Anda di halaman 1dari 4

Stratifikasi Sosial dan Politik Identitas dalam Drama: Studi

Komparatif Drama Sampek Engtay dan Drama Chunhyangjeon


Afriadi1

Abstrak

Sampek Engtay merupakan cerita asmara yang berasal dari Tiongkok. Sampek
Engtay berisi kisah asmara antara sepasang kekasih yang bernama Sampek dan
Engtay. Sayangnya kisah asmara keduanya tidak berujung pada akhir yang manis.
Engtay yang setia terhadap Sampek tidak mau dinikahkan dengan orang lain. Oleh
karenanya, Engtay memilih mati bersama Sampek. Setali tiga uang dengan cerita
Sampek Engtay, di Korea juga terdapat cerita yang hampir mirip. Cerita itu yakni
cerita Chunhyang dan Lee Mongryong. Keduanya dikisahkan sebagai pasangan yang
saling mencintai. Chunhyang digambarkan sebagai wanita yang setia terhadap
pasangannya. Chunhyang rela menunggu Lee Mongryong dan bersikukuh tidak akan
menikah dengan pria lain walaupun dibunuh. Sedikit berbeda dengan kisah Sampek
Engtay. Kisah Chunhyang diakhiri dengan pertemuan manis antara kedua pasangan.
Berlandaskan pada kesamaan genre cerita ini, makalah ini berusaha membandingkan
kedua kisah yang telah ditulis dalam bentuk drama. Makalah ini akan menyoroti
stratifikasi dan politik identitas yang tedapat dalam kedua cerita. Dalam kajiannya
makalah ini akan menggunakan pendekataan sosiologi sastra dan semiotika budaya.
Dengan pendekatan ini, makalah ini berusaha membaca pesan-pesan cerita berkaitan
dengan status sosial dan politik identitas dalam kedua karya ini. Dengan kajian ini,
diharapkan makalah ini dapat menyajikan komparasi kedua cerita yang ditinjau dari
sudut sosialnya. Gambaran sosial yang terlihat dapat digunakan sebagai indikator
dalam melihat refleksi kondisi sosial, politik dan budaya pada masyarakat yang
tercermin dalam drama.

Pendahuluan

Karya sastra merupakan perantara sang sastrawan dalam menyampaikan pesannya.


