Askep Anak Dengan Kolestasis
Askep Anak Dengan Kolestasis
4. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter
pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung
P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam
empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter
lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun,
sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan
iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)
Perubahan fungsi hati pada kolestasis,Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi
kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak
kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan terganggu.
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun.
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase
dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan
rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan
meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan
eliminasi di usus menurun.
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar
ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami
polimerisasi sehingga tidak toksik.
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat
menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin
maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati
melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan
fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang
berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan
fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui
membran juga terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain
yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes
namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)
5. KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu
ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah
dilaporkan adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam
empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir
dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih
dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia,
malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier
sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun
apabila dilakukan setelah umur 2 bulan.
Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan
adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini
tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran
empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi
saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan
kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi
saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai (Anonym, 2010)
b. Kolestasis intrahepatik
Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis
saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)
berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu
dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa
kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai
saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis,
Carolis disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer tidak
menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler.
Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase
dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang
besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding
disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan
< 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu
kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini
ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin),
tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang
sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan
saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM,
sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu (Anonym, 2010)
Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu.
Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih
prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis.
Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya
kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati,
suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan
infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan
multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan
trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak
dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan
metabolik tidak dapat ditemukan (Reksoprodjo, 1995)
6. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
Tinja akolis/hipokolis
Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
Urobilin dalam air seni negatif
Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
Steatore
Hipoprotrombinemia
Akumulasi empedu dalam darah
Ikterus
Gatal-gatal
Hiperkolesterolemia
Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
Anatomis
Akumulasi pigmen
Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional
Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat)
Transaminase serum meningkat (ringan)
Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
Asam empedu dalam serum meningkat
Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma
polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering bersamaan dengan
atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal
stenosis perifer, sering bersamaan dengan paucity of the intrahepatic bile ductules (arterio
hepatic displasia/Alagilles syndrome) nafsu makan yang jelek dengan muntah, irritable,
sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi froktosa
herediter, tirosinemia.
Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal lebih
banyak pada anak perempuan.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar
7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin
tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin
yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada
garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan
noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium
mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan
pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa
membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau
keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa
adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal
dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan
dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain (Arief,
2010)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau ekstrahepatal
dengan tujuan utama memperbaiki/ mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat
diperbaiki/diobati.
Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan
hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah:
Hapusan darah tepi
Bilirubin dalam air seni
Sterkobilinogen dalam air seni
Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta
serum protein
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan yang
lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat hanya
dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya kelainan
hepatobilier.
Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan:
Kelainan intra/ekstrahepatal
Mencari kemungkinan etiologi
Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati
Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
- Terhadap infeksi/bahan toksik
- Terhadap kemungkinan kelainan metabolik
- Mencari data tentang keadaan saluran empedu
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid
(UDCA).
Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride)
karena malabsorbsi lemak.
Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu
yang ada.
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus
langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk
mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera
mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai
bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat
memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer,
2010).
1. PENGKAJIAN
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harusdicurigai
adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir
rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir
normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu
kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan dengan penurunanekspansi paru
ditandai dengan pasien sesak nafas
b. PK anemia
c. Gangguan keseimbangan cairan dan eklektrolit berhubungan dengan pengeluaran cairan yang
berlebih ditandai dengan diare
d. Ketidak efektifanpolanafas berhubungandengan
3. RENCANA KEPERAWATAN
Terlampir
4. EVALUASI
a) Dx 1: RR 40-60 x/menit, auskultasi bunyi nafas vesikuler, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
b) Dx 2: Konjungtiva tidak pucat (berwarna merah muda), Pasien tidak tampak lemah, Hasil
laboratorium DL dalam batas normal , RBC : 4,0-5,2 /uL, HGB : 12-16 g/dL, HCT : 36-46%
c) Dx 3: Balance cairan normal, kebutuhan cairan terpenuhi (antara intake dan output
seimbang), tidak ada mual dan muntah, BAB normal (frekuensi 1-3/hari, konsistensi feses
lembek, warna kekuningan)
DAFTAR PUSTAKA