Anda di halaman 1dari 27

PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMAKAI JASA

AKUNTAN PUBLIK

LATARBELAKANG
Akuntan merupakan profesi yang dalam pelaksanaannya selalu didasarkan pada prinsip-
prinsip etika. Menurut Kell dalam Payamta (1984: 15) akuntan sebagai suatu profesi telah
memenuhi syarat-syarat berikut ini.
         Ijin kepada orang yang mempunyai kualifikasi untuk melaksanakan praktek profesional.
         Mengembangkan prinsip akuntansi berterima umum dan standar profesional untuk jasa
akuntansi dan auditing serta pengendalian kualitas.
         Pendidikan berkelanjutan terhadap prinsip-prinsip akuntansi dan standar profesional bagi
akuntan yang melakukan praktik.
         Pengujian kepatuhan kepada standar profesional secara periodik dan teratur
         investigasi terhadap temuan pelanggaran dari praktik yang tidak dapat diterima.
         Mempertahankan aturan yang sudah memadai.

UUD Repoblik Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik menjelaskan bahawa
Profesi Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans
dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu pertimbangan
penting dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, profesi Akuntan Publik memiliki
peranan yang besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta
meningkatkan transparansi dan
mutu informasi dalam bidang keuangan.
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun bagi makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagankan. Konsumen yang dimaksud dalam hal ini adalah para konsumen yang berkaitan
dengan profesi akuntan publik, baik itu pengguna jasa akuntan atau pebaca laporan keuangan itu
sendiri. UU perlindungan konsumen mengatur secara jelas tentang kebebasn konsumen untuk
memperoleh informasi yang jelas dari para penyedia jasa keuangan.
Dewasa ini persaingan para akuntan publik semakin ketat, terlebih setelah disahkannya UU
Akuntan publik No 5/ 2011 yang memberikan kebe

PERNYATAAN MASALAH
Adanya isu tentang liberalisasi proesi penyedia jasa di bidang keuangan, khususnya akuntan
memungkinkan akuntan asing untuk beroperasi di Indonesia, berkaitan dengan hal itu muncul
pula beberapa masalah yang akan di bahas dalam tulisan ini :
         Mampukah akuntan regional bersaing dengan akuntan internasional
         Dampak liberalisasi profesi akuntansi
         Kejelasan Regulasi yang mengatur tentang akuntan PUBLIK
         UU AP ketentuan pidana dan perlindungan terhadap jasa pengguna laporan keuangan

METODOLOGI
Dimensi waktu penelitian adalah cross sectioan yang berarti penelitian hanya dilakukan sekali
pada waktu tertentu. Metodologi yang dipakai dalam penyajian laporan ini adalah melalui data
sekunder, yaitu metodologi pengumpulan data dan informasi melalui studi kepustakaan,misalnya
koran, majalah, artikel dan buku.
Saya memakai metodologi data sekunder ini karena ada beberapa keuntungan diantaranya
adalah:
1.       Mempermudah dalam memperoleh data dan informasi secara cepat.
2.       Dapat menghemat biaya.
3.       Membutuhkan waktu yang relativ singkat.
Namun kami mengakui bahwa metodologi ini ada kemungkinan data serta informasi yang kami
peroleh tidak mencerminkankan kondisi yang sedang terjadi.

PEMBAHASAN
UU AP : Babak Baru Profesi Akuntan Publik di Indonesia
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan
dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara
tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga
tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur,
dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang
modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari
profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang
bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh
manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa
assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional
independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri
dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon
procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang
independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang
material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan
oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh
profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Profesi Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa
asurans dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu
pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, profesi Akuntan
Publik memiliki peranan yang besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat
dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan.
Akuntan Publik tersebut mempunyai peran terutama dalam peningkatan kualitas dan
kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini Akuntan
Publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini atas laporan keuangan
suatu entitas. Dengan demikian, tanggung jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau
pernyataan pendapatnya atas laporan atau informasi keuangan suatu entitas, sedangkan
penyajian laporan atau informasi keuangan tersebut merupakan tanggung jawab manajemen.
Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, dalam era globalisasi perdagangan
barang dan jasa, kebutuhan pengguna jasa Akuntan Publik akan semakin meningkat,
terutama kebutuhan atas kualitas informasi keuangan yang digunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, Akuntan Publik dituntut
untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme agar dapat memenuhi
kebutuhan pengguna jasa dan mengemban kepercayaan publik. Meskipun Akuntan Publik
berupaya untuk senantiasa memutakhirkan kompetensi dan meningkatkan profesionalisme agar
dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa, kemungkinan terjadinya kegagalan dalam
pemberian jasa Akuntan Publik akan tetap ada. Untuk melindungi kepentingan masyarakat
dan sekaligus melindungi profesi Akuntan Publik, diperlukan suatu undang-undang yang
mengatur profesi Akuntan Publik
Sidang paripurna DPR RI, selasa 5 april mengesahkan UU No 5/2011 tentang akuntan
publik, merupakan tonggak sejarah penting dalam perjalana profesi Akuntan Publik di Tanah
Air, yang telah cukup lama menantikan adanya payung hukum tertinggi untuk mengatur dan
melindungi profesi auditor swasta ini,
Beberapa hal penting yang diatur dalam UU Akuntan Publik ini antara lain adalah
mengenai perizinan, yang mengatur ketrlibatan keberlangsungan usaha profesi akuntan Publik,
yang meliputi
         Perizinan untuk menjadi Akuntan Publik
         Perizinan Akuntan Publik Asing, dan
         Perpanjangan Izin
         Penghentian pemberian jasa asuransi untuk sementara waktu, pengunduran diri dan tidak
berlakunya izin.
         Izin usaha Kantor Akuntan Publik
         Izin pendirian cabang kantor akuntan Publik
         Pencabutan dan tidak berlakunya izin usaha Kantor Akuntan Publik, dan
         Biaya perizinan
Dengan berlakunya UU No 5/2011 tentang akuntan publik di Indonesia ini memberikan
pengaruh postif bagi dunai akuntan kita tapi disatu sisi ada kekhawatiran akan persaingan yang
semakin sulit untuk mendapatkan konsumen dengan KAP asing.
Akuntan publik dan kantor akuntan publik asing yang beroperasi di Indonesia beralih
status menjadi ilegal. Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik mengharuskan adanya
perjanjian antarnegara sebagai syarat bagi akuntan asing beroperasi di wilayah Indonesia.
Akuntan publik asing dapat praktik di Indonesia setelah ada perjanjian saling pengakuan (mutual
recognition agreement/ MRA) antara Pemerintah RI dan dengan pemerintah negara asal akuntan
asing itu.
kecurangan dalam laporan keuangan dan perlindungan terhadap pemakai jasa akuntansi
Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut
tindakan yang disajikan berikut ini  :
1.                  Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang
menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2.                  Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau
informasi signifikan.
3.                  Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan  jumlah, klasifikasi,
cara penyajian atau pengungkapan.
Profesi akuntan publik (auditor independen)  memiliki tangggung jawab yang sangat besar dalam
mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik). Terdapat 3 (tiga)
tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu :
a.      Tanggung jawab moral (moral responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab moral untuk :
1.      Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak
yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2.      Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional
(due professional care).
b.      Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang
mewadahinya (rule professional conduct).

c.       Tanggung jawab hukum (legal responsibility).


Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung
jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur
tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. Pada  paragraf 2, standar tersebut
antara lain dinyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan
audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti
audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan
mutlak. Bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi,
baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan
keuangan. 
Dalam UUD yang baru semakin jelas diatur bagaimana meaknisme untuk menjadi Akuntan
publik, bagaiman akuntan publik menjaga kualitasnya, dan siapa yang mempunyai kewenangan
untuk mengawasi akuntan publik. Mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran profesi akuntan
publik, yang sebelumnya tidak ada aturan khusus, juga telah di atur dengan tegas alam UU yang
baru ini. Ketentuan pidana diatur dalam pasal 55, 56, dan 57, dimana pasal 55 dan 56 mengatur
ketentuan pidana bagi akuntan Publik, dan pasal 57 mengatur ketentuan pidana bagi non-akuntan
publik, diharapkan dengan adanya regulasi yang semakin ketat akan memberikan angin segar
bagi dunia akuntan tidak hanya bagi para akuntan itu sendari lebih jauh lagi memberikan rasa
aman dari para konsumen pengguna jasa-jasa akuntan publik
KESIMPULAN
Di era menjelang globalisasi, dimana para tenaga kerja asing bebas masuk ke dalam lingkungan
kerja nasional,maka persaingan dalam kerja akan semakin ketat.Hal ini tentu mengandung
sejumlah konsekuensi bagi negara yang mapan perekonomianya, situasi ini jelas
menguntungkan negaranya. Sedangkan bagi Negara yang belum mapan perekonomianya,
tanpa mempersiapkan diri sejak dini maka globalisasi akan menjadi ancaman yang sangat
merugikan negaranya.
Keadaan demikian juga berlaku pada sektor jasa dan salah satu di dalamnya adalah jasa
akuntansi.Sektor jasa akuntansi lebih mendapat prioritas karena memegang peranan sentral
dalam bisnis internasinonal. Dengan akan diberlakukanya AFTA 2002, negara akan lebih
mendapat tekanan yang besar untuk membuka pasar bagi pemasok jasa dan/atau jasa
akuntansi yang berasal dari Negara lain.
Meski tidak diketahui secara pasti, namun dampak yang timbul adalah bahwa profesi akuntan
di Indonesia nanti, memiliki sejumlah tantangan yang berat. Oleh karena itu, sudah saatnya kini
para pelaku di sektor ini perlu untuk segera aktif mempersiapkan diri agar mampu bertahan
dari serangan akuntan asing atau bahkan mampu bersaing di dalam pasar global.
Untuk dapat bersaing, akuntan Indonesia perlu menyiapkan dan meningkatkan kemampuan
agar sebanding dengan akuntan asing.Akuntan Indonesia harus memiliki kompetensi yang
cukup, juga harus menjunjung tinggi prinsip kode etik akuntan.
Pendidikan akuntansi dalam hal ini memegang peran yang sangat penting, terutama
hubunganya dalam menghasilkan lulusan yang kompenten dan berkualitas sebagai calon
akuntan.
Seorang akuntan professional harus mentaati peraturan kode etiknya dalam setiap perilakunya.
Karena hal tersebut dapat berpengaruh pada kualitas jasa yang mereka berikan. Sedangkan
kepercayaan masyarakat akan profesionaliosme seorang akuntanpublik sangat tergantung dari
kualitas jasa yang mereka berikan kepada masyarakat tersebut.
Selain perturan perundang-undangan, penguatan profesi harus menjadi perhatian utama. Apalagi
sejak tahun 2007 para pemimpin ASEAN telah mencanangkan tahun 2015 sebagai perwujudan
ASEAN Economic Comunity. Perioritas pertama profesi adalah memperisapkan kualifikasi
profesionalisme yang tingi dibutuhkan apabila mobilitas SDM telah diliberalisasikan
Landasan hukum profesi akuntan secara keseluruhan akan menjadi kerangka dasar
pengembangan profesi akuntan di masa depan untuk mewujudkan Akuntan Indonesia yang
mempunyai kualitas Internasional, sehinga siap bersaing di tingkat global.
PENUTUP
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan
dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik
akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari
Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973,
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi
akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam
kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang
menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu
auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah
akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang
menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional
Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen
Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik
dalam profesi akuntan publik.
Harapan masa depan dari profesi akuntan sektor publi kpemerintahan adalah
terwujudnya suatu akuntan sektor publik yang kompeten, profesional sehingga dapat
menyelesaikan problematika akuntansi serta dapat menjadikan akuntan cerdas yang
mengembangkan topik-topik mutakhir di Akuntansi menjadi kenyataan.
8 Respon untuk Undang Undang nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik

1. dawnzramadhan

9 Januari 2012 pada 1:21 pm

ANGGOTA KELOMPOK :
1. ANDAR WINARNO (11815)
2. FAJAR RAMADHAN A.C (12133)
3. KUKUH PRASETO (12171)
4. NANA SUPRIYATNO (12475)
5. AKHYAR ARAFAH (12328)
6. RYAN ADIARTA (11922)

Tanggapan kami mengenai UU no 5 tahun 2001 tentang akuntan publik…..


UU no 5 tahun 2011 tentang akuntan publik secara garis besar mendefinisikan tentang
peran seorang akuntan publik didalam lingkungan masyarakat yang terdiri dari tugas,
hak, kewajiban, tanggung jawab, sanksi dan lain sebagainya dari seorang akuntan publik
maupun KAP yang bertujuan untuk lebih mensosialisasikan kepada masyarakat akan
pentingnya penggunanaan jasa akuntan dalam prakteknya di lingkungan masyarakat.
Masyarakat mulai menuntut kredibilitas, integritas dan profesionalisme dari seorang
akuntan publik.
Tidak dapat dipungkiri begitu penting peran akuntan publik dalam memberikan informasi
yang tepat mengenai laporan keuangan suatu perusahaan. Seperti yang kita ketahui semua
bagaimana dampak dari kasus “Enron gate” yang terjadi di AS, terlihat bagaimana
sebuah opini yang dikeluarkan oleh akuntan publik ternyata mempunyai dampak yang
besar terhadap jalannya perekonomian. Kebangkrutan Enron tersebut menyebabkan
dibubarkannya KAP Arthur Andersen, yang berdiri sejak tahun 1913, yang pada akhirnya
berimbas pada puluhan ribu karyawannya yang kehilangan pekerjaan, Kesalahan yang
diduga disengaja oleh KAP Arthur Andersen, yang mengaudit Laporan Keuangan Enron
karna memberikan Opini Wajar, tidak menemukan atau bahkan dengan sengaja menutupi
kecurangan penipuan akuntansi yang dilakukan Enron.
Akuntan publik merupakan profesi yang muncul dari adanya tuntutan publik akan adanya
mekanisme komunikasi yang independen antara entitas ekonomi dengan para stakeholder
terutama yang berkitan dengan akuntabilitas dari suatu entitas yang bersangkutan.
Melihat dari salah satu contoh kasus seperti yang dijabarkan diatas, hendaknya adanya
peningkatan standar mutu dari profesionalisme seorang akuntan publik, seperti yang
dijabarkan pada pasal 1 UU akuntan publik pasal 2
“standar profesional akuntan publik, yang selanjutnya disingkat SPAP, adalah acuan yang
ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh akuntan publik dalam
pemberian jasanya”
Jelas sudah seperti yang dinyatakan diatas bahwa SPAP merupakan suatu acuan dalam
hal menetapkan standar mutu dari seorang akuntan publik, dengan adanya SPAP ini
akuntan publik dalam segala tindakannya harus didasari pada ketentuan yang ada
didalamnya sehingga dapat mengurangi segala bentuk fraud yang mungkin akan
dilakukan oleh mereka yang hanya melihat dari segi keuntungan yang akan mereka dapat
tanpa memikirkan dampak dari kesalahan yang mereka buat terhadap lingkungan
sosialnya.
Berbicara tentang masalah audit berupa jasa audit seperti yang telah dijelaskan di UU,
seorang akuntan publik menyediakan jasa berupa jasa asurans yang bertujuan
memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi
keuangan dan non keuangan berdasarkan suatu kriteria. Bukan rahasia lagi bahwa data
keuangan merupakan rahasia dapur bagi setiap perusahaan, klien tentu sangat
mengkhawatirkan laporan mereka “di intip” oleh lawannya. Oleh karena itu biasanya
perusahaan besar lebih memberikan kepercayaan audit dalam laporan keuangan mereka
menggunakan jasa audit KAP yang terkenal. Beberapa perusahaan besar lebih
menjatuhkan pilihannya pada KAP asing yang berpengalaman, karena mereka berpikir
bahwa KAP asing memiliki kedibilitas lebih daripada KAP lokal.
Selain itu didalam UU ini juga dijelaskan adanya pengawasan dari menteri keuangan
yang mana mencakup pemeriksaan terhadap kertas kerja dan permintaan keterangan
untuk memperoleh keyakinan atas kepatuhan dari seorang akuntan publik, KAP dan
cabang KAP terhadap UU dan SPAP. Sehingga menteri keuangan secara langsung
membawahi segala tindakan yang dilakukan oleh para akuntan publik yang dapat
meminimalisir risiko penyelewengan yang dilakukan.
Tetapi dilihat dari pasal 6a, yang menyatakan bahwa
“..Yang dapat mengikuti pendidikan profesi akuntan publik adalah seseorang yang
memiliki pendidikan minimal sarjana strata 1 (S-1), diploma IV (D-IV), atau yang
setara.” Dari penjelasan pasal 6a tersebut berarti untuk menjadi akuntan publik tidak
harus berasal dari sarjana akuntansi. Untuk menjadi akuntan publik lulusan jurusan
akuntansi harus bersaing dengan lulusan dari jurusan non akuntansi. Tentu hal ini akan
mengancam posisi para lulusan akuntansi, dimana mereka yang selama 4 tahun lebih
duduk dibangku kuliah, bergelut dengan dunia akuntansi yang kemudian dapat disamai
oleh mereka yang mungkin hanya menganggap akuntansi di ibaratkan sebagai angin
berlalu saja, toh mereka masih tetap saja bisa mengikuti pendidikan profesi akuntansi ini.
Seharusnya pemerintah dapat lebih mengkaji lagi mengenai isi pasal 6 ini sendiri, tetapi
mereka beralasan bahwa indonesia sangat memerlukan tenaga akuntan publik, menurut
survei yang dilakukan oleh IAPI, jumlah akuntan publik di indonesia hingga 31 maret
2011 baru 926 dari total jumlah penduduk yang mencapai 237 juta jiwa, masih kalah
dengan singapura yang hanya memiliki sekitar lima juta penduduk tetapi memiliki 15.120
orang akuntan publik. Selain itu adanya pertumbuhan jumlah akuntan yang tidak
signifikan atau stagnan, hal ini lah yang mendasari pemerintah untuk tidak membatasi
setiap orang untuk mengikuti pendidikan profesi akuntan publik
Beberapa ikatan akuntan juga masih merasa keberatan dengan isi dari UU ini, seperti
pada pasal 55A, 55B dan 56. Pasal – pasal ini menjelaskan mengenai sanksi yang
diterima oleh akuntan publik apabila melakukan pelanggaran. Dalam pasal ini
mengkaitkan soal etika dan admisitratif yang seharusnya masuk pada wilayah profesi
bukan pada ranah publik. Akuntan publik tidak mungkin secara langsung menjadi pelaku,
karena kemungkinannya menjadi pelaku pembantu yaitu yang membantu terjadinya
tindak pidana.
Dalam hal ini, IAPI beranggapan mereka bekerja berdasarkan kertas kerja, jadi tidak
mungkin mereka akan memalsukan data data mereka sendiri. Selain itu pasal 56 yang
menyatakan tentang sanksi yang terkait dengan pihak asosiasi, seandainya seorang
akuntan publik melakukan kesalahan, yang non pegawai pun akan terkena imbasnya.
Dengan adanya peraturan dan sanksi tersebut, dikhawatirkan akan menghambat
perkembangan profesi ini dan menyebabkan semakin berkurangnya minat dari
masyarakat untuk menggeluti profesi ini. Bukankah tujuan awal pemerintah adalah untuk
menghasilkan sebanyak-banyaknya akuntan publik, dengan diperbolehkannya mereka
yang bukan lulusan akuntansi mengikuti pendidikan profesi akuntan publik.
Selain itu dalam pasal 28 ayat 1, tentang Independensi akuntan publik, bahwa akuntan
publik diharuskan memegang teguh kemandirian dan independen dalam mengaudit
berbagai entitas yang ada.
Pasal 28 ayat 2, memerinci benturan-benturan yang akan terjadi terhadap profesi akuntan
publik, seperti kepentingan materi dan juga ikatan keluarga.
Beberapa landasan teori seperti yang telah dijelaskan diatas rasanya masih perlu ditelaah
dan dikaji ulang untuk dikaitkan dengan tanggung jawab seorang akuntan publik terhadap
kehidupan nyata dilingkungan sosial. Karena pada dasarnya profesi akuntan publik
sangat rawan terhadap resiko kecurangan-kecurangan.
Pro dan kontra ibarat sayur tanpa garam, selalu melekat pada setiap rancangan UU yang
dikeluarkan, tetapi munculnya UU no 5 tentang akuntan publik ini berusaha memberikan
jalan keluar dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam dunia profesi akuntan
publik walaupun mendapat beberapa kritikan keras dari kalangan akademisi terkait
pemberian gelar CPA yang ternyata setiap orang berhak mendapatkannya asal ia lulus di
ujian sertifikasi tanpa melihat dia lulusan jurusan apapun. Tetapi di lain pihak kita juga
harus mengakui bahwa negara ini memang membutuhkan pertumbuhan potensi pasar
audit demi terciptanya berbagai kantor akuntan publik di indonesia. Mudah-mudahan UU
ini dapat bermanfaat bagi negara kita, tanpa memandang sebelah mata segelintir orang-
rang yang ingin menyalahgunakan UU ini untuk kepentingan ekonomi mereka.

