Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK PENGAUDITAN I (B)

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN UU NO.5 TAHUN 2011 DAN PP


NO. 20 TAHUN 2015

Dosen Pengampu : Suyanto, S.E., M.B.A., Ph.D

Oleh kelompok 5 :
Elisabeth Tabernakel (19/438681/EK/22214)
Damar Samala Jiwangga (19/444735/EK/22553)
Feliana Alivi (19/441364/EK/22382)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2021
A. PENDAHULUAN

Dalam dunia bisnis dan keuangan, transparansi dan akuntabilitas menjadi hal utama untuk
mewujudkan perekonomian yang stabil dan efisien. Transparansi dan akuntabilitas perusahaan
salah satunya dapat dicapai dengan proses auditing. Auditing sendiri merupakan pengumpulan
dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian
antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan (Arens et.al, 2016 : 4). Proses pengauditan ini
terutama sangat krusial untuk dilakukan oleh perusahaan publik atau perusahaan-perusahaan
yang melibatkan dana masyarakat atau investor dalam kegiatan operasinya​. ​Contohnya adalah
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di dalam bursa efek. Seperti yang telah diketahui, di bursa
efek/pasar modal, penjual dan pembeli efek tidak bertemu secara langsung. Namun, pembeli efek
atau investor tetap memiliki ​trust ​terhadap perusahaan dan transaksi tetap berjalan dengan lancar
bahkan dengan nominal transaksi yang sangat besar.

Salah satu pihak yang sangat berperan untuk menjaga ​trust d​ ari perusahaan-perusahaan yang
sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah akuntan publik. Tugas akuntan publik
adalah ​memeriksa dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan yang
merupakah pegangan utama bagi investor untuk menilai kondisi perusahaan. Salah satu syarat
perusahaan dapat melakukan transaksi di BEI adalah laporan keuangannya sudah diaudit dan
ditandatangani oleh akuntan publik. Karena itu, salah satu fungsi audit dalam hal ini adalah
sebagai ​assurance, y​ aitu seperti jaminan bahwa laporan keuangan sudah disajikan dengan baik
dan benar sesuai kondisi perusahaan yang sebenarnya. Perlu diingat bahwa auditor yang dapat
menandatangani laporan keuangan ​listed company h​ anyalah yang berstatus Akuntan Publik (AP)
independen dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki izin untuk memberikan jasanya.

Namun tidak hanya perusahaan ​listed ​saja, organisasi-organisasi publik, perusahaan


perseroan yang menghimpun atau mengelola dana dari masyarakat, serta jenis perseroan lain
yang diatur dalam UU No.40 tahun 2017 Pasal 68 ayat 1 juga harus melalui proses pengauditan.
Bahkan, perusahaan-perusahaan selain yang telah disebutkan sebelumnya juga sangat dianjurkan
untuk melakukan proses pengauditan oleh akuntan publik independen agar laporan keuangan
lebih dipercaya kewajarannya oleh pihak yang berkepentingan.
Dalam praktiknya, proses penyediaan jasa oleh akuntan publik adalah hal yang cukup
kompleks. Jasa yang mereka sediakan menyangkut pengguna informasi laporan keuangan dan
juga keberlangsungan perusahaan klien. Karena itu, selain kode etik yang harus dipegang teguh,
terdapat banyak persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh seorang AP dan KAP dalam
menjalankan praktik pemberian jasa. Profesi akuntan publik dan praktik yang diberikan diatur
dalam ​UU No.5 tahun 2011 DAN PP No. 20 tahun 2015. Tentu saja untuk mengoptimalkan
penerapannya, pelanggaran akan kedua peraturan ini akan dikenakan sanksi, baik sanksi
administratif, pidana, maupun perdata. Pada makalah dan presentasi sebelumnya, telah dibahas
mengenai kode etik serta syarat-syarat menjadi akuntan publik menurut kedua peraturan ini.
Pada makalah ini, kelompok 5 akan membahas mengenai sanksi-sanksi pelanggaran yang dapat
dikenakan kepada AP dan KAP sesuai dengan UU No.5 tahun 2011 DAN PP No. 20 tahun 2015.

B. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011

Undang-Undang No 5 Tahun 2011 merupakan undang-undang yang mengatur hak


eksklusif yang dimiliki oleh Akuntan Publik, yaitu jasa asurans yang hanya dapat dilakukan oleh
Akuntan Publik. Undang-undang ini juga mengatur perihal sanksi, tuntutan pidana, dan gugatan
kepada Akuntan Publik dalam rangka perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi Akuntan
Publik. Selain mengatur Akuntan Publik, undang-undang ini juga mengatur Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang menjadi wadah Akuntan Publik dalam memberikan jasanya. Pengaturan
tersebut meliputi perizinan dan bentuk usaha.

Salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan dengan adanya
Undang-Undang No 5 Tahun 2011 adalah adanya sanksi bagi yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan dan ketentuan yang telah tertuang dalam undang-undang ini. Melalui bagian
12 dan 13 pada undang-undang ini dituangkan perihal pelanggaran ketentuan administratif,
bentuk sanksi administratif, dan ketentuan pidana kepada akuntan publik dan Kantor Akuntan
Publik (KAP). Pelanggaran ketentuan administratif diatur dalam pasal 53 dengan rincian
pelanggaran sebagai berikut :

1. Pelanggaran atas pasal 4 mengenai pembatasan pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik
atas Informasi keuangan historis suatu klien
2. Pelanggaran atas pasal 8 ayat 4 mengenai perpanjangan izin Akuntan Publik
3. Pelanggaran atas pasal 9 ayat 4 mengenai masa penghentian pemberian jasa asurans
untuk sementara waktu
4. Pelanggaran atas pasal 13 mengenai pendirian dan pengelolaan Kantor Akuntan Publik
(KAP)
5. Pelanggaran atas pasal 17 mengenai tenaga kerja profesional asing dalam Kantor
Akuntan Publik (KAP) dan komposisi maksimal tenaga kerja asing
6. Pelanggaran atas pasal 19 mengenai ketentuan pendirian cabang Kantor Akuntan Publik
(KAP)
7. Pelanggaran atas pasal 25 mengenai kewajiban Akuntan Publik
8. Pelanggaran atas pasal 27 mengenai kewajiban Kantor Akuntan Publik (KAP)
9. Pelanggaran atas pasal 28 ayat 1 mengenai independensi dan benturan kepentingan oleh
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP)
10. Pelanggaran atas pasal 29 ayat 1 mengenai kerahasiaan informasi klien Akuntan Publik
dan/atau Kantor Akuntan Publik (KAP)
11. Pelanggaran atas pasal 30 ayat 1 mengenai larangan Akuntan Publik
12. Pelanggaran atas pasal 31 mengenai larangan Kantor Akuntan Publik (KAP)
13. Pelanggaran atas pasal 32 mengenai penggunaan nama Kantor Akuntan Publik (KAP)
14. Pelanggaran atas pasal 34 ayat 3 dan 4 mengenai larangan pencantuman nama OAI lebih
dari 1 orang oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan ketentuan pencantuman nama OAI
15. Pelanggaran atas pasal 35 ayat 5 dan 6 mengenai pencantuman nama oleh Kantor
Akuntan Publik atas KAPA atau OAA
16. Pelanggaran atas pasal 51 ayat 4 dan 5 mengenai pengawasan terhadap Akuntan Publik,
Kantor Akuntan Publik (KAP) dan/atau cabang KAP

Bentuk sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan administratif diatur dalam pasal
53 ayat 3 dengan rincian sanksi sebagai berikut :

A. Rekomendasi untuk melaksanakan kebijakan tertentu


B. Peringatan tertulis
C. Pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu
D. Pembatasan pemberian jasa tertentu
E. Pembekuan izin
F. Pencabutan izin dan/atau
G. Denda

Dalam pasal 53 ayat 4 juga diterangkan jika bentuk sanksi administratif berupa denda
dapat diberikan secara tersendiri atau bersamaan dengan pengenaan bentuk sanksi administratif
lainnya.

