Anda di halaman 1dari 6

Pasca Panen Tembakau di Klaten

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tembakau merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting. Tembakau ini
terutama dibutuhkan dalam industri rokok. Semakin penting suatu bahan maka
penanganannya juga sangat dibutuhkan. Penanganan bukan hanya pada pasca panen
saja tetapi juga pada budidaya dan panennya. Kualitas pasca panen tembakau
ditentukan juga oleh cara budidayanya.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan lebih banyak tentang pasca panen tembakau.
Penanganan pasca panen tembakau ada beberapa cara. Cara cara ini bertujuan untuk
menjaga kualitas tembakau sehingga dapat diterima dipasaran sesuai dengan grade
yang diinginkan oleh pembeli. Penanganan pasca panen tembakau yang terpadu
selama ini belum dilakukan secara intensif oleh petani yang masih tradisional.
Penanganan yang kurang baik inilah yang menyebabkan harga tembakaupun relatif
murah.
Waktu panen dan cara penanganan pasca panen tembakau sangat tergantung pada
jenis tembakaunya. Hal ini berhubungan dengan morfologi dan ketahanan daun
tembakau terhadap kerusakan fisik dan morfologi. Ada daun tembakau yang mudah
rusak dan ada yang relative lebih tahan. Tembakau dibedakan atas tembakau kasturi,
tembakau moris, tembakau samporis, tembakau Virginia, tembakau Na-oogst,
tembakau Dhamamud, tembakau Voor-Oogst, tembakau sompor, tembakau
Vorsterlanden
B. Permasalahan
1.
Bagaimanakah cara penanganan pasca panen tembakau yang dilakukan oleh
petani tembakau di Indonesia khususnya di Klaten?
2.
Bagaimanakah penetuan grade dari tembakau?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui penanganan pasca panen tembakau yang dilakukan oleh
petani di Indonesia khusunya di Klaten.
2.
Untuk mengetahui penentuan grade dari tembakau.
BAB II
PEMBAHASAN
Tanaman tembakau merupakan tumbuhan herba semusim yang ditanam untuk
mendapatkan daunnya. Tumbuhan ini termasuk dalam famili Solanaceae. Daun dari
pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan
pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat
pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau
melalui hidung.
Pada pengolahan daun tembakau dikenal 4 macam cara, yaitu;
1.
Air curing (pengeringan udara)
Dalam pengeringan jenis ini tembakau dikeringkan dalam suatu bangsal dengan

