Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PROFESI SPESIALIS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI .
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami meneima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah PROFESI SPESIALIS OBSTETRI DAN GINEKOLOG ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Mataram, 18 Oktober 2016

AL Mufidah

Daftar Isi
Kata pengantar...................................................................................I
Daftar isi............................................................................................ II
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang..............................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................1
C. Tujuan .......................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Spesialis Obstetri & Ginekologi...................................2
B. Pendidikan ................................................................................... 2
C. Kode etik....................................................................................... 2
D. Organisai ..................................................................................... 7
E. Anggaran dasar............................................................................ 7
F. Anggaran rumah tangga..............................................................13
BAB III Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................. 21
B. SARAN.......................................................................................... 21
Daftar pustaka..................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara operasional, definisi Dokter adalah seorang tenaga kesehatan (dokter)
yang menjadi tempat kontak pertama pasien dengan dokternya untuk menyelesaikan
semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang jenis penyakit, organologi,
golongan usia, dan jenis kelamin, sedini dan sedapat mungkin, secara menyeluruh,
paripurna, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional
kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien
serta menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan
yang diselenggarakannya adalah sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan kedokteran.
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess",
yang dalam bahasa Yunani adalah "", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi
kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".
Dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam suatu bidang
ilmu kedokteran tertentu. Seorang dokter harus menjalani pendidikan profesi dokter
pasca sarjana(spesialisi) untuk dapat menjadi dokter spesialis. Pendidikan dokter
spesialis merupakan program pendidikan profesi lanjutan dari program pendidikan
dokter setelah dokter menyelesaikan wajib kerja sarjananya dan atau langsung setelah
menyelesaikan pendidikan dokter umum.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian obstetric dan ginekologi ?
2. Bagaimanakah pendidikan dari dokter spesialis obgyn ?
3. Bagaimana kode etik dari spesialis obgyn ?
4. Bagaimana anggaran dasar organisasi POGI ?
5. Bagaimana anggaran rumah tangga organisasi POGI ?
C. Tujuan
1. Apakah pengertian obstetric dan ginekologi ?
2. Bagaimanakah pendidikan dari dokter spesialis obgyn ?
3. Bagaimana kode etik dari spesialis obgyn ?
4. Bagaimana anggaran dasar organisasi POGI ?
5. Bagaimana anggaran rumah tangga organisasi POGI ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Spesialis Obstetri & Ginekologi
SpOG adalah gelar yang disandang para dokter kandungan, merupakan
kependekan dari Spesialis Obstetri & Ginekologi.
secara bahasa, kata Obstetri (berasal dari bahasa Latin obstare, yang berarti siap
siaga/ to stand by) adalah spesialisasi pembedahan yang menangani pelayanan kesehatan
wanita selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan pengertian Kebidanan
adalah pelayanan yang sama namun bukan merupakan tindakan yang berkaitan dengan
pembedahan. Hal ini yang membedakan profesi dokter kebidanan dengan bidan.
Sedangkan Ginekologi berasal dari kata Gynaecology . Secara umum ginekologi adalah
ilmu yang mempelajari kewanitaan. (science of women). Namun secara khusus adalah ilmu
yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi wanita (organ kandungan yang
terdiri atas rahim, vagina dan indung telur). Ada beberapa negara memisahkan kedua cabang
ilmu tersebut menjadi spesialisasi yang berbeda, namun sebagian besar dokter kandungan
juga merupakan dokter kebidanan.
B. Pendidikan
Proses pendidikian dokter kandungan adalah kurang lebih 5-7 tahun. Proses
tersebut ditempuh dengan sangat berat. Dokter yang sedang mengambil pendidikan
spesialis kandungan harus siap jaga 24 jam menerima pasien dengan masalah
kandungan dan kebidanan
C. Kode Etik
SIKAP DAN PERLAKUAN DOKTER PADA PASIEN PEREMPUAN
Pasal 1
Dalam melakukan pemeriksaan pada pasien, dokter harus bersikap sopan, santun dan
hormat.
Pasal 2
Dalam melakukan pemeriksaan obstetri dan ginekologi, harus tersedia ruangan /
lingkungan yang sifatnya privasi.
Pasal 3
Dalam melakukan pelayanan kesehatan reproduksi harus selalu diperhatikan hak-hak
pasien serta hak dan kewajiban dokter.
Pasal 4
Spesialis obstetri dan ginekologi berkewajiban menjadi pembela (advocate) pada
masalah-masalah kesehatan perempuan.
Pasal 5
Dalam menjalankan tugasnya, seorang SpOG selalu mengutamakan "Patient safety".

PELAYANAN ANTE-, INTRA- DAN POSTPARTUM


Pasal 6
Asuhan antenatal hendaknya meliputi konseling, penilaian risiko tinggi, kondisi janin,
penanganan komplikasi, penanganan perubahan minor kehamilan, penyuluhan nutrisi,
proses persalinan, pemberian ASI (air susu ibu) dan perawatan bayi, serta kontrasepsi
postpartum.
Pasal 7

a. Penolong mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi dan konseling


