26
jalur yang benar. Pemantauan, pembandingan dan pembetulan potensial

ini adalah tujuan dari fungsi pengenalan.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Permasalahan Solusi Output

1. Kurangnya 1. Bagi awak kapał baru 1. Tercapai suatu

keterampilan dan yang akan memulai kondisi dimana

kemampuan ABK bekerja di kapał ABK mempunyai

yang bekerja AHTS, Hendaknya ketrampilan dan

diatas kapal terlebih dahulu profesionalisme

AHTS. mengikuti pelatihan yang mendukun

2. Kurangnya ketrampilan. pelaksanaan tugas

kesiapan 2. Bagi awak kapał yang di kapal AHTS.

pelayanan kapal telah bekerja dikapal 2. Tercapainya kondisi

AHTS di area AHȚS, hendaknya kapal yang prima

pengeboran seluruhnya melakukan dan siap setiap saat

minyak lepas perawatan semua untuk dioperasikan

pantai peralatan-peralatan mendukung

yang ada diatas kapał pelaksanaan tugas

sesuai dengan di pengeboran lepas

kalender perencanaan pantai.

perawatan kapał

sesuai dengan

panduan dari kantor.

27
BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM OBJEK KAJIAN

Data – data yang diambil berdasarkan pengamatan langsung dari penulis

selama penulis bekerja diatas kapal AHTS Logindo stamina dan pendapat dari

berbagai buku panduan yang digunakan sebagai referensi. Berdasarkan

pengalaman secara langsung, Data – data yang diperoleh dan diambil secara

langsung adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 AHTS. Logindo stamina

28
Ship Particular

Classification

ABS + A1 (E) + Towing & A/ H Services + FiFi + AMS + DP2 + SPS + MLC

Propulsion System :

Main Engines : 2 x Maks 9 m25-3000 Kw (4080 Hp)@ 750 RPM

CPP : Berg Propulsion, dia 3600 mm

Bow Thruster : 2 x Kawasaki KT-88B3 700 Kw (10.7 T) CPP tunnel

Stern Thruster : 2 x Kawasaki KT-55B3400 Kw (6.2 T) CPP tunnel

Steering Gear : RAM type (Jatstram)

Rudders : 2 x CPP-Beerker high lift pintle supported

Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Gambar 3.2

AHTS Logindo Stamina Approaching Jack Up Rig

29
Gambar 3.3

AHTS Logindo Stamina Loading Anchor

B. PENYAJIAN DATA

1. Kurangnya keterampilan dan kemampuan ABK yang bekerja diatas

kapal AHTS

Pada tanggal 16 September 2019 hingga 22 September 2019 kapal

AHTS Logindo Stamina, AHTS Pacific defiance dan AHTS Logindo Stout

mandapat tugas untuk memindahkan jack-up Ensco 106 dari area WDA

platform offshore ke ROA platform offshore di pengeboran minyak lepas

pantai teluk Bintuni Papua.

Sebelum melaksanakan rig move, AHTS Logindo Stamina

mempersiapkan peralatan – peralatan yang akan digunakan tanda pelaksanaan

rig move dan pada saat anchor handling serta mempersiapkan peralatan –

peralatan pendukung lainnya. Dalam pekerjaan rig move ini, AHTS. Logindo

Stamina mendapatkan tugas – tugas diantaranya adalah :

a. AHTS Logindo stamina, mandapat tugas untuk melaksanakan rig move,

pada pengeboran lepas pantai di teluk Bintuni Papua. AHTS Logindo

stamina mempersiapkan peralatan – peralatan yang akan digunakan pada


30
pelaksanaan rig move dan pada saat anchor handling serta mempersiapkan

peralatan – peralatan pendukung lainnya. Dalam pekerjaan rig move ini,

AHTS Pacific Defiance bertugas sebagai master tow dan AHTS Logindo

Stamina bertugas sebagai assist vessel disebelah kanan jack up rig dari

WDA platform offshore ke ROA platform offshore .

b. Melakukan pekerjaan penanganan jangkar jack up rig.

2. Kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di area pengeboran minyak

lepas pantai

Pada saat Melaksanakan rig moving salah satu kapal mengalami

kerusakan generator sehingga bow thruster dari AHTS Pacific defiance tidak

berfungsi dan mengakibatkan kapal kehilangan kendali disaat Nahkoda kapal

AHTS. Pacific defiance melakukan Olah gerak, kapal tersebut tidak bisa

mempertahankan posisi yang diminta oleh rig mover dan bergerak terus

kearah kiri mendekati towing wire yang tersambung antara kapal AHTS

Logindo Stamina dengan jack-up rig.

C. ANALISIS DATA

Berdasarkan kejadian dan data-data di uraian diatas selama penulis

bekerja diatas kapal AHTS. Logindo stamina maka perlunya meningkatkan

keterampilan, kemampuan dan kesiapan pelayanan kapal dalam menunjang

kelancaran operasional kapal di area pengeboran sangat diperlukan.

1. Kurangnya keterampilan dan kemampuan ABK yang bekerja diatas

kapal AHTS

31
Saat melakukan aktivitas cargo operation dengan Jack Up Sebelum

pelaksanaan rig move, pihak perwira dianjurkan pencarter dalam hal ini

perwakilan dari Company Oil, Pihak surveyor dari pihak asuransi dan rig

mover (orang yang bertugas sebagai pemimpin/leader yang memberikan

perintah saat pelaksanaan rig move) datang keatas kapal untuk membaca buku

panduan tentang proses pelaksanaan rig move, Melakukan pengecekan

seluruh surat-surat (document) kapal, Mengecek kesiapan awak kapal dalam

pelaksanaan kerja, melakukan pengetesan seluruh peralatan yang akan

digunakan saat rig move dan penanganan jangkar serta melakukan pertemuan

dengan Nahkoda dan perwakilan dari awak kapal yang akan bertugas saat

proses pekerjaan dilakukan untuk membicarakan mengenai sistim

keselamatan diatas kapal dan keselamatan saat pelaksanaan kerja, Tentang

pelaksanaan kerja yang akan dilakukan.