Masuk untuk membalas

2. anif g bastian (@anif_Gbastian)

10 Januari 2012 pada 7:44 am

Nama Anggota kelompok tugas audit 1:


Joko Siswanto (11480)
Moehamad Sukron (11462)
Erlandi (11458)
Achmad Chanif C (11493)
Ario Jiwo Anindito (11495)

Rangkuman Kajian UU Akuntan Publik (UU No. 5 Tahun 2011)


UU No. 5 Tahun 2011 adalah Undang Undang tentang Akuntan Publik yang di putuskan
DPR RI pada tangggal 5 April 2011 dan disahkan presiden tanggal 3 Mei 2011.Dan
Undang-undang tersebut mengatur tentang regulasi profesi, asosiasi profesi, perizinan,
hak dan kewajiban, tanggung jawab, sanksi, dan lain-lain.Dan Undang Undang tersebut
lebih lengkap membahas tentang akuntan publik lebih lengkap di bandingkan UU
sebelumnya yaitu UU No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar Akuntan.
Latar belakang munculnya UU ini adalah:
• Melindungi kepentingan publik;
• Mendukung perekonomian yang sehat, efisien dan transparan;
• Memelihara integritas profesi Akuntan Publik;
• Melindungi kepentingan profesi Akuntan Publik sesuai dengan standar dan kode etik
profesi.
• Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi publik, regulator dan profesi
Akuntan Publik;
• Menegaskan keberadaan jasa Akuntan Publik yang telah diakui dalam beberapa
peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:
1) UU No. 34 th. 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan, pasal 4;
2) UU No. 11 th. 1992 tentang Dana Pensiun, pasal 52 (1);
3) UU No. 1 th. 1995 tentang Perseroan Terbatas, pasal 59 (1);
4) UU No 8 th. 1995 tentang Pasar Modal, pasal 64 (1) dan pasal 66;
5) UU No. 10 th. 1998 tentang Perbankan, pasal 31A;
6) UU No. 23 th. 1999 tentang BI, penjelasan pasal 30 (1);
• Mengatur profesi Akuntan Publik dengan peraturan perundang-undangan setingkat
Undang-undang merupakan praktek lazim di negara lain.
• Adanya tuntutan masyarakat terhadap integritas dan profesionalisme Akuntan Publik;
• Adanya perkembangan lingkungan sosial, seperti teknologi dan liberalisasi perdagangan
jasa, yang mempengaruhi profesi Akuntan Publik.
Akan tetapi Undang undang ini mendapat kritikan keras dari kalangan akademisi
akuntansi terkait, pemberian gelar CPA yang ternyata dapat diberikan kepada siapa saja
yang lulus di ujian sertifikasi tanpa memandang dia lulusan jurusan apapun. Mungkin
pemerintah berfikir bahwa mahasiswa jurusan akuntansi tidak begitu berminat dengan
profesi ini sehingga mengeluarkan kebijakan tersebut,dan hal tersebut tidak
menguntungkan bagi sarjana lulusan akademi akuntansi.Akan tetapi UU tersebut juga
memiliki sisi positif yang sangat essential,yaitu melindungi AP local agar tidak
termonopoli oleh AP asing agar potensi pasar audit dapat terbagi rata dan dapat
menumbuhkan KAP baru di Indonesia.

Sumber dari:
http://www.ima-unhas.com/index.php/akuntansi/155-uu-akuntan-publik-uu-no5-tahun-
2011.html

NB:
Tugas ini juga kami kirimkan lewat e mail perwakilan kelompok kami:
ario_91@rocketmail.com yang kami kirim pada e mail bapak fa_iz2001@yahoo.com

Masuk untuk membalas


3. ayi•juwita sari (@juwitasayi)

11 Januari 2012 pada 3:17 pm

Nama Kelompok :

Ninda Kumala
Bintang Ratri
Juwita Sari
Diska
Laksmi Indrawati
Mahmudiyati Kurrota Ayun

