Anda di halaman 1dari 3

SANKSI DALAM PELANGGARAN KODE ETIK AUDITOR

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Praktek Akuntan Publik yang tengah digodok di
Kementerian Keuangan memuat 7 jenis sanksi administratif yang bakal dikenakan kepada akuntan
publik(AP),kantor akuntan publik (KAP) serta cabang KAP.
1. Rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, kata Langgeng, Jumat (5/04/2013),
jika AP melakukan pelanggaran ringan sebagaimana ketentuan Pasal 13,17, 19 ,25,27,32,34,35
UU No. 5 tahun 2011 dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP (Standar Profesi Akuntan
Publik) dan kode etik yang tidak berpengaruh terhadap laporan keuangan yang diterbitkan.
2. Sanksi tertulis yang dikenakan pada pelanggaran sedang. AP dan KAP tsb melanggar ketentuan
Pasal 4, 30 ayat (1) huruf a,b,f, Pasal 31 dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang
berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan namun tidak signifikan.
3. Sanksi Pembatasan Pemberian Jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, seperti bank, pasar
modal jika AP dan KAP melakukan pelanggaran cukup berat. Pelanggaran yang dimaksud, jika
AP dan KAP melanggar SPAP dan kode etik yang berpengaruh terhadap laporan yang diterbitkan.
4. Pembatasan pemberian jasa tertentu. AP atau KAP tersebut tidak diperbolehkan memberikan
jasa tertentu, seperti jasa audit umum atas laporan keuangan selama 24 bulan. Bila dalam kurun
waktu 3 tahun melakukan tindakan yang sama, AP dan KAP tsb akan digolongkan melakukan
pelanggaran cukup berat.
5. Pembekuan ijin. AP atau KAP yang dikenakan sanksi ini jika melakukan pelanggaran berat
berupa pelanggaran ketentuan Pasal 9,28, 29,30, ayat (1) huruf c,e,g,h ,i UU no 5 tahun 2011
tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap SPAP serta kode etik yang
berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan. Sanksi pembekuan izin diberikan paling
banyak 2 kali dalam waktu 48 bulan, namun jika masih melakukan hal yang sama maka akan
dikenakan sanksi pelanggaran berat, ijinnya akan dicabut.
6. Pencabutan izin jika AP atau KAP melakukan pelanggaran sangat berat yaitu melanggar Pasal
30 ayat (1) huruf d, j UU Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran SPAP serta kode etik yang
berpengaruh sangat signifikan terhadap laporan yang di terbitkan.
7. Sanksi denda yang telah berlaku lebih dahulu dengan di keluarkannya PP no 1 tahun 2013 tentan
PNBP (pendapatan Negara bukan pajak) di lingkungan Kementerian Keuangan.

BUKTI KONFIRMASI AUDIT POSITIF ATAU NEGATIF


Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur mengenai
Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit. Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses
pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu
permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi
326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit
dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi
merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia. Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga
mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal
dari pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari dalam
perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti Audit menyatakan bahwa, pada
umumnya, dianggap bahwa Bukti audit yang diperoleh dari sumber independen di luar entitas
memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan
dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.
Prosedur Konfirmasi : Permintaan pengesahan saldo piutang ke masing-masing defitor melalui direksi
Terdapat 2 bentuk metode konfirmasi:
-

Positif : Meminta responden untuk menunjukkan apakah ia setuju dengan informasi yang dicantumkan
dalam permintaan konfirmasi. Bentuk konfirmasi positif lain tidak menyebutkan jumlah (atau informasi
lain) pada permintaan konfirmasi tetapi meminta responden untuk mengisi saldo atau informasi lain pada
ruang kosong yang disediakan dalam formulir permintaan konfirmasi. Bentuk konfirmasi positif
menyediakan bukti hanya jika jawaban diterima oleh auditor dari penerimaan permintaan konfirmasi.
Permintaan konfirmasi yang tidak di jawab tidak memberikan bukti audit mengenai asersi laporan
keuangan yang dituju oleh prosedur konfirmasi. Karena terdapat risiko bahwa penerima bentuk
permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang di konfirmasi di dalamnya kemungkinan hanya
mendatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa melakukan verfikasi kebenaran informasi
tersebut formulir yang berisi ruangan yang kosong dapat digunakan untuk mengurangi risiko tersebut.
Jadi penggunaan konfirmasi dengan ruang kosong yang harus diisi oleh responden dapat memberikan
tingkat keyakinan yang lebih besar mengenai informasi yang di konfirmasikan. Namun, konfirmasi yang
berisi ruangan kosong yang harus diisi oleh responden dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah
jawaban konfirmasi di terima oleh auditor karena yang diperlukan usaha tambahan dari pihak penerimaan
permintaan konfirmasi; sebagai akibatnya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak
prosedur alternatif.

Negatif : Bentuk konfirmasi negatif meminta penerima konfirmasi untuk memberikan jawaban hanya
jika ia tidak setuju dengan informasi yang disebutkan dalam permintaan konfirmasi. Permintaan
konfirmasi negatif dapat digunakan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang dapat di terima jika (a)
gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran adalah rendah,(b) terdapat sejumlah
besar saldo akun yang kecil,(c) auditor tidak yakin bahwa penerima permintaan konfirmasi akan
mempertimbangkan tersebut. Sebagai contoh, dalam peerikasaan terhadap rekening giro dalam suatu
lembaga keuangan, auditor sebaiknya menyertakan permintaan konfirmasi negative pada rekening Koran
regular (regular bank statement) yang dikirimkan oleh lembaga keuangan tersebut kepada nasabahnya,
jika kombinasi risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran pada tingkat yang rendah dan auditor tidak
mempunya alas an untuk meyakinkan dirinya bahwa penerimaan konfirmasi tidak akan
mempertimbangkan permintaan konfirmasi tersebut. Auditor harus mempertimbangkan untuk

melaksanakan prosedur substantive lain untuk melengkapi penggunaan konfirmasi negatif. Permintaan
konfirmasi negatif dapat menghasilkan jawaban yang menunukan adanya salah saji, dan kemungkinan
besar akan terjadi demikian jika auditor mengirim permintaan konfirmasi negative dalam jumlah yang
banyak dan tersebar secara luas. Auditor harus menyelidiki informasi relevan yang dihasilkan dari
konfirmasi negatiif yang diterima oleh auditor untuk menentukan kemungkinan dampak informasi
tersebut terhadap auditnya. Jika penyelidikan auditor terhadap jawaban permintaan konfirmasi negatif
menunjukkan suatu pola salah saji, auditor harus mempertimbangkan gabungan tingkat risiko bawaan dan
risiko pengendalian taksiran dan mempertimbangkan dampaknya terhadap prosedur audit yang telah
direncanakan. Meskipun konfirmasi negative yang dikembalikan dapat memerikan bukti mengenai asersi
laporan keuangan, konfirmasi negative yang tidak kembali jarang memberikan bukti signifikan tentang
asersi laporan keuangan selain aspek tertentu aserse keberadaan. Sebagai contoh, konfirmasi negatif dapat
memberikan beberapa bukti mengenai keberadaan pihak ketiga jika konfirmasi negatif tersebut tidak
kembali dengan suatu petunjuk bahwa alamat yang dikirimi konfirmasi tidak di ketahui. Namun,
konfirmasi negative yang tidak kembali tidak memberikan bukti yang eksplisit bahwa pihak ketiga yang
di tuju menerima permintaan konfirmasi dan memvertifikasi kebenaran informasi yang dicantumkan
dalam konfirmasi negatif tersebut

Anda mungkin juga menyukai