Anda di halaman 1dari 53

Video Ilustrasi

https://www.youtube.com/watch?v=gEOiuVnB
ZKo

Attention Deficit-Hyperactive
Disorder
Ida Ayu Amanda-1406539955
Munadira - 1406617181
Puti Aulia Rahma - 1606895745
Yasmin Firoh - 1406540383
Zahra Khairunnisa - 1406539740

Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD) adalah

Apa Itu ADHD??

neurodevelopmental disorder
yang umum terjadi pada
anak-anak yang menyebabkan
kesulitan untuk fokus pada tugas
dan rutinitas sehari-hari.

Mengapa ADHD digolongkan kedalam


neurodevelopmental disorder?

ADHD memiliki onset yang tergolong dini dan tingkah laku yang
ditampilkan pun menetap.

Tingkah

laku

menetap

tersebut

diasosiasikan

dengan

adanya

perubahan atau kelainan pada perkembangan neural anak dan


seringkali berdampingan dengan keterlambatan perkembangan yang
hampir tidak kentara, masalah dalam berbahasa, motor, dan sosial yang
saling tumpang tindih dengan neurodevelopmental disorder lainnya
seperti autism spectrum disorder (ASD) dan specific learning disorder.

ADHD umumnya ditandai dengan:

Inattentive: sulit fokus


Hyperactive: fidgety, selalu bergerak, berisik
Impulsive: bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu
Disorganized behavior

Kriteria Diagnostik

Kriteria Diagnostik ADHD- DSM V


A.

Pola menetap dari inatensi dan/atau hiperaktivitas impulsivitas yang menganggu

fungsi atau perkembangan, yang ditunjukkan oleh (1) dan/atau (2):


1.

Inattention: Enam (atau lebih) gejala tidak mampu memusatkan perhatian


seperti di bawah ini menetap minimal 6 bulan dan tidak konsisten dengan
tingkat perkembangan anak serta berdampak negatif secara langsung pada
aktivitas sosial, akademik/pekerjaan:

a.

Sering gagal memusatkan perhatian pada hal detail /membuat kesalahan yang
ceroboh (tidak hati-hati) dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan / kegiatan lain.

b.

Sering sulit mempertahankan perhatian saat melaksanakan tugas / kegiatan


bermain

Kriteria Diagnostik ADHD- DSM V


d. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah dan
tugas (tidak disebabkan oleh perilaku menentang atau kegagalan memahami
petunjuk)
e. Sering sulit mengatur tugas dan kegiatan
f. Sering menghindar, tidak suka/enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan
usaha mental yang berkesinambungan.
g. Sering menghilangkan benda yang diperlukan untuk melaksanakan tugas /
kegiatan
h. Perhatian sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar
i. Sering lupa dalam kegiatan sehari-hari

Kriteria Diagnostik ADHD- DSM V


2. Hyperactivity and Impulsivity:

Enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas dan

impulsivitas seperti dibawah ini menetap minimal 6 bulan dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan serta berdampak negatif secara langsung pada aktivitas sosial,
akademik/pekerjaan:
a.Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam, tidak bisa duduk tenang.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas / di situasi lain dimana
diharapkan untuk tetap diam.(contoh: saat sedang belajar di kelas)
c. Sering berlari-lari / memanjat berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai untuk hal
tersebut
d. Sering mengalami kesulitan bermain / mengikuti kegiatan waktu senggang dengan
tenang.

Kriteria Diagnostik ADHD- DSM V


e.

Sering dalam keadaan siap bergerak (atau bertindak seperti

digerakkan mesin)
f. Sering bicara berlebihan
g. Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai
ditanyakan.
h. Sering sulit menunggu giliran.
i. Sering menyela / memaksakan diri terhadap orang lain (misal :
memotong percakapan/mengganggu permainan).

