Sejarah
Pada tahun 1990 untuk pertama kalinya dr.Abdurahman, SpOT (Alm) mendirikan
tempat penyimpanan human fresh frozen dengan bermodalkan 1 unit freezer biasa dengan
suhu -200 C, beliau menamakan tempat penyimpanan tersebut :“Bone Bank” Dr. Soetomo.
Pada tahun 1992, pertama kalinya di Indonesia dilakukan operasi penggantian tulang kering
fresh frozen tibia secara massive yang berasal dari donor orang lain terhadap seorang anak
penderita tumor tulang pada kakinya. Operasi tersebut berhasil dengan baik dan telah di
publikasikan secara nasional maupun internasional. Tonggak bersejarah tersebut kemudian
mengawali keberhasilan – keberhasilan operasi pemakaian tulang allograft yang lainnya.
Kemudian RSUD Dr. Seotomo menyediakan ruangan khusus dan peralatan baru,
sehingga nama Bone Bank diganti dengan Pusat Biomaterial – Bank Jaringan “Dr Soetomo”
pada tanggal 17 Oktober 2000. Selanjutnya institusi ini terus menggembangkan diri serta
mendapatkan peralatan – peralatan yang canggih sehingga produk yang dihasilkannya pun
semakin banyak. Disamping itu permintaan dan pemakaian produknya pun juga semakin
luas, tidak hanya di lingkungan RSUD Dr. Seotomo saja.
Pada tanggal 29 September 2006, melalui SK Direktur RSUD Dr.Soetomo
No.188.4/8836/304/2006, unit ini ditetapkan sebagai Instalasi Pusat Biomaterial – Bank
Jaringan RSUD Dr.Soetomo merupakan satu – satunya instalasi penunjang kesehatan di
Indonesia yang mampu menyediakan jaringan biologis secara komprehensif untuk
pelayanan rekonstruksi kerusakan jaringan. Selain itu Pusat Biomaterial – Bank Jaringan
RSUD Dr.Seotomo merupakan acuan yang dipakai oleh Departemen Kesehatan untuk
pembuatan kebijakan di bidang transplantasi jaringan.
*Formulir Persetujuan
Pada kandidat donor potensial dilakukan konseling. Konseling ini meliputi penandatanganan
formulir persetujuan untuk donor jaringan, juga persetujuan dilakukan pemeriksaan darah
untuk HIV.
Amniotic membran merupakan salah satu bahan perawatan luka. Sebagai material biologis,
bahan ini semakin banyak digunakan pada kasus trauma dermis seperti ulkus, luka bakar,
sores, donor STG dan lain –lain (Lawrence, 2003). Penggunaan amniotic membrane dapat
mempertahankan suasana moist pada luka dermis sehingga proses epitelisasi bisa tercapai
dan memperkecil kemungkinan kontaminasi kuman karena efek barier terhadap bekteri.
4.2 FRESH DRIED AMNIOTIC MEMBRAN
Amniotic Membrane yang dipakai sebagai biomterial memerlukan perlakuan khusus
sebelum digunakan. Hal ini berhubungan dengan resiko keamanannya sebagimana umum
terjadi pada transplantasi jaringan atau organ lainnya. Berdasarkan proses preparasi dan cara
penyimpanannya, membran amnion terbagi menjadi dua yaitu tanpa preservasi (segar) dan
dengan preservasi (kering beku).
Freeze dried amniotic membrane semakin banyak diproduksi dengan alasan
efisiensi, hal ini disebabkan karena sulitnya menyediakan membran amnion dalam bentuk
segar. Padahal dalam penggunaan klinis, idealnya membran amnion harus steril, mudah
diperoleh, mudah didistribusikan dan dapat disimpan dalam waktu lama tanpa adanya
perubahan. Salah satu bentu preservasi amnion yang dianggap bisa mengatasi masalah
tersebut adalah membran amnion dalam bentuk kering beku /Fresh Dried Amniotic
Membran. (Nakamura et al, 2004 ; Sangwan et al, 2007 ; Yan-Hong dan Hong-Guang, 2007)
Gambar 4.1. Pembersihan selaput amnion dari sisa darah (Dokumentasi Bank Jaringan, 2010)
Gambar 4.2 . Pembilasan amnion dengan larutan sodium hipoklorit dan larutan NaCl fisiologis
(Dokumentasi Bank Jaringan, 2010)
Amniotic membran yang telah dicuci diregangkan dan diletakkan diatas kasa steril
dengan sisi korion menghadap ke kasa, kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang
diinginkan. Proses ini dilakukan didalam laminar air flow cabinet. Amniotic membran
kemudian diletakkan dalan tray steril dan disimpan dalam deep-freezer selama 24 jam
sebelum dilakukan freeze-drying.
Sebelum proses dimulai kamar pengeringan dibersihkan dengan alkohol 70%
kemudian didinginkan sampai suhu -400 C. Freeze-drying dilakukan sampai 6 jam sehingga
kandungan air amnion membran lebih kurang 10%.