Sanksi perdata berupa pencabutan izin Kantor Akuntan Publik (KAP) tertuang pada pasal
21 yang menjelaskan jika KAP dapat dikenai sanksi pencabutan jika izin Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang bersifat perorangan dicabut, izin seluruh rekan Akuntan Publik pada Kantor
Akuntan Publik (KAP) dicabut, dan terdapat dokumen palsu atau yang dipalsukan atau
pernyataan yang tidak benar yang diberikan pada saat mengajukan permohonan izin usaha
Kantor Akuntan Publik (KAP). Selain itu pencabutan izin atas Kantor Akuntan Publik (KAP)
juga dapat dilakukan atas dasar permohonan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) bersangkutan.
Sementara itu jika merujuk kepada peraturan menteri keuangan nomor 154/PMK.01/2017 sanksi
perdata berupa pencabutan izin kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) dikenakan ketika terjadi
pelanggaran sangat berat. Kategori pelanggaran sangat berat meliputi pelanggaran dalam
menerbitkan laporan pemberian jasa asurans namun tidak melaksanakan prosedur atau tidak
membuat kertas kerja sebagai dasar dalam laporan pemberian jasa asurans. Selain itu suatu
pelanggaran juga dapat dikategorikan sebagai suatu pelanggaran berat jika pelanggaran yang
dilakukan berpotensi berpengaruh signifikan terhadap laporan pemberian jasa atau output atas
hasil jasa yang diberikan.

UU No 5 Tahun 2011 juga memberikan ketentuan pidana kepada Akuntan publik seperti
yang tertuang pada bagian 13 pasal 55. Akuntan publik yang melakukan manipulasi, membantu
melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan
dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun penjara dan pidana denda paling banyak
Rp300.000.000,00. Pidana serupa juga diberikan jika akuntan atau Kantor Akuntan Publik
(KAP) dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan dan/atau menghilangkan data atau
catatan pada kertas kerja atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pemeriksaan oleh pihak berwenang.
Setiap orang yang melakukan pemalsuan dokumen atau penyertaan dokumen palsu untuk
melakukan perpanjangan izin akuntan publik juga dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun
penjara dan pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00. Sedangkan untuk orang yang bukan
seorang akuntan publik akan tetapi menjalankan profesi dan bertindak seolah-olah sebagai
akuntan publik dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun penjara dan pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00. Sementara itu jika pelanggaran berupa dokumen palsu atau yang
dipalsukan dan pelanggaran akuntan publik palsu dilakukan oleh korporasi, pidana yang
dikenakan menjadi pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 atau jika korporasi tidak dapat membayar denda maka pihak yang
bertanggung jawab dikenai pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.

C. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2015

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik merupakan
peraturan pelaksanaan atau lanjutan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 yang mengatur
tentang Akuntan Publik. Salah satu ketentuan di dalam UU 5/2011 yang diatur lebih lanjut dalam
PP 20/2015 yaitu mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran dendanya. Di
dalam Pasal 53 UU 5/2011 telah disebutkan mengenai bentuk sanksi administratif atas
pelanggaran ketentuan administratif, yaitu rekomendasi untuk melaksanakan kebijakan tertentu,
peringatan tertulis, pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, pembatasan
pemberian jasa tertentu, pembekuan izin, pencabutan izin, dan/atau denda. Peraturan lebih lanjut
mengenai pembagian dan tata cara pengenaan sanksi administratif tersebut diatur dalam Bagian
Kedua PP 20/2015 Pasal 17, yaitu sebagai berikut:

