Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH MINGGUAN

KARSINOMA BASALIS PADA MAKSILA

Disusun Oleh:
Adinda Wulan Sagitari

(2015-16-054)

Pembimbing:
drg. M. T. Sugiharto, Sp. BM

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MULUT


RS. BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen dan adanya kehilangan kendali normal atas
pertumbuhannya. Istilah neoplasma pada dasarnya memiliki makna sama
dengan tumor. Keganasan merujuk kepada segala penyakit yang ditandai
hiperplasia sel ganas, termasuk berbagai tumor ganas dan leukemia.
Tumor dapat dibagi menjadi tumor odontogenik dan non-odontogenik.
Tumor odontogenik adalah neoplasma yang melibatkan jaringan
perkembangan gigi. Tumor odontogenik dibagi lagi menjadi tumor yang
berasal dari ektodermal, mesodermal, dan campuran mesio-ektodermal.
Sedangkan tumor non-odontogenik dibagi menjadi tumor osteogenik
tumor jaringan vaskuler, dan tumor jaringan syaraf. Pertumbuhan tumor
tersebut dapat terjadi dimana saja, salah satunya pada daerah rahang, yang
disebut dengan tumor rahang.
Rahang tersusun atas banyak jaringan, yaitu tulang, otot, kelenjar, dan
mukosa, oleh karena itu setiap jaringan tersebut rentan untuk terjadi
pertumbuhan yang abnormal. Terkadang terdapat kerancuan dalam
mendiagnosa tumor yang terjadi pada pasien. Untuk menghindari
kesalahan dalam mendiagnosis serta penatalaksanaan kasus tumor jinak
dan ganas, diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai perbedaan setiap
tumor yang ada pada daerah rahang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI
Maksila dibentuk oleh tulang maksila dan palatum, yang merupakan
tulang terbesar setelah mandibula (rahang bawah). Masing-masing
maksila mempunya bagian:
1. Corpus : yang berbentuk pyramid dengan 4 permukaan dinding:
a. Facies orbitalis yang ikut membentuk dasar cavum orbi
b. Facies nasalis yang ikut membentuk dinding lateral cavum
nasi
c. Facies infra temporalis yang menghadap postero-lateral
d. Facies anterior.
2. Processus : ada 4 proscessus yaitu
a. Proc. Frontalis yang bersendi dengan os. Frontale, nasal
dan lacrimale
b. Proc. Zygomaticus yang bersendi dengan os. Zygomaticus
c. Proc. Alveolaris yang ditempati akar gigi
d. Proc. Palatines yang memisahkan cavum nasi dengan
cavum oris.
Corpus maksila merupakan bangunan berongga, berdinding tipis,
terutama pada facies nasalis. Rongga tersebut dinamakan sinus
maksilaris, yang merupakan sibus terbesar dari keempat sinus
paranasalis yang ada. Di bawah mukosanya, pada dinding anterior
dan posterior, terdapat anyaman saraf yang dibentuk cabang n.
maksilaris yang masuk menuju sinus melalui canalis alveolaris dan
canalis infra orbitalis untuk mempersarafi gigi rahang atas. Akar
gigi yang tumbuh pada proc. Alveolaris maksila kadang-kadang
dapat menembus sinus, yaitu akar gigi dari M1. Terdapat juga otototot yang kecil dan tipis yang melekat pada maksila yang mendapat
persarafan motorik dari nervus fasialis.

2.2

Etiologi
Penyebab dari tumor maxilla odontogenik paling banyak disebabkan
oleh tumbuhnya gigi bungsu (molar 3) yang tidak seharusnya (impaksi).
Hal tersebut mengakibatkan gigi di sekitarnya menjadi terdesak dan
memicu terjadinya pembengkakan dan pembengkakan tersebut akan
memicu terbentuknya tumor. Selain itu terdapat penyebab lain yang
memicu tumbuhnya tumor adalah:
1. Masalah pada mulut
Masalah pada mulut seperti gigi berlubang, karies, gigi yang patah,
dan gigi yang tumbuh di luar jalur dapat mengakibatkan
pembengkakan pada mulut yang akan menjadi penyebab terbentuknya
tumor.
2. Trauma rahang
Trauma rahang seperti rahang patah, bruxism (menggertak) atau
pertumbuhan tulang rahang yang berada di luar batas yang terkadang
muncul pada usia lanjut.
3. Infeksi sinus
Infeksi ini dapat menyebabkan nyeri pada rahang akibat adanya
tekanan di rongga sinus sehingga dapat menjalar dan berdampak pada
rahang.
4. Lain-lain

Adanya penyakit lain seperti migraine, tetanus, keracunan strychnine


atau penyakit Caffey. Atau dapat juga berupa penyebaran dari tempat
lain (metastasis), oral hygiene, bad habit (rokok dan alcohol), dan
faktor genetic.

