Anda di halaman 1dari 13

Modul 1

Dasar2 imunologi dan reaksi hipersensitifitas


Terminology

 Imunologi : Sistem imun merupakan mekanisme pertahanan tubuh


sebagai perlindungan dari bahaya berbagai bahan dalam
lingkungan yang dianggap asing bagi tubuh seperti bakteri, virus,
jamur, parasit dan protozoa (Abbas et al., 2015; Baratawidjaja &
Rengganis, 2009; Benjamini et al., 2000).

 Hipersensitifitas: Definisi Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas)


adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika
jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka.

Reaksi hipersensitif merupakan salah satu respon system imun


yang berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
maupun penyakit yang serius.

 Patah tulang terbuka: Patah tulang terbuka merupakan kasus patah


tulang yang disertai dengan luka pada kulit di permukaan daerah
tulang yang patah. Pada kasus yang lebih berat, bagian tulang yang
patah akan terlihat dari luar. Cukup mengerikan, bukan? Yang
paling mengerikan lagi adalah jika ada luka, maka kuman akan
dengan mudah sampai ke tulang, sehingga memiliki risiko yang
tinggi untuk terjadi infeksi tulang. Oleh karena itu, patah tulang
terbuka harus segera diberi pertolongan. Patah tulang terbuka lebih
mudah dikenali dibandingkan dengan patah tulang tertutup, dan
biasanya patah tulang terbuka terjadi pada tungkai dan lengan.

 Acral : ujung ekstremitas


 Protap: prosedur tetap
 Deformitas : kelainan bentuk,: Perubahan bentuk tubuh
sebagian/umum yang tadinya bentuk normal menjadi abnormal.
 Inflamasi
 Sel darah merah (packed red cell/PRC). Merupakan komponen
darah yang paling sering ditransfusikan. Sel darah merah berfungsi
mengalirkan oksigen dari jantung ke seluruh tubuh serta
membuang karbon dioksida dan zat-zat sisa tubuh

Rumusan masalah
1. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pertolongan pertama terhadap
luka dan patah tulangnya?
2. APakah normal jika kadar hb roni 6,2 gr/dl?
3. Bagaimana prosedur transfuse darah
4. Apa yang menyebabkan henrdra menggigil,sesak nafas, acral
dingindan td turun?
5. Apa penyebab dari nyeri pada sendi jar tngan kirinya dan kaku
pada jar kiri dan knnan trutama pda pgi hari dan apakah keluhan
tersebut dapat mengakibatkan deformitas?
6. Bagaimana tanda inflamasi dapat diketahui?
7. Bagaimana tahapan inflamasi pda tubuh?
8. Apa fungsi system imunitas tubuh? Apa saja sel2 dalam system
imun?
9. Bagaimana tahapan respon imun tubuh manusia?
10. Apakah perbedaan dari respon imun spesifik dan non spesifik
?
11. apa penyebab hipersensitifitasdan sebuktan tipe2
hipersensitifitas

Cara menangani patah tulang terbuka

Penanganan patah tulang yang paling utama adalah pembidaian.


Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk menghindari
pergerakan, untuk melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang
cedera. Hal ini penting dilakukan sebelum tenaga ahli (dokter atau
paramedis) dapat membantu Anda.

Pembidaian bertujuan untuk:

 Mencegah pergerakan atau pergeseran dari ujung tulang yang patah


 Mengurangi terjadinya cedera baru di sekitar bagian tulang yang patah
 Mengistirahatkan anggota badan yang patah
 Mengurangi rasa nyeri
 Mengurangi perdarahan
 Mempercepat penyembuhan

Macam-macam bidai

Berikut ini adalah beberapa bidai yang dapat digunakan dalam keadaan
darurat untuk patah tulang terbuka:

1. Bidai keras

Dibuat dari bahan yang keras, kaku, kuat, dan ringan untuk mencegah
pergerakan bagian yang cedera. Pada dasarnya ini adalah bidai yang
paling baik dan sempurna pada keadaan darurat. Bahan yang sering
dipakai adalah kayu, alumunium, karton, plastik, dan lain-lain.

2. Bidai yang dapat dibentuk

Jenis bidai ini dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi
untuk disesuaikan dengan bentuk cedera. Contohnya selimut, bantal,
bidai kawat, dan lain-lain.

