Anda di halaman 1dari 104

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abses merupakan kumpulan nanah dalam suatu ruangan terbatas di dalam


tubuh. Abses biasanya timbul sendiri (Oswari, 2005 dalam Longso, 2018).
Sedangakan menurut Morison (2004) dalam Longso (2018) Abses ialah
kumpulan nanah yang terlokalisir akibat dari infeksi yang melibatkan
organisme piogenik. Nanah adalah suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh enzim
autolitik.
Abses dapat terjadi karena adanya proses infeksi atau disebabkan oleh
bakteri atau parasit atau karena adanya benda asing, misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik (Siregar, 2004 dalam Longso 2018). Salah satu
penyebab abses biasanya kokus pyogen, yaitu Staphylococcus aureus
(Oswari, 2005 dalam Longso, 2018). Staphylococcus aureus adalah salah satu
kuman patogen pada manusia yang dapat menyebabkan berbagai macam
infeksi baik lokal maupun sistemik. Staphylococcus dapat masuk dan
menyebar melalui membran mukosa, sehingga dapat ditularkan secara
langsung maupun tidak langsung melalui tangan dan obyek kontaminan lain
(Longso, 2018)
Pada tahun 2005, di Amerika Serikat, 3,2 juta orang pergi ke depertemen
darurat dengan abses. Sedangkan di Australia sekitar 13.000 orang dirawat di
rumah sakit pada tahun 2008 (Longso, 2018). Sedangkan menurut data
ruangan di ruang Merpati Rumah Sakit Umum Depati Bahrin Sungailiat pada
tahun 202 periode Mei- Juli terdapat 19 orang yang dirawat dengan Abses.
Dari data diatas, maka penulis ingin memaparkan Asuhan Keperawatan
Pada Klien Tn.P Di Ruang Merpati Dengan Kasus Pre dan Post Op Abses
Pedis, Diabetes Melitus tipe 2 dan Anemia di Rumah Sakit Umum Daerah
Depati Bahrin Sungailiat Kabupaten Bangka.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn.P Di Ruang Merpati
Dengan Kasus Pre dan Post Op Abses Pedis, Diabetes Melitus tipe 2 dan
Anemia di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Bahrin?

1
2

C. Tujuan

1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari laporan seminar ini adalah menguraikan hasil Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn.P Di Ruang Merpati Dengan Kasus Pre dan
Post Operatif Abses pedis sinistra, Diabetes Melitus tipe 2, adan Anemia
RSUD Depati Bahrin Sungailiat Kabupaten Bangka dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang utuh dan komprehensif.
2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan diagnosa Pre dan
Post Op Abses Pedis Sinistra, Diabetes Melitus, dan Anemia Tahun
2022.
b. Mampu menganalisa dan menyusun diagnosa prioritas pada Tn.P
dengan diagnosa Pre dan Post Op Abses Pedis Sinistra, Diabetes
Melitus, dan Anemia Tahun 2022
c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Tn.P dengan
diagnosa Pre dan Post Op Abses Pedis Sinistra, Diabetes Melitus, dan
Anemia Tahun 2022
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Tn. P dengan
diagnosa, Pre dan Post Op Abses Pedis Sinistra, Diabetes Melitus, dan
Anemia Tahun 2022
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.P dengan diagnosa
Pre dan Post Op Abses Pedis Sinistra, Diabetes Melitus, dan Anemia
Tahun 2022
D. Manfaat

1. Bagi Kelompok
Agar dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan Klien dengan Pre dan
Post op Abses Pedis Sinistra, Dm tipe 2 dan Anemia dan menambah
wawasan sebagai acuan bagi kelompok selanjutnya dalam
mengembangkan studi kasus lanjutan terhadap pasien dengan Abses,
Diabetes Melitus dan Anemia.
2. Bagi RSUD Depati Bahrin Sungailiat Kabupaten Bangka
Masukan dan informasi bagi pelayanan keperawatan dalam mengambil
kebijakan asuhan keperawatan, khususnya pada klien Pre dan Post Op
Abses Pedis sinistra, Diabetes Melitus, dan Anemia
3

