Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

LatarBelakang
Luka adalah rusaknya struktur jaringan normal baik didalam dan atau di
luar tubuh. Dalam menentukan karakteristik luka kita bisa melihat ada atau
tidaknya kerusakan pada jaringan permukaan, sebab terjadinya luka, kedalaman
luka, kualitas dan kuantitas luka, infeksi pada luka. Luka di bagi atas 2 jenis yaitu
luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup adalah luka dimana jaringan yang
ada pada permukaan tidak rusak contohnya pada kasus terkilir, fraktur tertutup,
dan sebagainya. Sedangkan luka terbuka adalah luka yang terjadi ketika kulit atau
jaringan selaput lendir rusak yang diakibatkan tindakan yang disengaja (operasi)
dan yang tidak disengaja (luka traumatik, luka robek, luka sayat, luka tusuk, luka
penetrasi, dan luka bakar (Stevens, 1999).
Luka dehiscence adalah proses pemisahan atau meledak terbuka luka
sebagian sembuh biasanya setelah operasi, dan itu terjadi 3-11 hari pasca operasi.
Ketika dehiscence terjadi, penyembuhan luka, dan pemulihan pasien yang
tertunda dan ini biasanya mengakibatkan peningkatan biaya pengobatan, lama
tinggal di rumah sakit, dan hilang hari tambahan atau minggu masa kerja
produktif. Hal ini menyajikan pada usia berapa pun, baik jenis kelamin, dan
kejadian tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor predisposisi, yang dapat berupa
presurgical, peri-bedah atau pascaoperasi berasal. Luka dehiscene bisa
mengakibatkan kematian pada pasien jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Tingkat luka dehiscence ada 2 tingkatan yaitu lesi benigna dan lesi maligna jika
samapai pada tingkat dehiscence lesi malaigna maka persentase kesembuhan luka
sangat kecil bahkan bisa mengakibatkan kematian (Viuda-Martos M, 2008).
Prosedur rawat luka merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk membantu proses percepatan penyembuhan luka. Prosedur rawat luka
dilakukan dengan prinsip steril karena luka sangat rentan terjadi infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Masalah yang seringkali menghambat proses
penyembuhan luka yaitu timbulnya perdarahan dan adanya infeksi. Apabila terjadi
infeksi pada luka maka luka tersebut akan lama proses penyembuhannya dan ada

kemnungkinan akan terjadi komplikasi pada luka. Pada proses penyembuhan luka
terdapat beberapa faktor yaitu Pengaliran darah lokal, ada atau tidak adanya
edema, zat- zat pembakar dan pembangun, kebersihan luka, besarnya luka, kering
atau tidaknya luka,kualitas dan kuantitas luka, dan prosedur tindkana ketika rawat
luka yang sterilnya tidak terjaga (Hidayat, 2004).
Pada saat penatalaksanaan prosedur rawat luka, cairan yang biasa
digunakan untuk rawat luka yaitu povidon iodine, alcohol 75%, normal saline,
dan hidrogen peroksida 3%. Sedangkan untuk dressing yang biasa digunkan ialah
sufratule, aquacell, waferstoma haesive dan lain sebagianya yang prinsipnya
menyerap cairan. Semua lat yang digunakan saat rawat luka wajib steril dan alat
yang telah dipakai didisinfektan tinggi agar tidak terjadi penularan infeksi atau
penyakit pada pasien lain (Hidayat, 2004).
Pada rawat luka menggunakan Hidrogen peroksida 3%

indikasinya

digunakan untuk membersihkan dan menghilangkan bau pada luka terinfeksi,


tetapi efeknya hanya berlangsung dalam waktu singkat yaitu selama oksigen
dibebaskan. Apabila dimasukkan dalam jumlah yang besar kedalam rongga
tertutup dimana pelepasan oksigen mengalami kerusakan kemnungkinan akan
terjadi emboli gas dan iritasi pada kulit (Morison, 2003)
Namun, ada juga yang menggunakan alternatif lain untuk penatalaksanaan
rawat luka dalam hal dressing dan debridement contohnya adalah menggunkan
lidah buaya (aloe vera), maggot terapy, minyak zaitun dan madu. Prosedur
tindakannya tidak jauh berbeda dengan rawat luka yang biasa dilakukan dan
prinsipnya juga sama yaitu steril yang berbeda adalah mereka mengganti
dressingnya dengan menggunakan bahan tersebut. Bahan alami tersebut sudah
digunakan ratusan tahun oleh manusia dan juga sudah diuji dan diteliti
kebenarannya (Suranto, 2010)
Salah satu terapi yang alternatif yang paling sering digunakan salah
satunya adalah madu. Madu adalah suatu zat sirop manis yang dihasilkan oleh
lebah dari nektar yang dikumpulkan dari bunga dan digunakan oleh manusia
sebagai pemanis dan spread. Sementara warna dan rasa yang ditentukan oleh
bunga yang digunakan oleh lebah, sekitar 80% dari madu levulosa dan dekstrosa,
sisanya adalah air. Ini tersedia dalam empat bentuk: Sisir, diekstrak, potongan,