aliran udara alami, sehingga memerlukan waktu pengeringan relative lama yaitu
sekitar 2 minggu hingga 1 bulan. Apabila dalam bangsal terdapat
kelembapan udara yang tinggi harus menggunakan pemanas agar udara
dapat mengalir atau terjadi aliran udara kembali. Contoh tembakau: tembakau
cerutu (dark air cured) berwarna coklat tua dan tembakau Burley (light
air cured) berwarna coklat terang.
2.
Sun curing (pengeringan dengan sinar matahari)
Tembakau dikeringkan dengan menjemurnya dibawah sinar matahari, biasanya
merupakan tembakau-tembakau berdaun kecil yang ditanam ditanah gersang
dengan aroma yang tajam. Contoh tembakaunya: tembakau oriental Turki, tembakau
Kasturi dan Tembakau Rajangan. Untuk tembakau Rajangan, tembakau harus
disimpan dahulu hingga menguning dan dijemur selama 2 hari.
3.
Flue curing (pengeringan dengan pipa pemanas)
Tembakau dikeringkan dalam ruangan pengering yang disebut omprongan dimana
pengeringan menggunakan pipa-pipa pemanas. Pipa-pipa ini dihubungkan dengan
suatu ruangan pemanas terpisah dimana dalam ruangan itu menggunakan bahan bakar
berupa kayu isolar atau batu bara. Pengeringan berlangsung selama 5 hari.
4.
Fire curing (pengeringan dengan api)
Tembakau dikeringkan didalam suatu bangsal dengan perapian langsung
menggunakan kayu. Asap dari pembakaran akan diserap daun tembakau sehingga
daun menjadi berwarna gelap dengan rasa yang berat. Setelah melewati proses
curing, kemudian tembakau yang sudah kering itu di grade dan disimpan untuk
diumurkan sesuai kebutuhan. Salah satu hal yang penting dalam melakukan
pengolahan awal pada tembakau adalah pada saat pengeringan dan juga pelayuan
daun tembakau yang akan diolah lebih lanjut di pabrik. Proses pengeringan
dan pelayuan dilakukan diruangan khusus untuk pelayuan tembakau.
Tembakau Virginia dijual dalam wujud kering oven atau pengomprongan (Curing).
Curing merupakan proses biologis yaitu melepaskan kadar air dari daun tembakau
basah yang dipanen dalam keadaan hidup. Selama ini di beberapa petani ada yang
berpendapat bahwa curing adalah proses pengeringan tembakau saja. Tidak menyadari
bahwa sel-sel di dalam daun tersebut masih tetap hidup setelah dipanen. Sebenarnya
tujuan curing adalah : melepaskan air daun tembakau hidup dari kadar air 80 -90 %
menjadi 10 - 15 %; perubahan warna dari Zat hijau daun menjadi Warna orange
dengan aroma sesuai dengan standar tembakau yang diproses; dan Oleh sebab itu
untuk mendapatkan hasil curing/omprongan tembakau yang baik, maka daun
tembakau itu harus sudah masak dan seragam. Ciri-ciri daun yang sudah masak
adalah :
Wama daun sudah mulai hijau kekuningan dengan sebagian ujung dan tepi daun
berwama coklat.
Wama tangkai daun hijau kuning, keputih-putihan.
Posisi daun/tulang daun mendatar
Kadang-kadang pada lembaran daun ada bintik-bintik coklat, sebagai lambang
ketuaan.
Cuaca waktu proses, kalau musim hujan harus lebih longgar daripada waktu musim
kering. Saat Panen Pada saat panen tembakau harus dipastikan berapa lembar yang
harus dipetik sesuai kapasitas oven. Daun tembakau yang dipetik haruslah seumur dan
posisi daun yang sama, karena apabila umur daun dan posisi daun berbeda, akan
sangat sulit menentukan kapan harus menaikkan suhu oven, kapan harus masuk ke
tahapan berikutnya, kapan barus buka ventilasi dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengetahuan petani clan pemetik daun harus benar-benar baik tentang saat panen ini.

Sebaiknya saat menjelang panen, petani yang bersangkutan mengumpulkan seluruh


tenaga petiknya clan diberitahu mana yang sudah boleh dipanen clan mana yang
belum. Tahapan Curing sebelum memulai curing harus dipastikan bahwa seluruh
gelantang sudah tersedia dan bebas palstik, kompor sudah dicek kondisinya dengan
melakukan test nyala api sebelurnnya, seluruh dinding oven tidak ada yang berlubang,
pintu bisa menutup rapat, pipa-pipa tidak ada yang rusak clan berlubang.
Ada beberapa tahapan penanganan pasca panen dengan pengeringan atau curing. Ada
4 tahapan curing, yaitu : (Tim Penelis PS, 1993)
Penguningan
Proses biologis daun ini merupakan proses perubahan warna dari hijau ke warna
kuning, karena hilangnya zat hijau daun / klorophyil ke zat kuning daun dan terjadi
penguraian zat tepung menjadi gula. Perubahan ini bisa terjadi pada suhu 32 s/d 42
derajat celcius. Proses ini harus dilakukan secara perlahan-lahan waktu yang
diperlukan tergantung posisi daun. Umumnya berlangsung selama 55 s/d 58 jam. Pada
saat ini awalnya semua ventilasi ditutup, baik atas maupun bawah. Tetapi apabila
seluruh daun sudah berwama kuning orange ventilasi atas dibuka 1/4 , proses ini
sangat menentukan terhadap hasil curing.
Pengikatan Wama
Apabila seluruh daun sudah berwama kuning orange baik lembar daun maupun tulang
daun, maka secara pertiahan-lahan suhu dinaikkan. Pada saat proses ini terjadi, maka
apabila daun masih berwama hijau, maka daun tetap akan berwama hijau, sebaliknya
apabila sudah berwama kuning orange maka hasil curing akan kuning orange. Karena
pada suhu 43-52 C ini terjadi pengikatan warna. Sehingga apabila warna daun pada
proses penguningan belum sempuna, maka jangan terburu-buru menaikkan
temperatur lebih dari 42 C. Pada tahapan ini ventilasi dibuka secara bertahap, sedikit
demi sedikit sampai akhirnya dibuka seluruhnya. Waktu yang diperlukan kalau
berjalan sempuma umumnya sekitar 18-19 jam.
Pengeringan Lembar
Daun Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air didalam lembar daun dengan
cara menaikkan suhu 53-62 C. Pada saat ini seluruh ventilasi dibuka, karena air yang
keluar dari sel-sel daun akan menjadi uap air, yang harus dibuang keluar oven agar
tidak kembali ke daun. Ciri-ciri proses ini, daun sudah terasa kering apabila dipegang,
tapi tulang daun masih terasa basah daun terlihat keriput atau keriting waktu yang
dibutuhkan lebih kurang 30-32 jam.
Pengeringan Gagang
Pengeringan gagang dilakukan pada suhu 63-72 C. Pada saat ini air yang bisa dilapas
didalam batang daun akan dikeluarkan proses awal tahap ini ventilasi mulai ditutup
secara perlahan dan bertahap, untuk menjaga kelembaban udara tetap berkisar pada 32
%. Ciri-ciri tahapan ini bisa selesai apabila seluruh tulang daun sudah kering, dan bila
ditekuk batangnya akan patah dan berbunyi krek. Ini menandakan bahwa tahap ini
berjalan baik 5-8 jam sebelum proses berakhir, seluruh ventilasi harus ditutup agar
kelembaban udara tetap terjaga. Proses ini memerlukan waktu normalnya 30-32 jam
jangan pernah menaikkan suhu oven diatas 72 C, karena tembakau akan terbakar.
Demikian tahapan curing yang terjadi pada tembakau virginia Flue Cure. Proses ini
harus dilakukan dengan hati-hati clan penuh pengawasan karena tembakau yang
sudah sangat baik pertumbuhannya dilapangan, akan sia-sia hasilnya apabila proses
curing ini tidak berjalan lancar. Oleh karena itu untuk semua oven yang aktif harus
memiliki termometer untuk memastikan apakah setiap tahapan tersebut sudah berjalan
baik atau belum. Dan juga setiap oven harus memiliki table pedoman prosedur curing
tembakau virginia serta menggunakan alat Hygrocurometer untuk mengukur suhu dan