Hal tersebut diatas bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi

Melakukan pekerjaannya dalam menunjang kelancaran pelaksanaan rig move

dan penanganan jangkar. Di saat mulainya pelaksanaan rig move, kapal

AHTS. Logindo stamina, bergerak mendekat ke tenggah bagian kanan dari

jack-up rig Ensco 106 untuk menyambung tali tunda ( pennat towing wire)

dari jack-up rig ke main towing wire kapal. Setelah towing wire dari jack up

rig sudah tersambung dengan main towing wire kapal, Kapal bergerak maju

pelan dengan haluan yang telah ditentukan oleh rig mover sambil mengulur

towing wire kapal dengan panjang kurang lebih 300m dihitung dari buritan

kapal. Panjang towing wire sepanjang kurang lebih 300m ini bertujuan untuk

memudahkan kapal berolah gerak saat diperintahkan oleh rig mover dan

32
bertujuan untuk menjaga jarak aman kapal dengan jack-up rig agar tidak

terjadi sentakan yang ditimbulkan oleh towing wire kapal terhadap jack-up

rig saat kapal melakukan Olah gerak. Dalam proses penyambungan towing

wire kapal dengan penant wire jack-up rig, Ada beberapa faktor yang sangat

memerlukan perhatian serius diantaranya adalah:

a. Kemampuan seorang Nahkoda dalam melakukan Olah gerak kapal

dengan baik dan aman di saat kapal mendekat dengan jack -up rig.

Karena kemampuan seorang Nahkoda sangatlah berperan penting dalam

kelancaran rig move ataupun lama pekerjaan penanganan jangkar.

b. Kemampuan seorang Nahkoda dalam mengobservasi / menganalisa

dengan cepat tentang gejala yang ditimbukan oleh alam sekitar. Dalam

hal ini penulis mengambil gejala alam yang disebabkan oleh kekuatan

angin, kekuatan arus di sekitar tempat pelaksanaan kerja, ketinggian

ombak pada melakukan pekerjaan dan faktor-faktor lain dari luar kapal

yang memiliki potensi menghambat proses kelancaran kerja.

c. Kemampuan dan keterampilan crew kapal dalam melakukan

pekerjaannya. Dalam hal ini keterampilan crew diatas kapal AHTS juga

berperan penting dalam kelancaran kerja. Karena crew yang terampil

adalah crew yang memiliki kecakapan dalam bidang pekerjaannya, Crew

kapal yang bisa menempatkan pada posisi yang aman saat melakukan

pekerjaannya sehingga bisa mengantisipasi dan menghindari bahaya

kecelakaan yang ada disekitar tempat kerja dan crew yang mengerti dan

memahami fungsi dari semua peralatan yang akan digunakannya.

33
Gambar 3.4

AHTS Logindo Stamina Rig Move

Gambar 3.5 AHTS Logindo Stamina Rig Move

Pada proses rig move jack-up rig Ensco 106 , kapal AHTS. Logindo

stamina didampingi oleh dua kapal lainnya AHTS. Pasific Deifance (Sebagai

Main Tow vessel jack-up rig), AHTS. Logindo Stout (berada disisi kiri dari

jack-up rig).

Setelah towing wire dari ketiga kapal tersambung dengan jack up rig,

Semua pergerakan kapal-kapal tersebut diatur oleh rig mover. Dan kemudian

jack- up rig memulai aktivitasnva untuk melakukan jacking up leg (jack-up

rig) melakukan proses pengangkatan kaki rig yang selama ini tertancap

didasar laut). Setelah jack-up rig selesai melakukan aktivitas jacking up leg,
34
Sesuai perintah dari rig mover. Ketiga kapal tersebut diatas secara bersamaan

menarik/menunda jack-up rig Ensco 106 menjauh dari area WDA Platform

dan menuju ke soft pin point (tempat jack-up rig menurun kaki pertamanya

sebelum mendekat ke ROA Platform yang akan dituju ).

Setelah jack-up rig berada di area ROA Platform sesuai perintah dari

rig mover, AHTS Logindo Stamina dan AHTS Logindo Stout melakukan

olah gerak mendekat kearah jack-up rig untuk melepas towing wire kapal dari

penant wire jack-up rig. Dan melanjutkan pekerjaan penanganan jangkar

jack-up. Sementara AHTS Pasific Defiance tetap pada posisi bagian depan

jack-up rig yang bcrtugas sebagai penahan towing utama dari jack-up rig.

Disaat melakukan penanganan jangkar, AHTS. Logindo Stamina

mendapatkan tugas untuk mengedrop / mendeploy jangkar no.l dan no.4

(jangkar pada bagian depan kanan dan belakang kanan) dari jack-up rig

Ensco 106. Saat proses penanganan jangkar terjadi hal yang berpotensi terjadi

kecelakaan kapal pada saat proses penanganan jangkar yang disebabkan

karena masih kurangnya keterampilan Nahkoda dan awak kapal dalam

melakukan tugas-tugasnya di kapal AHTS Logindo Stamina. Dalam hal ini

penulis mengambil contoh saat proses pcngambilan wire jangkar no.l pada

posisi depan bagian kanan dari jack-up itu.

Saat AHTS Logindo Stamina melakukan olah gerak jangkar no.1, ruang

sudut gerak kapal saat melakuan olah gerak mendekati tempat/rak jangkar

dari jack up rig sangat sempit karena posisi rak jangkar no. 1 berada dekat

dengan main towing wire (wire tunda utama yang terletak pada bagian depan)

yang masih tersambung dengan kapal AHTS Pasific Defiance. Demikian juga

35
dengan AHTS Logindo Stout yang di instruksikan oleh Rig Moveruntuk

melakukan olah gerak jangkar no.2 di sebelah kiri depan.

Pada kondisi seperti diatas, sangat tidak aman dan tidak memungkinkan

bagi ketiga kapal untuk melakukan olah gerak secara bersamaan sementara

ruang gerak yang ada sangat sempit dan tidak Memungkinkan Karena posisi

kapal AHTS Pasific Defiance berada di tengah-tengah diantara dua kapal

tersebut. Untuk tindakan keamanan dan keselamatan kerja. Penulis (sebagai

Chief Officer di kapal AHTS. Logindo stamina), Melihat dan mendengar

melakukan komunikasi dengan rig mover dari jack-up rig Ensco 106 meminta

persetujuan agar kapal AHTS Logindo Stout untuk menunda beberapa saat

proses pengambilan jangkar no.2. Hal ini disebabkan karena penulis

mengamati arah dan kekuatan arus yang cukup kuat dari sebelah kiri Rig

Ensco 106 yang menyebabkan AHTS Logindo Stout sulit untuk melakukan

Olah gerak kapal dan berpotensi bisa membahayakan jack-up rig Ensco 106

dan juga membahayakan kapal lainnya.

Rig mover jack-up rig Ensco 106 melakukan tindakan cepat dan

memerintahkan agar kapal AHTS Logindo Stout melakukan Olah gerak

untuk menjauh dari rig Ensco 106 dan menunggu intrusksi selanjutnya.

