Dan hadis berikut (Terjemahnya): Dari Ibnu Abbas bahwa Hilal bin Umayyah menuduh istrinya berzina di zaman Nabi Saw. Hilal menuduh istrinya berzina dengan Syuraik bin Samha`. Maka Nabi Saw bersabda: Pilih membawa bukti atau dihukum jilid punggungmu? Hilal menjawab: Bagaimanakah jika salah seorang dari kami melihat istri berzina dengan seorang laki-laki, apakah dia harus pergi mencari saksi sebagai bukti ya Rasullullah? Beliau bersabda: pilih membawa bukti atau dihukum jilid punggung kamu? Hilal berkata: Demi Allah yang mengutus tuan dengan benar, sungguh aku yang benar dan Allah pasti menurunkan wahyu yang menyelamatkan punggungku dari hukuman. Maka Jibril turun menyampaikan wahyu (Al-Quran S.24 An-Nur 6 Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar) Lalu Nabi Saw pergi memerintahkan mencari istri Hilal. Kemudian hilal datang dan bersaksi. Tetapi Nabi Saw bersabda: Allah mengetahui bahwa salah seorang kalian itu bohong, maukah kalian bertobat Lalu si perempuan itu berdiri dan bersumpah. Ketika sampai sumpahnya yang ke-5 para sahabat menghentikannya dan mereka berkata: Sudah cukup kuat. Ibnu Abbas berkata: Perempuan itu memperlambat dan mundur, sampai aku menduga dia akan kembali Lalu perempuan itu berkata: Aku tidak mau membuka kejelekan kaumku sepenuh hari Nabi Saw bersabda: Perhatikanlah perempuan itu bila dia datang dengan celak mata yang hitam betisnya agak besar artinya untuk Syuraik bin Samha`. Maka waktu perempuan itu datang persis seperti yang digambarkan tadi maka Nabi Saw bersdabda: Jika seandainya belum terjadi firman Allah berarti untuk aku sedangkan perempuan tadi mempunyai masalah (HR Bukhari no.4378).
24
MPA 284 283 / Mei April2010 2010
@ Hukum zina dalam KUHP
Adapun hukuman pelaku zina atau menuduh zina dalam Negara yang nonmuslim, khususnya di Negara Republik Indonesia dapat dicatat sebagai berikut: Peringkat kedudukan hukum di Indonesia dari atas ke bawah ialah: i. Pancasila ii. Ketetapan MPR. iii.Undang-undang Dasar iv. Undang-undang v. Peraturan Pemerintah vi. Peraturan Menteri, ke bawah sampai ke kelurahan. Dalam hal hukuman pelaku zina diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 284 dengan keterangan: A. Delik zina diatur dalam Pasal 284296 KUHP yang dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran. Pasal 284-296 mengatur tentang zina dan sebagainya yang berkaitan dengan perbuatan cabul atau hubungan seksual. Zina pada hakekatnya adalah melakukan hubungan badan di luar nikah; Sayangnya dalam pasal 284 KUHP yang berlaku sekarang mengalami penyempitan makna menjadi zina hanya dilakukan oleh orang yang salah satunya terikat perkawinan dengan orang lain, berarti jika orang yang melakukan zina yang keduanya belum memiliki tali perkawinan maka perbuatan tersebut tidak dipidana. Pasal 284 KUHP ini adalah DELIK ADUAN artinya tidak mungkin perbuatan zina itu diproses peradilan jika tidak ada yang mengadukan oleh pihak yang dirugikan(suami atau istri) yang dikhianati pasangannya. Dalam RUU-KUHP pasal 420 dinyatakan: Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat perkawinan yang sah melakukan persetubuhan, dan karenanya mengganggu perasaan kesusilaan masyarakat setempat, dipidana dengan penjara paling lama satu tahun atau denda Rp. 750 ribu. Kumpul kebo pun diancam hukuman pidana. Ini diatur dalam pasal 422 RUU: Seorang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di
luar perkawinan yang sah karenanya