dengan sabar dan penuh simpati agar pasien dapat mengambil keputusan terbaik.
b. Bila ibu tidak kuasa atau tidak mampu membuat keputusan, dokter harus bertindak
demi keselamatan ibu sebagai yang diutamakan, kemudian keselamatan bayinya.
Informasi dari pihak keluarga mungkin dapat dipertimbangkan sebagai keinginan pasien.
c. Tidak dibenarkan memaksa seorang ibu untuk memilih tindakan pembedahan untuk
menyelamatkan jiwa/kesehatan janin, karena melanggar otonomi dan hak azasi pasien.
Pasal 8
Setelah melahirkan, seyogyanya pasien diberikan kontrasepsi postpartum.
SIKAP TERHADAP SEKSIO SESAREA ATAS PERMINTAAN (TANPA INDIKASI
MEDIS)
Pasal 9
Tindakan seksio sesarea atas permintaan pasien dibenarkan secara etik, dengan
ketentuan:
1) Pasien harus mengajukan permohonan kepada dokter untuk melakukan tindakan
seksio sesarea.
2) Dokter harus menjelaskan bahwa pada saat tersebut persalinan pervaginam masih
dimungkinkan.
3) Dokter harus menjelaskan bahwa persalinan melalui seksio sesarea tidak lebih
baik/aman dibandingkan persalinan pervaginam.
Pasal 10
Keputusan seksio sesaria adalah keputusan profesional berdasarkan data dan
pemeriksaan yang dilakukan sendiri, bukan keputusan dari pihak lain atau pesanan.
MENYELAMATKAN JANIN PADA IBU YANG MENINGGAL MENDADAK
Pasal 11
Dalam hal ibu dinyatakan meninggal atau mati batang otak, atau menjelang kematian
akibat gagal nafas atau sumbatan darah, sedangkan janin hidup dan viable, maka
tindakan seksio sesarea darurat harus segera dilaksanakan, kecuali:
1. bertentangan dengan pesan ibu waktu masih sadar;
2. harapan hidup bayi sangat kecil;
3. tidak disetujui suami / keluarga
BANK DARAH TALI PUSAT DAN PEMANFAATAN JARINGAN
Pasal 12
Pengambilan darah tali pusat untuk bank darah harus mendapat persetujuan ibu yang
telah diberi informasi lengkap.
Pasal 13
Pengambilan jaringan dari seseorang baik untuk kepentingan diagnostik, terapeutik,
maupun penelitian harus melalui informed consent yang rinci.
KLONING REKAYASA GENETIKA DAN RISET PADA PRAEMBRIO
Pasal 14
Kloning untuk kepentingan komersial dan reproduksi dilarang.
Pasal 15
Mengobati seorang perempuan yang mempunyai defek mitokhondria dengan jalan
memasukkan sitoplasma berisi mitokhondria ke dalam protoplasma sel telur perempuan
tersebut, diperbolehkan.
Pasal 16
Riset pada praembrio seringkali diperlukan sehingga secara etis dibenarkan, sepanjang:
3

a. bertujuan untuk kepentingan kesehatan manusia, seperti yang tertulis


dalam definisi sehat menurut WHO;
b. tidak membiarkan embrio berkembang melebihi 14 hari sejak terjadinya
pembuahan (tidak termasuk lamanya embrio dibekukan);
c. informasi tidak bisa diperoleh dari model binatang;
d. informed consent yang memadai dari kedua donor gamet
e. projek riset praembrio diijinkan oleh badan etik yang kompeten;
f. sebaiknya dilakukan pada praembrio yang berlebih (Surplus Praembrio)
pada FIV;
g. praembrio bekas dipakai untuk riset tidak diimplantasikan ke dalam
uterus, kecuali ada argumentasi yang memadai bahwa kehamilan akan
mencapai kehamilan normal dan sukses.
Pasal 17
Riset pada praembrio menjadi tidak etis, bila:
a. kloning dengan tujuan menumbuhkan, melewati stadium praembrio;
b. memproduksi hibrid dengan fertilisasi interspesies
c. melakukan implantasi praembrio manusia ke dalam uterus spesies lain;
d. manipulasi genom, kecuali untuk tujuan pengobatan;
e. membuat bank gamet dan embrio untuk tujuan mencari untung
Pasal 18
Donor "Gen" untuk kepentingan terapi genetik adalah etis sepanjang berdasarkan
altruistik dan bebas dari tujuan komersial.
Pasal 19
Riset yang mempelajari perubahan DNA suatu sel somatik hanya dibenarkan bila
ditujukan untuk perbaikan pada kelainan yang berat atau kematian dini
Pasal 20
Riset perubahan DNA pada sperma, oosit, atau zigot yang kemudian diimplantasikan
pada uterus, saat ini dianggap tidak etis.
Pasal 21
Perubahan gen pada individu yang sudah sehat, hanya untuk mendapatkan peningkatan
kualitas, seperti tinggi badan, intelegensi, dan warna mata, saat ini dianggap tidak etis.
TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
Pasal 22
Yang dimaksud dengan Teknologi Reproduksi Buatan (TRB) atau Assisted Reproductive
Technology (ART) ialah penanganan terhadap gamet (sel telur, sperma) atau embrio,
sebagai upaya untuk memperoleh kehamilan dari pasangan suami istri, apabila caracara alami atau teknik kedokteran konvensional tidak memperoleh hasil.
Pasal 23
Penyelenggaraan TRB harus berpegang pada azas beneficence, nonmaleficence,
autonomy, dan justice.
Pasal 24
Penyelenggaraan teknologi reproduksi tidak boleh bertentangan dengan Undangundang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Pasal 25
Sebelum menjalani teknologi reproduksi buatan, pasutri (pasangan suami istri) berhak
mendapatkan informed consent yang memadai tentang pilihan teknik, kemungkinan
kegagalan, kemungkinan terjadi kehamilan ganda, serta kondisi lingkungan, kultur
sosial, dan moral/agama yang mempengaruhi teknik yang akan dijalankan.
Pasal 26