Sementara AHTS Logindo Stamina melakukan penanganan jangkar no. 1,

kami meminta ke kapal AHTS Pasific Defiance untuk bisa mempertahankan

posisi yang awal dengan kapal AHTS. Logindo stamina. Setelah

mendapatkan tindakan dari rig mover dan komunikasi yang baik antar kapal-

kapal pendukung yang Iain, proses pekerjaan mengedrop (deeploy) jangkar

dari jack-up rig Ensco 106 bisa diselesaikan dengan baik. Pemasangan

36
keempat jangkar jack-up rig bertujuan untuk memudahkan jack-up rig

bergerak saat melakukan akitivitasnya mendekat kearah posisi akhir (Final

Point) dengan cara menarik dan mengulur disetiap sisi-sisi wire jangkar jack-

up rig secara bergantian sehingga mendapatkan posisi jack- up rig sesuai yg

diinginkan. Setelah selesai melakukan pekerjaan deploy (menyebarkan)

jangkar, kapal AHTS. Logindo stamina mendapatkan tugas untuk

memyambung kembali towing wire pada bagian belakang kanan jack-up rig,

dan AHTS Logindo Stout disebelah kiri belakang. Hal ini bertujuan untuk

emergency towing apabila terjadi kerusakan pada wire jangkar pada saat Rig

Ensco 106 melalukan pergerakan ke arah ROA Platform.

Setelah Rig Ensco 106 sudah dalam posisi akhir, kapal AHTS Logindo

Stamina dan AHTS Logindo Stout di lepaskan untuk selanjutnya akan

mengangkat jangkar (recovery) milik jack-up rig Ensco 106 dari dasar laut.

Pekerjaan recovery jangkar dapat dilakukan dan diselesaikan dengan baik.

Maka tugas kapal AHTS. Logindo stamina dalam menunjang pekerjaan rig

mover dan penanganan jangkar diselesaikan dengan baik.

Kurangnya keterampilan dan kemampuan awak kapal merupakan suatu

permasalahan yang sering terjadi diatas kapal, akan tetapi banyak hal yang

dapat mempengaruhi kemampuan profesionalisme seorang crew diatas kapal.

Hal tersebut sering terjadi pada awak kapal yang baru mulai bekerja

diatas kapal pada perusahaan pelayaran yang baru. Pada dasarnya job

description bagi awak kapal telah ditentukan oleh perusahaan yang

bersangkutan, sesuai dengan jabatan awak kapal tersebut.

37
Sehingga masing-masing awak kapal yang bekerja mengerti atas tugas

dan tanggung jawabnya sesuai ketentuan yang diatur dalam job description

Safety Management Manual perusahaan yang bersangkutan.

Akan tetapi kemampuan dan keterampilan awak kapal setelah memulai

bekerja diatas kapal menjaid menurun.

Hal-hal yang dapat menurunnya kemampuan dan keterampilan awak

kapal dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

a. Hubungan kerjasama antar awak kapal

Dalam penyusunan karya tulis ini mengambil objek tentang hubungan

kerjasama antar awak kapal serta keharmonisan yang tercipta diatas kapal.

Apabila suasana diatas kapal terasa tidak nyaman bagi awak kapal yang

tinggal, maka akan terjadi kecenderungan saling menunggu antara crew

dengan crew yang lain dalam menyelesaikan pekerjaan yang ada dikapal

juga berakibat menurunnya rasa tanggung jawab crew terhadap pekcrjaan

yang menjadi tugasnya. Sehingga akan menciptakan suasana yang tidak

nyaman diatas kapal. Karena adanya hal tersebut maka akan

mengakibatkan menurunnya kualitas keterampilan kerja awak kapal dan

berpengaruh terhadap kelancaran operasional kapal.

b. Kemampuan Nahkoda

Peranan seorang Nahkoda dalam memimpin anak buahnya sangat

berpengaruh besar 'terhadap kinerja ABK diatas kapal. Nahkoda yang

memiliki kemampuan didalam pekerjaan dapat memberikan nilai positif

bagi ABKnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga akan

memberikan motivasi dan semangat bagi ABK dalam menyelesaikan

38
pekerjaannya. Akan tetapi apabila Nahkoda dikapal tidak memiliki

kemampuan yang cukup, maka menimbulkan efek yang kurang baik bagi

ABK-nya dalam menyelesaikan pekerjaannya.

2. Kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di area pengeboran minyak

lepas pantai

Kejadian pertama disaat Jack-up rig Ensco 106 melakukan proses

jacking up leg di area WDA Platform, AHTS Logindo stamina, AHTS

Logindo Stout dan AHTS Pasific Defiance sudah menempatkan pada posisi

masing-masing yang telah ditentukan dan telah tersambung dengan towing

Wire dari jack up rig Ensco 106 . Salah satu kapal mengalami kerusakan

generator sehingga bow thruster dari AHTS Logindo Stout tidak berfungsi

dan mengakibatkan kapal kehilangan kendali disaaat Nahkoda kapal AHTS

Logindo Stout melakukan Olah gerak, kapal tersebut tidak bisa

mempertahankan posisi yang diminta Oleh rig mover dan bergerak terus

kearah kiri mendekati towing Wire yang tersambung antara kapal AHTS

Pasific Defiance dengan jack-up rig Ensco 106.

Melihat kejadian tersehut diatas, untuk menghindari kecelakaan kapal

dan untuk keselamatan, penulis melihat dan mendengar (Nahkoda kapal

AHTS Pasific Defiance) melakukan tindakan cepat dengan melakukan olah

gerak kapal kearah kanan dengan tujuan untuk melakukan Olah gerak pada

Sisi Yang aman, Nahkoda memerintahkan kepada KKM yang bertugas

memegang tugas dari mesin towing I towing winch untuk menurunkan towing

pin serta menginformasikan kepada rig mover untuk meminta persetujuan

dalam melakukan Olah gerak kapal karena posisi kapal akan berubah dari

39
posisi sebelumnya yaitu posisi yang telah ditentukan oleh rig mover.

Tindakan yang dilakukan Nahkoda kapal AHTS Pasific Defiance adalah

untuk memberikan ruang gerak bagi kapal AHTS Logindo Stout untuk

melakukan olah gerak dengan leluasa dan untuk menghindari kecelakaan dan

untuk kcselamatan di dalam pekerjaan. Sehingga proses pelaksanaan rig move

bisa berjalan dengan lancar.

Pada kejadian kedua, disaat jack-up Rig Ensco 106 melakukan aktivitas

mendekat ke final point ROA Platform, Kejadian ini hampir serupa dengan

kejadian sebelumnnya disaat jack-up rig Ensco 106 melakukan jacking up leg

di area WDA Platform. Akan tetapi pada kejadian yang kedua ini, karena

sentakan yang ditimbulkan oleh kapal AHTS Logindo Stamina saat

melakukan Olah gerak yang bersamaan dengan rig mover melakukan proses

menggulung Wire jangkar bagian belakang kanan dari jack-up rig Ensco 106.

Dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut diatas adalah adanya

sedikit gerakan pada rig Ensco 106 yang di informasikan oleh rig mover

kepada kapal. Di kedua kejadian tersebut diatas, sangatlah berpengaruh pada

operasional eksplorasi pengeboran minyak lepas pantai.

Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mulai dari proses pemuatan buoy

hingga proses selesainya pengedropan bouy tambat serta peralatan-peralatan

yang digunakan saat berlangsungnya pengedropan bouy tambat :

a. Proses pemuatan buoy tambat keatas deck kapal. Pada proses pemuatan ini

terjadi hambatan saat pendistribusian dari unit buoy tambat dan

peralatannya. Hal ini disebabkan karena peralatan tersebut diangkut oleh

kapal tongkang (floating barge) dengan ukuran sangat kecil sehingga

40
crane dari kapal tongkang tersebut tidak mampu melakukan pemindahan

barang ditengah laut. Yang pada saat proses pekerjaan pemasangan buoy

kondisi cuaca area tersebut sering datangnya angin kencang dan kondisi

laut yang berombak kapal tersebut. Untuk keamaanan dan keselamatan,

Nahkoda beserta Marine Superintendent dari pihak pencharter membuat

kesepakatan bahwa proses pemuatan buoy tambat akan dilakukan dengan

melakukan pembongkaran terlebih dahulu ke atas deck jack up rig. Dan

kemudian melakukan transfer unit dari buoy tambat ke atas deck kapal

AHTS. Logindo stamina.

Langkah-langkah alat proses pemuatan buoy tambat adalah sebagai berikut

1) Memuat buoy tambat dari jack up rig ke atas deck kapal AHTS.

Logindo stamina.

2) Memuat rantai yang digunakan untuk menyambung antara buoy dengan

sinker (pemberat buoy tambat).

3) Pada bagian rantai ini terdiri dari dua bagian rantai yaitu rantai

penghubung antara sinker pertama dengan sinker kedua dan rantai

penghubung antara sinker kedua dengan buoy tambat. Untuk

memudahkan proses pengedropan buoy tambat, setiap rantai

penghubung antara buoy tambat dengan sinker nomor dua harus dibagi

menjadi dua bagian yaitu rantai pada bagian pertama adalah rantai yang

akan dihubungkan terlebih dahulu dengan buoy tambat dan rantai pada

bagian kedua adalah rantai yang akan dihubungkan terlebih dahulu

dengan sinker nomor dua.

41
b. Proses pemuatan sinker (pemberat buoy tambat )

Dalam proses pemuatan pemberat buoy tambat dilakukan dengan ketelitian

yang tinggi karena sangat berpengaruh besar terhadap kelancaran disaat

pengedropan buoy tambat. Hal tersebut dikarenakan disetiap satu buoy

tambat yang akan dijatuhkan ke laut memiliki dua pemberat buoy tambat

bentuk dari pemberat buoy navigasi tersebut berbentuk kubus yang hanya

memiliki satu pengait pada setiap bagian tengah disisi atas sinker. Apabila

terjadi kesalahan saat penyambungan dari kedua sinker akan mempersulit

dan memperlambat pengedropan buoy tambat. Dalam hal ini terdapat

beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam proses pemuatan dan

penyambungan antara, sinker pertama dengan sinker kedua diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) Saat pemuatan sinker, sinker nomor dua dimuat terlebih dahulu dan

diletakan pada bagian dek plat belakang dengan posisi harus lurus

dengan work drum.

2) Beberapa shackle dari rantai penyambung sinker nomor dua yang

nantinya akan disambungkan dengan rantai yang ada pada buoy tambat

terlebih dahulu disambungkan pada work Wire drum dan digulung

secukupnya pada work wire drum sampai batas yang diinginkan.

3) Dengan bantuan crane dari Jack Up Rig, Singker nomor dua diletakan

menempel pada bagian stern roller (roll bagian belakang). Untuk

keamanan, setelah sinker nomor dua sudah pada posisi yang dinginkan,

rantai dari sinker tersebut dijepit dengan menggunakan karm fork.

4) Sinker nomor satu dimuat dan diletakan di samping sinker nomor dua.

42
5) Proses penyambungan sinker nomor satu ke sinker nomor dua dengan

menggunakan rantai ( panjang rantai penghubung dari setiap sinker ke

sinker lainnya adalah 1 sackle/27,5 m).

6) Di tengah – tengah rantai penghubung antara sinker nomor satu dengan

sinker nomor dua ditahan/di stoper dengan menggunakan pelican hook

yang telah disambungkan dengan work wire.

7) Dengan bantuan crane dari jack up rig sinker nomor satu diletakan di

stern roller berdampingan disisi kanan sinker nomor dua.

8) Bersamaan dengan proses peletakkan sinker nomor satu di stern roller,

towing wire digulung hingga mendapatkan tegangan yang diinginkan

untuk menjaga agar sinker kedua tidak bergeser.

9) Setelah kedua sinker tersebut sudah pada posisi yang diinginkan, langkah

terakhir untuk tindakan keamanan adalah menaikkan kedua towing pin

(kiri dan kanan). Serta memberi tambahan tali penguat (lashing) dengan

menggunakan wire yang di kaitkan pada tiang pembatas muatan pada

Sisi kiri dan kanan kapal. Hal ini bertujuan untuk menahan rantai – rantai

dan sinker agar tidak bergeser saat kapal melakukan olah gerak ataupun

karena olengan kapal yang disebabkan oleh ombak.

c. Proses pengedropan buoy tambat

Dalam proses pengedropan ini merupakan tolak ukur dari kesuksesan

pekerjaan dan kemampuan kapal beserta team kerja dalam melaksanakan

tugasnya. Oleh karena itu disaat pengedropan atau pemasangan akhir dari

buoy tambat disaksikan oleh Marine Superitendent untuk menyaksikan

bahwa dan semua proses pekerjaan pemasangan buoy tambat dilakukan

43
dengan benar dan buoy tambat di drop/diletakkan pada posisi yang telah

ditentukan sebelumnya.

Marine Superintendent diatas kapal AHTS Logindo stamina untuk

ikut menyaksikan dan sebagai saksi bahwa proses pemasangan buoy tambat

dilakukan dengan baik dan benar diarea pengeboran minyak lepas pantai

Bintuni Bay.

Langkah – langkah dalam pengedropan buoy navigasi, adalah :

1) Nahkoda melakukan Olah gerak menuju posisi yang telah ditentukan

dalam pemasangan buoy tambat.

2) Setelah kapal memasuki area (10 meter dari posisi akhir).

