Nim : 18110055
Matku : Hukum Islam (A1)
l : Sukirno, SH., MH
Dosen
1. (A)Teori Receptio in Complexu, Teori Receptie, Teori Receptie Exit, Teori Receptio a
Contrario, dan Teori Eksistensi:
1) Teori Receptio in Complexu
Teori Receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh
hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam
pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ini berlaku di
Indonesia ketika teori ini diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian
van den Berg (1845-1927).
Dasar hukum:
1) Compedium Preijer yang merupakan kitab hukum kumpulan hukum
perkawinan dan kewarisan Islam oleh pengadilan VOC (Resolutie der
Indische Regering tanggal 25 Mei 1760).
2) Cirbonch Rechtboek yang dibuat atas usul Residen Cirebon (Mr. P. C.
Hoselaar, 1757-1765). .
3) Compedium der Voomaamste Javaansche Wetten Nauwkeuring Getroken
uithet Mohammedaansche Wetboek Mogharaer yang dibuat untuk
Landraad Semarang (tahun 1750).
4) Compedium Inlandsche Wetten bij de Hoven van Bone en Goa yang
disahkan VOC untuk diberlakukan di daerah Makasar (Sulawesi Selatan).
2) Teori Receptie
Teori Receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku
hukum adat. Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi kalau norma hukum Islam
itu telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Teori receptie
dikemukakan oleh Prof. Christian Snoock Hurgronye dan dikembangkan
kemudian oleh van Vollenhoven dan Ter Haar.
Dasar hukum:
1) Sfbl 1915 : 732 yang diberlakukan sejak januari 1919 sama sekali tidak
memasukan unsur-unsur Fiqh Jinayah, seperti hudud, dan qishash dalam
lapangan hukum pidana. Hukum pidana yang berlaku sepenuhnya
mengambil alih Wetboek van Straftecht dari Nederland.
2) Pemerintah Hindia Belanda berusaha menghancurkan hukum Islam
tentang ketatanegaraan dan politik dengan cara melarang pengajian yang
menyangkut hukum tata negara dan penguraian Al-Qur'an serta hadis yang
berkenaan dengan politik dan kenegaraan.
3) Bidang Fiqh Muamalah pula dipersempit dengan membatasi pada hukum
perkawinan dan kewarisan disertai usaha agar hukum kewarisan tidak
dijelaskan kaum muslimin.
3) Teori Receptie Exit
Menurut Prof. Hazairin, dalam teori 'receptie exit'-nya, teori receptie itu harus
keluar (exit) dari sistem hukum Indonesia (Buku Tujuh Serangkai tentang Hukum)
karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tentang Undang-Undang
Dasar 1945, Al Quran dan Sunnah Rasul.
Dasar hukum:
Alasan yang dikemukakan Hazairin menyatakan bahwa teori Receptie itu harus
exit alias keluar dari tata hukum Indonesia Merdeka. Teori Receptie bertentangan
dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Secara tegas UUD "45 menyatakan bahwa "negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "negara menjamin kebebasan
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu". Demikian dinyatakan dalam pasal 29 ayat (1)
dan (2).
4) Menurut teori receptie a contrario yang secara harfiah berarti melawan dari teori
receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak
bertentangan dengan agama Islam. Dengan demikian, dalam teori receptie a contrario, hukum
adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Dasar hukum: Undang-undang Dasar 1945
5) Teori Eksistensi
Teori eksistensi adalah teori yang dirumuskan sebagai legitimasi dari keberadaan
hukum Islam di Indonesia. Teori eksistensi bertujuan agar hukum Islam di
Indonesia diketahui dan dipahami eksistensinya oleh masyarakat Indonesia dalam
pembinaan dan perkembangan hukum nasional.
Dasar hukum: Undang-Undang RI. Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mensetarakan antara Peradilan
Agama dengan Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara.
2. himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang ditulis dan disusun secara sistimatis,
selengkap mungkin dengan berpedoman pada rumusan kalimat dan pasal yang lazim
dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan. Kompilasi hukum Islam yang
memuat 3 buku, mengatur tentang perkawinan, pewarisan dan perwakafan yang dapat
dipedomani dalam penyelesaian-penyelesaian permasalahan hukum dalam agama Islam.
3. Pengadilan agama merupakan salah satu dari 4 (empat) lingkungan peradilan yang
keberadaannya diatur lebih lanjut dalam dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah diganti dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
(B) Nikah Siri adalah, pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih tanpa ada
pemberitahuan (dicatatkan) di Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi pernikahan ini sudah
memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam Islam, yang meliputi dua mempelai, dua orang
saksi, wali, ijab-kabul dan juga mas kawin.
Nikah Siri ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum positif
(hukum negara) dengan mengabaikan sebagian atau beberapa aturan hukum positif yang
berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan secara
resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan instansi yang dapat melaksanakan
perkawinan adalah Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan Kantor
Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama Non Islam. Oleh karena itu, pernikahan siri
yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga
jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan yang berkenaan dengan rumah
tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak
asuh anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan agama tidak bisa
memutuskan bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka berdua yang sedang punya
masalah.