Abstrak
Sampek Engtay merupakan cerita asmara yang berasal dari Tiongkok. Sampek
Engtay berisi kisah asmara antara sepasang kekasih yang bernama Sampek dan
Engtay. Sayangnya kisah asmara keduanya tidak berujung pada akhir yang manis.
Engtay yang setia terhadap Sampek tidak mau dinikahkan dengan orang lain. Oleh
karenanya, Engtay memilih mati bersama Sampek. Setali tiga uang dengan cerita
Sampek Engtay, di Korea juga terdapat cerita yang hampir mirip. Cerita itu yakni
cerita Chunhyang dan Lee Mongryong. Keduanya dikisahkan sebagai pasangan yang
saling mencintai. Chunhyang digambarkan sebagai wanita yang setia terhadap
pasangannya. Chunhyang rela menunggu Lee Mongryong dan bersikukuh tidak akan
menikah dengan pria lain walaupun dibunuh. Sedikit berbeda dengan kisah Sampek
Engtay. Kisah Chunhyang diakhiri dengan pertemuan manis antara kedua pasangan.
Berlandaskan pada kesamaan genre cerita ini, makalah ini berusaha membandingkan
kedua kisah yang telah ditulis dalam bentuk drama. Makalah ini akan menyoroti
stratifikasi dan politik identitas yang tedapat dalam kedua cerita. Dalam kajiannya
makalah ini akan menggunakan pendekataan sosiologi sastra dan semiotika budaya.
Dengan pendekatan ini, makalah ini berusaha membaca pesan-pesan cerita berkaitan
dengan status sosial dan politik identitas dalam kedua karya ini. Dengan kajian ini,
diharapkan makalah ini dapat menyajikan komparasi kedua cerita yang ditinjau dari
sudut sosialnya. Gambaran sosial yang terlihat dapat digunakan sebagai indikator
dalam melihat refleksi kondisi sosial, politik dan budaya pada masyarakat yang
tercermin dalam drama.
Pendahuluan
Kesimpulan
Karya sastra dan masyarakat merupakan dua hal yang berhubungan sekaligus saling
memengaruhi. Realitas sosial yang berusaha diangkat oleh kedua drama ini yakni isu
stratifikasi sosial dalam kedua masyarakat. Sebuah fenomena yang menjadi
representasi zamannya. Di samping itu kedua drama juga menunjukkan tanda-tanda
budaya dari kedua masyarakat baik secara tersurat maupun tersirat. Kedua drama
memunculkan tanda-tanda budaya yang sarat akan muatan politis dalam bentuk yang
berbeda. Namun, satu hal yang pasti, politik identitas yang terbaca itu merupakan
representasi dari kondisi sosial masyarakat tempat karya sastra ini lahir.