Tanggapan kelompok kami mengenai UU no 5 tahun 2001,


Setelah di sahkannya UU no 5 Tahun 2001 ini banyak sekali pro dan kontra. Hal ini
dikarenakan banyak sekali terdapat pasal – pasal yang mematikan profesi akuntan publik
di Indonesia. Dimana di dalam undang – undang memuat pasal – pasal yang membuka
kesempatan masuknya akuntan asing yang akan dengan mudah menggali dan mengambil
data – data perekonomian dan rahasia negara sehingga berpotensi merugikan
perekonomian dan membahayakan keamanan negara.
Selain itu di dalamnya mengandung potensi yang menghambat peran akuntan publik
dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam upaya pemberantasan korupsi.
Mengapa? Karena UU ini cenderung memiliki kepentingan politis di dalamnya sebab
Menteri Keuangan dalam UU tersebut memiliki otoritas yang besar.
Selain itu, UU tersebut memiliki beberapa kejanggalan, seperti tidak dilibatkannya
perguruan tinggi penyelenggara pendidikan akuntansi dalam proses sosialisasi UU
tersebut. Seharusnya peraturan ini dilakukan oleh suatu lembaga independen yang
melibatkan seluruh pihak profesi Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI).
Namun dibalik pro dan kontra terhadap pengesahan UU, rasa syukur dan gembira juga
dirasakan oleh komponen bangsa Indonesia, karena profesi akuntan publik sebagai salah
satu elemen penting dalam sistem perekonomian negara telah mempunyai payung hukum
yang kuat dimana sebelumnya hanya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan sehingga
akan memberikan kepastian hukum yang baik bagi masyarakat pengguna jasa profesi
akuntan publik dan kalangan akuntan public.
Disamping itu di antara 62 pasal dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang
Akuntan Publik tersebut, ada penjelasan dari salah satu pasal yang sangat penting bagi
kita yang saat ini sedang menempuh pendidikan di jurusan akuntansi. Penjelasan pasal
yang dimaksud adalah penjelasan pasal 6 huruf a, yang berbunyi sebagai berikut : “…
Yang dapat mengikuti pendidikan profesi akuntan publik adalah seseorang yang memiliki
pendidikan minimal sarjana strata 1 (S-1), diploma IV (D-IV), atau yang setara.” Dari
penjelasan pasal 6 huruf a tersebut berarti untuk menjadi akuntan publik tidak harus
berasal dari sarjana akuntansi. Oleh karena itu peluang untuk menjadi Akuntan Publik di
Indonesia sangat terbuka lebar.
Terlepas dari maslah semua ini keadilan yang diinginkan masyarakat saat ini masih
dirasakan masih kurang. Disebabkan akhir-akhir ini banyak peristiwa di pemerintahan
maupun di akuntan public yang menyebabkan krisis kepercayaan di kalangan masyrakat
luas. Apalagi Undang-Undang Akuntan Publik yang baru disahkan masih kurang sosialisi
dan penerapannya. Terlihat sekali keadaan yang tidak ada apa-apanya disbanding dengan
Negara-negara tetangga yang lebih berkomitmen terhadap kepentingan masyarakat dan
pemerintah. Pengesahan UU AP diharapkan mampu membantu KAP kecil bersaing
dengan KAP asing karena mereka dapat bergabung di dalam organisasi audit Indonesia.
Pemerintah juga mengharapakan UU ini bisa mendukung kerja para KAP dalam
pengambilan keputusan ekonomi dan berpengaruh secara luas dalam era globalisasi yang
memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian. Sehingga pertumbuhan
ekonomi di Negara ini dapat lebih meningkat.
Sumber : berbagai bacaan di google

Masuk untuk membalas

4. andikapuspitasari

12 Januari 2012 pada 9:40 am

Kelompok 4
UU No 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik
Di tengah maraknya perkembangan dunia bisnis di Indonesia baru-baru ini, maka
Undang-Undang no 5 tentang akuntan public akan sangat membantu dalam menjaga
kepentingan masyarakat dan sekaligus melindungi profesi Akuntan Publik itu sendiri. UU
No.5 th 2011 tentang akuntan Publik sudah dijelaskan dengan jelas tentang semua hal
yang berkaitan dengan akuntan publik dan kantor akuntan publik.
Undang-undang ini menuntut akuntan public untuk menyajikan laporan keuangan secara
jujur dan transaparan sehingga akan mengurangi risiko kesalahan pengambilan keputusan
oleh perusahaan. Akuntan Publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk
memberikan opini atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian, tanggung
jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau pernyataan pendapatnya atas laporan atau
informasi keuangan suatu entitas. Melalui Undang-undang ini akuntan public
diharapakan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat dengan selalu menyajikan
laporan keuangan dengan jujur dan transaparan.

Undang-undang ini juga sebagai dasar untuk entitas pengguna jasa akuntan public untuk
menuntut akuntan yang dalam menjalankan tugasnya melanggar undang-undang atau
tidak sesuai dengan kode etik akuntan public yang telah diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian diharapkan akuntan public akan berkerja dengan profesional. Syarat-
syarat untuk menjadi akuntan public juga diatur dalam undang-undang ini sehingga pihak
yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak akan bisa menjadi akuntan public, diharapkan
hanya pihak yang berkompetenlah yang nantinya akan menjadi akuntan public. Hal ini
bertujuan agar nantinya entitas pengguna jasa akuntan public akan mendapatkan akuntan
public yang benar-benar telah lulus uji dan kompeten dibidangnya. Dan diharapkan
dengan Undang-Undang ini dapat mengurangi keberadaan akuntan public palsu yang ada
di Indonesia. Dengan adanya undang-undang no.5 th 2011 diharapkan juga para akuntan
public dapat bekerja lebih baik lagi dan tidak ada lagi kasus-kasus kecurangan atau
penipuan dalam suatu perusahaan. dan dapat menumbuhkan KAP baru di Indonesia yang
lebih baik lagi, dengan adanya sanksi-sanksi dan peraturan yang lebih dari undang-
undang no.5 tahun 2011.
Manfaat yang ditimbulkan dari UU No.5 tahun 2011 tentang akuntan publik :
• Kepastian hukum sekaligus perlindungan terhadap profesi Akuntan publik di Indonesia
sudah lebih terjamin.
• Baik entitas yang menggunakan jasa akuntan public dan akuntan public itu sendiri akan
mendapatkan penjelasan lebih mengenai apa saja hak dan kewajiban akuntan public.
• Adanya kerjasam yang kooperatif anatara akuntan dan entitas pengguna jasa akuntan
publik yang akan menghasilkan kerjasama yang saling memuaskan dari kedua pihak
karena telah dijelaskan hak dan kewajiban dari akuntan publik
• Dengan adanya undang-undang ini diharapkan akan membantu terciptanya
perekonomian nasional yang sehat dan transparan.

Tanya :
1) tentang pasal 27 ayat 2 di UU No.5 Akuntan Publik tersebut,disebutkan,”KAP yang
mempunyai rekan warga negara asing dan /atau memperkerjakan wagra negara asing
wajib menugaskan rekan dan /atau pegawai dimaksud untuk menyusun dan menjalankan
program pengembangan profesi akuntan publik dan / atau dunia pendidikan akuntansi
secara cuma-Cuma.
Yang dimasudkan pengembangan pendidikan akuntansi secara Cuma-Cuma itu
bagaimana?
2) Dalam larangan merangkap jabatan, akuntan publik hanya boleh sebagai pimpinan
atau pegawai dalam bidang pendidikan akuntan publik, apakah hanya untuk bidang
akuntansi nya saja?
3) Dalam Undang-undang ini hanya menjelaskan tentang akuntan publik dan kantor
akuntan publik,,lalu undang-undang mana yang dapat melindungi kita sebagai pemakai
jasa nya?
Trimaksih …:-)
KELOMPOK 4:
1. Hestia Mahardini (12175)
2. Fatwa Fatikha (12222)
3. Tutut Tria Pertiwi (12286)
4. Yosi Mayasari (12289)
5. Andika Puspita Sari (12424)