kelembaban udaranya.
Kriteria mutu yang dinilai terlebih dahulu adalah warna, meliputi warna dasar (value)
dan tingkat kecerahannya (chroma) yang ditentukan secara visual. Dari warnanya
tembakau dapat diperkirakan tingkat kemasakan daun sewaktu panen, baik buruknya
proses pemeraman, tingkat kemasakan daun pada saat dirajang, sempurna atau
tidaknya proses pengeringan, serta posisi daun pada batang. Warna tembakau harus
cukup cerah, jangan sampai kusam kusi, makin tinggi mutu tembakau warnanya
makin cerah dan bercahaya.
Warna umumnya digunakan sebagai penentu mutu yang pertama sebelum ditentukan
pegangan dan aromanya. Menurut Tso (1972) pada masing-masing tingkat umum
tembakau Connecticut terdapat perbedaan kandungan jumlah pigmen, terutama
pigmen kuning dan hijau. Pada tembakau temanggung bermutu rendah yang berasal
dari daun posisi bawah berwarna hijau kekuningan cerah, makin tinggi mutu
warnanya menjadi semakin hitam berkilau sampai hitam nyamber lilen. Karena warna
tembakau dapat berubah seiring dengan waktu, terutama untuk posisi daun bawah
sampai tengah, maka gudang-gudang pembelian menghendaki proses jual beli dari
petani dilakukan sesegera mungkin setelah tembakau tersebut kering. Tembakau yang
tidak segera dijual umunya dihargai sangat rendah karena grader mengalami kesulitan
dalam menentukan status mutunya akibat terjadi perubahan warna.
Kemudian tembakau dipegang (digenggam) untuk mengetahui bodinya atau tingkat
kesupelannya. Pengertian bodi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pegangan,
yaitu ketebalan daun, keantepan, kekenyalan, kelekatan, dan keberminyakan. Semakin
supel atau berbodi, tembakau semakin berisi, yaitu suatu keadaan yang menunjukan
semakin baik mutu tembakaunya. Beberapa petani melakukan manipulasi untuk
memperbaiki tingkat kesupelan tersebut dengan memberikan bahan aditif/ tambahan
berupa gula (tepung gula), cara tersebut oleh konsumen tidak dikehendaki karena
dapat merusak mutu tembakau pada waktu fermentasi di gudang penyimpanan
sebelum tembakau tersebut diproses untuk rokok.
Setelah dilihat, dipegang, kemudian dibau untuk mengetahui aromanya. Semakin
tinggi mutu tembakau aromanya semakin harum, antep, halus, gurih, dan manis.
Tembakau yang bermutu rendah ditandai dengan aroma yang tidak segar. Menurut Tso
(1972) kandungan gula dapat memberikan aroma yang harum pada tembakau
sehingga dapat rasa yang dikehendaki. Penentuan mutu selanjutnya adalah posisi
daun pada batang. Semakin keatas posisi daun maka mutu tembakau yang dihasilkan
manjadi semakin tinggi, misalnya daun atas (progolan) dapat menghasilkan mutu E
atau lebih dan daun tengah atas (tenggokan) dapat menghasilkan mutu D atau E
serta daun tengahan ke bawah dapat menghasilkan mutu C, B atau A. Tahap
berikutnya adalah penilaian kemurnian tembakau yang menunjukan tembakau tidak
tercampur dengan tipe tembakau lain maupun tercampur dengan posisi daun
tembakau yang lain. Sedangkan keberhasilan menunjukan semakin sedikitnya
campuran gagang tembakau terhadap lamina rajangan. Setelah dilakukan penilaian
kemudian ditetapkan mutunya berdasarkan spesifikasi persyaratan mutu masingmasing tipe tembakau.