3. Gendongan/belat dan bebat

Pembidaian ini dilakukan dengan menggunakan kain pembalut, biasanya


menggunakan mitella (kain segitiga) dan gendongan lengan. Prinsipnya
adalah dengan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk
menghentikan pergerakan bagian yang cedera.
4. Bidai improvisasi

Bila tidak tersedia bidai apaun, maka penolong dituntut untuk mampu
berimprovisasi membuat bidai yang cukup kuat dan ringan untuk
menopang bagian tubuh yang cedera. Misalnya majalah, koran, karton,
dan lain-lain.

Panduan pembidaian

Meskipun bidai yang dipakai seadanya, tetap saja ada beberapa


pedoman yang harus diikuti untuk meminimalisir kecelakaan saat
pembidaian.

1. Sebisa mungkin beri tahu rencana yang akan Anda lakukan pada
penderita.
2. Pastikan bagian yang cedera dapat dilihat, dan hentikan perdarahan
(bila ada) sebelum melakukan pembidaian.
3. Siapkan alat seperlunya seperti bidai dan kain segitiga (mitella).
4. Jangan mengubah posisi yang cedera.
5. Jangan memasukkan bagian tulang yang patah.
6. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah (sebelum
dipasang, bidai harus diukur terlebih dahulu pada anggoda badan
penderita yang tidak mengalami patah tulang).
7. Jika ada tulang yang keluar, Anda dapat menggunakan mitella dan
membentuknya seperti donat atau menggunakan benda apapun
yang lunak dan memiliki lubang, lalu masukkan tulang di dalam
lingkaran donat tersebut agar tulang tidak tersenggol (sesuaikan
lingkaran dengan diameter tulang yang keluar).
8. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan.
9. Gunakan beberapa mitella untuk mengikat bidai (jika di bagian
kaki, masukkan mitella melalui celah di bawah lutut dan di bawah
pergelangan kaki).
10.Ikat juga “donat” yang telah Anda pakai pada tulang yang keluar
dengan mitella.
11.Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu longgar.
12.Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak
melakukan gerakan, kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
13.Jangan membidai berlebihan, jika anggota tubuh penderita yang
mengalami patah tulang sudah tidak dapat melakukan gerakan itu
berarti Anda sudah melakukan pembidaian dengan baik.
14.Bawa penderita ke rumah sakit untuk tindakan lebih lanjut.

1) Inflamasi / Peradangan
•Merupakan respons lokal tubuh thd infeksi atau perlukaan
•Tidak spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi respons yg
sama jugaterjadi pada perlukaan akibat suhu dingin,panas, atau
trauma
•Pemeran utama: fagosit, a.l: neutrofil, monosit, & makrofag

2) Tahap Inflamasi
1.Masuknya bakteri ke dalam jaringan
2.Vasodilatasi sistem mikrosirkulasi area yg
terinfeksimeningkatkan aliran darah (RUBOR/kemerahan &
CALOR/panas)
3.Permeabilitas kapiler & venul yang terinfeksi terhadap protein
meningkat difusi protein & filtrasi air ke interstisial
(TUMOR/bengkak & DOLOR/nyeri)
4.Keluarnya neutrofil lalu monosit dari kapiler & venulake interstisial
5.Penghancuran bakteri di jaringan fagositosis (respons sistemik:
demam)
6.Perbaikan jaringan

3) Fungsi dari sistem imun :


•Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan
& menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri,
parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
•Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel)
untuk perbaikan jaringan.
•Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

4) Tahapan :
•Deteksi & mengenali benda asing
•Komunikasi dg sel lain untuk berespons
•Rekruitmen bantuan & koordinasi respons
•Destruksi atau supresi penginvasi

Hal tersebut semuanya akan membentuk antibodi dan sitokin


5) Respon imun alami non-spesifik :
a.Ada sejak lahir
b.Tidak mengalami target tertentu
c.Terjadi dalam beberapa menit –jam terjadinya reaksi inflamasi
Manifestasi respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel
mukosa, selaput lendir, gerakan
silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam
lambung.1
Dapat mendeteksi adanya benda asing &melindungi tubuh dari
kerusakan yangdiakibatkannya, namun tdk dpt mengenali benda
asing yang masuk ke dalam tubuh.
•Yang termasuk dlm sistem ini:
a.Reaksi inflamasi/peradangan
b.Protein antivirus (interferon)
c.Sel natural killer (NK)
d.Sistem komplemen

2.Respon imun didapat spesifik :


a.Spesifik untuk jenis tertentu
b.Respon thdp paparan dan terjadi dalam beberapa hari
c.Pada paparan berikutnya terjadi lebih cepat

Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan


sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih baik
terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh
Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid.