Pesan tersebut dapat disampaikan dalam untaian kata yang singkat maupun dengan
alur cerita yang panjang. Berdasarkan format penyampaian pesannya itu, karya sastra
dibagi atas puisi, prosa dan drama. Berbeda dengan dua bentuk lainnya, drama
memiliki karakteristik khasnya sendiri, yakni menggunakan cakapan sebagai bentuk
penyampaian pesan sang penulis. Terlepas dari apakah sebuah karya drama itu
nantinya dipentaskan
atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah
sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya
dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada (Budianta, dkk. 2002: 95).
Untuk itu syarat utama karya sastra disebut drama yakni adanya naskah drama
lengkap beserta petunjuk pemanggungannya. Makalah ini sendiri akan menggunakan
naskah drama berjudul “Sampek dan Engtay” karya Nano Riantiarno tahun 1988
untuk dibandingkan dengan karya naskah drama “Chunhyangjeon” karya Yoo Chi Jin
tahun 1936. Kedua naskah drama ini sama-sama mengadaptasi cerita rakyat untuk
dijadikan naskah drama. Karya Sampek Engtay sendiri merupakan karya saduran dari
cerita rakyat Tiongkok yang berjudul sama. Sedangkan karya Chunhyangjeon
merupakan karya saduran dari cerita rakyat Korea dengan judul yang sama. Drama
Sampek Engtay sendiri berisikan cerita asmara antara seorang pemuda bernama Nio
Sampek2 yang berasal dari keluarga sederhana dengan seorang wanita benama Ciok
Engtay3 . Drama ini sendiri telah diadaptasi latar dan waktu ceritanya. Dalam drama
ini dikisahkan Nio Sampek merupakan pemuda asal Pandeglang sedangkan Ciok
Engtay berasal dari Serang. Keduanya dikisahkan bertemu diperjalanan menuju
Sekolah Putra Bangsa di Glodok. Kepergian Engtay ke Glodok untuk bersekolah
awalnya ditentang keras oleh orang tuanya. Orang tua Engtay menganggap tidak
sepantasnya seorang perempuan untuk menimba ilmu di tempat yang jauh. Orang tua
Engtay meyakini nasib perempuan hanya sebatas sebagai pengurus rumah tangga.
Untuk itu tak ada gunanya seorang perempuan menimba ilmu hingga ke Betawi. Akan
tetapi, Engtay bersikukuh untuk bersekolah. Ia yakin nasib perempuan tidak hanya
sebatas di rumah untuk mengurusi keluarga. Perempuan juga harus memiliki
pengetahuan yang sama seperti laki-laki. Untuk itu Engtay bersikukuh ingin menimba
ilmu di Betawi. Orang tua Engtay pun tidak berhasil menghalangi niat sang anak.
Engtay diijinkan bersekolah di Betawi. Dikisahkan dalam drama ini, Sekolah Putra
Bangsa merupakan sekolah khusus kaum laki-laki. Untuk itu Engtay menyamar
menjadi laki-laki. Di tengah perjalanannya menuju Sekolah Putra Bangsa Ia
berkenalan dengan Sampek. Sampek juga ingin pergi ke sekolah yang sama.
Keduanya dikisahkan menjalin hubungan persahabatan yang baik layaknya adik dan
kakak. Mereka pun dipasangkan dalam satu kamar di asrama sekolah. Selama setahun
bersekolah di Sekolah Putra Bangsa Engtay jatuh hati dengan Sampek. Namun,
Sampek tidak menyadari identitas asli Engtay. Hingga suatu hari Engtay dijemput
oleh utusan orang tuanya untuk pulang. Engtay dipaksa pulang untuk membicarakan
pernikahannya dengan tunangannya. Dikisahkan bahwa Engtay sudah ditunangkan
dengan seorang anak Kapiten Cina dari Rangkasbitung bernama Macun. Di hari ia
dijemput itu, Sampek baru menyadari bahwa Engtay merupakan seorang gadis cantik.
Keduanya yang saling jatuh cinta, kini dihadapkan dengan kenyataan pahit. Sampek
diberi isyarat oleh Engtay untuk melamarnya ke Serang dalam waktu sepuluh hari.
Namun Sampek yang terlalu polos menafsirkannya menjadi satu bulan setelah hari
itu4 . Ketika hari yang diisyaratkan tiba, Sampek berangkat ke Serang untuk melamar
Engtay. Sesampainya di rumah Engtay, apalah daya Engtay sudah siap dinikahkan
kepada tunangannya Macun. Cinta keduanya tidak bisa direalisasikan dalam
kehidupan nyata. Sampek pun harus menelan kenyataan pahit itu. Sampek yang
terlanjur cinta dengan Engtay jatuh sakit setelah kejadian itu. Keadaan Sampek
semakin parah. Dalam kondisi sakit, Sampek menulis surat untuk Engtay. Engtay
hanya bisa membalas bahwa semua ini sudah ditakdirkan. Jika Sampek mati, Engtay
menyuruh Sampek untuk dikubur di dekat jalan menuju Rangkasbitung. Engtay
berjanji akan mengunjungi kuburan Sampek. Setelah membaca surat itu Sampek pun
meninggal dan dikuburkan sesuai permintaan Engtay. Pada pernikahan Engtay, ia
dijemput oleh tandu Macun yang akan membawanya ke Rangkasbitung. Di tengah
perjalanan ia meminta berhenti di depan kuburan Sampek untuk bersembahyang.
Ketika bersembahyang sontak kuburan terbuka dan Engtay masuk ke dalamnya.
Macun yang tak rela istrinya masuk ke kuburan Sampek, kemudian menyuruh anak
buahnya untuk membongkar kuburan itu. Setelah kuburan dibongkar tidak ditemukan