2.3

Klasifikasi
Klasifikasi tumor odontogenik regio rahang:
A. Tumor jinak. (Kramer, Pindborg, Shear-1992)
a. Tumor odontogenik epithelium : hanya melibatkan jaringan
epitel odontogenik tanpa partisipasi odontogenik
ektomesenkimal.
1. Ameloblastoma
- Tumor jinak epitel yang bersifat infiltratif, tumbuh
lambat, diawali dengan asimptomatik, tidak
berkapsul, berdiferensiasi baik. Berasal dari lamina
dentalis atau unsur-unsurnya. Kasus tumor ini terjadi
lebih banyak di rahang bawah, khususnya di daerah
posterior dan ramus, dibandingkan dengan maksila
-

dengan perbandingan 5:1


Gambaran radiologi: unilocular atau multilocular
radioluscent dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang
biasa disebut sebagai soap bubble atau honeycomblike appearance.

2. Tumor odontogenik epithelium berkalsifikasi (Pindborg


Tumour)
- Tumor ini tidak umum dan biasanya menyerang
pasien laki-laki maupun wanita berusia 30-50 tahun.
Tumor ini diperkirakan berasal dari sel-sel stratum
intermedium dari benih gigi atas dasar adanya
kesamaan morfologi sel tumor dengan sel dari stratum
intermedium, dan aktivitas yang tinggi dari alkalin
fosfatase dan adenine trifosfat. Tumor ini memiliki
presentase sekitar 1% dari tumor odontogenik secara
keseluruhan. Biasanya berlokasi di dalam tulang dan
memproduksi zat mineralisasi seperti zat amiloid.
Tumor ini paling sering ditemukan pada rahang
bawah region molar/premolar dan sisanya pada
maksila. Tumor ini timbul dari epitel enamel yang
berkurang dari gigi yang tidak erupsi atau impaksi
-

dalam 50% kasus.


Gejala klinis pasien: diawali dengan asimptomatik

kemudian bengkak secara perlahan.


Gambaran radiologi pada tumor:
unilocular

(lebih

sering

pada

dapat berupa
maxilla)

atau

multilocular radioluscent. Kalsifikasi biasa tersebar di


dalam tumor (driven snow appearance) dan paling
sering berada di sekitar mahkota dari gigi impaksi
(pericoronal radioluscent).

3. Odontogenic myxoma
Tumor ini lebih sering pada wanita berusia 10-30 tahun.
Tumor ini biasa berhubungan dengan kelainan congenital
atau gigi yang tidak tererupsi. Pertumbuhan tumor ini
lambat, dapat atau tidak disertai dengan nyeri, pergeseran
gigi, ulserasi, parestesia. Tumor ini dipercaya berasal dari
periodontal ligament. Dapat menyerang daerah maxillary
sebesar 25% kasus. Predileksi: posterior mandibular.
Gambaran: batas tidak jelas, jellylike tumor (myxoid)

4. Squamous odontogenic tumour


- Tumor ini adalah sebuah proliferasi neoplasma dari
epitel odontogenik, kemungkinan berasal dari sisasisa Malassez dalam PDL dari permukaan lateral gigi
-

yang terupsi.
Lokasi yang paling sering yaitu di maxillary incisorcanine dan mandibular molar. Biasa lesi asimptomatik

namun terkadang menyebabkan nyeri ringan, tidak


-

nyaman, atau gangguan mobilitas gigi.


Gambaran radiologi: semicircular atau triangular
radiolucent dengan sklerotik atau berbatas tegas,

5. Tumor odontogenik adenomatoid


- Tumor ini paling sering menyerang pasien wanita
berusia dibawah 30 tahun. Tumor ini jinak dan tidak
infasif. Tumor tumbuh dari sisa odontogenik
epithelium. Tumor biasa terdapat pada maxilla yang
melibatkan caninus dan premolar. Pertumbuhan tumor
lambat namun akan berlanjut menginfiltrasi tulang
-

untuk menggantikan gigi.