Dalam menjalankan teknologi reproduksi buatan, dokter spesialis obstetri dan ginekologi
sejauh mungkin menghindari terjadinya kehamilan ganda yang tidak diinginkan
(iatrogenic multiple pregnancy).
Pasal 27
Donasi materi genetik baik berupa gamet (sperma, oosit) maupun zigot/praembrio tidak
dibenarkan.
Pasal 28
Seleksi kelamin anak (sex selection) pasca fertilisasi atau pasca implantasi hanya dapat
dilakukan atas indikasi medis.
PENGENDALIAN KESUBURAN
Pasal 29
Pengendalian yang bertanggung jawab terhadap prokreasi dapat diterima.
Pasal 30
Kontrasepsi Mantap pada Perempuan Pelaksanaan Kontrasepsi Mantap (Kontap) pada
perempuan harus melalui proses konseling yang hati-hati, sehingga merupakan
keputusan melalui pilihan yang matang pasangan suami istri dan dilakukan dengan cara
yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, etik, dan agama pasangan
yang bersangkutan.
Pasal 31
Individu mempunyai hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran untuk kepentingan kesehatannya dan dokter hendaknya menerapkannya
dengan bertanggung jawab.
Pasal 32
Dalam memperkenalkan metode kontrasepsi haruslah menghargai otonomi individu, hak
reproduksi, dan pemberian pelayanan secara berkualitas.
Pasal 33
Pemberian informasi kontrasepsi kepada perempuan hendaknya tanpa hambatan.
Pasal 34
Pemberian kontrasepsi pada mereka yang memerlukan, tapi tidak menikah, tidak
bertentangan dengan etika.
SIKAP DOKTER SPESIALIS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI TERHADAP ABORSI
Pasal 35
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi hendaknya menyikapi dengan arif agar tidak
terjebak dalam pertentangan tajam antara aliran Pro-Life yang secara ekstrim menolak
aborsi dan aliran Pro-Choice yang menghormati hak perempuan untuk secara bebas
menentukan apakah akan meneruskan atau menghentikan kehamilannya dengan cara
aborsi.
Pasal 36
Aborsi atas indikasi medis (therapeutic abortion) dapat dilakukan oleh spesialis obstetri
dan ginekologi setelah melalui proses informed consent dan diputuskan oleh dua orang
yang kompeten dalam bidangnya.
Pasal 37
Aborsi atas indikasi medicopsikososial dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu secara
selektif setelah melalui konseling yang aman dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 38
Sebagai kontrol apakah keputusan aborsi aman dibenarkan secara etis ialah apabila
keputusan itu dibuat dengan berat hati karena tidak ada jalan lain yang lebih baik,
bukan karena pertimbangan komersial.
SIKAP DOKTER SPESIALIS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI TERHADAP HIV/AIDS
5

Pasal 39
Perempuan seyogyanya menerima pemeriksaan laboratorium terhadap HIV
Pasal 40
Bagi pasangan infertilitas yang salah satu atau keduanya terinfeksi HIV adalah etis
untuk diberi pelayanan reproduksi buatan, bila mereka menginginkannya.
Pasal 41
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi wajib memberikan pertolongan yang profesional
pada pasien perempuan terinfeksi HIV, sebagaimana pada pasien lainnya.
MEMPERTAHANKAN KETERAMPILAN KLINIK
Pasal 42
Seorang spesialis obstetri dan ginekologi hendaknya menjaga kesehatannya dan
mempertahankan tingkat profesionalnya sesuai dengan kebutuhan dan membantu
profesi lain dalam meningkatkan mutu pelayanan reproduksi.
Pasal 43
Pelatihan klinik dapat dilakukan oleh setiap anggota POGI yang memiliki kewenangan
melatih keterampilan klinis tertentu, yang mendapat sertifikasi dari pengurus POGI atau
institusi lain yang ditetapkan PB POGI
Pasal 44
Pelatihan klinik harus melalui pendekatan :
a. pelatihan yang berbasis kewenangan (Competency based training);
b. belajar tuntas (Mastery learning);
c. manusiawi (Humanistic approach).
Pasal 45
Seorang SpOG mempunyai kewajiban untuk ikut memajukan pendidikan kedokteran baik
secara langsung maupun tidak langsung.
KETIDAKSEPAKATAN ANTARSEJAWAT
Pasal 46
Bila terjadi ketidaksepakatan antaranggota POGI yang menimbulkan konflik, sebaiknya
diselesaikan secara kekeluargaan. Jika tidak bisa, mereka dapat mengajukan
permasalahan ini kepada Dewan Pertimbangan Cabang POGI. Namun, jika di tingkat
cabang juga tidak dapat diselesaikan dapat diteruskan kepada Dewan Pertimbangan
Pusat.
D. Organisasi
Nama organisasi dokter spesialis kandungan adalah Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia. Ketua Umum/President Dr. dr. Poedjo Hartono, SpOG (K) terpilih
sebagai Ketua POGI ke 18. Beliau menjabat pada tahun 2015-2018.
POGI didirikan pada tanggal 5 Juli 1954 di Jakarta, dengan ketua pertamanya
adalah Alm. Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, SpOG. Kedudukan POGI semakin kuat
dengan disahkan melalui akte notaris No. 28 tanggal 15 Juni 2001. POGI adalah satusatunya organisasi profesi yang menghimpun para Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Indonesia.
E. Anggaran Dasar
BAB I. NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WAKTU
Pasal 1. Nama
Organisasi ini bernama Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia disingkat POGI/ Indonesian
Society of Obstetrics and Gynecologist (ISOG).
6

Pasal 2. Waktu
POGI didirikan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1954 untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
Pasal 3. Tempat Kedudukan
Pengurus Besar POGI berkedudukan di ibukota negara .
Pasal 4. Lambang Organisasi dan Mars POGI dijabarkan dalam ART
BAB II. ASAS, DASAR, SIFAT, TUJUAN DAN PEDOMAN
Pasal 5. Asas dan Dasar
POGI berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945.
Pasal 6. Sifat
POGI mempunyai sifat:
Ayat 1.
Merupakan satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun para Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Indonesia.
Ayat 2.
Merupakan badan organik Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bersifat otonom.
Ayat 3.
Merupakan badan hukum nonprofit yang didirikan di depan notaris (Akta No. 28 tanggal 15 Juni
2001) dan telah diumumkan pada lembaran negara Nomor AHU 109.AH.01.07. Tahun 2012.
Pasal 7. Tujuan
POGI bertujuan:
Ayat 1.
Meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi obstetri dan ginekologi.
Ayat 2.
Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan obstetri dan ginekologi melalui pembinaan,
pengayoman, penghargaan dan advokasi para anggotanya secara berkesinambungan.
Ayat 3.
Meningkatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan perempuan Indonesia melalui
kemitraan dengan Pemerintah, organisasi profesi lainnya, lembaga swadaya dalam dan luar
negeri serta masyarakat.
Pasal 8. Pedoman
POGI berpedoman pada:
Sumpah Dokter
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Pedoman Etik Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Panduan Profesi Obstetri dan Ginekologi IndonesiaPerundang-undangan yang berlaku
BAB III. UPAYA
Pasal 9. Upaya
Ayat 1.
Berperan serta secara aktif pelaksanaan program-program kesehatan reproduksi dan kesehatan
perempuan.
Ayat 2.
Melakukan koordinasi penyelenggaraan pelayanan, pendidikan dan penelitian dalam bidang
kesehatan reproduksi dan kesehatan perempuan.
Ayat 3.
Meningkatkan dan memelihara serta membina terlaksananya Sumpah Dokter, Kode Etik
Kedokteran Indonesia, Panduan Profesi serta Pedoman Kode Etik Obstetri dan Ginekologi
Indonesia untuk menjamin mutu pelayanan.
Ayat 4.
Meningkatkan ilmu dan teknologi kesehatan reproduksi, khususnya dalam bidang obstetri dan
ginekologi.
Ayat 5.
Memperjuangkan dan memelihara kepentingan serta kedudukan anggota POGI sesuai dengan
harkat dan martabat profesi kedokteran di dalam sistem kesehatan nasional.
7