dan krim. Pada zaman dahulu, madu dianggap sebagai makanan para dewa dan
simbol kekayaan dan kebahagiaan. Ini digunakan untuk mengobati luka yang
terinfeksi pada manusia selama 2000 tahun sebelum bakteri ditemukan menjadi
penyebab infeksi (Viuda-Martos M, 2008)
Komposisi madu dan kandungannya

yaitu mineral (natrium, kalsium,

magnesium, aluminium, besi, fosfor, dan kalium), vitamin

( Thiamin (B1),

riboflavin ( B2), asam askorbat (C), piridoksin ( B6), niasin, asam pantotenat,
biotin, asam folat, dan vitamin K), enzim (diastase, invertase, glukosa oksidase,
peroksidase dan lipase) , Asam ( glutamat, asam asetat, asam butirat, proglutamat,
malat, format, suksinat, glikolat, sitrat, dan piruvat), dan hormon gonandotropin.
Sedangkan manfaatnya yaitu kandungan zat antibakteri (hidrogen peroksida 1%)
untuk mengobati luka luar dan penyakit infeksi, sifat madu adalah preservatif atau
bersifat mengawetkan yang menyebabkan madu bisa disimpan dalam ratusan
tahun , osmolalitas yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup higroskopis
yaitu menarik air dari lingkungan sekitarnya sehingga digunkana dalam
mengompres luka yang terinfeksi (Suranto, 2010)
Dalam praktek klinis kontemporer, juga digunakan sebagai upaya terakhir
untuk mengobati kasus luka bandel yang tidak menanggapi terapi medis dan
bedah modern. Pentingnya madu yang telah dilaporkan dalam praktek gigi klinis
termasuk penggunaannya dalam pengobatan infeksi mulut, sariawan, penyakit
periodontal, stomatitis berikut radioterapi, serta antihalitosis dan agen
antikariogenik. Selanjutnya, dalam praktek medis modern, telah ditetapkan bahwa
madu harus medis dinilai untuk tujuan manajemen luka yang menjamin bahwa
telah disterilkan oleh radiasi sinar gamma dan telah dibakukan aktivitas
antibakteri. Sementara ahli bedah di spesialisasi bedah lain di seluruh dunia yang
menyarankan penggunaan madu dalam manajemen luka, mulut dan maksilofasial
(Posnett J, 2009)
Di dalam pandangan agama Islam, Allah berfirman di dalam QS. An-Nahl:
Ayat 68 dan Ayat 69 bahwa Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang
dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu

keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat


obat yang menyembuhkan bagi manusia. Dari penjelasan ayat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa madu dapat dijadikan obat (DEPAG, 1978)
Sehingga dari hal tersebut kami mengambil jurnal dengan judul Honey
and wound dehiscence: A study of surgical wounds in the mandibular bed.
Sesuai dengan tema yang di berikan dosen mata kuliah ajar sistem
muskuloskleetal dan integumen yaitu evidance based nursing dalam sistem
integumen kami mengambil jurnal ini, karena jurnal ini meginformasikan dan
mengemukakan hal baru dalam implikasi rawat luka pada pasien-pasien luka
dehiscence setelah post operasi.

1.2.

TujuanPenulisan
1. Penulis memaparkan informasi terkini dengan evidence based nursing terkait
dengan topik rawat luka pada integumen .
2. Penulis memberikan penjelasan tentang penemuan terbaru di dunia
keperawatan mengenai rawat luka dengan madu
3. Penulis meningkatkan critical thinking tentang manfaat hasil penelitian
tersebut bagi dunia keperawatan dan pengaplikasiannya

BAB II
JURNAL PENELITIAN

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.