Waktu panen atau umur panen tembakau dapat dilihat dari gejala tingkat kematangan
daun di pohon sebagai berikut:
Daun bawah (3-4 lembar) mendekati kehijau-hijauan dan gagangnya keputih-putihan.
Daun tengah (4-6 lembar) berwarna kuning kenanga.

Daun atas (6-9 lembar) dan daun pucuk (4-7 lembar) telah matang benar.
Pemetikan daun tembakau dilakukan dengan dua cara yaitu petik biasa (reaping) dan
tebang batang (stalk cutting). Reaping dilakukan dengan memetik daun-daunya saja
berdasarkan tingkat kematangan dari daun, sedangkan stalk cutting dilakukan dengan
menebang batang tembakau beserta daunnya tepat pada pangkal batang tanpa melihat
tingkat kematangan sudah merata atau belum. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi
tembakau biasanya diperlakukan reaping paling banyak dua kali dan selanjutnya stalk
cutting.
Penanganan pasca panen tembakau oleh petani di Klaten dilakukan dengan
menggunakan rumah yang dibuat untuk mengeringkan tembakau. Rumah ini
merupakan rumah yang dibangun oleh kerja sama dengan dinas pertanian. Rumah
pengeringan ini dipakai oleh petani tembakau yang merupakan bimbingan dari dinas
pertanian. Selain Dinas pertanian juga dilakukan oleh perusahaan swasta yang
biasanya berasal dari negara lain. Penanganan pasca panen dari petani di Klaten ini
cukup baik karena sudah tersedia berbagai fasilas untuk pengolahan pasca panen.
Cara penanganan pasca panen tembakau ini juga sama dengan yang dilakukan oleh
kebanyakan petani di Indonesia.
Pemanenan yang dilakukan oleh masyarakat biasa dan perusahaan swasta setempat
berbeda. Pemanenan tembakau oleh perusahaan dilakukan pada dini hari antara jam
03.00 06.00 sebelum matahari terbit. Pemanenan demikian bertujuan untuk
mendapat tembakau yang masih segar dan tidak sobek atau lubang akibat pemanenan.
Pemanen juga harus melakukan pemotongan pada kukunya karena akan menyebabkan
goresan pada daun tembakau. Selain itu juga harus memakai kaus tangan agar
temabak utidak terkontaminasi. Setelah daun tembakau diperam, selanjutnya
dilakukan perajangan. Perajangan dimulai pada tengah malam sampai pagi dengan
tujuan hasil rajangan dapat segera dijemur pada pagi harinya. Tebal irisan (rajangan)
daun tembakau temanggung antara 1.5 mm 2.0 mm, pisau yang digunakan untuk
merajang harus selalu tajam agar hasil rajangannya baik dan seragam.
Berdasarkan hasil wawancara kami dengan beberapa petani diperoleh informasi
bahwa penangan tembakau ini sudah dilakukan secara ketat dari tahap budidaya
hingga pasca panennya. Keunggulan dari pertanian tembakau oleh masyarakat Klaten
adalah dengan melakukan system kontrak dengan pihak perusahaan dan atau dinas
pertanian. Walaupun gagal panen, mereka tetap mendapatkan bayaran yang sudah
tercantum dalam kotrak. Menurut nara sumber yang kami wawancarai, nilai kontrak
tersebut berkisar Rp.11.000.000 (sebelas juta rupiah).
Cara penanganan pasca panen yang dilakukan adalah tembakau yang sudah dipanen
dikumpulkan di dalam rumah curing. Tembakau tersebut kemudian diikatkan pada
kayu atau bamboo. Kemudian bambu yang sudah diikatkan dengan tembakau
digantung pada tiang-tiang rumah yang sudah disiapkan. Tembakau yang sudah
digantung tersebut kemudian dilakukan control udara yang masuk ke dalam rumah.
Pada awal-awal tembakau yang digantung dilakukan pengasapan dulu dengan hati dan
menggunakan kulit padi yang dibakar. Tujuannya adalah agar asap jangan terlalu
banyak sehingga akan merusak warna dan kualitas tembakau tembakau. Pengasapan
dan pengontrolan udara ini dilakukan selama beberapa minggu. Pengontrolan udara
dilakukan dengan melihat keadaan cuaca. Jika hewan maka ventilasi ditutup rapat
agar tidak menyebabkan kebusukan pada tembakau. Apabila cuaca cerah maka
ventilasi dibuka. Juga dilakukan pada saat pengasapan dimana ventilasi juga ditutp
agar pengasapan yang dilakukan benar-benar tepat sasaran dan asap tidak keluar.
Pengeringan tembakau pada prinsipnya menggunakan sistem air curing. Tembakau
dikeringkan di dalam Los dengan tinggi bangunan sekitar 12 m. Pada bagian atap dan