1. Sanksi berupa rekomendasi untuk melakukan kewajiban tertentu untuk pelanggaran atas:
- UU Pasal 13: berkaitan tentang pendirian dan pengelolaan Kantor Akuntan Publik (KAP)
- UU Pasal 19: berkaitan tentang pendirian cabang kantor Akuntan Publik
- UU Pasal 25 ayat (1): d. Akuntan Publik wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri
paling lambat 30 hari sejak menjadi rekap pada KAP, mengundurkan diri dari KAP, atau
merangkap jabatan yang tidak dilarang dalam UU
- UU Pasal 30 ayat (1): f. Akuntan Publik dilarang memberikan jasa selain jasa audit, jasa
reviu, dan jasa asurans lainnya melalui KAP
- UU Pasal 32: KAP usaha perseorangan harus menggunakan nama dari Akuntan Publik
yang mendirikan dan mengelola
- UU Pasal 34 ayat (3): KAP dilarang mencantumkan lebih dari 1 nama OAI
- UU Pasal 34 ayat (4): ketentuan lain mengenai pencantuman nama OAI diatur dalam
peraturan Menteri
- PP Pasal 6 ayat (1): Akuntan Publik wajib menjaga kompetensi mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan dalam jumlah satuan kredit tertentu
- PP Pasal 6 ayat (2): Akuntan Publik wajib menyampaikan laporan realisasi Pendidikan
Profesional Berkelanjutan tahunan kepada Menteri paling lama pada akhir bulan Januari
tahun berikutnya​.

2. Sanksi berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu atau peringatan


tertulis untuk pelanggaran atas:
- UU Pasal 13 ayat (4): jumlah Rekan yang berkewarganegaraan asing pada KAP, paling
banyak ⅕ dari seluruh Rekan pada KAP
- UU Pasal 17: tenaga kerja profesional asing di KAP paling banyak 1/10 dari keseluruhan
tenaga kerja profesional
- UU Pasal 25 ayat (1): e. Akuntan Publik wajib menjaga kompetensi melalui pelatihan
profesional berkelanjutan
- UU Pasal 27: berkaitan tentang kewajiban KAP atau cabang KAP
- UU Pasal 30 ayat (1): a. Akuntan Publik dilarang memiliki atau menjadi Rekan pada
lebih dari 1 KAP
- UU Pasal 31: berkaitan tentang larangan Akuntan Publik dan KAP
- UU Pasal 35 ayat (5): Pencantuman nama oleh KAP hanya dapat dilakukan dengan 1
nama KAPA atau OAA
- UU Pasal 35 ayat (6): KAP atau OAA yang namanya sudah dicantumkan oleh KAP tidak
dapat digunakan lagi oleh KAP lain

3. Sanksi berupa peringatan tertulis atau pembekuan izin untuk pelanggaran atas:
- UU Pasal 9 ayat (4): Akuntan Publik tidak dapat memberikan jasa asurans ketika dalam
masa penghentian
- UU Pasal 25 ayat (1): a. Akuntan Publik wajib berhimpun dalam Asosiasi Profesi
Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Menteri.
- UU Pasal 25 ayat (1): b. Akuntan Publik wajib berdomisili di wilayah NKRI dan
pemimpin KAP atau cabang KAP wajib berdomisili sesuai dengan domisili KAP/cabang
KAP
- UU Pasal 25 ayat (1): c. Akuntan Publik wajib mendirikan atau menjadi Rekan pada
KAP dalam jangka waktu 180 hari sejak izin Akuntan Publik yang bersangkutan
diterbitkan atau sejak mengundurkan diri dari suatu KAP
- UU Pasal 25 ayat (1): f. Akuntan Publik wajib berperilaku baik, jujur, bertanggung
jawab, dan mempunyai integritas yang tinggi
- UU Pasal 25 ayat (2): a. Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib melalui KAP
- UU Pasal 28 ayat (1): Akuntan Publik dan KAP wajib menjaga independensi serta bebas
dari benturan kepentingan
- UU Pasal 29 ayat (1): Akuntan Publik wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh dari klien
- UU Pasal 30 ayat (1): b. Akuntan Publik dilarang merangkap sebagai pejabat negara;
pemimpin atau pegawai pada lembaga pemerintahan/negara; atau jabatan lain yang
mengakibatkan benturan kepentingan
- UU Pasal 30 ayat (1): c. Akuntan Publik dilarang memberikan jenis jasa pada periode
yang sama yang telah dilaksanakan oleh Akuntan Publik lain
- UU Pasal 30 ayat (1): e. Akuntan Publik dilarang memberikan jasa melalui KAP yang
sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin
- UU Pasal 30 ayat (1): h. Akuntan Publik dilarang menerima imbalan jasa bersyarat
- UU Pasal 30 ayat (1): i. Akuntan Publik dilarang menerima atau memberikan komisi
- UU Pasal 51 ayat (4): Akuntan Publik, KAP, cabang KAP dilarang menolak atau
menghindari pemeriksaan dan menghambat kelancaran pemeriksaan
- UU Pasal 51 ayat (5): Akuntan Publik, KAP, cabang KAP yang diperiksa wajib
memperlihatkan dan meminjamkan dokumen 2 dan memberikan keterangan yang
diperlukan
- PP Pasal 11: Pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis terhadap suatu entitas
dibatasi paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut
- PP Pasal 15 ayat (3): KAP dilarang mencantumkan nama KAPA atau OAA
bersama-sama dengan nama KAP tanpa persetujuan Menteri.