Kriteria Diagnostik- DSM V


B. Gejala inatensi atau hiperaktif-impulsif yang menimbulkan masalah terjadi sebelum
usia 12 tahun.
C. Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala-gejala tersebut tampak pada dua atau lebih
tempat (di sekolah atau di tempat bermain dan di rumah)
D. Ada permasalahan yang bermakna secara klinis pada fungsi sosial, akademik, dan
okupasional
E. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan yang lain: perkembangan
pervasif, skizofrenia / psikotik dan tidak diakibatkan gangguan mental lain (misalnya :
gangguan cemas, gangguan kepribadian)

Subtipe ADHD
Kriteria DSM V dapat mengenali tiga sub-tipe ADHD:
1. Inattentive ADHD, gejala tidak mampu memusatkan perhatian, dapat di
diagnosis ketika gejala inatensi terpenuhi namun gejala hiperaktif-impulsif tidak
terpenuhi selama 6 bulan
2.

Hyperactive-impulsive ADHD, gejala hiperaktif-impulsif, ketika gejala

hiperaktif-impulsif terpenuhi namun gejala inatensi tidak terpenuhi selama 6 bulan


3. Gejala keduanya (combined presentation), dapat di diagnosis ketika gejala
hiperaktif-impulsif dan gejala inatensi terpenuhi selama 6 bulan

Klasifikasi Tingkat Keparahan


-

Mild: Muncul simtom yang dibutuhkan untuk mendiagnosa namun


hanya sedikit. Simtom tidak menyebabkan gangguan yang signifikan
pada fungsi sosial dan fungsi kerja.

Moderate: Muncul simtom-simtom atau gangguan fungsional antara


mild dan severe.

Severe: Muncul banyak simtom excessive yang digunakan untuk


mendiagnosa atau muncul beberapa simtom khusus yang parah, atau
muncul simtom yang berakibat pada gangguan signifikan pada fungsi
sosial dan fungsi kerja.

Komorbiditas dalam ADHD

Komorbiditas (1)
Developmental Coordination dan Tic
Disorder

Tidak adanya koordinasi motoris dan


keterlambatan dalam pencapaian keterampilan
motoris
Gerakan motoris nonrhytmic atau suara secara
tiba-tiba dan berulang

Oppositional Defiant Disorder dan


Conduct Disorder

Anak dengan ODD bereaksi secara berlebihan


dengan menyerang orang dewasa dan anak
lainnya.
Mereka memiliki karakterisrik keras kepala,
argumentatif, dan suka menentang

Komorbiditas (2)
Speech and Language
Impairment

keterampilan bahasa yang rendah


lemahnya keterampilan reseptif dan
ekspresif akan kosa kata
kesulitan dalam memahami
pembicaraan orang lain dan
menggunakan bahasa yang pantas
Masalah dalam paralanguage

Specific Learning Disorder

Dyslexia
Dyscalculia
Gangguan Mengeja
Gangguan ekspresi dalam bentuk
tertulis

Komorbiditas (3)

Gangguan cemas dan


gangguan mood

Intermittent Explosive
Disorder

generalized anxiety disorder,


separation anxiety disorder,
social phobia
Depresi
Dysruptive Mood Dysregulation
Disorder

Tingkah laku impulsif dengan level yang


tinggi

Komorbiditas (4)
Masalah Medis

enuresis (mengompol),
encopresis (involuntary defecation yang bisanya berkaitan dengan gangguan
emosional)
asthma
Masalah terkait dengan kesehatan gigi,
kurangnya kebugaran,
obesitas,
masalah makan serta gangguan makan pada perempuan
Masalah tidur

Prevalensi

Prevalensi
Meningkat pesat saat ini dibandingkan dulu
5% dari seluruh anak di dunia memiliki ADHD
ADHD dimiliki oleh jutaan anak di seluruh dunia dari
berbagai status sosio-ekonomi
Sedikit lebih banyak ditemukan pada anak dari keluarga
sosio-ekonomi rendah
60% anak dengan ADHD tetap menunjukan simtom yang
signifikan hingga dewasa