dinding terdapat jendela yang berfungsi untuk mengatur kelembaban udara di


dalamnya. Pada malam hari bila kelembaban udara terlalu tinggi, jendela ditutup dan
dilakukan pengomprongan (pengeringan buatan dengan bahan sekam, kayu, atau
briket batubara). Pada siang hari jendela dibuka agar kelembaban dalam ruang
pengering tersebut turun. 1 Los (bangunan pengering) terdiri dari 30 kamar yang
mampu menampung 2.100 dolok (1 dolok terdiri dari 50 lembar daun). Kegiatankegiatan yang dilakukan dalam Los pengering adalah sortasi, sunduk, pendolokan dan
penyusunan daun, penaikan dan pelolosan.
Penanganan yang sangat ketat ini juga untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Negara-negara pengimpor. Salah satu Negara pengimpor terbesar adalah Jerman.
Grade yang biasa disukai adalah yang daunnya lebar, tidak lubang dan tidak terdapat
bintik-bintik, cerah dan kuning polos kalau sudah kering dan masih banyak lagi
seperti yang sudah ada di daerah lain juga di Indonesia. Semakin bagus tembakau
maka harganya pun akan semakin baik.
Salah satu yang menjadi keluhan masyarakat dalam pengembangan tembakau ini
adalah adanya hama. Walaupun sudah dilakukan pengendalian terpadu dibawah
bimbingan dinas pertanian tapi pernah ada hama yang bahkan tidak bisa diketahui
cara penanganannya oleh dinas pertanian. Jenis hama inipun tidak dapat diketahui
jenisnya.
Standar mutu tembakau meliputi; warna, pegangan/body. Aroma, tingkat kekeringan,
kebersihan, kemurnian, ketuaan daun dan lebar rajangan. Dari beberapa kriteria
tersebut mutu tembakau dikelompokkan ke dalam jenis mutu I (Amat baik) II (baik),
III (cukup), dan IV ( sedang).
BAB III
KESIMPULAN
Penanganan pasca panen yang dilakukan oleh petani di Klaten sudah relatif bagus dan
penangannya dibawah bimbingan dinas pertanian sehingga diperoleh tembakau yang
bagus dan memenuhi grade yang diinginkan oleh pasar. Tembakau di Klaten ini
biasanya di ekspor ke negara-negara Eropa. Negara yang menjadi pengimpor adalah
Jerman dan beberapa negara di Asia.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis PS. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Tembakau.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, tahun 1996.
Buku
Pedoman
Standardisasi
Mutu
Tembakau.
http://www.disbun.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/tembakau7.pdf. 16 November
2011.
Tso, T. C. 1972. Physiology and biochemistry of tobacco plants. Downwn, Hutchnson
& Ross. Strudsburg, Pa.

Anda mungkin juga menyukai