Profile Penelitian

3.1.1. Judul Penelitian


Honey and wound dehiscence: A study of surgical wounds in the mandibular
bed.
3.1.2. Pengarang
CE Anyanechi dan BD Saheeb
3.1.3. Sumber
www.njcponline.com .Nigerian Journal of Clinical PracticeMar-Apr 2015
;Vol 18;Issue 2.
3.1.4. Kata Kunci
Dehiscence, madu, mandibula, bedah, luka
3.1.5. Abstrak

10

3.2 Deskripsi berdasarkan PICO


3.2.1 Populasi/problem/patient
Ada 72 pasien yang memiliki lesi jinak dari rahang yang reseksi segmental
dengan perluasan hasil luka dehiscence pasca operasi setelah penutupan primer
dengan jahitan 3/0 vicryl.
Kriteria inklusi: luka dehiscence lesi benigna pada mandibular setelah pos operasi
reseksi segmental dengan perluasan hasil luka dehiscence pasca operasi setelah
penutupan primer dengan jahitan 3/0 vicryl dan

luka dehiscence akibat

ketidakpatuhan dengan rejimen pengobatan pasca operasi, semua populasi sampel


terdiri dari 3:1 laki-laki dan perempuan yang berusia 21-73 tahun yang memiliki
lesi benigna di manbula setelah tindakan pos operasi.
Kriteria ekslusi : obesitas, DM, malnutrisi, hipersensitiv, menggunakan alkohol/
tembakau pada terapi steroid/ kontrasepsi, anemia sel sabit, luka yang dihasilkan
dari operasi lesi malignant .
3.2.2 Intervensi
Terdapat perlakuan pada masing-masing kelompok kontrol dan kelompok
percobaan. Padakelompokkontrol, dilakukantindakan:
1. Debridement (pengangkatan jaringan mati) dengan menggunakan cairan
hidrogen peroksida yang diselingi dengan cairan normal saline dan
dilanjutkan dengan obat kumur yang mengandung garam dan dengan suhu
yang hangat selama 2 kali seminggu secara bertahap dalam periode waktu
tertentu.
Pada kelompok eksperimen, peneleti melakukan tindakan :
1. Debridement (pengangkatan jaringan mati) dengan menggunakan cairan
hidrogen peroksida yang diselingi dengan cairan normal saline dan
dilanjutkan dengan obat kumur yang mengandung garam dan dengan suhu
yang hangat selama 2 kali seminggu secara bertahap dalam periode waktu
tertentu.
2. Dilakukan dresssing 3 kali dalam 1 minggu secara berturut-turt dengan
menggunakan madu Obudu ,

11

3. Madu Obudu (Anape / Obudu, Cross River State, Nigeria) telah dioleskan
pada permukaan luka dan kemudian diresapi pada pita kasa sebelum
menyelipkan ke dalam luka.
4. Kain kasa mengisi rongga luka dari tempat tidur untuk permukaan mukosa
mulut.
5. Review pasca operasi dan pembalut luka yang dilakukan oleh ahli bedah
yang sama / asisten. Luka dehiscence terjadi dalam study penelitian antara
3 dan 10 hari pasca operasi.
6. Penyembuhan luka dalam penelitian ini mengacu pada proses pemulihan ,
dan pemulihan struktur dan fungsi dari jaringan yang terluka pembedahan
study penelitian.
7. Durasi penyembuhan yang merupakan refleksi dari perkembangan
penyembuhan ditentukan dengan metode penilaian luka terus menerus
selama periode pasca operasi menggunakan teknik penggaris untuk
mengukur lingkar luka.
8. luka yang telah diisi dan ditutupi dengan jumlah yang cukup jaringan
granulasi, ada tanda-tanda baik infeksi atau peradangan, atau bukti fungsi
perasaan selama sakit
9. Variabel klinis dicatat dalam pro-forma kuesioner yang pasien usia, jenis
kelamin, jenis lesi pada mandibula, lingkar awal luka dan durasi
penyembuhan klinis dari luka bedah setelah dehiscence didiagnosis.
10. Informasi yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS versi 13 (SPSS
Incorporated di Illinois, Chicago, USA) dan hasilnya disajikan sebagai
frekuensi, persentase, mean dan standar deviasi. Tingkat signifikansi yang
ditetapkan sebesar 0,05 mana P <0,05 dianggap signifikan.