Gambar 4.3 . Proses Freeze dried dan Pengepakan Produk Amnion Membrane
(Dokumentasi Bank Jaringan, 2010)
Segera setelah dilakukan freeze-drying, amnion dibungkus dengan tiga lapis plastik
polyethylene. Label yang berisi keterangan lengkap tentang graft ditempatkan 1 lapis
sebelum bungkusan terakhir, diantara lapisan kedua dan ketiga. Sedangkan leaflet atau
keterangan lengkap tentang graft diletakan terpisah. Seluruh proses pengepakan dilakukan
didalam laminar air flow cabinet, kemudian dilakukan penutupan dengan vaccum sealer.
Label berisi data lengkap tentang graft yaitu: nama, alamat, telpon / fax dari bank jaringan;
jenis graft; nomor batch; nomor donor; nomor graft; ukuran graft; tanggal sterilisasi; jenis
sterilisasi; tanggal kadaluarsa; rekomendasi penyimpanan dan informasi tambahan berupa
peringatan kalau kemasan rusak, jaringan tidak dapat digunakan (Gambar 4.3)
Gambar 4.4 Produk amnion dalam kemasan steril (Dokumantasi Bank Jaringan, 2010)
Sterilisasi dilakukan dengan cara radiasi sinar gamma yang dilakukan di BATAN.
Sterilisasi radiasi adalah suatu proses sterilisasi dengan memaparkan produk pada sinar
gamma atau elektron berenergi tinggi, baik dalam kemasan tunggal atau curah selama waktu
yang terhingga sehingga dapat dicapai Sterilization Assurance level ( SAL ) 10 – 6. Pada
proses ini tidak menaikkan suhu produk atau lingkungannya dan proses tidak menaikkan
radio aktifitas produk yang di radiasi.
Untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan telah sesuai dengan standard yang
diterapkan maka dilakukan suatu prose validasi yang meliputi : pemeriksaan kadar air,
pemeriksaan bakteriologis dan dokumentasi.
Semua catatan dan dokumen dari saat proses pemeriksaan penyaring, kontrol
kualitas, dan prosesing diperiksa kelengkapannya dan harus dapat diurut serta memenuhi
kriteria kualitas. Diperiksa kembali apakah pengepakan telah sempurna dan tidak ada
kerusakan isi, serta juga diteliti kembali kelengkapan label dan waktu kadaluarsa. Indikator
sterilisasi diperiksa perubahan warnanya untuk memastikan telah dilakukan sterilisasi. Bila
semua kriteria telah dipenuhi, graft siap untuk didistribusikan.
Setiap graft yang telah memenuhi kriteria atau tidak harus dicatat dalam formulir
prosesing dan ditandatangani oleh personil yang bertanggung jawab.
Nomor batch, donor, dan graft, serta tipe dan ukuran graft dicatat dalam lembar data
pengiriman. Graft disimpan pada tempat yang sesuai.
Graft yang akan digunakan dilepas oleh personil yang bertanggung jawab. Formulir
resipien dan instruksi pemakaian disertakan pada setiap pengiriman graft. Formulir resipien
harus diisi dengan lengkap dan dikembalikan ke bank jaringan setelah operasi. Graft yang
dikembalikan kembali ke bank jaringan hanya bisa diterima bila telah ada pembicaraan
sebelumnya.
4.5 DISTRIBUSI FREEZE DRIED AMNIOTIC MEMBRAN
Hasil / produk dari Bank jaringan dikemasan dengan 3 lapisan polyethylene yang
baik sehingga memungkinkan untuk dapat dikirim baik melalui kurir, titipan kilat, pos dan
lain sebagainya.
BAB V
APLIKASI PENGGUNAAN FREEZE DRIED AMNIOTIC MEMBRAN
Amnion pertama kali digunakan dalam perawatan luka bakar pada tahun 1913.
Beberapa tahun kemudian banyak dilaporkan kegunaan amnion sebagai temporary
biological dressing dalam kasus selain luka bakar, seperti defek dinding perut, luka pada
mulut dan luka terbuka lainnya (gambar 5.1)
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, amnion dipergunakan untuk
perawatan luka pada luka donor skin graft, perawatan luka bakar derajat 2, perawatan luka
kronis, perawatan ulkus dekubitus, perawatan luka terbuka lainnya, rekonstruksi permukaan
conjunctiva dan rekonstruksi vagina (gambar 5.2, gambar 5.3, gambar 5.4).
Gambar 5.2. Perawatan luka kronis dengan menggunakan amnion.
Gambar 5.6. Tim Bencana Alam Letusan Gunung Merapi di ruang luka bakar RSUP
Dr. Sardjito Jogjakarta.
Di RSUP Dr. Sardjito, tim dari RSUD Dr. Soetomo membantu melakukan perawatan
terhadap korban letusan gunung Merapi yang sebagian besar berupa kasus luka bakar.
Korban letusan gunung Merapi tersebut berjumlah puluhan orang. Perawatan yang
dilakukan antara lain membantu manajemen cairan dan nutrisi, melakukan perawatan luka
bakar dengan amnion, termasuk mengatasi komplikasi yang ditimbulkan akibat luka bakar
(gambar 5.7, gambar 5.8).
Gambar 5.7. Korban letusan Gunung Merapi saat dilakukan perawatan luka.