3) Stoper wire tambahan dilepas dari rantai sinker.

4) Tow pin bagian kanan diturunkan, hal ini dilakukan karena sinker nomor

satu yang harus dijatuhkan pertama.

5) Work wire di ulur perlahan hingga sinker nomor satu jatuh kelaut dan

menggantung pada sinker nomor dua.

6) Setelah sinker nomor satu menggantung, pelican hook di lepaskan dari

penghubung diantara kedua sinker dan towing wire digeser pada Sisi

yang aman.

7) Dengan menggunakan work wire drum, buoy tambat dan rantainya di

area ke air yang melewati bagian belakang kapal sehingga posisi buoy

berada di belakang buritan kapal.

8) Rantai dari buoy navigasi ditarik ke atas deck kapal dengan

menggunakan tugger wire.

44
9) Work wire di area hingga ujung rantai dari sinker nomor berada dekat

dengan rantai buoy navigasi.

10) Ujung rantai dari sinker nomor dua dilepas dari work wire drum dan di

sambungkan pada rantai yang telah tersambung dengan buoy tambat

11) Ujung dari work wire dipasang anchor hook dan dikaitkan pada shackle

penyambung rantai (hal ini bertujuan untuk mempermudah proses

melepas rantai buoy tambat hingga kelaut).

12) Setelah semua siap, sinker nomor satu dijatuhkan pada jarak 10m dari

posisi sinker kedua.

13) Sinker nomor dua dijatuhkan pada posisi akhir yang telah ditentukan.

14) Setelah sinker nomor dua selesai di jatuhkan pekerjaan pemasangan buoy

selesai dilakukan.

Dalam mempersiapkan kapal AHTS yang siap pakai di saat

melakukan pekerjaan diarea pengeboran minyak lepas pantai terdapat

beberapa hal yang sangat mempengaruhi kinerja kapal tersebut, diantaranya

adalah :

a. Kemampuan awak kapal dalam menjalankan manajemen kapalnya yang

sesuai dengan Quality safety manajemen system manual (QSMS)

perusahaan dan kemampuan awak kapal dalam melakukan perawatan

kapal yang sesuai dengan sistem perencanaan perawatan diatas kapal.

b. Peranan pihak manajemen perusahaan dalam melakukan pengawasan

terhadap armadanya serta tindakan – tindakan cepat pihak manajemen di

saat mendapatkan laporan dari pihak kapal.

45
c. Pihak manajemen perusahaan masih belum selektif dalam menemukan

karyawan lautnya (crew), Sehingga menghambat kelancaran operasional

armadanya.

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian diatas di dalam setiap melaksanakan kegiatan kapal

dalam pekerjaan rig move sering terjadi kejadian yang menghambat kelancaran

pekerjaan rig move, Sehingga perlu di tingkatkannya keterampilan, kemampuan

ABK dan kesiapan pelayanan kapal untuk memperlancar kegiatan – kegiatan

pekerjaan rig move.

Alternatif Pemecahan Masalah

1. Mengapa keterampilan dan kemampuan ABK yang bekerja di atas

kapal AHTS kurang

Dalam mengatasi permasalahan tentang kurangnya keterampilan dan

kemapuan pada awak kapal yang bekerja diatas kapal AHTS mencapai tujuan

yang diinginkan dalam pengoperasian kapal AHTS, juga diperlukan

hubungan kerjasama yang baik antara ABK kapal dengan departemen-

departemen pendukung operasional lainnya baik yang berhubungan langsung

maupun tidak langsung dengan operasianal kapal. Tanpa adanya kerja sama

yang baik maka tidak mungkin dapat menghasilkan pelayanan seperti yang

diharapkan. Sehubungan kcrja sama yang baik perlu adanya pcningkatan

dalam hal pengawasan yang merupakan tindakan memeriksa/mengkaji

tentang kegiatan – kegiatan yang dilakukan para ABK, apakah sudah sesuai

dcngan rencana yang telah ditctapkan Oleh Nahkoda yang merupakan wakil

dari perusahaan.

46
Pengawasan ini Juga dilakukan Oleh individu terhadap individualnya,

dalam hal keselamatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dengan

cara mengingatkan sesama awak kapal mengenai bahaya yang dapat terjadi

disaat melakukan pekerjaan. Selain tindakan pengawasan, keharmonisan

dalam bekerja diatas kapal sangat mempengaruhi kemampuan dan

keterampilan kerja ABK diatas kapal.

Selain dari hal yang telah diuraikan diatas, kemampuan seorang Nahkoda

dalam menguasai suatu pekerjaan juga sangat berperan penting dalam

meningkatkan keterampilan dan kemampuan ABK nya, di antaranya adalah :

a. Pengaruh kemampuan Nahkoda terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh

anak buah kapal, kemampuan seorang nahkoda sebagai pemimpin kapal

menguasai suatu pekerjaan sangat penting untuk memberikan

keterampilan yang dimilikinya kepada ABK yang bekerja diatas

kapalnya. Serta Nahkoda yang mampu membimbing, mengarahkan, dan

mempengaruhi perilaku ABK nya agar bekerja secara baik dan penuh

tanggung jawab dalam pekerjaannya, sehingga dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik.

b. Peran Nahkoda dalam mengatasi pengaruh psikologis terhadap anak buah

kapal. Kepiawaian seorang Nahkoda di dalam memahami anak bualmya,

mengerti tentang sifat dan karakter dari masing – masing anak buahnya,

mengerti akan latar belakang dari masing-masing anak buahnya

merupakan faktor pendukung lain dalam meningkatkan keterampilan

anak buahnya. Dengan kepiawaian Nahkoda tersebut, dapat menciptakan

suasana yang nyaman dilingkungan kerja sehingga dapat mempengaruhi

47
dan memotivasi ABK nya mengenai rasa tanggung jawab terhadap

pekerjaannya.

c. Nahkoda sebagai pemimpin di atas kapal sangat berperan penting dalam

membina, menggerakkan dan mengarahkan anak buah kapal agar dapat

berkerja dengan penuh semangat dan pengertian demi tercapainya tujuan

yang di inginkan oleh perusahaan dan misi bersama seluruh crew di atas

kapal. Demikian pula dalam menilai, mengukur dan meneliti pelaksanaan

kerja maupun hasil kerja dan anak buahnya, Nahkoda harus memberi

penghargaan agar semangat para crew kapal bertambah, sebab

keberhasilan pengoperasian suatu kapal adalah kebersamaan dan

kekompakan antara nahkoda dan anak buah kapal. Kemudian untuk

menciptakan keakraban antara nahkoda dan anak buah kapal maka

Nahkoda perlu memberiakan contoh yang baik, misalnya meningkatakan

partisipasinya dalam memberikan tugas setiap hari baik secara langsung

maupun tidak langsung. Demikian para anak buah kapal merasa di

perhatikan sehingga lebih dapat menumbuhkan lagi semangat akan

gairah kerja di antara mereka yang akhirnya dapat menciptakan suasana

kerja yang baik dan harmonis serta akrab, kompak dengan nahkoda lebih

menghormati pada saat jam kerja maupun di luar jam kerja. Perilaku

nahkoda dititik beratkan kepada cara berkomunikasi atau cara

pendekatan terhadap ABK sebab hal ini di nilai oleh anak buah kapal.