Biasanya tanpa gejala dan seringkali ditemukan ketika
melakukan pemeriksaan radiografi rutin. Tumor
tersebut tampak berbatas, unilokular radiolucent (fine
calcified deposit).

b. Tumor odontogenik campuran: tersusun dari epitel odontogenik


dan ektomesenkimal dengan atau tanpa pembentukan jaringan
keras dental
1. Ameloblastic fibroma
- Tumor ini merupakan gabungan dari lesi odontogenik
yang mencakup ephitelial dan komponen
mesenchymal neoplasma. Tumor ini paling sering
-

terjadi di usia muda antara 20-30 tahunan.


Tumor ini sering muncul di premolar bawah dan
berhubungan dengan gigi impaksi dan terlihat
radiolusen karena berkaitan dengan mahkota atau akar

dari gigi yang impaksi.


Secara radiografis, tumor ini terlihat radiolusen
dengan batas tegas antara unilocular dan multilocular.

Tumor Ganas
a. Odontogenic carcinomas:
- Metastasizing ameloblastoma: ameloblasatoma yang
bermetastase terlepas dari gambaran histologi yang

jinak. Tumor ini tidak memiliki gejala khas. Predileksi


metastasis

ameloblastoma

Diagnosis

tumor

ini

adalah
adalah

pada

pulmo.

sama

seperti

ameloblastoma dengan tambahan gejala metastasis ke


-

tempat lain (paling sering: paru)


Ameloblastic carcinoma tipe primer: keganasan
yang sangat jarang yang menkombinasikan fitur
histologi dari ameloblastoma dengan sitologik yang
atipikal. Predileksi di mandibular. Karakteristik
histologisnya ditandai dengan adanya sel-sel ganas
dengan

kombinasi

gambaran

histologis

dari

ameloblastoma.

Ameloblastic carcinoma tipe sekunder (Ca ex


intraosseous ameloblastoma): karsinoma yang tumbuh
dari lokasi yang sebelumnya ameloblastoma jinak.
Gejalanya adalah sama seperti ameloblastoma yang
ditandai dengan gejala lanjutan yang mengarah ke
keganasan. Predileksi di mandibular.

Proyeksi panoramik mengungkapkan radiolusen


dalam mandibular yang memanjang ke posterior dari
apeks premolar pertama rahang bawah

b. Odontogenic Sarcoma:
- Ameloblastic fibrosarcoma: tumor ini adalah tipe
ganas dari ameloblastik fibroma. Predileksi tumor ini
adalah di mandibular. Gejala tumor ini adalah adanya
edema dan rasa sakit serta terjadi paresthesia. Pola
histologis menyerupai fibroma ameloblastik di mana
jaringan epitel jinak tetapi komponen jaringan ikat
adalah maligna.

Sedangkan tumor yang berasal dari non odontogenik terdiri atas:


A. Jinak
:
a. Osteogenic neoplasma : cemento-ossifying fibroma
Tumor yang karakteristiknya menggantikan tulang normal
dengan jaringan fibrosa dan material cementum-like.Tumor ini
tidak menimbulkan nyeri dan pertumbuhan lambat. Tumor ini
biasa pada orang berumur 30-40 tahunan dan lebih banyak
pada wanita. Tempat paling sering ditemui di mandibular dan
region premolar-molar

b. Non-neoplastic bone lesion


i. Fibrous dysplasia
Tumor yang ditandai dengan perkembangan kondisi
tumor-like dan bercirikan tergantinya tulang normal
dengan jaringan fibrosa yang berlebihan bercampur
dengan tulang trabecular yang tak beraturan. Tumor ini
bersifat unilateral, progresif lambat dalam
pembesarannya dan menjadikan fasial asimetris, sakit
yang sangat cepat berkembang, obstruksi nasal, dan
exophthalmos.

Pada gambaran radiologi terlihat ground glass


appearance pada stage matur

c. Other cement-osseous dysplasia


i. Cherubism
Tumor keturunan yang jarang dengan karakteristik tidak
sakit, bilateral, ekspansi simetris mandibular.
Ekspansi tumor ini dimulai umur 2-5 tahun.
Tempat tersering adalah angulus mandibular, ascending
ramus, retromolar region, dan tuberositas maxillary

ii. Central giant cell granuloma


Tumor ini sering pada anak-anak dan dewasa muda
serta wanita lebih dominan. Predileksi tumor ini
terdapat pada mandibular dibanding maxilla. Terdapat
gejala seperti pembengkakan dan sakit. Pada radiografi
terlihat unilocular atau multilocular radiolucent