Masuk untuk membalas

5. wahyumurcahyati

12 Januari 2012 pada 1:04 pm


Nama Anggota Kelompok :
1. Wahyu Murcahyati (12070)
2. Sigma Presilia Erlianita (12071)
3. Widya Tama (12287)
4. Muhammad Syams Amrilmutho (12353)
5. Mubarrih (12406)
Secara garis besar pada UU tentang Akuntan publik tersebut,sudah cukup jelas
menjelaskan tentang jasa akuntan publik dan ketentuan hukumnya.
Pada pasal 1 tentang akuntan publik, juga dijelaskan tentang akuntan publik asing
(KAPA) dan juga organisasi audit asing (OAA) yang notabene merupakan jasa akuntan
publik yang diampu oleh asing. Ketentuan tentang kerjasama KAP dengan KAPA atau
OAA juga sudah jelas dujelaskan di pasal 35 berikut ketentuan dalam pembuatan
kesepakatan kerjasamanya.
Tentang definisi akuntan publik, Ketentuan jenis jasa juga sudah cukup jelas dijeaskan
pada pasal 3, berikut batas-batasannya yang dijelaskan di pasal 4. Umur masa berlaku
izin akuntan publik yang dijelaskan pada pasal 5 adalah 5 tahun yang diberikan langsung
oleh menteri, dengan ketentuan-ketentuan tertentu yang dijabarkan pada pasal 6 dan
untuk akuntan publik asing tertuang pada pasal. Namun umur izin jasa akuntan
publik/asing dapat diperpanjang dengan ketentuan yang tetuang pada pasal 8 dengan
perizinan darimenteri.
Penjelasan tentang kantor akuntan publik (KAP) dijelaskan pada pasal 12 yang pendirian
dan pengelolaan berikut rekan untuk non-akuntan publik dijelaskan pada pasal 13 dan 14,
dengan pembatasan atau syarat larangan yang tertera pada pasal 15, dan alasan
pembatalan status rekan non-akuntan publik yang tertera pada pasal 16 yang didalamnya
juga tertera hukuman pidana apabila ketentuan tersebut dilanggar.
Pada bab 5 dijelasakan tentang hak, kewajiban, dan larangan tentang akuntan publik. Hak
dan kewajiban akuntan publik dijelaskan pada pasal 24 dan 25, berikut hal-hal yang harus
dihindari untuk menjaga independensi yang dijelaskan pada pasal 28. Hal ini merupakan
hal yang tidak kalah penting dalam syarat pemberian jasa, dan alangkah baiknya dibentuk
suatu tim untuk mengawasi akuntan publik-akuntan publik di Indonesia, yang dapat
dibentuk dibawah OAI, akrena hal tersebut sangan riskan sekali dan sangant sulit
dideteksi kecuali oleh tim yang benar-benar berfokus dan indepeden.
Pada bab 7 dijelaskan tentang kerjasama kantor akuntan publik yang syarat pembentukan
yang tertaung pada akta pendirian tertuang pada pasal 33 sudah cukup jelas. Pada bagian
kedua dijelaskan tentang kerjasama antar Kantor Akuntan Publik dengan Kantor akuntan
publik asing atau orgaisasi audit publik,dimana bulir-bulir ketentuan yang harus tertuang
pada perjanjian kerjasamanya tertuang pada pasal 35. Dengan diiringi dengan keadaan-
keadaan yang memungkinkan menteri untuk mencabut perizinan yang terdapat pada pasal
36.
Dimulai pada bab 9, dituangkan tentang pembinaan dan pengawasan dengan pasal 49
tentang kewenangan menteri dan pasal 50 dan 51 yang menjelaskan detil tentang ayat-
ayat pembinaan dan pengawasan tersebut.
Sebagai alat pengawas dan pengikat untuk menaati peraturan-peraturan yang tertuang
pada UU tersebut, diciptakan BAB 12 tentang sanksi administratif dan ketentuan-
ketentuan pidana yang tertuang pada BAB 13. Namun,banyaknya denda yang disyaratkan
kepada pelanggar, masih kurang tepat. Sebaiknya, besaran denda ditentukan oleh besaran
nilai dari pelanggaran atau nilai dari kerugian yang diperbuat oleh pelanggar, mengingat
pelanggaran termasuk kejahatan korporasi yang besarannya bisa jadi sangat banyak
dibandingkan jumlah denda yang dijatuhkan.
Berkenaan dengan Pasal 55 dan 56 kami menilai tidak menghargai independensi profesi
akuntan yang seharusnya mengedepankan prinsip self regulatory system. Isi pasal-pasal
tsb : Pasal 55, “Akuntan Publik yang: a. melakukan manipulasi, membantu melakukan
manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; b. dengan sengaja melakukan
manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja
atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya
dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan pidanadenda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).”
Pasal 56, “Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun\ dan pidana denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
Keberadaan pasal-pasal tsb bertentangan dengan Pasal 28 ayat satu (1) dan dua (2) UUD
1945 yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan tekonologi, seni, budaya , demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia”.
Pasal-pasal tersebut bertentangan dengan pasal 28D ayat(1) UUD 1945 yang berbunyi “
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum” sehingga menurut mereka pasal 55
dan 56 UU no 5 tahun 2011 telah menciptakan ketidakpastian hukum.
Selain itu, kedua pasal itu melanggar pasal 28G ayat (1) UUD 1945. “Pasal itu
menciptakan rasa tidak aman atau ketakutan yang amat sangat, sehingga kami merasa
tidak bebas dalam menjalankan untuk berbuat atau tidak berbuat .
Pasal 55 dan 56 UU No. 5 Tahun 2011 ini dirasakan sangat diskriminatif, memposisikan
tidak setara dan cenderung merugikan akibat pengaturan yang berbeda dengan
pengaturan profesi lainnya.
Kehadiran kedua pasal tersebut mengganggu hak konstitusi. Salah satu pasal
menyebutkan,” dengan sengaja melakukan manipulasi , memalsukan dan atau
menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan sebagaia mana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat di
pergunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang
berwenang”.
Pertanyaan bunyi dari pasal ini, siapa yang mengetahui kertas kerja itu tidak dapat
digunakan? “Pasal ini memberikan ruang pada pihak yang dianggap memiliki hak untuk
memeriksa dan lain sebagainya untuk membuat keputusan sendiri. Kalau demikian
adanya, akuntan publik dalam posisi yang lemah, padahal seharusnya independen.
Kalimat “sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam pemeriksaan oleh
pihak yang berwenang” memberi celah bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab
untuk memidanakan akuntan publik. Dalam situasi ketidakjelasan tersebut, bisa jadi
akuntan publik dikenai sanksi pidana, sehingga dapat berdampak menimbulkan
ketidaktenangan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Masuk untuk membalas

6. Wahyu Lovaly

12 Januari 2012 pada 4:37 pm

Nama Anggota Kelompok :