Ayat 6.
Mengadakan hubungan dan kerjasama dengan lembaga lain yang mempunyai tujuan sama atau
selaras, pemerintah maupun swasta di dalam maupun di luar negeri.
Ayat 7.
Melaksanakan upaya lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan asas, dasar dan sifat POGI.
BAB IV. KEANGGOTAAN
Pasal 10. Anggota
Ayat 1.
Anggota POGI terdiri dari atas anggota biasa, anggota muda, anggota kehormatan dan anggota
luar biasa.
BAB V. ORGANISASI
Pasal 11. Wilayah
POGI mempunyai wilayah kerja di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 12. Lembaga Organisasi
Lembaga Organisasi terdiri dari :
1. Lembaga Legislatif
2. Lembaga Eksekutif
Ayat 1. Lembaga Legislatif terdiri dari
1.1. Rapat Umum
1.2. Rapat Umum Luar biasa
Ayat 2. Lembaga Eksekutif terdiri dari
2.1. Pengurus Besar
2.2. Dewan Pertimbangan
2.3. Kolegium
2.4. Musyawarah Pimpinan Pusat
2.5. Pengurus Cabang
2.6. Rapat lain-lain
BAB. VI. LEMBAGA LEGISLASTIF
Pasal 13. Fungsi dan Wewenang Lembaga Legislatif
Ayat 1.
Rapat Umum adalah forum kekuasaan tertinggi, diselenggarakan sekali dalam 3 (tiga) tahun
dalam Kongres (KOGI).
Ayat 2.
Rapat Umum Luar Biasa adalah forum kekuasaan tertinggi pengganti Rapat Umum dikarenakan
adanya situasi dan kondisi yang mengharuskan diselenggarakannya rapat umum sebelum
waktunya

.
BAB. VII. LEMBAGA EKSEKUTIF
Pasal 14. Pengurus Besar
Adalah penyelenggara organisasi tingkat pusat yang terdiri dari: Pimpinan PB POGI, Wakil
Pimpinan POGI, Sekretariat Jenderal, Bidang Profesi, Bidang Organisasi, Bidang Keuangan,
Bidang Ilmiah, Badan Kelengkapan, Badan Khusus.
Ayat 1. Pimpinan PB POGI
1.1 PB POGI di pimpin oleh Ketua Umum.
1.2 Ketua Umum bertugas memimpin dan menentukan kebijakan PB POGI.
Ayat 2. Wakil Pimpinan PB POGI
8

2.1. Wakil Pimpinan PB POGI di jabat oleh Ketua Terpilih.


2.2 Ketua Terpilih bertugas sebagai wakil ketua umum, dan akan menjadi Ketua Umum pada masa
bakti berikutnya.
2.3. Ketua Terpilih, dipilih dan dikukuhkan dalam rapat umum.
Ayat 3. Sekretariat Jenderal
3.1. Sekretariat Jendral di pimpin oleh sekretaris Jendral.
3.2 Sekretaris Jendral bertugas mengkordinir kegiatan PB POGI.
3.3 Sekretaris Jendral dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh ketua umum.
3.4. Sekretaris jenderal dapat dibantu oleh beberapa orang staf sesuai kebutuhan.
3.5. Sekretariat adalah satuan administratif yang membantu kelancaran kerja Pengurus Besar dan
dipimpin oleh kepala sekretariat, dibawah koordinasi Sekretaris Jenderal.
3.6 Kepala dan pegawai sekretariat pengurus besar POGI dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh
ketua umum.
Ayat 4. Bidang Profesi
4.1. Bidang Profesi di pimpin Ketua Bidang Profesi
4.2 Bertugas melakukan pembinaan keprofesian dan kesejawatan.
4.3. Ketua Bidang Profesi dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh ketua umum.
Ayat 5. Bidang Organisasi dan kerjasama
5.1. Bidang Organisasi dan kerjasama di pimpin Ketua Bidang Organisasi dan kerjasama.
5.2 Bertugas melakukan pembinaan organisasi, pengabdian masyarakat dan kerjasama dalam
dan luar negeri.
5.3. Ketua Bidang Organisasi dan Kerjasama dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum.
Ayat 6. Bidang ilmiah
6.1. Bidang Ilmiah di pimpin oleh Ketua Bidang Ilmiah.
6.2 Bertugas melakukan pembinaan di bidang ilmiah.
6.3. Ketua Bidang Ilmiah di pilih, di angkat dan diberhentikan oleh ketua umum.
6.4. Ketua Bidang Ilmiah dapat dibantu oleh beberapa orang staf sesuai kebutuhan.
Ayat 7. Bidang Keuangan
7.1. Bidang Keuangan di pimpin oleh Ketua Bidang Keuangan.
7.2 Bidang Keuangan bertugas untuk mengelola keuangan, aset dan merencanakan serta
mengupayakan pendapatan demi terselenggaranya organisasi.
7.3. Ketua Bidang Keuangan dipilih, diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Umum.
7.4. Keuangan dikelola secara transparan, sesuai prosedur, penuh kehati- hatian, dan akuntabel.
Ayat 8. Badan Kelengkapan
8.1. Badan Kelengkapan terdiri dari beberapa perhimpunan Konsultan, P2KB, dan , KelompokKelompok kerja, yang masing-masing dipimpin oleh seorang ketua.
8.2. Setiap Badan Kelengkapan, bertugas untuk mengkoordinir dan membina Dokter Spesialis,
Spesialis Konsultan dan Kelompok Kerja.
8.3. Setiap ketua perhimpunan konsultan:
8.3.1. Dipilih oleh Rapat perhimpunan konsultan.
8.3.2. Dikukuhkan oleh Pengurus Besar.
8.3.3. Mempunyai kewenangan untuk memilih, mengangkat dan memberhentikan wakil ketua,
sekretaris dan anggota.
8.4. P2KB (Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan)
8.4.1 P2KB dipimpin oleh Ketua P2KB
8.4.2 Ketua P2KB dipilih,diangkat, diberhentikan oleh ketua umum.
8.4.3 Tugas pokok dan fungsi dari Badan Kelengkapan diatur dalam Organisasi Tata Laksana
(Ortala) Badan Kelengkapan yang disetujui dan disahkan oleh Pengurus Besar.
8.5. Kelompok kerja :
8.5.1. Setiap Kelompok Kerja dipimpin oleh ketua Kelompok Kerja .
8.5.3 Ketua kelompok Kerja dipilih,diangkat, diberhentikan oleh ketua umum, dan mempunyai
kewenangan untuk memilih, mengangkat dan memberhentikan wakil ketua, sekretaris dan
anggota.