mengganggu perasaan kesusilaan masyarakat setempat dipidana penjara dua tahun. Semua itu tidak diproses-penuntutan Pengadilan kecuali atas pengaduan keluarga salah seorang sampai derajat ketiga, kepala adat atau oleh kepala desa atau lurah setempat. B. Tentang perbuatan menuduh zina tidak ada ketentuannya dalam KUHP, tetapi yang ada ialah Delik Aduan Pencemaran Nama Baik atau penghinaan dan menfitnah yang menjadi DELIK ADUAN, jika tidak ada pengaduan, maka tidak dapat diurus. Dari sudut pandang KUHP yang baru, maka Pasal 511 sampai dengan Pasal 515 mengatur masalah penghinaan maupun fitnah khususnya yang disiarkan dalam pemberitaan Pers. Pasal 511 Ayat (1) RUU KUHP mengatur kriteria tindak pidana penghinaan. Unsur-unsurnya ialah:1) setiap orang; 2) dengan lisan; 3) menghina menyerang; 4) kehormatan atau nama baik orang lain; 5) menuduhkan suatu hal; 6) dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. Pasal 511 Ayat (1) RUU KUHP menetapkan ancaman hukuman pidana penghinaan penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 30 juta. ~ Untuk tindak pidana tersebut yang dilakukan secara tertulis diatur dalam Pasal 511 Ayat (2) RUU KUHP yang menetapkan ancaman hukuman penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-. ~ Untuk tindak pidana fitnah, diatur dalam Pasal 512 RUU KUHP. Tindak pidana fitnah itu sendiri merupakan pengembangan dari tindak pidana penghinaan baik yang diatur dalam Pasal 511 Ayat (1) maupun Ayat (2) RUU KUHP. Tindak pidana fitnah ialah tindak pidana penghinaan yang tidak terbukti, bagi pelaku penghinaan dituntut untuk membuktikan kebenaran apa yang dituduhkannya, dan jika apa yang dituduhkan oleh si pelaku tersebut tidak terbukti, maka ia telah melakukan tindak pidana fitnah. Apabila tindak pidana fitnah itu dilakukan melalui media pemberitaan pers maka tindak pidana fitnah tercakup dalam Pasal 511 yat (2) RUU KUHP. Untuk tindak pidana fitnah (Pasal 512 RUU KUHP) ancaman hukumannya adalah pidana penjara pal-
ing sedikit 5 tahun atau denda paling
sedikit Rp. 30.000.000,-maksimal Rp. 75.000.000. Pasal 513 Ayat (1) RUU KUHP menetapkan bahwa pelaku tidak dihukum jika dia mendapat pemaafan dari korban fitnah atau hinaan (Pasal 513 Ayat 3 RUU KUHP) yang dilakukan secara lisan maupun secara tertulis Berdasarkan Pasal 512 Ayat (2) RUU KUHP pembuktian kebenaran tuduhan yang dibuat oleh terdakwa penghinaan atau fitnah sepenuhnya tergantung pada keputusan hakim, BAB DUA Rekayasa menuduh zina Masalah ke-2: Bagaimana hukuman pelaku pembuat tuduhan zina dengan tuduhan yang memang buatan hasil rekayasa? Jawaban sementara: Pelaku yang membuat rekayasa tuduhan zina hukumnya adalah fasik, menuduh zina dan membuat persaksian palsu maka harus dihukum dua perkara lalu dihukum seberat-beratnya. A. Menurut Hukum Islam 1. Menuduh zina Menurut Hukum Islam perbuatan menuduh zina khususnya yang tidak memenuhi syarat hukum, tidak membawa 4 orang saksi laki-laki dengan pembuktian yang sangat kuat sekali, melihat dengan mata kepala, pada saat yang sama dan semua persaksian serba sama, maka pelaku penuduh dihukum 80 jilid, dicap sebagai orang yang fasik dan tidak diterima menjadi saksi, sebagaimana ditentukan dalam Al-Quran S.24 An-Nur 4. Sebaliknya jika tuduhan itu memenuhi persyaratan lengkap dan diakui sah oleh majelis hakim maka orang yang dituduh dikenakan hukuman rajam bagi yang sudah kawin atau dipukul 100 jilid bagi yang belum kawin ditambah hukuman dibuang dan diasingkan satu tahun. 2. Rekayasa membuat tuduhan palsu Allah sudah menetapkan hukum terhadap perbuatan rekayasa (Iftira= ) diatur dalam Al-Quran, yaitu dalam surat/ayat yang cukup banyak: Al-Quran s3a94, s4a48, s6a31, s6a94, ss6a144 dsb. ~ Ar-Raghib dalam Mufradat (tth: 393) mencatat bahwa Al-Quran mengkhususkan makna Iftira=
