Anda di halaman 1dari 2

HILANGNYA SAYAP KASUARI

Dulu, di Jazirah Onim, Fak-Fak, Irian Jaya, konon burung Kasuari bisa terbang seperti burung-burung
lain. Bahkan pada masa itu burung kasuari dikenal sebagai raja rimba. Hampir seluruh sumber makanan bagi
bangsa burung, baik yang ada di darat maupun yang ada di pepohonan dikuasainya. Karenanya, kasuari menjadi
sombong dan serakah. Tetapi yang lebih menyakitkan hati burunfg-burung lain, Kasuari sering menutupi
pepohonan yang lebat buahnya dengan sayapnya yang lebar. Akibatnya, burung-burung lain tidak bisa ikut
menikmatinya.
Suatu hari Kasuari mengguncang-guncangkan pohon buah-buahan sehingga buahnya banyak yang
jatuh. Namun, ketika burung-burung lain berebut memungutnya, Kasuari segera mengusirnya. "Enyah kau,
pencuri!"
Ulah kasuari yang semena-mena itu membuat burung-burung lain cemas. Bila hal itu dibiarkan,
burung-burung lain akan kelaparan. Atas inisiatif burung Wapur (merpati hutan), semua burung yang tinggal di
hutan itu sepakat untuk mengadakan rapat.
Pagi itu semua burung penghuni hutan berkumpul. Mereka berupaya memberikan pelajaran pada
Kasuari yang congkak dan serakah itu.
Setelah berunding disepakati bahwa Wapur yang akan bertindak. Ia bahkan rela menjadi korban kalau
memang harus terjadi. Wapur akan menantang Kasuari untuk mengadu kemampuan terbang di udara. Tetapi
sebelum pertandingan dimulai masing-masing pihak harus memberi kesempatan untuk mematahkan sayap
lawannya.
Kelinci bertugas mengantarkan surat tantangan itu kepada Kasuari. Betapa marahnya Kasuari ketika
membaca sura tantangan itu. "Baik, saya akan datang," kata Kasuari dengan congkak. "Jangan lupa! Umumkan
pada semua burung untuk datang di tempat perlombaan. Agar semua melihat bagaimana aku meremukkan
tulang-tulang lawanku."
Beberapa hari kemudian waktu perlombaan pun tiba. Burung-burung yang tinggal di hutan itu
berbondong-bondong ke tempat perlombaan. Mereka bergerombol-gerombol, bertengger di dahan-dahan di
pinggir padang rumput yang luas.
Tak lama kemudian burung Kasuari tampak melayang-layang di atas padang rumput. Matanya yang
awas terus memandang ke bawah sambil tertawa-tawa mengerikan.
"Hai, di mana penantang saya?" teriaknya. Tak ada jawaban.
"Ha ha ha siapa yang telah berani menantang Kasuari? Ayo, jangan sembunyi. Muncul dan
tunjukkan mukamu!"
Sejenak kemudian seekor burung kecil tiba-tiba melesat ke udara. "Akulah lawanmu!" teriaknya sambil
melintas di atas kepala kasuari.
"Ha, apa tidak salah! Seekor wapur? Dia berani menantangku?" Kasuari heran melihat penantangnya
hanya seekor burung kecil.
"Kau tidak perlu heran!" ujar Wapur. "Mari, kita mulai sekarang!"
Maka mulailah mereka mendekat dan berusaha mematahkan sayap lawannya. Kasuari berhasil
memegang sayap Wapur lalu memutar sayap itu kuat-kuat. Terdengar bunyi "kreek .. kreek". Kasuari yakin,.
sayap Wapur telah remuk. Padahal, sebenarnya itu adalah bunyi ranting yang patah. Wapur memang sengaja
menyelipkan ranting kayu kering di bawah sayapnya untuk mengelabui Kasuari.
Kini giliran Wapur berusaha mematahkan sayap Kasuari. Dengan segenap kekuatannya ia memutar
sayap Kasuari hingga patah. Kausari menjerit kesakitan.
Kemudian tibalah saatnya kedua burung itu berlaga terbang. Burung Wapur melesat bebas terbang ke
mana-mana. Sedangkan Kasuari baru terbang sebentar saja sudah melayang jatuh.
Kasuari mengaku kalah. Kasuari yang sombong menyadari bahwa kini ia tak sehebat dulu. Ia tak
mampu terbang lagi. Ia tak mampu menutupi pohon yang lebat buahnya dengan sayapnya.
Burung-burung bersorak kegirangan. "Hidup Wapur! hidup Wapur!" teriak mereka. Lalu mereka
berbondong-bondong mencari pohon yang lebat buahnya. Mereka makan buah-buahan itu dengan lahapnya
sambil berkicau riang. Sementara itu, Kasuari harus puas dengan menikmati sisa buah-buahan yang terjatuh dari
atas pohon itu tanpa bisa memetiknya sendiri.
Sejak saat itu semua keturunan Kasuari hanya memiliki sayap yang kecil sehingga tidak dapat terbang.
(dari Sanggar sastra)
***