8.5.4 Tugas pokok dan fungsi dari Badan Kelengkapan diatur dalam Organisasi Tata Laksana
(Ortala) Badan Kelengkapan yang disetujui dan disahkan oleh Pengurus Besar.
Ayat 9. Badan Khusus
9.1. Badan Khusus adalah badan yang dibentuk oleh PB POGI untuk tugas dan kepentingan
khusus.
9.2. Badan Khusus terdiri dari MOGI, JNPK, dan PERFITRI (Perhimpunan Fertilisasi In vitro
Indonesia), yang masing-masing dipimpin oleh seorang ketua.
9.3 Ketua Badan Khusus dipilih oleh Rapat Badan Khusus, dan ditetapkan oleh Ketua Umum.
9.4 Tugas pokok dan fungsi dari Badan Khusus diatur dalam Organisasi Tata Laksana (Ortala)
Badan Khusus yang disetujui dan disahkan oleh Pengurus Besar.
Pasal 15. Dewan Pertimbangan
Ayat 1.
Dewan Pertimbangan : adalah pembina disiplin profesi dan etik serta melakukan advokasi bagi
anggota.
Ayat 2.
Dewan Pertimbangan terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan seluruh ketua dewan
pertimbangan cabang sebagai anggota
Ayat 3.
Ketua Dewan Pertimbangan :
3.1. Dipilih dan dikukuhkan oleh Rapat Umum, maksimal untuk 2 (dua) periode masa bakti.
3.2. Mempunyai kewenangan untuk memilih, mengangkat dan memberhentikan wakil ketua dan
sekretaris.
Ayat 4.
Tugas pokok dan fungsi Dewan Pertimbangan diatur dalam Organisasi Tata Laksana (Ortala)
Dewan Pertimbangan yang disahkan oleh Pengurus Besar .

Pasal 16. Kolegium


Ayat 1.
Kolegium adalah koordinator, pembina dan penentu kebijakan pendidikan Dokter Spesialis
Obstetri Ginekologi dan Konsultan serta memberi asupan materi pendidikan obstetri dan
ginekologi di tingkat S1.
Ayat 2.
Kolegium terdiri atas para: Guru Besar, Ketua Umum PB POGI, Ketua Terpilih, Ketua Bagian
Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran yang menyelenggarakan Pendidikan PPDS, Ketua
Program Studi, Sekretaris Program Studi, Ketua Himpunan Konsultan dan Ketua Ketua POGI
Cabang.
Ayat 3.
Ketua Kolegium dipilih dan dikukuhkan oleh Rapat Umum.
Ayat 4.
Ketua Kolegium dapat dipilih selama-lamanya 2 (dua) masa bakti berturut-turut.
Ayat 5.
Tugas pokok dan fungsi Kolegium diatur dalam Organisasi Tata Laksana (Ortala) Kolegium yang
disahkan oleh Pengurus Besar .
Pasal 17. Musyawarah Pimpinan Pusat
Adalah musyawarah antara Ketua Umum, Ketua Terpilih, Ketua Kolegium, Ketua Dewan
Pertimbangan dan Sekretaris Jenderal untuk menetapkan kebijakan strategis yang tidak
terdapat di dalam AD/ART, baik berskala nasional/internasional .
Pasal 18. POGI Cabang
Ayat 1.
POGI Cabang adalah penyelenggara organisasi tingkat wilayah.
Ayat 2
Ketua POGI Cabang dipilih oleh Rapat Anggota Cabang.
Ayat 3.
10

Ketua Cabang segera membentuk kepengurusan cabang selambat-lambatnya 6 bulan sesudah


rapat umum.
Ayat 4.
POGI Cabang baru, dikukuhkan oleh Rapat Umum.
Ayat 5.
Dalam Rapat Umum, POGI Cabang diwakili oleh delegasi Cabang.
Pasal 19. Rapat Lain-lain
Rapat lain-lain adalah forum untuk pertemuan eksekutif organisasi di luar rapat umum dan
rapat umum luar biasa. Terdiri dari rapat tahunan (PIT) dan rapat khusus.
BAB VIII. KEKAYAAN
Pasal 20. Kekayaan POGI
Ayat 1.
Kekayaan POGI terdiri dari :
Kekayaan PB POGI, POGI cabang, Kolegium dan Dewan Pertimbangan.
Ayat 2.
POGI berkewajiban melaporkan kekayaannya kepada anggotanya