B. Ganas
:
a. Osteosarcoma
i. Osteosarkoma adalah tumor ganas yang ditandai dengan
produksi osteoid secara langsung oleh stroma sarcoma.
Tumor ini adalah tumor primer sarcoma yang paling
umum. Tumor tersebut dapat terbentuk dari
abnormalitas tulang yang sebelumnya, seperti Pagets
disease. Osteosarkoma yang melibatkan rahang hanya
5-7% kasus osteosarkoma dengan predileksi laki-laki
berusia 30 tahun. Tumor tersebut lebih sering
menyerang mandibula dibandingkan dengan maksila.
ii. Gejala yang muncul: bengkak, nyeri, gigi menjadi
goyang, akan tetapi tergantung dari lokasi tumor.
iii. Gambaran radiologi: tepi tidak tegas dan tidak
beraturan, adanya pelebaran simetris dari periodontal
ligament dan pada tulang extracortical membentuk
sunburst appearance. Selain itu juga dapat ditemukan
destruksi dari kortikal.

b. Burkitts Lymphoma
iv. Burkitts lymphoma adalah suatu keganasan dari nonHodgkins B-cell limfoma yang dapat terjadi pada
beberapa kasus tumor rahang. Burkitts limfoma
muncul karena adanya aktivasi dari onkogen c-myc
melalui resiprokal translokasi kromosom (8:14). Lebih
dari 95% kasus kasus tersebut berhubungan dengan
Epstein-Barr virus dan selain itu berhubungan dengan
pasien infeksi HIV. Pada kasus endemic (biasanya
Africa), limfoma ini menyerang anak-anak dimana
puncak usia adalah 3-8 tahun. Keikutsertaan rahang
adalah masalah yang umum dan berhubungan dengan
usia dimana 90% dari pasien berusia kurang dari 3
tahun dan 25% berusia lebih dari 15 tahun. Limfoma ini
lebih sering menyerang daerah maksila daripada
mandibula. Pada kasus sporadic (Amerika), biasanya
menyerang usia 10-12 tahun dan lebih sering
melibatkan mandibula daripada maksila.
v. Lesi pada rahang oleh karena Burkitts limfoma
berkembang dengan cepat dan tampak sebagai

pembengkakan wajah atau massa eksofitik. Tumor ini


dapat memengaruhi mobilitas dari gigi, nyeri yang
berlebihan, dan paresthesia.
vi. Gambaran radiografi: adanya proses osteolitik yang
tidak beraturan dan batas tidak jelas.
vii. Menurut fakta, tumor ini memiliki proliferasi yang
sangat tinggi dari semua neoplasma manusia.
viii. Apabila tidak diobati, akan menyebabkan kematian
dalam waktu 4-6 bulan sejak terdiagnosa.

c. Ewings sarcoma
ix. Ewings sarcoma adalah tumor dari kelompok primitive
neuroektodermal. Tumor ini disebabkan oleh translokasi
kromosal yang terdeteksi dari 85% kasus.
x. Biasanya tumor ini menyerang tulang ekstremitas
bawah dan pelvis, akan tetapi dapat menyerang daerah
rahang dengan presentase kurang dari 3%. Pada daerah
rahang, lokasi yang paling sering adalah posterior dari
mandibula dimana maksila sangat jarang.
xi. Gambaran radiografi: proses osteolitik yang irregular
dengan batas tidak tegas. Dapat dilihat adanya
pergeseran gigi dan resorpsi akar.
xii. Tumor ini bertumbuh dengan cepat dan destruksi tulang
yang hebat serta sangat berprospek untuk metastasis
terutama di tulang dan paru-paru (15% kasus).

2.4

Patofisiologi
Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan
terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi ke
arah periapikal. Terjadinya keradangan yang terlokalisir (osteitis periapikal
kronis) atau abses periapikal akut, (penghancuran jaringan dengan
pembentukan eksudat purulent) tergantung dari virulensi kuman, dan
efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamentum periodontium
bisa memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi
abses periodontal akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang
menutupi sebagian gigi tersebut mengakibatkan terperangkap dan
terkumpulnya bakteri dan debris, sehingga mengakibatkan abses
perikoronal. Dengan pertahanan tubuh hospes yang efektif atau terapi
yang benar, suatu infeksi akut bisa dikurangi menjadi subakut atau kronis,
dapat bertahan seperti itu atau akhirnya sembuh. Durasi yang lama dan
sifat kronis hampir sinonim dan mengandung makna bahwa keseimbangan
hospes/pathogen mengalami gangguan. Indicator klinis utama pada
jaringan lunak sehubungan dengan kekronisan adalah terbentuknya
jaringan granulasi dan terjadinya fistulasi yang bisa mendrainase daerah
yang mengalami infeksi kronis.
Bila terdapat keganasan pada sinus maxillaris, maka lesi yang
paling sering adalah karsinoma, dan daerah yang terkena atau terlibat
biasanya adalah pada infrastruktur sinus. Perluasan lesi ini pada prosesus
alveolaris menyebabkan penyebaran dan timbulnya lesi pada gingiva