rekayasa itu maknanya ialah: (1)
Berbuat bohong kepada Allah, (2) Zalim terhadap hamba Allah; (3) Musyrik menyembah tidak menyembah Allah. Termaktub dalam Al-Quran
s4a48; s4a50; s6a140; ss5a103;
ss32a3; s46a8; s10a60; s10a37; s11a50; s19a27. Contohnya ialah orang yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dan sebaliknya menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah maka dia itu adalah pembuat rekayasa bohong kepada Allah, sebab bertentangan dengan hakikat kebenaran. Dalam Al-Quran Allah berfirman bahwa orang kafir berkata: ~ Dan mereka mengatakan: Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kebohongan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan(138) Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk(A.6 Al-Anam 138-140) ~ Kitab Al-Irsyad ila Shahihil Itiqadf (1h174) menyatakan bahwa orang yang menuduh Nabi Muhammad Saw sebagai orang gila, majnun, tukang sikhir dan sebagainya adalah pembuat rekayasa, ini tidak benar alias bohong. ~Kitab Al-Injil wash-Shalib (1h183) menyatakan bahwa orang yang mengatakan Nabi Isa itu Tuhan adalah rekayasa, tidak benar alias bohong. ~ Kitab Al-Bida wa Atsaruha (1h19) menyatakan bahwa orang yang menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah dan sebaliknya adalah rekayasa, tidak benar sama dengan bohong. ~ Kitab Ash-Shufiyah wa Thuruqiha (1h8) para tokoh Tarikat yang mengaku atau mengakukan gurunya sudah bertemu dengan orang yang sudah meninggal jauh sebelumnya maka dia termasuk rekayasa, tidak benar alias bohong. ~ Kitab Al-Mufashshal (1h169) mereka yang mengubah hukum halal menjadi haram atau mengubah yang
halal menjadi haram adalah rekayasa
bohong. Menetapkan halal-haram semau gue sebagaimana yang dicontohkan dalam Al-Quran s6a136-165 dijelaskan bahwa setan itu hobinya mengajak dan menggoda manusia ke neraka, dengan meniru dan menaati adat nenek moyangnya. Mereka harus diperingatkan bahwa setan itu mengajak kepada kejahatan, sedangkan Allah itu menyuruh kepada jalan yang baik jalan ke surga (Baca AlQuran s7a27-33).. ~ Kitab Al-Mufashshal fi Syarhi Ayatil Wala (1h169) menyatakan bahwa siapa yang mengaku melihat takdir adalah rekayasa bohong. ~ Kitab Risalatut Tauhid AdDahlawi (1h127) menyatakan bahwa orang yang menetapkan sesuatu hukum agama yang tidak bersumber dari wahyu dari Allah adalah rekayasa bohong terhadap Allah. ~ Kitab Aqidah Ahlis Sunnah (3h1019) faham-faham aliran ArRafidhah, faham Aliran Al-Babawiyah banyak sekali rekayasa bohong, misalnya Nikah Mutah, Muhallil, ajaran yang mendewa-dewakan Ali bin Thalib dikatakan sebagai wajah Allah dan lain-lain semua rekayasa bohong kepada Allah. @Niat pembuatan kepalsuan Niat semua pelaku pembuat kepalsuan (rekayasa) itu tidak lain kecuali ingin mencari keunntungan bernilai rendah khususnya ingin mencari kenikmatan dunia. Allah sendiri yang menyebutkannya dalam Al-Quran s2a41; s2a79; s2a174; s3a77, s3a187; s3a199; s5a44; s5a106; s9a16a95. ~ Allah melarang kita semua menjual murah ayat Allah, dengan mencampur yang benar dicampur dengan yang salah: Allah berfirman: Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima(S.3 Ali Imran 187). ~ Orang-orang Ahli Kitab menjual ayat-ayat Allah dengan cara membuat, menyembunyikan, menghapus sebagian dan membuat rekayasa kitab suci lalu mengakukannya wahyu dari Allah, mereka berdusta kepada Allah, maka mereka akan celaka. z Bersambung