Dalam berkomunikasi haruslah jelas dan mudah di mengerti sehingga

apapun yang di ucapkan dapat di mengerti, karena bahasa adalah salah

48
satu cara menyampaikan maksud dan tujuan dalam pergaulan dan

pekerjaan.

Nahkoda perlu megetahui dan menguasai cara berkomunikasi atau

pendekatan yang baik dan tepat agar anak buah kapal tidak merasa

tersisih, tertekan, tersinggung, dan merasa di anggap sebagai tempat

menampung segala kemarahan dan kesalahan.

Adapun komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Komunikasi dalam berbahasa yang umum di pakai di atas kapal agar

mudah di mengerti.

2) Berkomunikasi dalam hal membimbing harus pada waktunya.

3) Komunikasi perlu memperhatikan situasi dan kondisi.

4) Komunikasi perlu menghindari kata kata yang dapat menyimggung

seseorang

Di sini nahkoda di bantu oleh perwira dan bawahan yang di sebut

Anak buah Kapal (ABK). Nahkoda sebagai wakil dari perusahaaan harus

Memperhatikan dengan seksama faktor – faktor kemanusiaan yang dapat

mempengaruhi kesejahteraan anak buahnya tesebut agar mereka dapat

berkerja secara efektif dan efesien.

d. Harus ada komunikasi Yang baik antara Nahkoda dengan ABK.

Buruknya kepemimpinan Nahkoda dapat mempengaruhi penurunan

kinerja anak buah kapal dan terjadi kesalahpahaman dalam

berkomunikasi akibat dari tata cara penyampaian tutur cara Yang tidak

benar dan kurang tepat sasaran. Menyampaikan suatu panggilan

hendaknya sesuai dengan tugas perorangan yang sudah terorganisir di

49
kapal, di antara penyampaian berita atau komunikasi tersebut sebagai

seorang nahkoda harus dapat menyampaiakan cara berkomunikasi

dengan baik, jelas dan dapat di mengerti oleh semua bawahannya.

Seorang nahkoda dengan kurang memiliki tata cara maupun teknik –

teknik tertentu untuk menciptakan hubungan kerja yang selaras dan baik

antara sesama awak kapal, bawahan dan atasan maupun sebaliknya

antara atasan dan bawahan, serta kurangnya komunikasi dalam

pelaksanaan kerja di atas kapal sehingga timbul berbagai masalah yang di

akibatkan tidak terciptanya saling hormat menghormati antar sesama

ABK, baik atasan maupun bawahan dengan tetap memegang teguh

tanggung jawab wewewnang dari masing – masing individu yang

berkerja di atas kapal.

Sifat – sifat kepemimpinan yang di perlukan (seperti diuraikan

dalam manajemen kepemimpinan, Karyadi M, 2008, Kepemimpinan, Di

susun Oleh H. Munir Subagia, PB PGRI) diantaranya sebagai berikut :

a. Jujur

b. Berpengalaman

c. Berani

d. Mamap mengambil keputusan

e. Dapat di percaya

f. Berinisiatif

g. Bijaksana

h. Tegas

i. Adil

50
j. Menjadi tauladan

k. Tahan uji

l. Tidak mcmentingkan diri sendiri

m. Simpati

n. Rendah hati

Sifat kepemimpinan merupakan kualitas pribadi seseorang yang

amat berharga bagi seorang pemimpin dalam menjalankan

kepemimpinanya dan merupakan sikap dan tingkah laku yang dapat di

lihat dan di contoh oleh lingkungannya. Oleh karena itu sifat – sifat

kepemimpinan dapat di pelajari dengan menjalani dan memahami sifat –

sifat kepemimpinan seseorang, pemimpin dapat menganalisa dirinya

guna kepentinganya. Kernampuan memimpin atau kepemimpinannya

tergantung kemampuan, usaha dan kegiatan orang itu sendiri dalam

mengembangkan serta meningkatkan kualitas pribadinya (self

improvement). Kepemimpinan sebagai ilmu di dalam pelaksanaanya

harus di sesuaikan dengan keadaan dan lingkungan serta anggota

bawahan yang di hadapi untuk tipe kepemimpinan di laut yang cocok di

pakai/di anut yaitu tipe kepemimpinan otoriter dan demokrasi,

maksudnya adalah tipe ini melakukan pimpinan pekerjaan atau kehendak

yang di ingikan bersama dengan bawahannya.

e. Menegakkan kedisiplinan kepada ABK untuk mempersiapkan diri

sebelum kapal beroperasi.

Untuk menghindari dari pihak pencharter di karenakan

keterlambatan yang sering kali terjadi akibat dari ketidaksiapan ABK saat

51
kapal akan beroperasi, maka Nahkoda dan perwira hendaknya

menerapkan 30 minute notice kepada ABK yang akan bertugas agar

dalam kadaan siap. Siap dalam keadaan berpakaian lengkap dengan alat

keselamatan kerja dan peralatan pendukung pekerjaan lainya termasuk

alat – alat kerja yang akan di di gunakan.

Melihat dari sudut profesionalisme, merupakan tuntutan bagi awak

kapal yang akan bekerja diatas kapal untuk mempunyai pengetahuan

cukup dan terampil, yang merasa senang tugas yang menjadi tanggung

jawabnya, memiliki semangat kerja yang baik. Melihat dari hal tersebut

diatas maka menumbuhkan suatu motivasi semangat kerja yang baik bagi

awak kapal untuk menjadi seorang pelaut yang terampil dalam

bidangnya.

Berdasarkan hal tersebut diatas bila dapat melihat kemampuan

seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung

jawabnya. Untuk meningkatkan kembali keterampilan dan pengetahuan

awak kapal sesuai dengan pengalaman yang didapatnya selama berlayar,

sehingga bisa memperoleh kapal yang mempunyai kualitas kerja yang

diharapkan.

2. Apa yang menyebabkan kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di

area pengeboran minynk lepas pantai

Dalam mendapatkan kapal AHTS yang siap bekerja melayani pekerjaan

di pengeboran minyak lepas pantai, ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi kesiapan dari kapal tersebut yang harus diatasi dengan cepat

52
dengan profesionalisme dari awak kapal dalam melakukan manajemen

kapalnya, diantaranya :

a. Perusahaan harus dapat memenuhi minimum tersedianya suku cadang

Sesuai class rekomendasi.