4. Sanksi berupa pembekuan izin atau pencabutan izin untuk pelanggaran atas:
- UU Pasal 30 ayat (1): d. Akuntan Publik dilarang memberikan jasa dalam masa
pembekuan izin

5. Sanksi dapat berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, peringatan


tertulis, pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu, pembatasan
pemberian jasa tertentu, pembekuan izin, atau pencabutan izin untuk pelanggaran atas:
- UU Pasal 25 ayat (2): b. Akuntan Publik wajib mematuhi dan melaksanakan SPAP dan
kode etik profesi, serta peraturan perundang-undangan
- UU Pasal 25 ayat (2): c. Akuntan Publik wajib membuat kertas kerja dan bertanggung
jawab atas kertas kerja tersebut
- UU Pasal 30 ayat (1): g. Akuntan Publik dilarang melakukan tindakan yang
mengakibatkan kertas kerja dan/atau dokumen lain tidak dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya

6. Sanksi berupa denda untuk pelanggaran atas:


- UU Pasal 8 ayat (4): Akuntan Publik harus mengajukan permohonan perpanjangan izin
paling lambat 60 hari sebelum jangka waktu 5 tahun berakhir.
Nilai denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

- UU Pasal 27 ayat (3): a. KAP wajib menyampaikan secara lengkap dan benar paling
lambat pada setiap akhir bulan April kepada Menteri terkait laporan kegiatan usaha dan
laporan keuangan untuk tahun takwim sebelumnya.
Nilai denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per 1 (satu) hari kerja
keterlambatan dengan paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk
masing-masing laporan.

- PP Pasal 6 ayat (2): Akuntan Publik wajib menyampaikan laporan realisasi Pendidikan
Profesional Berkelanjutan tahunan kepada Menteri paling lama pada akhir bulan Januari
tahun berikutnya​.
Nilai denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per 1 (satu) hari kerja
keterlambatan dengan paling banyak sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

PP Nomor 20 Tahun 2015 juga menjelaskan mengenai ketentuan dan tahapan sanksi
administratif yang tercantum pada Pasal 19, yaitu sebagai berikut:

1) Sanksi administratif berupa rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu


dikenakan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
2) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang tidak melaksanakan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan
tertulis.
3) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dapat dikenakan untuk jangka waktu
paling lama 6 bulan untuk perbaikan.
4) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan.
5) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 24 (dua puluh empat) bulan
terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga)
kali, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atas pelanggaran berikutnya.
Yang dimaksud pelanggaran berikutnya adalah pelanggaran yang seharusnya dikenai
sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
6) Sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa kepada suatu jenis entitas tertentu
dikenakan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
7) Sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa tertentu dikenakan untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
8) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 24 (dua puluh empat) bulan
terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan pemberian jasa kepada
suatu jenis entitas tertentu dan/atau pembatasan pemberian jasa tertentu sebanyak 3 (tiga)
kali, dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atas pelanggaran berikutnya.
9) Sanksi administratif berupa pembekuan izin dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun.
10) Akuntan Publik, KAP, dan/atau Cabang KAP yang dalam 48 (empat puluh delapan)
bulan terakhir telah dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin sebanyak 3 (tiga)
kali, dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin atas pelanggaran berikutnya.