Yaitu sistem kekebalan adaptif dapatmenghancurkan patogen yang


lolos dari sistemkekebalan non-spesifik.
•Mencakup:
1.kekebalan humoral produksi antibodi olehlimfosit B (sel
plasma)
2.kekebalan selular produksi limfosit T yg teraktivasi
•Harus dapat membedakan sel asing yg harus dirusak dari sel-diri
antigen (molekul besar, kompleks, & unik yg memicu respons
imun spesifik jika masuk ke dalam tubuh

Pertahanan Lapis Pertama


•Kulit & membran mukosa yang utuh
•Kelenjar keringat, sebum, & airmata mensekresi zat kimia &
bersifat bakterisid
•Mukus, silia, tight junction, desmosom, sel keratin & lysozim di
lapisan epitel
•Rambut pd lubang hidung
•Flora normal

6) Definisi: Hipersensitivitas adalah reaksi yang tidak diinginkan


(adanya kerusakan, ketidak nyamanan, kadang-kadang fatal) yang
dihasilkan oleh adanya sistem imun pada kondisi tertentu. Reaksi
hipersensitivitas memerlukan status imun awal dari hospes.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS DIKENAL ADA 4 (EMPAT)
TIPE YAITU :
A. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE-I ( REAKSI ALERGI )
B. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE-II ( REAKSI
SITOTOKSIK )
C. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE-III ( IMUN
KOMPLEKS )
D. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE-IV ( DELAYED TYPE
HYPERSENSITIVITY )

Indikasi Transfusi Darah


Transfusi darah akan diberikan bila pasien mengalami kekurangan salah
satu atau seluruh komponen darah. Jenis darah yang diberikan akan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang mengacu pada situasi atau
kondisi yang dialami, antara lain:

Transfusi PRC. Anemia atau Hb yang rendah merupakan kondisi yang


mendasari seseorang diberikan PRC. Beberapa penyakit yang dapat
mengakibatkan anemia dan membutuhkan transfusi sel darah merah,
yaitu thalasemia, anemia aplastik, atau anemia karena perdarahan.
Transfusi TC atau cryoprecipitate. Trombosit atau cryoprecipitate akan
diberikan kepada seorang pasien bila pasien tersebut mengalami
perdarahan atau dicurigai akan mengalami perdarahan karena memiliki
gangguan pembekuan darah, seperti hemofilia atau trombositopenia.
Transfusi FFP. Dibutuhkan saat mengalami infeksi berat, penyakit liver
atau luka bakar parah. FFP juga berisi faktor pembekuan, sehingga pada
beberapa kasus perdarahan, FFP dapat diberikan.
Sebelum Transfusi Darah
Pasien akan diambil sampel darahnya untuk dilakukan cek golongan
darah, berdasarkan golongan darah ABO (A, B, AB, atau O) dan
berdasarkan rhesus (Rh) yang dibagi rhesus positif dan negatif. Setelah
golongan darah sudah sesuai, akan dilakukan pemeriksaan kembali
dengan mencocokkan golongan darah yang diambil dari pendonor
dengan golongan darah penerima (resipien), dinamakan dengan
crossmatch. Pada saat crossmatch, tidak hanya mencocokan kembali
golongan darah pendonor dengan resipien, namun juga dilihat
munculnya antibodi yang kemungkinan dapat menyerang sel darah
pendonor dan membahayakan tubuh si penerima.

Prosedur Transfusi Darah


Transfusi darah umumnya dapat berlangsung hingga 4 jam atau lebih
cepat tergantung jenis darah dan banyaknya darah yang diberikan.
Pasien bisa diminta bersandar di kursi atau berbaring di tempat tidur.
Setelah itu, dokter akan menusukkan jarum ke pembuluh darah di sekitar
lengan. Jarum yang masuk ke pembuluh darah lalu dihubungkan dengan
kateter atau selang tipis yang tersambung pada kantong darah. Pada
tahap ini, darah akan dialirkan dengan menggunakan selang tipis, dari
kantong darah menuju ke pembuluh darah.

Pada 15 menit awal transfusi darah, kondisi pasien akan terus dipantau
untuk memastikan pasien tidak mengalami reaksi alergi. Bila gejala-
gejala reaksi alergi terjadi, prosedur dapat segera dihentikan.

Setelah satu jam tes berjalan dan reaksi alergi tidak ditemukan, dokter
atau perawat bisa mempercepat proses transfusi darah.