apa pun di dalamnya. Yang ada hanya dua ekor kupu-kupu yang keluar dari liang
lahat. Kejadian ini menjadi bukti kekuatan cinta Sampek dan Engtay yang tidak ingin
dipisahkan. Keduanya memilih jalan untuk disatukan dengan maut. Karya Sampek
dan Engtay ini dibawa oleh kelompok etnis Tionghoa ke Indonesia. Karya ini disadur
oleh Nano dengan mengubah latar dan waktu cerita. Naskah drama disampaikan
dengan cara yang sedikit unik. Nano berhasil membungkus cerita asmara dengan
sentuhan komedi. Hal ini terlihat dari beberapa lelucon yang diselipkan di tengah alur
cerita. Beralih pada Drama Chunhyangjeon, drama ini tak lain merupakan hasil
saduran dari cerita rakyat Korea dengan judul yang sama. Chunhyangjeon awalnya
merupakan cerita rakyat yang berubah menjadi lagu Pansori5 berjudul Chunhyangga
(春香歌). Dari lagu ini kemudian berubah lagi menjadi novel dengan judul
Chunhyangjeon. Chunhyangjeon berisikan cerita asmara antara Lee Mongryong dan
Song Chunhyang. Lee Mongryong merupakan anak seorang bangsawan Namwon,
Provinsi Jeolla. Sedangkan Chunhyang merupakan keturunan Gisaeng 6 . Lee
Mongryong pertama kali jatuh hati dengan Chunhyang ketika melihatnya sedang
bermain ayunan tali. Lee Mongryong yang terkesima dengan kecantikan Chunhyang
lalu mengunjungi rumah Chunhyang untuk berbicara lebih serius. Di rumah
Chunhyang Lee Mongryong bertemu dengan ibunya lalu mengutarakan perasaannya
terhadap Chunhyang. Ibu Chunhyang merasa tidak pantas karena Chunhyang
bukanlah berasal dari keluarga bangsawan. Ibu Chunhyang menasihati Lee
Mongryong untuk tidak membawanya ke jenjang yang lebih serius. Akan tetapi, Lee
Mongryong bersikukuh untuk melamar Chunhyang menjadi istrinya. Lee Mongryong
kemudian berhasil meluluhkan hati ibu Chunhyang dan berjanji untuk setia dengan
Chunhyang. Lee Mongryong kemudian menulis puisi di rok Chunhyang sebagai tanda
ia sudah memiliki Chunhyang. Pernikahan tak dapat digelar kala itu, karena keduanya
tidak berasal dari strata sosial yang sama. Menjadi sesuatu yang memalukan bagi
seorang bangsawan untuk menikahi keturunan Gisaeng. Kemudian dengan puisi itu
Chunhyang dianggap telah menjadi istri Lee Mongryong. Setelahnya Lee Mongryong
tinggal dengan Chunhyang. Tak beberapa lama kemudian, Lee Mongryong harus
berangkat ke ibu kota untuk mengikuti ujian negara. Lee Mongryong berjanji kepada
Chunhyang akan kembali dan membuat Chunhyang bahagia. Tak beberapa lama
selang kepergian Lee Mongryong, Namwon kedatangan gubernur baru. Dikisahkan
gubernur baru ini terkesima dengan kecantikan Chunhyang. Chunhyang pun diminta
untuk melayani sang gubernur. Chunhyang menolak perintah tersebut dengan alasan
ia telah bersuami. Gubernur yang marah kemudian menyiksa Chunhyang hingga ia
mau melayani sang gubernur. Chunhyang bersikukuh tidak akan melayani siapa pun
kecuali suaminya Lee Mongryong. Chunhyang pun diancam akan dieksekusi di hari
ulang tahun sang Gubenur. Di sisi lain, Lee Mongryong telah berhasil melewati ujian
negara dan diangkat menjadi pejabat kerajaan. Lee Mongryong pun kembali ke
Namwon untuk bertemu Chunhyang. Tak disangka sekembalinya ke Namwon ia
mendengar kabar Chunhyang yang mengenaskan dan kondisi Namwon yang
memburuk karena gubernur itu. Lee Mongryong pun melaporkan hal ini kepada raja.
Setelahnya ia diberi titah untuk menghukum sang gubernur. Rencana pun disiapkan
Lee Mongryong secara matang. Tepat di hari ulang tahun sang gubernur, Lee
Mongryeong dan prajurit istana menyerbu dan menangkap sang gubernur. Lee
Mongryong pun menangkap gubernur dan bawahannya yang korup serta
membebaskan Chunhyang dari tahanan. Selepasnya, Lee Mongryong memanggil
Chunhyang untuk diuji kesetiaannya. Hingga akhir pun Chunhyang bersikukuh setia
terhadap suaminya. Lee Mongryong yang kagum akan kesetiaan Chunhyang
kemudian mengungkap identitasnya. Keduanya pun dikisahkan berakhir bahagia.
Sinopsis

NASKAH DRAMA SAMPEK ENGTAY KARYA


N. RIANTIARNO DAN ROMEO JULIET
KARYA WILLIAM SHAKESPEARE
(Tinjauan Intertekstualitas, Kajian Feminisme, dan Nilai Edukatif

Kesimpulan

Karya sastra dan masyarakat merupakan dua hal yang berhubungan sekaligus saling
memengaruhi. Realitas sosial yang berusaha diangkat oleh kedua drama ini yakni isu
stratifikasi sosial dalam kedua masyarakat. Sebuah fenomena yang menjadi
representasi zamannya. Di samping itu kedua drama juga menunjukkan tanda-tanda
budaya dari kedua masyarakat baik secara tersurat maupun tersirat. Kedua drama
memunculkan tanda-tanda budaya yang sarat akan muatan politis dalam bentuk yang
berbeda. Namun, satu hal yang pasti, politik identitas yang terbaca itu merupakan
representasi dari kondisi sosial masyarakat tempat karya sastra ini lahir.

Anda mungkin juga menyukai