Dalam hal ini program perawatan dalam kesiapan pelayanan

kapal AHTS dapat terpogram dengan baik walau dengan standar

minimum pengadaan alat – alat suku cadang karena dengan tersedianya

hanya untuk suku cadang yang memang sangat di butuhkan. Oleh sebab

itu persahaan dapat meminimalisir pengeluaran anggaran kalau itu

memang harus di lakukan.

b. Awak kapal perlu latihan dan familiariasi di darat sebelum bertugas di

Kapal.

Sesuai dengan ISM code yang diberlakukan oleh IMO " the

company should establish procedures to ensure that the new personnel

transferred to new assignment, related to safety and protection of the

environment are given proper familiarization with their duties". Bahwa

salah satu dari peraturan yang di wajibkan adalah familiarisasi bagi

personel yang baru di tempatkan untuk memahami benar tugas dan

tanggung jawabnya di atas kapal yang berhubungan dengan operasional,

keselamatan dan perlindungan lingkungan. "Organisasi harus menata

keahlian dan pengetahuan yang di perlukan oleh karyawan untuk

mendapatkan kegiatan yang dapat mempengaruhi mutu dan dapat di

penuhi oleh pelatihan tersebut, sebagai bukti rekaman pelatihan perlu di

pelihara". Jelas di sini bahwa kewajiban seluruh crew dalam hal ini ABK

53
harus di bekali prosedur tersebut melalui familiarisasi dan dapat di

dokumentasikan, dengan implementasi prosedur ini maka perusahaan

menjamin bahwa seluruh personil yang terlibat di dalam Safety

Management System (SMS), memiliki pengetahuan standart dan bisa di

pertanggung jawabkan.

Dalam familiarisasi bagi seorang ABK sesuai bidangnya secara

umum dan khusus, proses pengenalan akan memakan waktu yang agak

lama karena proses ini juga mencakup aspek operasi yang artinya harus

menyusaikan dengan jadwal kerja dari pencharter, dimana ABK akan di

berikan praktek secara langsung terjun pada operasi yang sesengguhnya.

Diharapkan dalam proses tersebut ABK dapat meningkatkan

pengetahuan akan alat-alat kerja kapal AHTS. Khususnya bagi ABK

yang baru pertama kali di tempatkan pada kapal AHTS, Nahkoda dan

mualim 1 mempunyai tugas tambahan untuk mendidik ABK tersebut,

oleh karena pembiasaan Anak Buah Kapal dengan tugas baru mutlak di

perlukan demi mempertahankan standart sesuai dengan safety

management system secara terus menerus dengan tingkat kinerja yang

efektif, baik dalam operasi normal maupun dalam keadaan darurat.

Dalam hal ini haruslah di pilih metode yang paling sesuai yang sedapat

mungkin di dasarkan atas latihan-latihan pada jadwal pembiasaan yang

ada dan berpedoman pada prosedur standar operasi dari perusahaan.

c. Tool Box Meeting dan Risk Assesment.

Penentu utama sebuah keberhasilan kapal dalam melaksanakan

sebuah kegiatan anchor handling adalah di tangan Master sebagai

54
pemegang komando untuk operasi kapal, Begitu pekerjaan diserahkan

kepada kapal Master harus merencanakan segala sesuatu mengenai

pekerjaan yang akan dilakukan maupun memberi semangat dan motivasi

kepada crew. Sebelum anchor handling dilakukan, seorang Master harus

mengadakan Tool Box Meeting bersama seluruh crew kapal dengan topic

meeting keselamatan kerja dan jenis pekerjaan yang akan dilakukan.

Master juga harus mengingatkan pentingnya thinkfirst before act,

sebelum melakukan suatu pekerjaan dan mengeceknya sesudah selesai

dan memastikan kru mampu melaksanakan kegiatan anchor handling

tersebut.

d. Serah Terima Tugas / Hand Over.

Pada saat terdapat seorang crew baru naik kapal nahkoda sebagai

Pemimpin utama di kapal harus meminta kepada perusahaan untuk

memberikan surat resmi yang 'berisikan penunjukan seorang

trainer/pelatih bagi awak kapal yang baru bergabung sampai dia

menyelesaikan masa orientasi dan lulus assesment/tes berdasarkan nilai

minimum kelulusan agar dapat menghandle dan terbukti berkompeten

dalam mengoperasikan kapal operasi anchor handling. Karena hasil

observasi dan wawancara penulis dengan kru baru baik master,

officer/engineer ataupun kru rating rata – rata dengan keterbatasan waktu

serah terima tugas mereka belum familiar dengan kondisi dan situasi

kapal.

e. Melakukan pengontrolan dokumen kapal dengan baik.

55
Dalam hal ini, ketelitian nahkoda dan perwira navigasi diatas kapal

sangat berperan penting dalam sistem pengontrolan dokumen.

Memastikan semua dokumen kapal tidak melewati batas masa

berlakunya. Sehingga kapal masih dalam kondisi laik laut dan siap untuk

menunjang pekerjaannya dengan baik. Apabila mendapatkan temuan

diantara dokumen – dokumen kapal yang akan habis masa berlakunya,

sesegera mungkin melaporkan kepada manajemen perusahaan, sekurang

– kurangnya 3 bulan sebelum masa berlaku dokumen tersebut habis.

f. Melakukan inspeksi dan pengecekan secara berkala tentang peralatan

keselamatan yang ada diatas kapal Pengecekan İni harus benar – benar

dilakukan dengan baik karena, semua pekerjaan yang dilakukan diatas

kapal harus memenuhi standar keselamatan pelayaran.

g. Melakukan perawatan semua peralatan kapal secara berkala khususnya

peralatan – peralatan yg digunakan dalam pekerjann penanganan jangkar

dan rig nıove semua perawatan yang dilakukan hendaknya sesuai dengan

sistem perencanaan perawatan kapal dan dicatat dalam log book sebagai

bukti bahwa perawatan dilakukan dengan baik.

h. Apabila melakukan pekerjaan perawatan diluar dari sistem perencanaan

selain mencatat di dalam buku catatan harian kapal hendaknya juga

melaporkan dengan membuat berita acara pekerjaan kepada pihak

manajemen perusahaan tentang sebab dilakukan pekerjaan tersebut serta

hasil dari pekerjaan yang telah dilakukan. Karena pekerjaan perawatan

peralatan yang dilakukan diluar dari sistem perencanaan perawatan kapal,

sangat berhubungan dengan suku cadang yang ada diatas kapal.