BAB IX. ANGGARAN RUMAH TANGGA


Pasal 21. Anggaran Rumah Tangga
Ayat 1.
Anggaran Rumah Tangga memuat ketentuan-ketentuan untuk melaksanakan Anggaran Dasar dan
ditetapkan pada Rapat Umum.
Ayat 2.
Anggaran Rumah Tangga tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar.
BAB X. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 22. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Ayat 1.
Bila dipandang perlu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat dirubah.
Ayat 2.
Rancangan perubahan Anggaran Dasar dan perubahan Anggaran Rumah Tangga disiapkan oleh
Pengurus Besar dan akan disampaikan dalam rapat panitia prarapat umum.
Ayat 3.
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ditetapkan pada Rapat Umum
atas persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga Cabang yang hadir.
F. Anggaran Rumah Tangga
BAB I. NAMA, KEDUDUKAN DAN WAKTU
Pasal 1. Nama
Organisasi ini bernama Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)/ Indonesian Society
of Obstetrics and Gynecology (ISOG).
Pasal 2. Waktu
POGI didirikan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1954 untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.
Pasal 3. Kedudukan
Pengurus Besar POGI berkedudukan di Ibukota Negara
Pasal 4. Lambang Organisasi

11

4.1 Keterangan Gambar :


4.1.1 Dasar warna hijau
4.1.2 Bentuk dasar segi empat memanjang berisi lengkung
4.1.3 Tulisan dalam susunan suatu lengkungan diatas warna kuning
4.1.4 Singkatan mendatar dibagian bawah dengan warna kuning
4.1.5 Gambar tanda wanita warna putih dengan isi biru
4.1.6 Gambar atap melintang bergaris-garis tegak
4.1.7 Gambar rahim terpancung warna merah
4.1.8 Gambar bunga melati merekah warna putih di tengah dasar biru
Pasal 5. MARS POGI
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Wahana dokter pengabdi kemanusiaan. Berpadu
dalam misi untuk merapatkan sisi Berdiri tetap teguh diatas pancasila. Menjunjung tinggi ilmu
dan amal Mengayomi bunga bunga bangsa. Melahirkan sang generasi dari kandungan pertiwi.
Bahanan derapmu mengusir deritaku. Dalam citamu untuk membangun bangsa
Kupersembahkan bakti ku nan mulia. Demi cintaku pada nusa dan bangsa.
Mars POGI ini digelar untuk pertama kali serta disahkan pada Kongres Obstetri dan Ginekologi
Indonesia VI, Ujung Pandang, Juli 1985. Lagu oleh : Prof. dr. Agus Sopacua dan Syair oleh : dr. P.
S. Poli
BAB II. ASAS, DASAR, SIFAT TUJUAN DAN PEDOMAN
Pasal 6. Asas dan Dasar
POGI berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang Undang Dasar 1945.
Pasal 7. Sifat
Ayat 1.
POGI adalah badan hukum nonprofit yang didirikan di depan notaris (Akta No. 242/PM/STTDN/2000) dan telah diumumkan pada lembaran negara Nomor AHU 109.AH.01.07. Tahun 2012.
Ayat 2.
POGI satu-satunya organisasi profesi yang menghimpun para dokter spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Indonesia.
Ayat 3.
POGI merupakan badan organik Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bersifat otonom.
Pasal 8. Tujuan
8.1. Memperjuangkan dan memelihara harkat dan martabat dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Indonesia.
12

8.2. Mengupayakan, memelihara dan meningkatkan organisasi POGI sebagai wadah bersatunya
dan satu-satunya perkumpulan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Indonesia sehingga
selalu diakui oleh IDI, pemerintah, dan organisasi masyarakat lainnya serta masyarakat pada
umumnya.
8.3. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan reproduksi dan perempuan Indonesia maka
POGI melakukan kemitraan dengan pemerintah, organisasi profesi lain, lembaga swadaya
dalam dan luar negeri serta masyarakat.
8.4. Berperan aktif dalam menyusun dan melaksanakan program kesehatan perempuan dan
reproduksi bersama pemerintah, organisasi profesi lainnya dan masyarakat.
8.5. Mengamalkan keprofesiannya pada derajat tertinggi sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi dan perempuan .
Pasal 9. Pedoman
Sebagai organisasi profesi yang menjunjung tinggi harkat, martabat dan keselamatan serta
manfaat bagi pasien, diri sendiri, masyarakat dan lingkungan; POGl berpedoman pada:
Sumpah Dokter, Panduan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Pedoman Etik Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, Panduan Profesi Obstetri dan Ginekologi Indonesia, perundang-undangan
dan peraturan yang berlaku.
BAB III. UPAYA
Pasal 10. Upaya
10.1 Melakukan korporasi, dengan memberdayakan dan menggalang potensi seluruh anggota.
10.2 Melakukan akreditasi melalui Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan,
sehingga kompetensi anggota POGI diakui oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia dan
dunia pada umumnya.
10.3 Membuat dan memberlakukan Panduan Pelaksanaan Profesi di Bidang Obstetri dan
Ginekologi.
10.4 Mengadakan pertemuan / pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kesehatan
reproduksi dan kesehatan perempuan, pada skala nasional maupun internasional.
10.5 Melakukan pertemuan ilmiah, pelatihan, sayembara ilmiah, dan mengupayakan pemberian
beasiswa (di dalam dan luar negeri) kepada anggotanya yang terpilih.
10.6 Membentuk wadah komunikasi keilmuan dan teknologi dengan menerbitkan Majalah Obstetri
dan Ginekologi Indonesia dan situs resmi POGI.
10.7 Mengupayakan diterbitkannya karya tulis anggota POGI di majalah internasional.
10.8 Melakukan pertukaran ilmu dan pengalaman antar anggota perkumpulan.
10.9 Melakukan penelitian operasional.
10.10 Membuat dan memberikan usulan pada instansi terkait dalam rangka pembinaan,
penempatan dan pemerataan dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Indonesia.
BAB IV. KEANGGOTAAN
Pasal 11. Ketentuan
Ayat 1.