12

3.2.3 Compare

Didalam jurnal ini, peneliti melakukan percobaan menggunakan madu


untuk kelompok eksperimen dan cairan hidrogen peroksida untuk kelompok
kontrol. Pada kelompok A (kontrol) terlihat didalam tabel bahwa pada minggu 2-3
jumlah pasien yang sembuh ada 6 orang sedangkan pada kelompok B
(eksperimen) pada minggu yang sama jumlah pasien yang sembuh ada 9 orang
dan begitupun pada minggu selanjutnya (4-6) pasien yang sembuh mengalami
peningkatan 16(A) dan 12(B), sehingga hal ini menunjukan bahwa mengobati
luka menggunakan madu interval kesembuhannya lebih cepat dibadingkan
menggunakan cairan hidrogen peroksida karena pada minggu ke 8-9 sisa pasien
yang sudah sembuh dengan menggunakan madu adalah 5 orang (B). Jadi
kesimpulannya luka yang diobati dengan menggunakan madu lebih cepat sembuh
dari pada menggunakan cairan hidrogen peroksida.
Juga dapat dilihat pada tabel dibawah ini bahwa, pada kelompok(B) yang
menggunakan madu bentuk dari luka langsung mengecil pada minggu 2-3 yaitu
5 ,orang sedangkan pada kelompok (A) jumlah pasien yang sembuh adalah 4,
pada minggu 2-3 adalah 3 orang dan 1 orang pada minggu 4-5.

13

Critical thingking :
Kenapa pada yang kelompok eksperimen proses penyembuhan lukanya lebih
cepat daripada kelompok kontrol?
Karena pada Madu mengandung zat antibakteri (hidrogen peroksida 1%)
untuk mengobati luka luar dan penyakit infeksi, sifat madu adalah osmolalitas
yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup dan sifat higroskopis yaitu sifat
pada madu yang menarik air dari lingkungan sekitarnya sehingga digunkana
dalam mengompres luka yang terinfeksi. Sedangkan pada hidrogen peroksida
efeknya hanya berlangsung dalam waktu singkat yaitu selama oksigen
dibebaskan. Apabila dimasukkan dalam jumlah yang besar kedalam rongga
tertutup dimana pelepasan oksigen mengalami kerusakan kemungkinan akan
terjadi emboli gas dan iritasi pada kulit. Untuk efek dari hidrogen peroksida, pada
kelompok eksperimen sudah di netralisir oleh zat-zat yang terkandung dalam
madu itu sendiri . Selain itu ada Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan
luka yaitu Pengaliran darah lokal, ada atau tidak adanya edema, zat- zat pembakar
dan pembangun, kebersihan luka, besarnya luka, kering atau tidaknya luka,
kemampuan dressing menyerap cairan, sterilitas saat melakukan tindakan
(Suranto, 2010).
3.2.4 Outcome
Mayoritas penyembuhan luka diselesaikan antara 4 sampai 7 minggu di
kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, ketika pasien

14

dalam kedua kelompok dibandingkan, penyembuhan selesai pada 19 (52,8%)


pada kelompok eksperiment dan dibandingkan dengan kelompok konrol 13
(36,1%) pada akhir minggu 5 lebih tinggi pada kelompok eksperimen, sedangkan
pada akhir minggu 9 tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok.
Namun, ditemukan lebih kecil lingkar awal luka bedah, semakin pendek durasi
penyembuhan dan ini adalah signifikan dalam salah satu dari kelompok perlakuan.
CRITICAL THINKING : kenapa akurasi penyembuhan pada minggu ke -9 tidak
ada perbedaan yang signifikan?
Akurasi tergantung pada pasien berada di posisi yang sama pada setiap
pengukuran. Selanjutnya, studi tertentu menunjukkan bahwa pengukuran lingkar
saja sudah cukup untuk memonitor perubahan ukuran luka rongga bahkan jika
kedalaman

tidak

diukur.

Namun,

instrumen

yang

digunakan

untuk

menggambarkan penyembuhan luka bedah termasuk penguasa metode kurangnya


evaluasi yang komprehensif dan kualitas sehubungan dengan validitas, keandalan
dan sensitivitas. Kelemahan penggunaan madu adalah bahwa pasien mungkin
harus kembali renteng untuk perubahan dressing sebelum penyembuhan selesai,
dan ada kemungkinan bahwa beberapa pasien mungkin tidak menyukai
penggunaan madu untuk berpakaian luka intraoral mereka. Kami tidak mengalami
masalah ini selama penelitian ini (Anyanechi CE, 2013)
Manfaat teoritis:
Teori baru yang bisa diambil dalam jurnal ini adalah perawatan luka
dengan madu ternyata lebih efektif dan proses penyembuhan lukanya jauh lebih
cepat dibandingkan dengan rawat luka yang biasanya digunkan.
Manfaat praktis:
Dengan adanya jurnal yang berjudul honey and wound dehiscence : a
study of surgical wounds in the madibular bed, Di dalam jurnal ini terdapat
beberapa manfaat untuk masyarakat dan tenaga medis, terutama di kalangan
perawat yang merawat

pasien yang mengalami luka dehiscence atau tidak

mengalami namun infeksi di area mandibula setelah post operasi atau tanpa
operasi yang memiliki pendapatan ekonomi terbatas dan kecepatan penyembuhan

