Anda di halaman 1dari 1

Berawal dari Sebuah Koran

Surabaya 20 Mei 2012, diadakan Pentas Seni Teater oleh


mahasiswa PGRI Adi Buana Surabaya, jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, angkatan 2010. di Gedung Kesenian Cak Durasim
Surabaya. Acara ini adalah program mata kuliah Teater, yang
diaplikasikan dalam bentuk nyata menjadi sebuah pementasan
teater karya mahasiswa. Naskah yang dipentaskan berasal dari
naskah orang lain, yang dibedah dan diapresiasi sesuai dengan
penilaian sutradara.
Ada enam kelas yang menampilkan karyanya mulai dari kelas A
yang menampilkan karya dengan judul Pelacur dan Sang
Presiden, kelas B dengan judul Sandal Jepit, kelas C dengan
judul Petruk Jadi Presiden, kelas D dengan judul Koran, kelas
E dengan judul Titik Dua, dan terakhir kelas F dengan judul
Wewe Gombel.
Judul yang dipentaskan dari berbagai kelas, terlihat hasil karya
anak kelas D yang mementaskan teater dari naskah berjudul
Koran karya Agung Widodo. Isi dari naskah ini mengisahkan
kehidupan seorang wanita yang memiliki berbagai macam
permasalahan yang sangat kompleks. Mulai dari permasalahan
penggusuran warung, anaknya yang autis, suaminya yang tidak
perhatian terhadap keluarga, kedekatannya dengan dua laki-laki,
yaitu seorang kakek kaya dan tukang parkir, yang akhirnya
menimbulkan bencana baginya.
Dalam sebuah naskah terkadang tidak sesuai dengan
pementasannya, hal ini karena peran sutradara yang memiliki
penilaian tersendiri pada naskah yang akan dipentaskan. Hal ini
juga terjadi saat penyutradaraan pementasan naskah Koran.
Lukman Fauzi sebagai sutradara, memiliki sedikit penambahan
penguatan dalam pementasan naskah Koran. Penguatan ini terletak
di awal dan di akhir. Penguatan yang ingin menonjolkan judul dari
naskah dramanya yaitu Koran.
Sekilas jika mendengar judulnya mungkin orang akan memiliki
penafsiran yang beragam. Sebenarnya apa isi dari sebuah judul
Koran, yang di dalamnya merupakan kunci utama. Permasalahan
yang timbul dalam naskah ini, berawal dari koran, dan berakhir
dari koran. Tokoh utama di dalamnya bernama Sanah yang
diperankan dengan baik oleh Rahmatul Ummah. Kakek kaya, yang
diperankan oleh Januar Choirul Vidsananda sebagai Mbah Raken,
Pradana Meylina sebagai Neneng (anak autis), Faida Agusti
sebagai Peni (istri ke tujuh Mbah Raken), Rianto Adi C sebagai
Joko (tukang parkir), Lukman Fauzi sebagai Karto (suami Sanah),
dan Aprilia Rahmawati sebagai Juleha (pedagang koran).

Penafsiran yang berbeda pula yang ditangkap oleh Lukman sebagai


Sutradara. Dalam naskah asli, koransebagai kata kunci tidak begitu
ditonjolkan, hanya sebagai sarana timbulnya permasalahan bahwa
tokoh utama Sanah selingkuh dengan Mbah Raken, yang terkuak
melalui koran. Sehingga mengakibatkan suami Sanah marah.
Namun, sutradara mencoba menguatkan dengan memberi
penambahan di awal dan di akhir cerita. Penambahan di awal
dengan adanya teriakkan pedangang yang menawarkan koran.
Teater ini mengisahkan perselingkungan seperti dalam naskah asli,
dan berakhir dari koran pula, suami mengeta hui kebenaran istrinya
berseling kuh. Hingga akhirnya klimaks tokoh utama meninggal
karena dibunuh Joko, akibat cintanya kepada Sanah bertepuk
sebelah tangan. Pembunuhan terhadap tokoh utama merupakan
hasil penambahan yang dibuat sutradara, karena dalam naskah asli
tokoh utama hanya mengutarakan kemarahan dan
kekecewaannya terhadap Joko yang selama ini dia percaya,
ternyata dia lah yang menyebabkan permasalahan yang terjadi, dan
mengucapkan kata-kata kalau ceritanya seperti ini mending saya
mati saja. kata mending saya mati saja oleh sutradara
diteruskan dengan membunuh tokoh utama, karena Joko membuka
perselingkuhan Sanah dengan Mbah Raken lantaran cemburu.
Cerita dalam naskah koran perlu diapresiasi, karena mencerminkan
kondisi masyarakat dengan segala problematika kehidupannya.
Disajikan secara nyata dalam pementasan dengan setting sebuah
warung lengkap dengan segala isinya, membuat pementasan ini
lebih hidup. Tata cahaya yang tepat, juga sangat membantu dalam
pementasan ini. Serta busana yang mendukung akan mempertegas
watak para tokoh pemain, ditambah pemberian make up yang
sesuai. Semua keperluan yang mendukung harus disesuaikan agar
menjadi sebuah kesatuan yang padu, karena dalam sebuah
pementasan, penonton akan melihat hasil akhir apa yang dilihat,
tanpa memerhatikan bagaimana kita berproses, sehingga di
pementasan harus benar-benar sesuai.

Anda mungkin juga menyukai