13

Anggota Biasa adalah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, warga negara Indonesia, anggota
IDI, memiliki ijazah yang diakui oleh POGI.

Ayat 2.
Anggota Muda POGI adalah warga negara Indonesia, dokter umum, anggota IDI yang sedang
menjalani program pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi pada pusat pendidikan di
Indonesia. Setelah lulus, anggota muda harus mendaftar menjadi anggota biasa POGI.
Ayat 3.
Anggota Kehormatan POGI adalah mereka yang bukan anggota biasa POGI, yang berjasa di
bidang kesehatan dan kedokteran, khususnya Obstetri dan Ginekologi.
Ayat 4
Anggota Luar Biasa adalah Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi yang berkewarganegaraan Asing
yang bekerja dan atau berpraktik di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 12. Tata Cara Penerimaan Anggota
Ayat 1.
Setiap Spesialis Obstetri dan Ginekologi, sebelum berpraktik di wilayah POGI Cabang, wajib
mendaftarkan diri sebagai anggota ke Pengurus POGI Cabang Setempat.
Ayat 2.
Calon Anggota Biasa, mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus POGI Cabang yang akan
meneruskan ke Pengurus Besar untuk disetujui atau tidak.
Ayat 3.
Calon Anggota Biasa harus memenuhi persyaratan administratif dan etik yang ditetapkan oleh
POGI Cabang.
Ayat 4.
POGI Cabang berhak untuk menunda dan menolak permohonan keanggotaan.
Dan POGI Cabang berkewajiban untuk memberikan laporan kepada PB POGI tentang alasan
penolakan.
Ayat 5.
Bila tidak terdapat cabang pada wilayah dimaksud maka permohonan diajukan langsung kepada
POGI Cabang terdekat.
Ayat 6.
Calon anggota yang ditunda atau ditolak permohonan keanggotaannya berhak untuk mengajukan
banding pada PB POGI (Musyawarah Pimpinan Pusat/ MPP).
Ayat 7.
Pengurus POGI Cabang dapat memberikan rekomendasi keanggotaan sementara yang diperlukan
untuk menjalankan profesi bagi anggota yang belum dikukuhkan oleh PB POGI dan bagi
anggota yang sudah memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) di tempat asal namun saat ini berdomisili
sementara di cabang lain karena sedang menjalani program pendidikan resmi, dan
keanggotaan sementara tersebut akan dicabut ketika yang bersangkutan selesai menjalankan
pendidikan.
Ayat 8.
Anggota Muda didaftarkan oleh Institusi Pendidikannya kepada POGI Cabang setempat.
Ayat 9.
Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus POGI; yang penilaiannya dilakukan oleh tim yang
dibentuk khusus terdiri dari Pengurus Besar dan Pengurus Cabang/ Badan Kelengkapan/ Badan

14

Khusus yang mengusulkannya. Pengesahan sebagai anggota kehormatan dilakukan oleh


Pengurus Besar POGI setelah disetujui dalam rapat Musyawarah Pimpinan Pusat.
Ayat 10.
Anggota Luar Biasa POGI harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
10.1. Menenuhi kriteria ketenagakerjaan asing yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.
10.2. Fasih berbahasa Indonesia lisan maupun tulisan berdasarkan tingkat kelulusantertentu yang
dikeluarkan oleh Lembaga Bahasa Indonesia di Universitas Negeri.
10.3. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dan
tercapainya pemerataan pelayanan kesehatan.
10.4. Bersedia menjalankan program-program kesehatan pemerintah khususnya dibidang
kesehatan reproduksi dan kesehatan perempuan.
10.5. Wajib mengikuti persayaratan yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tentang
tenaga Dokter Asing dan Peraturan Lokal.
10.6. Wajib menjalani proses adaptasi.
10.7. Kewajiban lainnya sesuai dengan anggota biasa POGI.
Pasal 13. Hak Anggota
Ayat 1.
Mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA)
Ayat 2.
Anggota Biasa berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul atau pernyataan, lisan atau
tertulis kepada pengurus, mengikuti semua kegiatan organisasi, memilih serta ipilih.
Ayat 3.
Anggota Biasa berhak mendapat advokasi dan bantuan hukum. Upaya ini hanya bisa didapatkan
oleh anggota POGI di tempat terdaftar.
Ayat 4.
Anggota Biasa berhak mendapatkan pembinaan profesi.
Ayat 5.
Anggota Biasa berhak mendapatkan rekomendasi untuk ijin praktik dalam melaksanakan tugas
sebagai dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi setelah memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan.
Ayat 6.
Anggota Muda berhak mengeluarkan pendapat, menyalurkan hak suara melalui perwakilan POGI
cabang setempat dan tidak mempunyai hak pilih dan dipilih. Namun berhak mendapatkan
advokasi dan bantuan hukum.
Ayat 7.
Anggota Kehormatan berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan usul/pertanyaan lisan atau
tertulis kepada pengurus, mengikuti semua kegiatan organisasi, tetapi tidak mempunyai hak
suara, memilih dan dipilih.
Ayat 8.
Bagi anggota yang berusia di atas 70 tahun di bebaskan dari kewajiban membayar iuran bulanan,
iuran MOGI, biaya registrasi PIT/KOGI. Dan bagi anggota yang tidak menjalankan praktik
selama lebih dari 1 tahun dapat mengajukan pembebasan pembayaran iuran wajib profesi
kepada POGI Cabang dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Ayat 9.
Anggota biasa dan anggota muda berhak mengetahui laporan kegiatan dan keuangan dari
Pengurus Besar POGI beserta perangkatnya.
Ayat 10.