Prevalensi

10% anak usia sekolah dasar


2.5 kali lipat lebih banyak dari
perempuan di masa remaja

5% anak usia sekolah dasar


0.6 kali lipat lebih sedikit
dibandingkan laki-laki di masa
dewasa

Etiologi

ETIOLOGI : Genetik
Pada penelitian yang dilakukan oleh Smalley et al (2000), didapatkan hasil bahwa 55 persen anak
yang memiliki ADHD memiliki orang tua yang mengidap gangguan ADHD pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Sprich et al. (2000) juga menunjukkan bahwa anak yang memiliki
orang tua biologis dengan gangguan ADHD, memiliki kemungkinan lebih besar untuk memiliki
gangguan yang sama, dibandingkan dengan anak yang diasuh oleh orang tua angkat yang memiliki
gangguan ADHD.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Banaschewski et al. (2010) menunjukkan bahwa gen-gen tertentu
dapat berkontribusi dalam memunculkan gangguan ADHD, dan sebagian besar turut mengikutsertakan

dopaminergic neurotransmission system, seperti DRD4 (D4 dopamine receptor gene) dan DAT1 (dopamine
transporter).
Fokus terhadap regulasi dopamin yang menjadi penyebab gangguan ADHD didorong oleh beberapa
alasan, yakni, dopamin merupakan neurotransmiter yang bertanggung jawab terhadap akitivitas
psikomotor dan reward (Mash & Wolfe, 2014).
Penelitian neuroimaging juga menemukan bahwa struktur otak yang dimiliki penderita ADHD memiliki
dopamin yang tidak teregulasi dengan baik (Spencer et al., 2007, dalam Mash & Wolfe, 2014).

Penelitian-penelitian lain turut mendapatkan hasil yang konsisten bahwa penurunan aktivitas
dopamin berhubungan dengan penurunan gejala-gejala ADHD (Mash & Wolfe, 2014).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Faraone et al. (2001, dalam Banaschewski et al, 2010) dan
Mash dan Wolfe (2014) turut menunjukkan bahwa DRD4-7r dapat meningkatkan risiko ADHD dan
proses terapi dengan menghambat DAT1 dapat menurunkan gejala ADHD.

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa gangguan pada produksi serotonin semasa
hamil juga dapat meningkatkan gejala ADHD (Halmoy, et al., 2010, dalam Mash & Wolfe,
2014).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan memang menunjukkan bahwa ADHD pada
dasarnya dapat diturunkan, akan tetapi mekanisme yang menjelaskan hal tersebut belum
dapat diketahui secara pasti (Mick et al., 2010, dalam Mash & Wolfe, 2014).

ETIOLOGI : Kehamilan, Kelahiran, dan Perkembangan Awal


Penelitian yang dilakukan oleh Motlagh et al. (2010, dalam Mash & Wolfe, 2014) menemukan bahwa
anak-anak dengan gangguan ADHD memiliki ibu yang merokok dan mengalami stres psikososial selama
masa kehamilan.
Penelitian dari Mick et al (2002) juga menemukan bahwa mengkonsumsi alkohol selama masa kehamilan
juga meningkatkan gejala-gejala ADHD seperti inatention, hyperactivity, impulsivity, dan gangguan pada
belajar serta tingkah laku (dalam Mash & Wolfe, 2014).
Selain itu, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, seperti kokain, juga meningkatkan risiko gangguan
ADHD (Weissman et al., 1999, dalam Mash & Wolfe, 2014).

ETIOLOGI : Abnormalitas pada Otak (Faktor Neurobiological)


Beberapa penelitian brain-imaging menemukan bahwa abnormalitas otak pada anak yang memiliki

gangguan ADHD utamanya terjadi di frontostriatal circuitary (Bush, 2008, dalam Mash & Wolfe, 2014).
Area ini terdiri dari prefrontal cortex dan basal ganglia, di mana kedua area ini berhubungan dengan
fungsi atensi, executive functions, delayed responding, dan organisasi respon (Mash & Wolfe, 2014).
Adanya gangguan pada area-area ini berhubungan dengan gejala-gejala ADHD yang muncul.
Berdasarkan pada penelitian Filipek et al. (1997) dan Sobel et al. (2010), anak yang mengidap gangguan
ADHD memiliki preforntal cortex yang lebih kecil dan abnormalitas struktur pada beberapa bagian di
basal ganglia (dalam Mash & Wolfe, 2014)