D. CONTOH PELANGGARAN TERHADAP UU NO.5 TAHUN 2011 DAN PP NO. 15


TAHUN 2015

1. PT Garuda Indonesia dan KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan

https://www.garuda-indonesia.com/

Salah satu kasus yang melibatkan KAP dan perusahaan ternama di Indonesia adalah
kasus laporan keuangan Garuda Indonesia. Kasus ini dimulai dari adanya kejanggalan laporan
keuangan PT Garuda Indonesia yang membukukan laba bersih senilai US$ 809 ribu pada tahun
2018, dimana jumlah ini berbanding terbalik dengan kondisi 2017 dimana PT Garuda Indonesia
mencatat kerugian sebesar US$216,58 juta. Bahkan, melihat, kejanggalan ini, komisaris Garuda
Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria menolak menandatangani laporan keuangan
periode 2018 yang telah diaudit oleh KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
tersebut.

Kejanggalan ini ternyata disebabkan oleh pencatatan transaksi kerja sama penyediaan
layanan konektivitas (wifi) dalam penerbangan dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata)
dalam pos pendapatan. Padahal belum ada kas yang masuk dari PT Mahata hingga akhir tahun
2018.

Dilansir dari website CNN Indonesia, PT Garuda Indonesia berpendapat bahwa apabila
transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 tidak dicatat dalam dalam pos pendapatan maka
akan berpengaruh sangat signifikan bagi laporan keuangan Garuda Indonesia. Namun,
sebenarnya justru karena signifikan itu lah pengakuan pendapatan ini menyesatkan. Jika nominal
dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya
masih mengalami kerugian sebesar US$244,96 juta. Selain itu, pencatatan tersebut membuat
beban pajak PPh dan PPN yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih tinggi. Padahal,
beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan
Mahata belum masuk ke kas perusahaan

Masih berdasarkan hasil wawancara CNN Indonesia degan Sekretaris Jenderal


Kemenkeu, Hadiyanto, menyatakan bahwa setidaknya terdapat tiga kelalaian Akuntan Publik
(AP) yang mengaudit PT Garuda Indonesia.

● AP belum menilai substansi transaksi untuk pengakuan pendapatan piutang dan


pendapatan yang melanggar Standar Audit (SA) 315.
● AP belum mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai perlakuan akuntansi sesuai
dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Tindakan ini melanggar SA 500 terkait
Bukti Audit.
● AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan
sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560 tentang Peristiwa
Kemudian.

Selain ketiga kelalaian di atas, Kemenkeu juga telah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), regulator terkait, dan Institut Akuntan Publik Indonesia bahwa KAP belum
menerapkan Sistem Pengendalian Mutu KAP secara optimal terkait konsultasi dengan pihak
eksternal.

Terkait dengan hal ini, Kementerian Keuangan menyatakan Akuntan Publik (AP) Kasner
Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
bersalah serta menjatuhkan sanksi kepada keduanya selaku auditor laporan keuangan PT.
Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan entitas anak tahun 2018.

Sanksi yang dijatuhkan adalah pembekuan izin selama 12 bulan (KMK


No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan
pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor
Independen (LAI). Sedangkan sanksi bagi KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
adalah sanksi administratif berupa peringatan tertulis untuk melakukan perbaikan terhadap
sistem pengendalian mutu KAP dan dilakukan review oleh BDO International Ltd (Surat
Peringatan nomor S 210/MK.1 PPK/2019 tanggal 26 Juni 2019). ​Dasar pengenaan sanksi yaitu
Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No
154/PMK.01/2017

2. PT SNP Finance dan KAP ​Satrio Bing, Eny & Rekan

https://inakoran.com/

Kasus selanjutnya melibatkan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) masih


terus bergulir dan salah satu KAP yang merupakan bagian dari Deloitte. Kasus SNP Finance ini
berawal dari gagal bayar bunga ​Medium Term Note (MTN) yang akhirnya menyeret KAP Satrio
Bing, Eny & Rekan (KAP BSE).