15

Anggota atas permintaan sendiri dapat mengajukan pemberhentian sebagai anggota POGI
dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Cabang sekurang-kurangnya
satu bulan sebelumnya.
Ayat 11.
Anggota Luar Biasa tidak mempunyai hak untuk memilih dan dipilih.
Ayat 12.
Anggota Luar Biasa berhak untuk mengikuti kegiatan kegiatan yang diadakan oleh POGI.
Ayat 13.
Anggota Luar Biasa berhak untuk mendapatkan pembinaan dan perlindungan profesi.
Pasal 14. Kewajiban Anggota
Ayat 1.
Anggota biasa dan anggota muda berkewajiban menjaga nama baik POGI dengan menjunjung
tinggi dan mengamalkan Sumpah Dokter, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Panduan Profesi
Obstetri dan Ginekologi, Pedoman Etik Obstetri dan Ginekologi Indonesia, AD/ART, segala
peraturan dan keputusan POGI, serta peraturan dan perundangan yang berlaku.
Ayat 2.
Anggota biasa wajib untuk selalu meningkatkan profesionalisme dengan melaksanakan P2KB,
termasuk kewajiban mengikuti IN ALARM setiap 5 (lima) tahun.
Ayat 3.
Anggota Biasa dan Anggota Muda wajib membayar iuran bulanan kepada pengurus cabang.
Ayat 4.
Besaran iuran bulanan untuk Anggota Biasa adalah Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan
Anggota Muda adalah Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) dan 25% disetor ke Pengurus Besar
sedangkan 75% untuk cabang.
Ayat 5.
Anggota biasa wajib membayar iuran MOGI sebesar Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah) per tahun.
Ayat 6.
Anggota wajib membayar iuran POGI dan MOGI minimal untuk 1 (satu) tahun ke depan.
Keterlambatan melaksanakan kewajiban maksimal 1 (satu) tahun akan dikenakan sanksi.
Ayat 7.
Setiap anggota yang melakukan praktik, di luar daerah tempat pendaftarannya wajib melapor dan
memenuhi persyaratan - persyaratan dari masing masing POGI cabang, termasuk membayar
iuran bulanan di masing-masing POGI cabang tempat praktik.
Ayat 8.
Anggota Kehormatan wajib menjaga dan mempertahankan kehormatan POGI.
Ayat 9
Anggota Luar Biasa mempunyai kewajiban yang sama dengan anggota biasa
Pasal 15. Sanksi-Sanksi
Ayat 1.
Keanggotaan dapat diberhentikan sementara atau tetap, apabila ada pelanggaran AD/ART.
Ayat 2.
Seorang anggota dapat dihentikan sementara keanggotaannya oleh Pengurus Cabang, yang
apabila dipandang perlu selanjutnya dapat diusulkan kepada Pengurus Besar POGI untuk
pemberhentian tetap. Pengurus Besar POGI akan menetapkannya pada Rapat Umum.
Ayat 3.
Paling lama 1 (satu) tahun sesudah penghentian sementara, Pengurus Cabang dapat
merehabilitasi atau mengusulkan pemberhentian tetap keanggotaan pada Pengurus Besar.
Ayat 4.
16

Dalam hal-hal luar biasa, Pengurus Besar dapat melakukan penghentian langsung keanggotaan,
dan memberitahukannya kepada Pengurus Cabang yang bersangkutan.
Ayat 5.
Anggota yang dikenakan pemberhentian keanggotaannya diberi kesempatan meminta bantuan
kepada Dewan Pertimbangan Pusat.
Ayat 6.
Anggota yang dikenakan pemberhentian keanggotaannya dapat mengajukan pembelaannya
dalam Rapat Umum.
Ayat 7.
Keputusan Rapat Umum dapat membatalkan atau memperkuat tindakan pemberhentian
keanggotaan.
Ayat 8.
Anggota yang tidak membayar iuran selama 1 (satu) tahun, tidak diperkenankan mengikuti
seluruh kegiatan POGI.
Ayat 9.
Pencabutan sanksi pemberhentian sementara sesuai pasal 8, akan diberlakukan setelah anggota
melunasi kewajibannya.
Ayat 10.
Pencabutan sanksi akibat pelanggaran disiplin profesi dan atau etika, akan diberlakukan setelah
ada keputusan Dewan Pertimbangan Pusat.
BAB V. STRUKTUR ORGANISASI
Untuk jalannya organisasi maka diperlukan suatu acuan tata kelola organisasi seperti di bawah ini:
Pasal 16. Lembaga Organisasi
Lembaga organisasi terdiri atas:
1. Lembaga Legislatif
2. Lembaga Eksekutif
Ayat 1.
Lembaga Legislatif terdiri atas:
1.1. Rapat Umum
1.2. Rapat Umum Luar biasa
Ayat 2.
Lembaga Eksekutif terdiri atas:
2.1. Pengurus Besar
2.2. Dewan Pertimbangan
2.3. Kolegium
2.4. Musyawarah Pimpinan Pusat
2.5. Pengurus Cabang
2.6. Rapat lain-lain

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SpOG adalah gelar yang disandang para dokter kandungan, merupakan
kependekan dari Spesialis Obstetri & Ginekologi. Untuk menyandang gelas SPOG ini
setelah lulus dari pendidikan dokter umum maka akan melanjutkan ke dokter spesialis
obgyn selama 5 7 tahun.
Organisasi sSpOG INI adalah POGI atau Persatuan Obstetric Dan Ginekologi
Indonesia. POGI ini mempunyai anggran dasar dan anggaran rumah tangga.
B. Saran
Untuk mendapatkan gelar SpOG, seseorang harus menempuh pendidikan
spesialis selama 5 7 tahun agar seorang spesialis handal dalam bidangnya. Dan harus
bersungguh sungguh dalam menjalankan pendidikan agar ilmu yang didapatkan bisa
di terapkan di masyarakat luas.

18

DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
https://id.wikipedia.org/wiki/Dokter_spesialis
http://drprima.com/kehamilan/pengertian-obstetri-dan-ginekologi.html
http://pogi.or.id/publish/
http://pogi.or.id/publish/download/dokumen-wajib-pogi/

19

Anda mungkin juga menyukai