Beberapa penelitian menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan ADHD memiliki ukuran
volume bagian kanan cerebral dan cerebellum yang lebih kecil daripada anak-anak normal (Mash &
Wolfe, 2014).
Penelitian-penelitian lain pun turut menemukan bahwa beberapa area spesifik di thalamus juga
berkontribusi pada munculnya gangguan ADHD, di mana perbedaan sub sirkuit pada thalamus
berhubungan dengan gejala-gejala ADHD yang berkaitan dengan regulasi motorik dan respon emosi
(Li et al., 2012, dalam Mash & Wolfe, 2014).

ETIOLOGI : Diet, Alergi, dan Zat Kimia


Penelitian yang dilakukan oleh McCann et al (2007), Stevenson (2010, dan Stevenson et al. (2010),
menemukan bahwa pewarna makanan buatan, gula buatan, dan perasa kemungkinan dapat memberikan
dampak yang lebih pada satu anak dibandingkan dengan anak lainnya karena adanya faktor genetik
(dalam Mash & Wolfe, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Arnold & DiSilvestro (2005), Howard et al. (2011), dan Stevens et al (2003)
menemukan bahwa diet yang dilakukan anak-anak, yang menyebabkan terjadinya kekurangan pada asam
lemak, zinc, dan zat besi, juga memiliki dampak abnormalitas dalam metabolisme yang berbeda-beda
pada setiap anak, sehingga hubungannya dengan gangguan ADHD pun juga tergantung pada faktor
genetiknya (dalam Mash & Wolfe, 2014).

Pemaparan terhadap kandunga timah yang ada pada debu, air, maupun cat turut
berhubungan dengan gejala ADHD (Fergusson, Horwood, & Lynskey, 1993, dalam Mash &
Wolfe, 2014).
Penelitian lain juga menemukan bahwa anak dengan gejala ADHD memiliki kandungan timah
sedikit lebih banyak di tubuhnya dibandingkan dengan anak-anak normal (Mash & Wolfe,
2014). Namun, hal ini juga dihubungkan dengan faktor lain, seperti penggunaan nikotin
selamat masa kehamilan, yang memberikan risiko yang lebih tinggi pada anak untuk
mengalami gangguan ADHD (Froehlich et al., 2009, dalam Mash & Wolfe, 2014).

ETIOLOGI : Pengaruh Keluarga


Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Carlson, Jacobvitz, dan Sroufe (1995) dan
Martel et al. (2011), gejala-gejala ADHD dapat disebabkan oleh adanya ketidaksensitivan pada
pola asuh yang diberikan oleh orang tua maupun caregiver, terutama pada anak yang secara
genentik memang memiliki risiko ADHD yang tinggi (dalam Mash & Wolfe, 2014).
Penelitian lain juga menemukan bahwa konflik yang terjadi di keluarga dan kurang
terorganisasinya kondisi keluarga dapat meningkatkan gejala hyperactive-impulsive pada
anak yang memiliki risiko ADHD (Barkley, 2003, dalam Mash & Wolfe, 2014; Schroeder &
Kelley, 2009).

Treatment

Treatment

Treatment
Primary Treatments
Intensive Treatments
Additional Treatment

Primary Treatments
Stimulant Medication
Parent Management Training (PMT)
Educational Intervention

Stimulant Medication
Penggunaan obat-obatan dalam mengobati gangguan ADHA
Noradrenergik
Antidepresan &Antihipertensi
Pemoline
Diberikan dan diawasi dengan tepat
Kelebihan : perbaikan pada kedua gangguan, interaksi dengan peer dan on-task
behavior meningkat, semakin produktif penyesuaian diri lebih baik
Kekurangan : tidak menormalkan seluruh rentang perilaku, tidak mampu
mengurangi konflik hubungan orang tua-remaja

Parent Management Training (PMT)