(berupa ulserasi) dan kegoyangan gigi. Keganasan yang timbul pada


prosesus alveolaris maksila juga dapat melibatkan antrum. Keganasan
sinus maxillaris yang mengenai orbita atau fossa infratemporalis
merupakan keadaan yang sering ditemukan.

2.5

Penyebaran dan gejala


Tumor maxilla akan menimbulkan berbagai tanda dan gejala yang
mirip seperti facial pain syndrome, termasuk Trigeminal Neuralgia.
Pada fase awal pasien akan mengeluhkan nyeri local pada daerah
maxilla kemudian gejala akan berlanjut pada mobilitas dari gigi.
Ketika tumor menyerang maxilla, akan menimbulkan adanya infiltrate
pada sinus maxillaris. Dalam keadaan tersebut, pasien akan merasakan
adanya sumbatan pada nasal oleh karena gejala obstruksi secara
langsung tersebut. Selain itu, tumor akan menginvasi saraf infraorbital
(cabang

dari

maxillaris

dari

nervus

trigeminal)

yang

akan

menyebabkan gangguan sensoris pada daerah pipi. Apabila tumor


ganas, maka akan menimbulkan nyeri yang berlebih.
Ketika tumor menjalar ke daerah superior, daerah orbita, akan
menyebabkan restriksi dari mobilitas ocular, perubahan posisi bola
mata, dan selanjutnya akan menginfiltrasi periorbita dan otot
extraocular. Selanjutnya penyebaran akan berlanjut pada daerah
ethmoid lalu menuju basal tengkorak.
Penyebaran tumor maxilla adalah melalui local infiltrasi yaitu
menyebar secara sentrifugal dalam jaringan lunak tetapi akan berubah
ketika sudah mengenai tulang. Apabila sudah mengenai tulang,
penyebaran dapat melalui:

1. Lapisan Periosteal atau subperiosteal, terutama di alveolar lingual


dari mandibula.
2. Membran periodontal ketika gigi masih ada.
3. Difusi melalui ruang sumsum.
4. Penyebaran perineural terutama sepanjang saraf alveolar inferior,
paling sering dibagian proximal kea rah pterygoid fosa dan basal
tengkorak dan kemudia menuju ganglion trigeminal.
5. Melalui sistem pembuluh darah dan limfatik.
Apabila berdasarkan lokasinya, tumor maxilla dapat menyebar:

2.6

Anterior : pipi, kulit


Posterior : pterygopalatine fossa, infra temporal fossa, temporal bone

middle cranial fossa


Medial
: rongga hidung
Lateral
: pipi, kulit
Superior : orbit, sinus etmoid
Inferior : palate, buccal sulcus

Diagnosa
Hal yang terpenting dalam penanganan kelainan odontogenik
adalah anamnesa yang lengkap dan melalui pemeriksaan fisik. Perlu
ditanyakan mengenai sakitnya, gigi yang lepas, masalah gigi terakhir,
keterlambatan erupsi gigi, pembengkakan, dysthesia, atau adanya
perdarahan intraoral (biasa berhubungan dengan tumor atau kista
odontogenik). Gejala-gejala seperti paresthesia, trismus, dan maloklusi
yang tampak dapat mengindikasikan suatu proses keganasan. Onset
serta lama dari perkembangan dari massa sangat diperlukan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kepala dan
leher secara general yang harus mencakup inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi pada bagian rahang dan gigi yang terlibat secara teliti.
Pemeriksaan radiologi (rontgen foto dan CT scan) sangat berperan
penting dan biasanya merupakan pilihan prosedur utama dalam
mengevaluasi tumor atau kista pada rahang. Setelah itu, untuk
menyingkirkan diagnose banding, diperlukan identifikasi histopatologi

dari lesi tersebut yaitu dengan menggunakan fine needle aspiration


biopsy (FNAB).