HILANGNYA SAYAP KASUARI


Dulu, di Jazirah Onim, Fak-Fak, Irian Jaya, konon burung Kasuari bisa terbang seperti burung-burung
lain. Bahkan pada masa itu burung kasuari dikenal sebagai raja rimba. Hampir seluruh sumber makanan bagi
bangsa burung, baik yang ada di darat maupun yang ada di pepohonan dikuasainya. Karenanya, kasuari menjadi
sombong dan serakah. Tetapi yang lebih menyakitkan hati burunfg-burung lain, Kasuari sering menutupi
pepohonan yang lebat buahnya dengan sayapnya yang lebar. Akibatnya, burung-burung lain tidak bisa ikut
menikmatinya.
Suatu hari Kasuari mengguncang-guncangkan pohon buah-buahan sehingga buahnya banyak yang
jatuh. Namun, ketika burung-burung lain berebut memungutnya, Kasuari segera mengusirnya. "Enyah kau,
pencuri!"
Ulah kasuari yang semena-mena itu membuat burung-burung lain cemas. Bila hal itu dibiarkan,
burung-burung lain akan kelaparan. Atas inisiatif burung Wapur (merpati hutan), semua burung yang tinggal di
hutan itu sepakat untuk mengadakan rapat.
Pagi itu semua burung penghuni hutan berkumpul. Mereka berupaya memberikan pelajaran pada
Kasuari yang congkak dan serakah itu.
Setelah berunding disepakati bahwa Wapur yang akan bertindak. Ia bahkan rela menjadi korban kalau
memang harus terjadi. Wapur akan menantang Kasuari untuk mengadu kemampuan terbang di udara. Tetapi
sebelum pertandingan dimulai masing-masing pihak harus memberi kesempatan untuk mematahkan sayap
lawannya.
Kelinci bertugas mengantarkan surat tantangan itu kepada Kasuari. Betapa marahnya Kasuari ketika
membaca sura tantangan itu. "Baik, saya akan datang," kata Kasuari dengan congkak. "Jangan lupa! Umumkan
pada semua burung untuk datang di tempat perlombaan. Agar semua melihat bagaimana aku meremukkan
tulang-tulang lawanku."
Beberapa hari kemudian waktu perlombaan pun tiba. Burung-burung yang tinggal di hutan itu
berbondong-bondong ke tempat perlombaan. Mereka bergerombol-gerombol, bertengger di dahan-dahan di
pinggir padang rumput yang luas.
Tak lama kemudian burung Kasuari tampak melayang-layang di atas padang rumput. Matanya yang
awas terus memandang ke bawah sambil tertawa-tawa mengerikan.
"Hai, di mana penantang saya?" teriaknya. Tak ada jawaban.
"Ha ha ha siapa yang telah berani menantang Kasuari? Ayo, jangan sembunyi. Muncul dan
tunjukkan mukamu!"
Sejenak kemudian seekor burung kecil tiba-tiba melesat ke udara. "Akulah lawanmu!" teriaknya sambil
melintas di atas kepala kasuari.
"Ha, apa tidak salah! Seekor wapur? Dia berani menantangku?" Kasuari heran melihat penantangnya
hanya seekor burung kecil.
"Kau tidak perlu heran!" ujar Wapur. "Mari, kita mulai sekarang!"
Maka mulailah mereka mendekat dan berusaha mematahkan sayap lawannya. Kasuari berhasil
memegang sayap Wapur lalu memutar sayap itu kuat-kuat. Terdengar bunyi "kreek .. kreek". Kasuari yakin,.
sayap Wapur telah remuk. Padahal, sebenarnya itu adalah bunyi ranting yang patah. Wapur memang sengaja
menyelipkan ranting kayu kering di bawah sayapnya untuk mengelabui Kasuari.
Kini giliran Wapur berusaha mematahkan sayap Kasuari. Dengan segenap kekuatannya ia memutar
sayap Kasuari hingga patah. Kausari menjerit kesakitan.
Kemudian tibalah saatnya kedua burung itu berlaga terbang. Burung Wapur melesat bebas terbang ke
mana-mana. Sedangkan Kasuari baru terbang sebentar saja sudah melayang jatuh.
Kasuari mengaku kalah. Kasuari yang sombong menyadari bahwa kini ia tak sehebat dulu. Ia tak
mampu terbang lagi. Ia tak mampu menutupi pohon yang lebat buahnya dengan sayapnya.
Burung-burung bersorak kegirangan. "Hidup Wapur! hidup Wapur!" teriak mereka. Lalu mereka
berbondong-bondong mencari pohon yang lebat buahnya. Mereka makan buah-buahan itu dengan lahapnya
sambil berkicau riang. Sementara itu, Kasuari harus puas dengan menikmati sisa buah-buahan yang terjatuh dari
atas pohon itu tanpa bisa memetiknya sendiri.
Sejak saat itu semua keturunan Kasuari hanya memiliki sayap yang kecil sehingga tidak dapat terbang.
(dari Sanggar sastra)
***

Anda mungkin juga menyukai