Fokus: pengajaran praktek pengasuhan yang efektif dan strategi
untuk menghadapi tantangan pengasuhan anak dengan ADHD

memberikan orang tua berbagai keterampilan untuk membantu mereka,


Mengelola tingkah laku oposisi dan ketidakpatuhan anak mereka,
Menghadapi tuntutan emosional membesarkan anak dengan ADHD,
Mengatasi masalah agar tidak memburuk dan mempengaruhi anggota
keluarga yang lain

Parent Management Training (PMT)


(2)

Keberhasilan pelatihan ini memberian kesiapan pada orang tua untuk


mengelola perilaku anak mereka
Perubahan pola pengasuhan yang lebih baik
Persepsi positif orang tua terhadap anak
Mampu mengatasi strees pengasuhan
self-esteem pengasuhan meningkat
personal distress menurun
kepuasan pernikahan meningkat

Educational Intervention
Penting! sebagian anak-anak ADHD tetap berada pada kelas
reguler
Fokus : pengelolaan perilaku lalai dan hiperaktif-impulsif
sertamenyediakan lingkungan kelas yang mengkapitalisasi
kekuatan anak

Educational Intervention
(2)
Intervensi ini juga berfokus pada memanipulasi kondisi,
seperti instruksi akademik (mis: tutor teman sebaya,
intruksi dengan komputer) atau bahan akademik (mis:
intervensi keterampilan organisasi)
Guru atau instruktur juga dapat melakukan intervensi
melalui penguatan (mis: pujian) atau hukuman untuk
meningkatkan atau mengurangi perilaku di sekolah
(DuPaul et al., 2012)

Educational Intervention
(3)
Manfaat:
Melakukan tindakan preventif dan proaktif dalam
mengatasi kesulitan perilaku ADHD
Menghasilkan efek yang sama dengan strategi yang
digunakan dalam pengaturan pendidikan khusus.
Sulit untuk guru pendidikan umum melaksanakan intervensi
edukasi dalam mengatasi anak-anak ADHD tanpa
menggunakan manajemen perilaku dan strategi pembelajaran
yang efektif

Intensive Treatments
Summer Treatment Programs

Summer Treatment Programs


Treatment yang dilakukan dalam program ini
diberikan kepada anak-anak dengan ADHD
usia 5 sampai 15 dalam pengaturan camplike
mana mereka terlibat di dalam kelas dan
kegiatan rekreasi dengan anak-anak lain

Summer Treatment Programs


(2)
Manfaat:
1. memaksimalkan peluang untuk membangun hubungan
reaktif dengan teman dalam setting normal
2. Mengembangkan keterampilan akademis yang
sebelumnya diajarkan di sekolah
- Program ini belum tersedia secara luas dan masih terlalu
dini untuk mengatakan apakah prograf ini akan membuat
pengobatan jangka panjang untuk anak-anak dengan
ADHD

Additional Treatments
Family Counseling and Support Groups
Individual Counseling

Family Counseling and Support Groups


Keluarga dari anak-anak dengan ADHD
memerlukan bantuan dalam menangani
pikiran dan perasaan mereka
Konseling keluarga membantu individu
mengembangkan keterampilan, sikap dan
kemampuan baru untuk berhubungan dengan
lebih efektif

Family Counseling and Support Groups (2)


Dukungan kelompok bagi keluarga dengan anggota
keluarga yang mengalami ADHD dapat menjadi cara yang
sangat membantu untuk anggota keluarga.
Berbagi pengalaman dengan orang lain yang memiliki
kepedulian yang sama, membantu orang tua merasa
bahwa mereka tidak sendiri

Individual Counseling
Konseling invididu berusaha untuk mengatasi
masalah-masalah yang dialami oleh anak-anak
dengan ADHD, meskipun sangat terbatas
keberhasilannya

pertanyaan
1. Afiania: mohon jelaskan disorganize behavior
serta bedanya dengan impulsivity
2. Bella: Contoh gangguan sosialnya?
3. Nabila AP: Kenapa semakin meningkat usi

Anda mungkin juga menyukai