Menurut berita yang kami peroleh dari CNN Indonesia, awalnya Sebelumnya, SNP
Finance menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank, salah satu yang terbesar adalah dari
PT Bank Mandiri. Namun, kondisi keuangan SNP Finance mengalami penurunan yang cukup
signifikan hingga akhirnya memutuskan untuk menerbitkan ​Medium Term Notes (​ MTN) untuk
mengatasi kredit macetnya. MTN ini diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan
yang diaudit oleh KAP BSE Namun, hasil audit Deloitte ternyata berbeda dengan kondisi yang
dilaporkan oleh kreditur SNP Finance.

Terkait hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengirimkan pengaduan kepada
Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) adanya pelanggaran prosedur audit oleh KAP. Karena itu,
(PPPK) melakukan analisis pokok permasalahan dan menyimpulkan bahwa terdapat indikasi
pelanggaran terhadap standar profesi dalam audit yang dilakukan oleh kedua akuntan publik (AP
Marlinna dan AP Merliyana Syamsul yang merupakan perwakilan dari KAP BSE) belum
sepenuhnya mematuhi Standar Audit-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan
general audit atas laporan keuangan PT SNP Finance tahun 2012-2016.

Sesuai artikel yang kami dapat dari website PPPK Kementerian Keuangan, hal-hal yang
belum terpenuhi oleh AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul adalah :

● Pemahaman pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal
piutang pembiayaan, pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas akun Piutang
Pembiayaan Konsumen
● Meyakini kewajaran asersi keterjadian dan asersi pisah batas akun Pendapatan
Pembiayaan
● Pelaksanaan prosedur yang memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta
respons atas risiko kecurangan
● Skeptisisme profesional dalam perencanaan dan pelaksanaan audit

Di samping itu, sistem pengendalian mutu KAP BSE masih memerlukan perbaikan karena
karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas ancaman kedekatan (ancaman
independensi) berupa keterkaitan yang cukup lama antara AP dengan klien yang sama untuk
suatu periode yang cukup lama.

Menurut analisis yang dilakukan, berdasarkan Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1)
UU Nomor 5 tahun 2011, Kementerian Keuangan menetapkan sanksi administratif sebagaimana
tercantum dalam Pasal 53 UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No
154/PMK.01/2017 berupa pembatasan pemberian jasa audit terhadap entitas jasa keuangan
selama dua belas bulan yang mulai berlaku tanggal 16 September 2018 sampai dengan 15
September 2019 kepada AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul. Sedangkan sanksi yang
diberikan kepada KAP BSE adalah rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam
sistem pengendalian mutu KAP terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior
sebagaimana disebutkan di atas. KAP juga diwajibkan mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur dimaksud dan melaporkan pelaksanaannya paling lambat 2 Februari 2019.

E. KESIMPULAN

Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) memegang peranan penting
dalam menciptakan iklim bisnis yang sehat. Jasa audit (jasa ​assurance tertinggi) yang mereka
sediakan, mengevaluasi bukti untuk menilai apakah informasi yang disediakan manajemen
sesuai dengan kriteria yang ada atau tidak. Karena itu sangat penting bagi seorang AP dan juga
auditor untuk memiliki kompetensi dan independensi. Dalam praktiknya, jasa-jasa yang
diberikan oleh AP dan KAP ini cukup kompleks dan melibatkan banyak phak serta kepentingan.
Karena itu banyak peraturan dan persyaratan yang harus dipatuhi baik oleh AP maupun KAP
dalam memberikan jasanya. Peraturan-peraturan ini diantaranya UU No.5 tahun 2011 dan PP
No.20 tahun 2015.