2.7

Tatalaksana
A. Drainage/Debridement
Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada
pasien dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi
radiasi sebagai pengobatan primer.
B. Resection
Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif.
Palliative excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah,
untuk dekompresi cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk debulking
lesi massif, atau untuk membebaskan penderita dari rasa malu.
Pembedahan merupakan penatalaksanaan tunggal untuk tumor maligna
traktus sinonasal dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19%
hingga 86%.
Dengan

kemajuan-kemajuan

terbaru

dalam

preoperative

imaging,

intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan


material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal
dan sinus paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan
untuk traditional open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai
untuk melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal
dan sinus maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat
batas bebas tumor.
C. Pendekatan bedah lainnya
o Endoskopi
o Transoral / transpalatal
o Midfacial degloving terdiri dari 3 langkah: bilateral
maxillary vestibular approach dan diseksi subperiosteal; insisi

sirkular dari nasal; buka bagian hidung, radix nasal, dan daerah
ethmoid.
o Weber-Ferguson (lateral rhinotomy)
o Gabungan pendekatan kraniofasial
D. Rehabilitasi
Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka primer,
memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang
terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi
setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau
reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi
tulang kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan
cutaneous flap.
E. Terapi Radiasi
Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan
atau
sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal
tetapi
tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel
tumor yang
sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang
pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan
F. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya
paliatif,
penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan
penyumbatan, atau
untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial
dosis
tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien
dengan
karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%.
Pasien

yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak


untuk
dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi
dan
kemoterapi
Cisplatin

dan

5flurouracil

dapat

diberikan

bersama

dengan

radioterapi. Pengobatan ini sering dipakai dalam kasus-kasus lanjutan


keganasan yang melibatkan rahang atas sinus.
* Jika tumor terbatas pada bagian inferior rahang atas yang kondisi paling
baik dikelola dengan maxillectomy parsial diikuti oleh radiasi. Sedangkan
tumor yang melibatkan seluruh rahang atas dapat dikelola dengan
total maxillectomy diikuti oleh radiasi. Keterlibatan orbita dapat dikelola
dengan menggabungkan exenteration orbital bersama dengan total
maxillectomy.
Apabila tumor rahang memanjang sampai fossa infratemporal dapat
dikelola dengan diperpanjang maxillectomy menggunakan teknik Barbosa
dengan menambahkan sayatan lateral dalam lipatan gingivobuccal
mandibula

dari

gigi

taring

ke

daerah

retromolar

(Maxillectomy dikombinasikan dengan condylectomy dan reseksi piring


pterygoideus dan otot-otot yang melekat padanya). Diseksi leher dapat
terpaksa dilakukan apabila terdapat keterlibatan nodus leher.

BAB III
KESIMPULAN
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen dan adanya kehilangan kendali normal atas
pertumbuhannya. Istilah neoplasma pada dasarnya memiliki makna sama
dengan tumor. Keganasan merujuk kepada segala penyakit yang ditandai
hiperplasia sel ganas, termasuk berbagai tumor ganas dan leukemia.
Tumor dapat dibagi menjadi tumor odontogenik dan non-odontogenik.
Tumor odontogenik adalah neoplasma yang melibatkan jaringan
perkembangan gigi. Tumor odontogenik dibagi lagi menjadi tumor yang
berasal dari ektodermal, mesodermal, dan campuran mesio-ektodermal.
Sedangkan tumor non-odontogenik dibagi menjadi tumor osteogenik
tumor jaringan vaskuler, dan tumor jaringan syaraf. Pertumbuhan tumor
tersebut dapat terjadi dimana saja, salah satunya pada daerah rahang, yang
disebut dengan tumor rahang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Neville, Brad W. et al. Oral and Maxillofacial Pathology (3rd Ed.). UK:
Elsevier. 2009

2. Odontogenic and Non-odontogenic Tumour. (2014, Apr 2). Retrieved


from: http://www.jaypeedigital.com/books/9788180616372/Chapter
%20wise%20Pdf/10155/Chapter-13_Odontogenic%20and%20Nonodontogenic%20Tumors.pdf
3. Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery) /
Gordon W. Pedersen, alih bahasa, Purwanto, Basoeseno; editor. Lilian
Yuwono Jakarta: EGC, 1996.
4 . Pogrel, A. & Schmidt, B. Clinical Pathology: Odontogenic and
Nonodontogenic Tumors of the Jaws. Retrieved from:
https://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97804431005
36/9780443100536.pdf

Anda mungkin juga menyukai