1. Wahyu Murcahyati (12070)
2. Sigma Presilia Erlianita (12071)
3. Widya Tama (12287)
4. Muhammad Syams Amrilmutho (12353)
5. Mubarrih (12406)
Secara garis besar pada UU tentang Akuntan publik tersebut,sudah cukup jelas
menjelaskan tentang jasa akuntan publik dan ketentuan hukumnya.
Pada pasal 1 tentang akuntan publik, juga dijelaskan tentang akuntan publik asing
(KAPA) dan juga organisasi audit asing (OAA) yang notabene merupakan jasa akuntan
publik yang diampu oleh asing. Ketentuan tentang kerjasama KAP dengan KAPA atau
OAA juga sudah jelas dujelaskan di pasal 35 berikut ketentuan dalam pembuatan
kesepakatan kerjasamanya.
Tentang definisi akuntan publik, Ketentuan jenis jasa juga sudah cukup jelas dijeaskan
pada pasal 3, berikut batas-batasannya yang dijelaskan di pasal 4. Umur masa berlaku
izin akuntan publik yang dijelaskan pada pasal 5 adalah 5 tahun yang diberikan langsung
oleh menteri, dengan ketentuan-ketentuan tertentu yang dijabarkan pada pasal 6 dan
untuk akuntan publik asing tertuang pada pasal. Namun umur izin jasa akuntan
publik/asing dapat diperpanjang dengan ketentuan yang tetuang pada pasal 8 dengan
perizinan darimenteri.
Penjelasan tentang kantor akuntan publik (KAP) dijelaskan pada pasal 12 yang pendirian
dan pengelolaan berikut rekan untuk non-akuntan publik dijelaskan pada pasal 13 dan 14,
dengan pembatasan atau syarat larangan yang tertera pada pasal 15, dan alasan
pembatalan status rekan non-akuntan publik yang tertera pada pasal 16 yang didalamnya
juga tertera hukuman pidana apabila ketentuan tersebut dilanggar.
Pada bab 5 dijelasakan tentang hak, kewajiban, dan larangan tentang akuntan publik. Hak
dan kewajiban akuntan publik dijelaskan pada pasal 24 dan 25, berikut hal-hal yang harus
dihindari untuk menjaga independensi yang dijelaskan pada pasal 28. Hal ini merupakan
hal yang tidak kalah penting dalam syarat pemberian jasa, dan alangkah baiknya dibentuk
suatu tim untuk mengawasi akuntan publik-akuntan publik di Indonesia, yang dapat
dibentuk dibawah OAI, akrena hal tersebut sangan riskan sekali dan sangant sulit
dideteksi kecuali oleh tim yang benar-benar berfokus dan indepeden.
Pada bab 7 dijelaskan tentang kerjasama kantor akuntan publik yang syarat pembentukan
yang tertaung pada akta pendirian tertuang pada pasal 33 sudah cukup jelas. Pada bagian
kedua dijelaskan tentang kerjasama antar Kantor Akuntan Publik dengan Kantor akuntan
publik asing atau orgaisasi audit publik,dimana bulir-bulir ketentuan yang harus tertuang
pada perjanjian kerjasamanya tertuang pada pasal 35. Dengan diiringi dengan keadaan-
keadaan yang memungkinkan menteri untuk mencabut perizinan yang terdapat pada pasal
36.
Dimulai pada bab 9, dituangkan tentang pembinaan dan pengawasan dengan pasal 49
tentang kewenangan menteri dan pasal 50 dan 51 yang menjelaskan detil tentang ayat-
ayat pembinaan dan pengawasan tersebut.
Sebagai alat pengawas dan pengikat untuk menaati peraturan-peraturan yang tertuang
pada UU tersebut, diciptakan BAB 12 tentang sanksi administratif dan ketentuan-
ketentuan pidana yang tertuang pada BAB 13. Namun,banyaknya denda yang disyaratkan
kepada pelanggar, masih kurang tepat. Sebaiknya, besaran denda ditentukan oleh besaran
nilai dari pelanggaran atau nilai dari kerugian yang diperbuat oleh pelanggar, mengingat
pelanggaran termasuk kejahatan korporasi yang besarannya bisa jadi sangat banyak
dibandingkan jumlah denda yang dijatuhkan.
Berkenaan dengan Pasal 55 dan 56 kami menilai tidak menghargai independensi profesi
akuntan yang seharusnya mengedepankan prinsip self regulatory system. Isi pasal-pasal
tsb : Pasal 55, “Akuntan Publik yang: a. melakukan manipulasi, membantu melakukan
manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf j; b. dengan sengaja melakukan
manipulasi, memalsukan, dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja
atau tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya
dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang berwenang dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan pidanadenda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).”
Pasal 56, “Pihak Terasosiasi yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun\ dan pidana denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
Keberadaan pasal-pasal tsb bertentangan dengan Pasal 28 ayat satu (1) dan dua (2) UUD
1945 yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan tekonologi, seni, budaya , demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia”.
Pasal-pasal tersebut bertentangan dengan pasal 28D ayat(1) UUD 1945 yang berbunyi “
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum” sehingga menurut mereka pasal 55
dan 56 UU no 5 tahun 2011 telah menciptakan ketidakpastian hukum.
Selain itu, kedua pasal itu melanggar pasal 28G ayat (1) UUD 1945. “Pasal itu
menciptakan rasa tidak aman atau ketakutan yang amat sangat, sehingga kami merasa
tidak bebas dalam menjalankan untuk berbuat atau tidak berbuat .
Pasal 55 dan 56 UU No. 5 Tahun 2011 ini dirasakan sangat diskriminatif, memposisikan
tidak setara dan cenderung merugikan akibat pengaturan yang berbeda dengan
pengaturan profesi lainnya.
Kehadiran kedua pasal tersebut mengganggu hak konstitusi. Salah satu pasal
menyebutkan,” dengan sengaja melakukan manipulasi , memalsukan dan atau
menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan sebagaia mana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) sehingga tidak dapat di
pergunakan sebagaimana mestinya dalam rangka pemeriksaan oleh pihak yang
berwenang”.
Pertanyaan bunyi dari pasal ini, siapa yang mengetahui kertas kerja itu tidak dapat
digunakan? “Pasal ini memberikan ruang pada pihak yang dianggap memiliki hak untuk
memeriksa dan lain sebagainya untuk membuat keputusan sendiri. Kalau demikian
adanya, akuntan publik dalam posisi yang lemah, padahal seharusnya independen.
Kalimat “sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam pemeriksaan oleh
pihak yang berwenang” memberi celah bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab
untuk memidanakan akuntan publik. Dalam situasi ketidakjelasan tersebut, bisa jadi
akuntan publik dikenai sanksi pidana, sehingga dapat berdampak menimbulkan
ketidaktenangan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Masuk untuk membalas

7. abetia fitriani (@abetous)

12 Januari 2012 pada 10:55 pm

ANGGOTA KELOMPOK:
- ABETIA FITRIANI (12026)
- ANNISA LISTYANA (12553)
- LINTANG PUTRI (12490)
- YUSTI CHANDRA (12509)

Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans dan
hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu pertimbangan
penting dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu peran akuntan publik sangatlah
besar dalam mendukung perekonomian nasional agar bisa terciptanya transparansi dalam
bidang keuangan.

Sedangkan Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik
yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di
bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik.
Karena akuntan publik merupakan suatu profesi yang digunakan secara luas dan
berfungsi dalam pengambilan keputusan secara publik, maka dibentuklah undang-undang
akuntan publik. Undang-Undang Akuntan Publik adalah berbagai macam aturan dan
ketentuan atas segala sesuatu yang mendasar mengenai akuntan publik. Undang-Undang
ini dibuat juga untuk melindungi kepentingan masyarakat dan juga melindungi profesi
akuntan.

Undang-Undang tentang Akuntan Publik yang mengatur berbagai hal mendasar dalam
profesi Akuntan Publik memiliki tujuan untuk:
1. melindungi kepentingan publik
2. mendukung perekonomian yang sehat, efisien, dan transparan
3. memelihara integritas profesi Akuntan Publik
4. meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi Akuntan Publik
5. melindungi kepentingan profesi Akuntan Publik sesuai dengan standar dan kode etik
profesi.

Undang-Undang Akuntan Publik Tahun 2011 memiliki 16 bab. Masing-masing bab berisi
penjelasan yang berbeda. Rincian penjelasannya adalah sebagai berikut:
• BAB I : Berisi tentang berbagai istilah dan pengertiannya dalam Undang-Undang
Akuntan Publik serta wilayah kerja akuntan publik di Indonesia.
• BAB II : Berisi tentang jasa asuransi yang diberikan kepada akuntan publik beserta
waktu pemberian jasanya.
• BAB III : Berisi tentang pemberian izin kerja terhadap akuntan publik, syarat-syaratnya,
serta pemberhentian terhadap pemberian jasa asurans.
• BAB IV : Berisi bentuk-bentuk KAP, tenaga akuntan profesional asing, dan hal-hal
yang menyebabkan pencabutan izin kantor.
• BAB V : Berisi tentang hak, kewajiban, dan larangan untuk akuntan publik
• BAB VI : Berisi tentang ketentuan pemberian nama KAP
• BAB VII : Berisi tentang berbagai bentuk kerjasama KAP dengan pihak lain
• BAB VIII : Berisi tentang ketentuan penggunaan biaya perizinan
• BAB IX : Berisi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan asosiasi profesi akuntan
publik
• BAB X : Berisi tentang komite profesi akuntan publik
• BAB XI : Berisi tentang kewenangan dan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri
• BAB XII-XVI: Masing-masing berisi tentang sanksi dan administrasi; ketentuan
pidana; kadaluarsa dan tuntutan gugatan; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.

Isi dari Undang-Undang tersebut sudah disesuaikan dengan keadaan pada saat sekarang.
Undang-Undang ini dibuat tentu untuk memperjelas apa saja ketentuan-ketentuan dan
aturan dari Akuntan Publik. Dan juga, untuk melindungi para Akuntan Publik dalam
menjalankan tugasnya. Karena sebagai seorang akuntan publik dalam menganalisis dan
memeriksa kecuarangan dalam laporan keuangan, tentu memiliki risiko yang cukup
besar. Dalam hal ini, Undang-Undang juga mengatur mengenai kriteria yang baik dalam
menentukan akuntan publik maupun kantor akuntan publik yang akan dibentuk.
Jadi pembuatan Undang-Undang Akuntan Publik dan pembaharuan tiap periodenya
sangat dianjurkan, karena ketentuan dalam Undang-Undang Akuntan Publik mungkin
akan berubah sesuai dengan perkembangan zaman tiap tahunnya.

Masuk untuk membalas

8. prophana

19 Januari 2012 pada 8:30 pm

PENGANTAR
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk
memberikan jasa akuntan publik (jasa atestasi dan jasa non-atestasi) di Indonesia.
Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Setiap akuntan publik wajib
menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang diakui
oleh Pemerintah.
Bidang jasa akuntan publik meliputi:
• Jasa atestasi, termasuk di dalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan,
pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi
keuangan proforma, review atas laporan keuangan, dan jasa audit serta atestasi lainnya.
• Jasa non-atestasi, yang mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan,
manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi.
Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, seorang akuntan publik
hanya dapat melakukan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Akuntan publik dalam memberikan jasanya wajib mempunyai kantor akuntan publik
(KAP) paling lama 6 bulan sejak izin akuntan publik diterbitkan. Akuntan publik yang
tidak mempunyai KAP dalam waktu lebih dari 6 bulan akan dicabut izin akuntan
publiknya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik


UU No. 5 Tahun 2011 ini mengatur tentang akuntan publik, mulai dari perizinan, jasa-
jasa yang ditawarkan, bentuk usaha, pendirian, pengelolaan, pembinaan, pengawasan
sampai kepada sanksi administrative dan sanksi pidana jika ada pelanggaran yang
dilakukan akuntan public.
Secara garis besar, pasal-pasal yang termuat dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang
akuntan public ini sudah jelas dan rinci. Pada bab I tercantum pengertian-pengertian
dasar tentang KAP, akuntan public, SPAP, dan lain-lain.
Hal ini membantu para pengguna UU ini untuk memahami istilah-istilah khusus dalam
bidang akuntan public.
BAB IV menjelaskan tentang KAP (Kantor Akuntan Publik) yang terdiri dari bentuk
usaha, persyaratan untuk menjadi rekan non-akuntan public, hal-hal yang dilarang dan
dapat membatalkan seseorang jadi rekan non-akuntan public, komposisi tenaga kerja
asing, perizinan usaha, dan pencabutan izin usaha KAP. Perizinan Kantor Akuntan Publik
diatur didalam bab III undang-undang ini,dalam bab tersebut dijelaskan bahwa perizinan
diberikan oleh menteri keuangan dan perizinannya berlaku selama 5 tahun dan bila tidak
diperpanjang maka yang bersangkutan tidak diperkenankan menjadi akuntan public
lagi,didalam bab ini juga diatur mengenai persyaratan menjadi seorang akuntan public
yang disebutkan didalam pasal 6 ayat 1 bab III undang-undang tersebut.Sedangkan untuk
perizinan akuntan public asing diatur dalam pasal 7.Penjelasan lebih lanjut mengenai
perizinan akuntan public dijelaskan dalam pasal-pasal berikutnya.
BAB V mengatur tentang hak, kewajiban, dan larangan akuntan public serta KAP.Seperti
yang telah kita ketahui bahwa terdapat asosiasi akuntan public bernama IAI,berkaitan
dengan asosiasi ini diatur dalam bab IX undang-undang tersebut.Disana dijelaskan bahwa
kementerian keuangan hanya mengakui 1 asosiasi akuntan public di Indonesia.Asosiasi
ini harus memenuhi beberapa persyaratan yang disebutkan didalam pasal 43 ayat
4.Didalam bab X pasal 45 diatur mengenai pembentukan komite profesi akuntan publik
komite ini ditetapkan oleh menteri keuangan,keanggotaannya terdiri dari 13 orang yang
terdiri dari berbagai unsur.Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa undang-undang ini
juga mengatur tentang pengenaan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
profesi akuntan public.Pengenaannya bisa berupa sanksi administrative dan
pidana.Ketentuan sanksi administrative diatur dalam pasal 53 ayat 3.Dan untuk sanksi
pidana diatur dalam pasal 55.

Kelompok 5:
Prophana Labi Dautse Gayo Katama (12095)
Puput Meilina Arifin (12217)
Rizka Hijratu Sakina (12458)
Anin Budhi Setiati (12529)

Masuk untuk membalas


Seberapa Penting Gelar CPA Bagi Akuntan, Haruskah Anda Miliki?

Bagi akuntan yang sudah pegang gelar CPA, alias “Certified Public Accountant”, tentu
tidak sekedar tahu, tapi sudah merasakan seberapa penting gelar CPA bagi dirinya. Yang
belum, mungkin dalam hati bertanya-tanya: Seberapa penting gelar CPA bagi akuntan?
Haruskah saya bergelar CPA?

Pertanyaan yang sama persis diajukan oleh Mas Unyu (adminnya JAK) yang belakangan sibuk
dengan registrasi dan persiapan study pasca sarjananya (semoga lancar dan sukses).

Kedepan, Gelar CPA Tidak Hanya Untuk Sarjana Akuntansi

Sedikit mengenai kasusnya Mas Unyu, saya sudah minta ijin untuk publikasikan di sini. Dia
memutuskan untuk mengambil program pasca sarjana terlebih dahulu (tidak program
pendalaman profesi PPAk), BUKAN karena dia menganggap gelar CPA tidak penting,
melainkan karena dia menjadi ragu-ragu setelah mendapat rumor, bahwa:

Kemungkinan besar, dalam waktu dekat ini, orang tidak harus mengambil program pendalaman
profesi akuntan (PPAk) untuk bisa ikut ujian CPA, bahkan tidak harus sarjana akuntansi.
Seorang dokter, insinyur, psikolog, atau apapun latar belakang kesarjanaannya, konon,
dibolehkan untuk ikut ujian CPA yang tentunya bila berhasil akan mendapat gelar Certified
Public Accountant (CPA), dan sekalilagi tidak harus lulus PPAk terlebih dahulu.

Menurut rumor yang sama, ketentuan baru yang akan segera diberlakukan tersebut, konon,
dilatarbelakangi oleh adanya fakta atau temuan, bahwa: rasio antara akuntan bergelar CPA
dengan jumlah penduduk Indonesia sangat rendah, jika dibandingkan dengan rasio yang sama
untuk negeri tetangga macam Singapura. Sehingga bila suatu saat nanti para CPA di seluruh
ASEAN bebas beroperasi dimanapun di kawasan yang sama, dikhawatirkan Indonesia hanya
akan jadi konsumen, sementara jasa auditing akan lebih banyak diambi oleh negeri tetangga.

Itu sebabnya, sekalilagi konon, Indonesia mereformasi sistim ‘pengadaan’ akuntan bergelar CPA
dengan cara, membuka ujian CPA seluas-luasnya bagi publik apapun latarbelakang
pendidikannya, tanpa melalui program pendalaman profesi akuntan (PPAK).

Bagi saya pribadi, bagaimanapun juga, itu kan masih rumor. Jikapun sungguh toh masih wacana
—belum ditetapkan. Itu pula yang saya sampaikan sama Mas Unyu, agar dia tidak ragu-ragu
untuk mengambil program PPAk lalu ikut ujian CPA. Tetapi, dia tidak mau mengambil risiko,
khawatir ketentuan tersebut menjadi berlaku sementara dia sudah terlanjur mengambil program
PPAk.

“Kalaupun ketentuan baru tersebut tidak akan pernah terwujud, toh aku masih bisa mengambil
program PPAk dan ikut ujian CPA, nanti sambil kuliah pasca sarjana atau setelah lulus,” ujar
Mas Unyu, waktu itu.

Saya sungguh kagum dengan kecerdasan generasi muda sekarang; bisa mengambil keputusan
yang baik dan berorientasi jauh ke depan. Hebat.

Meraih Gelar CPA Itu Tidak Mudah

Menurut informasi kawan-kawan yang sudah bergelar CPA, termasuk 2 admin dan salah satu
Founder-nya JAK, meraih gelar CPA itu tidak mudah.

“Menurut aku, ujian CPA itu sulit, kalau tidak cukup pintar sebaiknya jangan, hanya buang-
buang uang,” kata seorang kawan CPA yang baru berhasil setelah mencoba kedua kalinya.

Salah satu followernya JAK di Twitter (maaf saya lupa namanya) mengatakan, “boss saya
sampai stress gara-gara sudah 5 kali ikut ujian CPA masih belum berhasil juga”.

Lain lagi degan cerita salah satu admin JAK yang kebetulan seorang wanita. Ibu satu orang putra
ini sempat mengalami dehidrasi berhari-hari di tengah-tengah ujian CPA—yang sudah pernah
ditempuh 2 kali sebelumnya, namun gagal.

“Stress banget deh pokoknya. Untung yang ketigakalinya gue lolos. Setelah lolos rasanya lega
dan seneeeeeng banget,” menuturkan pengalamannya.

“Gue paling stress itu, ketika pengumuman ujian kedua kalinya dan ternyata gue gagal lagi.
Duhh.. nyesek gila” kenang ibu muda yang sudah usia kepala 3 tapi masih nampak twenty
something ini.

“Nah yang ketiga kalinya gue dah pasrah, mau-lulus keq mau gagal lagi keq, sebodo dah
pokoknya. Eh… malah lolos… hahahaha,” tuturnya renyah.

Ya.. cerita setelah berhasil tentunya terdengar lebih manis (saya membathin). Tapi… terus terang
saya sedikit penasaran, memang seberapa sulit ‘sih’ soal ujian CPA, hingga ada yang sampai 5
kali ikut ujianpun belum lulus juga, bahkan sampai dehidrasi segala.

“Gue juga nggak negerti,” jawabnya.

“Logikanya, kalau sudah pernah ditempuh berkali-kali, harusnya kan jadi lebih mudah, ya
nggak sih?… Kenyataannya, setiap gue tempuh yang ada soalnya terasa makin sulit. Apa
perasaan gue doang kali ye?”
Saya tidak kaget mendengar penuturan kawan admin JAK itu. Sedikit perbandingan
(sekedar informasi).

Di Prometric center-nya AICPA sana, soal CPA exam memang dirancang sedimikian rupa
sehingga; mereka yang berhasil menjawab 15 soal dengan benar (dari total 30 soal, misalnya)
akan mendapat soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, di sesi berikutnya, dibandingkan
dengan mereka yang hanya berhasil menjawab 10 soal saja dari total soal dan kode ujian yang
sama (FAR = Financial Accounting and Reporting, misalnya).