15

luka bisa dilakukan rawat luka dengan madu tanpa ada efek infeksi dan luka yang
berkepanjangan yang tentunya akan merugikan pasien dan juga memperlama
kepulangan pasien.
Kelebihan jurnal :
Dalam jurnal penelitian ini terdapat beberapa kelebihan. Salah satunya yaitu
dengan menggunakan madu dalam proses penyembuhan luka, maka presentase
kesembuhannya akan lebih cepat daripada perawatan luka yg tidak menggunakan
madu.
Kekurangan jurnal:
Pada beberapa pasien, tidak semua nya memiliki tingkat sensitifitas kulit yang
baik. Ada beberapa pasien yang mudah alergi pada kulit apabila diberi bahanbahan asing yang berasal dari luar, misanyal madu. sehingga penggunaan madu
pada perawatan luka ini bisa menyebabkan alergi pada kulit pada sebagian orang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perawatan luka merupakan suatu perawatan yang melibatkan beberapa
substansi steril saat pelaksanaannya. Banyak metode yang ditawarkan di rumah
sakit dalam perawatan luka kepada pasien, terutama luka pada area mandibula.
Metode pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini adalah pengobatan
menggunakan bahan herbal salah satunya yaitu madu (Posnett J, 2009)
Madu adalah bahan alami yang sering digunakan sebagai sampel penelitian
untuk mengembangkan ilmu di berbagai bidang, terutama di dalam bidang
kesehatan. Penelitian pada jurnal ini mengacu kepada manfaat madu terhadap
perawatan luka di area mandibula. Dalam prosesnya, penelitian ini membuat dua
kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperime. Peneliti membuat
perbedaan pada ke dua kelompok ini berdasarkan segi pemberian substansi pada
perawatan luka. Pada kelompok eksperiman diberikan madu dalam proses

16

perawatannya, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan madu (CE


Anyanechi, Mar-Apr 2015)
Setelah dilakukan perawatan rutin selama 2 minggu. Di dapatkan hasil
bahwa dalam 5 minggu pertama, jumlah pasien pada kelompok eksperimen lebih
banyak mengalami perkembangan kesembuhannya dari pada kelompok kontrol.
Namun dengan berjalannya waktu, jumlah pasien yang sembuh pada 10 minggu
pertama sama. Jadi pada dasarnya, pemberian madu dalam proses perawatan luka
hanya membuat proses kesembuhan lebih cepat dalam kurun waktu 2 minggu
pertama. Sedangkan setelah 10 minggu pertama, rasio perbandingan kesembuhan
antara pasien yang diberi madu dan tidak diberi madu saat proses perawatan luka
sama dengan 1:1.
Dalam pandangan islam, madu telah dijelaskan di dalam QS. An-Nahl: Ayat
68 dan 69 bahwa madu banyak mengandung manfaat bagi manusia. Penjelasan
tersebut juga mengarah pada fungsi madu yang jurnal bisa bermanfaat dalam
bidang kesehatan (DEPAG, 1978)

4.2 Saran
1

Penelitian lebih lanjut tentang efek madu terhadap penyembuhan luka


dengan variasi dosis dan cara pemberian, sehingga didapatkan cara
pemberian yang paling baik dengan dosis yang optimal.

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat lain dari madu pada
manusia.

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping yang ditimbulkan


oleh madu pada manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Anyanechi CE, S. B. (2013). The efficacy of tincture of benzoin


compound in the management of extraction sockets of

17

mesio-angularly impacted mandibular third molar. Oral Surg ,


6:137-41.
CE Anyanechi, B. S. (Mar-Apr 2015). Honey and wound dehiscence: A
study of surgical wounds in the mandibular bed. Nigerian Journal
of Clinical Practice, Vol 18 ;Issue 2 ; p 251-255.
DEPAG. (1978). Al-Quran dan Terjemah. JAKARTA: PT. Bumi Restu.
Hidayat, A. A. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta: EGC.
Morison, M. J. (2003). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
P.J.M. Stevens, F. B. (1999). Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC.
Posnett J, G. F. (2009). The resource impact of wounds on health-care
providers in Europe. J Wound Care, 18:154-61.
Suranto, A. (2010). Terapi Madu. Jakarta : Penebar Plus.
Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Viuda-Martos M, R.-N. Y.-L.-A. (2008). Functional properties of honey,
propolis, and royal jelly . J Food Sci, 73: R117-24.

18

Anda mungkin juga menyukai