Sebagaimana peraturan perundangan-undangan dan peraturan pemerintah lainnya,


pelanggaran terhadap kedua peraturan ini juga dapat mendatangkan sanksi bagi pelakunya.
Sanksi-sanksi tersebut dapat berupa sanksi administratif (misalnya membuat rekomendasi,
pembatasan pemberian jasa, pembekuan izin, dst), sanksi pidana (kurungan penjara dan denda),
dan sanksi perdata (misalnya pembekuan izin atau sanksi lain terkait kasus privat/wanpretasi
yang diselesaikan melalui pengadilan) tergantung dengan pelanggaran apa yang dilakukan oleh
AP atau KAP. Implementasi dari sanksi-sanksi ini dapat dilihat melalui kasus-kasus yang terjadi
contohnya kasus yang menimpa KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan dan KAP
Satrio Bing, Eny & Rekan di atas. Karena itu, seluruh AP dan KAP harus memperhatikan
dengan baik setiap pasal per pasal yang ada karena setiap kelalaian akan ditindak tegas baik oleh
Kementerian Keuangan, P2PK, ataupun OJK apabila terbukti.
Namun, peraturan dan sanksi yang telah disusun sedemikian rupa tidak akan berjalan
efektif apabila masih ada pihak yang tidak terlibat. Baik perusahaan sebagai klien, AP, KAP,
pengawas, maupun penegak hukum harus bersinergi untuk menerapkan UU terkait Akuntan
Publik, PP tentang Praktik Akuntan Publik, dan juga kode etik AP yang telah dibahas
sebelumnya ini untuk meningkatkan nilai informasi perusahaan bagi para penggunanya dan juga
untuk menciptakan industri pelayanan jasa akuntansi yang akuntabel dan bertanggung jawab.
REFERENSI

Arens, Alvin A., Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2016. ​Auditing and Assurance Services:
An Integrated Approach. ​Edisi Keenambelas. Pearson Education, Inc.

CNN Indonesia. 2019. “Kronologi Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia.” ​CNN
Indonesia,​ 30 April. Diakses pada 06 Maret 2021.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190430174733-92-390927/kronologi-kisruh-la
poran-keuangan-garuda-indonesia

CNN Indonesia. 2019. “Kemenkeu Beberkan Tiga Kelalaian Auditor Garuda Indonesia.” ​CNN
Indonesia, 2​ 8 Juni. Diakses pada 07 Maret 2021.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190628124946-92-407304/kemenkeu-beberkan
-tiga-kelalaian-auditor-garuda-indonesia

CNN Indonesia. 2018. “Sri Mulyani Buka Suara Soal Kasus SNP Finance.” ​CNN Indonesia, ​27
September. Diakses pada 07 Maret 2021.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180927181718-78-333797/sri-mulyani-buka-su
ara-soal-kasus-snp-finance

Garuda Indonesia ​https://www.garuda-indonesia.com/

Hamid, Rifqi. “Menteri Keuangan Menjatuhkan Sanksi Deloitte Indonesia atas Audit SNP
Finance.” ​PPPK Kemenkeu. ​ iakses
D pada 07 Maret 2021.
https://pppk.kemenkeu.go.id/in/post/menteri-keuangan-menjatuhkan-sanksi-deloitte-indon
esia-atas-audit-snp-finance

Kementrian Keuangan. 2019. “Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik PT Garuda Tbk
Dinyatakan Bersalah.” ​Kemenkeu, ​28 Juni. Diakses pada 06 Maret 2021.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/akuntan-publik-dan-kantor-akuntan-publik-pt
-garuda-tbk-dinyatakan-bersalah/

Kementrian Keuangan. 2019. “Ini Putusan Kasus Laporan Keuangan Tahunan PT Garuda
Indonesia 2018.” ​Kemenkeu, ​28 Juni. Diakses pada 06 Maret 2021.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-putusan-kasus-laporan-keuangan-tahunan
-pt-garuda-indonesia-2018/

Anda mungkin juga menyukai