Setelah Transfusi Darah


Dokter atau perawat akan melepaskan selang yang sebelumnya
dimasukkan ke pembuluh darah. Kondisi vital pasien akan dipantau,
mulai dari denyut jantung, tekanan darah, hingga suhu badan.

Risiko Transfusi Darah


Risiko yang dapat muncul, walaupun jarang, pada saat transfusi darah
atau beberapa waktu setelahnya, di antaranya:

Demam. Dapat terjadi secara tiba-tiba ketika transfusi darah. Walau


demikian, demam merupakan bentuk respons tubuh terhadap sel darah
putih pendonor yang masuk ke dalam tubuh resipien. Kondisi ini bisa
ditangani dengan pemberian obat pereda demam atau dicegah dengan
memberikan jenis darah yang sudah dibuang sel darah putihnya
(leukodepleted).
Reaksi alergi. Menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri dada atau
punggung, sulit bernapas, demam, mengigil, kulit memerah, denyut
jantung cepat, tekanan darah turun, dan mual.
Kelebihan zat besi. Terlalu banyak jumlah darah yang ditransfusikan
bisa menyebabkan kelebihan zat besi. Kondisi ini umumnya dialami
penderita thalasemia, yang sering membutuhkan transfusi darah.
Kelebihan zat besi bisa mengakibatkan kerusakan jantung, hati, dan
organ tubuh lainnya.
Cedera paru-paru. Walau jarang terjadi, transfusi darah bisa merusak
paru-paru. Kondisi ini umumnya terjadi 6 jam setelah prosedur
dilakukan. Dalam beberapa kasus, pasien dapat sembuh dari kondisi ini.
Namun, sebanyak 5-25 persen pasien yang menderita cedera paru-paru
dapat kehilangan nyawanya. Belum diketahui penyebab kenapa transfusi
darah bisa merusak paru-paru,
Infeksi. Penyakit infeksi, seperti HIV, hepatitis B, atau hepatitis C, dapat
ditularkan melalui darah pendonor. Namun hal ini sangat jarang terjadi
di masa sekarang, karena darah yang akan didonorkan sudah diperiksa
terlebih dahulu ada tidaknya infeksi yang dapat ditularkan melalui darah.
Penyakit graft versus host: Sel darah putih yang ditransfusikan akan
berbalik menyerang jaringan penerima. Penyakit ini tergolong fatal dan
berisiko menyerang orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah,
seperti orang dengan penyakit autoimun, leukemia atau limfoma.
Acute immune hemolytic reaction. Sistem imun akan menyerang sel
darah yang ditransfusikan, yang disebabkan ketidakcocokan darah yang
diterima pasien. Pada kondisi ini, sel-sel darah yang telah diserang akan
melepaskan senyawa yang membahayakan ginjal.
Delayed hemolytic reaction. Mirip dengan acute immune hemolytic
reaction, hanya saja reaksinya berjalan lebih lambat (dalam waktu 1-4
minggu). Reaksi ini dapat menurunkan jumlah sel darah merah secara
perlahan hingga ke tingkat yang sangat rendah, bahkan penderitanya
bisa sampai tidak sadar. Reaksi hemolitik, baik akut maupun tertunda
(delayed) biasanya terjadi pada pasien yang sudah pernah menerima
transfusi darah sebelumnya.

 Penyakit ini memengaruhi tubuh, seperti sendi lengan, pergelangan


tangan, jari tangan dan kaki. Gejala biasanya paling parah terjadi di
pagi hari dan umumnya menyerang kedua tangan. Selain itu,
masalah saraf juga dapat menyebabkan kekakuan pada jari tangan
yang disertai dengan mati rasa atau kesemutan.
Jari tangan sakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari
genetik sampai pada gaya hidup. Salah satu teori mengatakan,
gangguan ini terjadi akibat dari sel darah putih yang berpindah dari
aliran darah ke membran yang berada disekitar sendi.

Dalam suatu proses transfusi tersebut, adapun prinsip penanggulangan


apabila  terjadi reaksi transfusi yaitu dengan cara:
 Berhenti melakukan transfusi
 Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu
tambahan vasokonstriktor, inotropik.
 Berikan oksigen 100%
 Diuretic manitol 50 mg atau furosemid 10-20 mg.
 Antihistamin.
 Steroid dosis tinggi.
 Jika perlu exchange transfusion.
 Periksa analisis gas dan pH darah.

Anda mungkin juga menyukai