Mengapa demikian?

Karena, menurut beberapa CPA reviewer (Backer, yang paling populer misalnya):

AICPA dan asosiasi akuntan publik di AS sana menginginkan semua akuntan bisa memperoleh
gelar CPA sesuai denga tingkat keampuannya. Itu sebabnya mengapa di AS sana, “not every
CPA comes equally.” Artinya, tingkat kemampuan seorang CPA belum tentu sama dengan CPA
yang lainnya. Dengan kata lain, ada CPA yang super pintar ada juga yang kemampuannya
sedang-sedang saja, tentu masih dalam batas “layak bergelar CPA.”

Sudah pasti ada dasar pertimbangan yang lebih dari sekedar persoalan “fairness” belaka.
Misalnya, rasio total CPA yang berpraktek di suatu state (Maryland misalnya) dengan tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap jasa-jasa yang ditawarkan oleh para pemegang CPA.

Konsekwensi dari sistim ujian CPA di AS tersebut: CPA yang berasal dari suatu state hanya
boleh berpraktek di sana. Misalnya: CPA yang berasal dari Maryland (MA)—yang kelulusannya
dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan CPA di Maryland—tidak boleh membuka praktek di
California (CA.)

Apakah ujian CPA di Indonesia sudah menggunaka metode yang sama seperti di Prometric-
nya AICPA sana?

Entahlah. Lha wong saya sendiri lulus sarjana akuntansi-pun tidak, apalagi ikut ujian CPA. Jadi
ya saya tidak tahu persisnya. Tapi dari pengalaman kawan yang sudah pernah mengikuti ujian
CPA berkali-kali, sepertinya sudah mengarah ke sana (meskipun mungkin belum sepenuhnya).

Terlepas dari sistim ujian yang digunakan, ada satu pola yang mirip antara mereka yang
menempuh ujian CPA lokal di Indonesia dengan yang menempuh di luar begeri sana (AS
misalnya), yaitu: SAMA-SAMA TIDAK MUDAH, sehingga beberapa kawan terpaksa harus
menempuh berulang-ulang.

Pertanyaannya: Sudah tahu begitu sulit, sampai gagal berkali-kali, koq ya masih mau saja
menempuh ujian CPA lagi? Memangnya, seberapa penting ‘sih’ gelar CPA?

Kembali ke pertanyaan pokok dari tulisan ini. Mari kita lihat…

 
Seberapa Penting Gelar CPA Bagi Akuntan?

Gelar CPA adalah gelar keprofesian, bukan akademis. Gelar keprofesian, sejauh ini, baru di
sandang oleh dua macam profesi, yaitu: akuntan dan dokter.

Kalau dokter spesialis menggunakan berbagai gelar spesialisasi, akuntanpun menyandang


berbagai gelar spesialisasi, salah satunya ya CPA untuk mereka yang spesialis di akuntansi
keuangan. Untuk mereka yang spesialis di akuntansi manajemen gelar spesialisasinya adalah
Certified Management Accountant (CMA), dan masih banyak lagi gelar-gelar lainnya.

Untuk pertanyaan “seberapa penting gelar CPA bagi akuntan?” Jawaban normatif (dan
gampangnya) sudah pasti: SANGAT PENTING. Jika menggunakan skala 0 sampai dengan 10,
tingkat kepentingannya mungkin mencapai 8 hingga 10—tergantung pengalaman dan tingkat
kepuasan pribadi masing-masing akuntan.

Jika pertanyaannya kita ubah sedikit menjadi: mengapa gelar CPA SANGAT PENTING
bagi akuntan?

Jawaban atas pertanyaan ini yang kiranya perlu untuk diketahui, terutama oleh mereka-mereka
yang memiliki pertanyaan yang sama.

Nah, mengapa gelar CPA sangat penting bagi Akuntan?

Gelar CPA menyiratkan 2 nilai kualitas, dari seorang akuntan:

1. Kompetensi – Seorang akuntan yang bergelar CPA sudah pasti memiliki kompetensi
(pengetahuan, skill, dan kinerja) yang sudah teruji—melalui ujian standarisasi yang dirancang
sedemikian rupa—sehingga “layak” memperoleh gelar Certified Public Accountant (CPA).

2. Profesionalitas – Seorang akuntan yang bergelar CPA, sudah pasti memiliki sikap, mental
dan perilaku yang bisa dikategorikan sebagai seorang yang profesional. Alat takar profesionalitas
seorang akuntan adalah kode etik profesi akuntan publik. Dengan kata lain, idealnya, seorang
akuntan yang bergelar CPA menjunjung tinggi kode etik profesi akuntan publik. Apa isi kode
etik profesi akuntan publik? Silahkan dibaca-baca.

Dua nilai kualitas tersebut melahirkan kepercayaan (trust), dari publik (terutama pengguna jasa),
yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan menjalankan profesi sebagai seorang akuntan.

Misalnya:

 Siapa (atau perusahaan mana) yang mau mempercayakan pengelolaan data keuangannya
kepada seorang akuntan yang tidak memiliki kompetensi dan profesionalitas yang tinggi?
Mungkin ada, tapi tidak banyak.
 Siapa (atau investor) mana yang mau mempercayai hasil audit seorang akuntan yang tidak
terikat dalam kode etik praktek akuntan publik? Mungkin ada, tetapi juga tidak banyak.
 

Haruskah Anda Memiliki Gelar CPA?

“Saya tidak punya modal, gaji saya habis untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.
Haruskah saya memiliki gelar CPA?”

Itu pertanyaan yang paling sering saya dengar/terima via email atau inbox Facebook. Dan saya
selalu menyampaikan 2 kemungkinan:

Kemungkinan#1. Jika ingin menangani (mengkompilasi atau mengaudit) data dan laporan
keuangan perusahaan yang berstatus publik atau terbuka (Tbk,), maka anda HARUS memiliki
gelar CPA, atau minimal bekerja di bawah supervisi seorang akuntan yang bergelar CPA
(misalnya kerja di KAP).

Kemungkinan#2. Jika anda ingin memperoleh trust (kepercayaan) yang tinggi sebagai seorang
akuntan, terlepas apakah anda memiliki keinginan/rencana untuk menangani data dan laporan
keuangan perusahaan publik atau tidak, maka mungkin PERLU atau TIDAK PERLU memiliki
gelar CPA.

“Lha, untuk kemungkinan#2, koq pakai istilah mungkin perlu atau tidak perlu, maksudnya
bagaimana?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.

Seperti sudah saya sampaikan di atas, gelar CPA menyiratkan 2 nilai kualitas, yaitu: kompetensi
dan profesionalitas. Sehingga, jika anda memiliki kompetensi dan profesionalitas yang sama atau
bahkan lebih tinggi dari seorang CPA, mungkin anda tidak membutuhkan gelar CPA.

Kebetulan saya kenal dekat dengan seseorang yang begelar CPA (lulusan AICPA) sekaligus
penyandang gelar MBA dari Kellog Business School (Northwestern University), yang dengan
sengaja tidak mencantumkan gelar-gelarnya, baik di kartu nama apalagi ketika berkenalan
dengan orang lain. Tetapi kliennya buanyak.

Kode-etik profesi, baginya, diperlukan untuk pribadi-pribadi yang belum cukup dewasa,
sehingga masih perlu diatur. Lebih menyedihkan lagi, menurutnya, bila kode-etik profesi hanya
menjadi alat legitimasi untuk memperoleh competitive advantage semata (meraup klien dan fee
sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan imbal-balik yang fair bagi pengguna jasa)—
bertolakbelakang dengan etika bisnis dan etika umum yang seharusnya.

Secara keseluruhan, baginya, gelar apapun itu (baik yang bersifat akademis atau
spesialisasi profesi) adalah FORMALITAS PREDIKAT semata, yang tidak lebih penting
jika dibandingkan dengan kualitas diri—baik dari sikap mental maupun kompetensi—
yang sesungguhnya. Termasuk gelar CPA.

Melihat contoh sikap tadi, saya berani menyarakan kepada kawan-kawan yang tidak (atau
belum) menyandang gelar CPA, agar tidak berkecil hati. Terus belajar, tingkatkan
kemampuan, asah kompetensi dan junjung tinggi profesionalisme akuntan. Tak kalah
pentingnya, tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang anda junjung serta hati-nurani
anda sendiri. Toh yang namanya kepuasan kerja ujung-ujungnya, kembali, apakah anda
merasa bahagia atau tidak. Selamat berakhir pekan.

Tags: Akuntan, gelar CPA, ujian CPA

Anda mungkin juga menyukai