56
i. Memastikan semua suku cadang ada diatas kapal

Hal ini sangat berpengaruh terhadap tindakan cepat awak kapal didalam

mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan kerusakan diatas

kapal. Apabila suku cadang yang ada diatas kapal telah dipergunakan

untuk perawatan, maka awak kapal sesegera mungkin membuat

permintaan suku cadang baru kepada pihak manajemen perusahaan.

j. Melaporkan kepada pihak manajemen perusahaan tentang semua

kejadian dan masalah yang berhubungan dengan kerusakan atau tidak

bcrfungsinya dengan baik peralatan yang ada diatas kapal. Hal tersebut

bertujuan agar dilakukan tindakan penangaan secara cepat tentang

permasalahan yang ada, sehingga kapal selalu dalam keadaan siap dalam

melakukan pekerjaannya.

57
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, untuk meningkatkan kemampuan,

keterampilan dan kesiapan pelayanan kapal harus di tingkatkan kualitasnya.

Semua ini di maksudkan untuk meningkatkan kelancaran operasional kapal di

area pengeboran minyak lepas pantai di masa yang akan datang :

1. Kurangnya keterampilan dan kemampuan awak kapal yang bekerja diatas

kapal AHTS disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya adalah sebagai

berikut :

a. Masih belum siapnya awak kapal yang bekerja diatas kapal AHTS yang

disebabkan karena kurangnya keterampilan„ pemahaman dan kemampuan

dari awak kapal.

b. Masih belum terampilnya crew kapal dalam pengendalian dan

pengoperasian kapal AHTS dalam melakukan pekerjaan rig move di area

pengeboran lepas pantai.

2. Kurangnya kesiapan pelayanan kapal AHTS di area pengeboran minyak lepas

pantai disebabkan :

a. Belum dilakukannya sistem perawatan diatas kapal yang sesuai dengan

sistem perencanaan perawatan diatas kapal dan safety management manual

58
dari perusahaan pelayaran tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kurang

maksimalnya operasional peralatan – peralatan di atas kapal saat di

gunakan.

b. Sistem pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan

terhadap kinerja kapal dan awaknya serta tindakan perusahaan dalam hal

perawatan dari seluruh armadanya.

c. Faktor usia kapal bukanlah penyebab langsung ketidaksiapan kapal untuk

sebuah operasi, akan tetapi tugas dan tanggung jawab instansi terkait yang

berhubungan dengan perawatan dan perbaikan, mempunyai peranan sangat

penting guna menjaga keberadaan kapal agar tetap dałam kondisi prima.

3. Kurangnya koordinasi dałam pelaksanaan manajemen kerja khususnya

(familiarization) prosedur kerja ABK sehubungan dengan kemampuan dan

latar belakang ABK yang beraneka ragam schingga proses persiapan dan

pelaksanaan pekerjaan tidak dapat berjalan dengan baik.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran – saran

untuk meningkatkan keterampilan awak kapał yang bekerja diatas kapał AHTS

dan meningkatkan kesiapan pelayanan kapał AHTS dałam menunjang

kelancaran operasional di area pengeboran lepas pantai, maka penulîs

memberikan saran :

1. Bagi awak kapał

a. Bagi awak kapał baru yang akan memulai bekerja di kapał AHTS,

Hendaknya terlebih dahulu mengikuti pelatihan keterampilan –

59
keterampilan ataupun membaca buku – buku tentang AHTS khusus yang

menunjang kelancaran dałam pekerjaan tersebut.

b. Bagi awak kapał yang telah bekerja dikapal AHȚS, hendaknya seluruh

melakukan perawatan semua peralatan – peralatan yang ada diatas kapał

sesuai dengan kalender perencanaan perawatan kapał sesuai dengan

panduan dari kantor.

2. Bagi pihak perusahaan

a. Pihak perusahaan sebaiknya mengadakan pelatihan pengenalan peralatan

keselamatan dan atau peralatan kerja sebelum ABK naik keatas kapał.

b. Pihak perusahaan agar secara efektif memberikan pelatihan – pelatihan

terhadap karyawannya dengan memberikan kesempatan kepada

karyawannya untuk mengikuti training tentang peningkatan keterampilan

pelaut serta pihak perusahaan agar lebih memahami peranannya dałam

menunjang operasional armadanya

c. Pihak perusahaan hendaknya memastikan ketersedîaan setiap cadang dari

alat – alat kapał.

3. Bagi pihak institusi diklat

Hendaknya memberikan seminar – seminar ataupun diklat tentang sistem

pekerjaan di kapal-kapal yang bekerja di area pengeboran minyak lepas

pantai khususnya tentang sistem kerja diatas kapal AHTS.

60
DAFTAR PUSTAKA

Capt.Krets Mamondole, Anchor Handling, Jakarta, Yayasan Sinergi

Reformata, 2009 opt. Danuasmoro, Manajemen Perawatan, Jakarta, Yayasan

Bina Citra Samudra, 2003

Iverson, Keterampilan dan Kemampuan Dasar, 2001 :133

Kamus besar bahasa Indonesia, PT. Gramedia pustaka Utama Jakarta 2008:1534

Marine Safety Forum 24

Nadler, Pasar-Dasar Keterampilan, Angkasa-Jakarta 2006:73

Notoatmojo, Pembangunan Sumber Daya Manuasia, Rineka Cipta-Jakarta 2006:

13

Peter Claren ,Anchor Handling, UK, 2001

Prof. Dr, Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatip Kualitatip Dan R&D 2010

Richard L. Draft, Era Baru Managemen, Salemba Empat-Jakarta 2007: 13-16

Steven P. Robin, Organizational Behavior, Tirthi A. Judge, 2007

yatim, Rozaimi, (2003), Kodefikasi manajemen Keselamatan International OSM

CODEJ. Penerbit Yayasan Bina Citra Samudra Jakarta

ABS, "MOBILE OFFSHORE DRILLING UNITs "

Chakrabarti Subrata K. 1987 . Hanfbook of Offshore Engineering .USA.

http://www.swire.com.sg/fleetclassintro.aspx

https://www.bourbon-offshore-

greenmar.mu https://www.smit lamnalco offshore

https:/boskalis.com/about-us/fleet-and-equipment/offshore-vessels/various-

offshore-vesselsand-equipment.htm

61
https://www.marineinsight.com/tvpes-of-ships/features-applications-and-

limitations-of-anchorhandling-tug-supplv-vessels-ahts/

anchor handling manual - Marine Safety Forum

De Souza Jr. J . R. and Fernandes CG (2005) " Nonlinier Dynamics of an

Archetypal Model of Ship Motions

62

Anda mungkin juga menyukai