3. Bagi Stikes Citra Delima Bangka Belitung


Sebagai sumber bacaan atau sumber referensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan keperawatan dan pelaksanaan proses asuhan
keperawatan pada pasien khususnya Pre dan Post Op Abses Pedis sinistra,
Diabetes Melitus, dan Anemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
I. Konsep Dasar Abses
1. Definisi
Abses adalah penumpukan nanah di dalam rongga di bagian tubuh
setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung banyak
protein dan sel darah putih yang telah mati. Nanah berwarna putih
kekuningan (Craft, 2012; James et al., 2016 dalam Hidayati, 2019).
Pedis adalah anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk
berjalan (dari pangkal paha ke bawah) (Mansjoer,2017).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abses pedis adalah infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda asing
(misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih
yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di kaki.
2. Etiologi
Menurut Siregar (2014) dalam Hidayati (2019) abses dapat disebabkan
karena adanya:
a. Infeksi lokal
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses
radang ialah infeksi ocalal. Virus menyebabkan kematian sel dengan
cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang
spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali
proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya
dengan dinding sel.
b. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons
imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi
imun yang akan merusak jaringan.
c. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui
trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang
berlebih (frosbite).

4
5

d. Bahan kimia iritan dan korosif


Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam,
basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi
terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat
melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung
mengakibatkan radang.
3. Manifestasi Klinis
Daerah peradangan dapat di berbagai bagian tubuh. Abses dapat
muncul di permukaan kulit. Narnun, abses juga dapat muncul di
jaringan dalam atau organ, ocal hati dan usus. Lesi awal abses di kulit
berupa nodul eritematosa. Jika tidak diobati, lesi sering mernbesar,
dengan pembentukan rongga berisi nanah. Community-associated
Methycilline Resisstant Staphylococcus aureus (CA-MRSA) harus
dicurigai pada semua pasien dengan abses. Gejala simtomatis berupa
nodul kernerahan, nyeri, hangat, dan bengkak (Craft, 2012; Deleo et al;
2010 dalam Hidayati, 2019).
4. Patofisiologi
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk

mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh.

Organisme atau benda asing membunuh sel-sel ocal yang pada akhirnya

menyebabkan pelepasan sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon

inflamasi (peradangan), yang menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel

darah putih (leukosit) ke area tersebut dan meningkatkan aliran darah

setempat. Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding

abses, atau kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya

untuk mencegah pus menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun

demikian, seringkali proses enkapsulasi tersebut justru cenderung

menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan (agen

infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat

dalam pus.Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu

pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara
6

normal, sedangkan abses mengacu pada akumulasi nanah di dalam

kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut.

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu

infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat,

maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan

rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah

putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,

bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah

putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah,

yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka

jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di

sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, hal ini merupakan

mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika

suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh

maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses ( Price,

2005 dalam Nuri, 2019 )


7

Nuri, 2019

5. Komplikasi
Jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya infeksi tidak
menyebar. Dalam beberapa kasus, infeksi yang dimulai di dalam abses
kulit dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan di seluruh tubuh,
yang menyebabkan komplikasi serius. Beberapa abses baru dapat
terbentuk pada sendi atau lokasi lain di kulit. Jaringan kulit dapat mati
akibat infeksi, yang menyebabkan gangrene. Ketika infeksi menyebar
secara internal di dalam tubuh dapat menyebabkan endokarditis yang
berakibat fatal jika tidak ditangani sejak dini. Infeksi juga bisa menyebar
ke tulang menyebabkan osteomielitis. Dalam beberapa kasus, bakteri
penyebab abses dapat menyebabkan sepsis (Craft, 2012 dalam Hidayati,
2019).
8

II. Konsep Asuhan Keperawatan


1 Pengkajian
a. Anamnese
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan yang merupakan tahap yang paling menentukan bagi
tahap berikutnya. Menurut Sugeng Jitowiyono (2018)
menjelaskan bahwa data anamnesis pada pasien diabetes melitus
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Identitas penderita: faktor resiko terjadinya Diabetes mellitus
gangren adalah lamanya penderita diabetes mellitus,
neuropati, perawatan kaki, PAD (Peripheral Artery Disease)
dan trauma sehingga jenis kelamin bukan termasuk faktor
resiko terjadinya diabtese gangren
2) Keluhan utama: adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai
bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka
3) Riwayat kesehatan sekarang: hubungan yang segnifikasi
antara trauma dan dengan kejadian luka DM (Reza dkk ,
2017).
4) Riwayat kesehatan dahulu: pasien dengan luka diabetes lebih
banyak terjadi pada pasien dengan DM ±5 tahun karena
neuropati cenderung terjadi pada saat lama menderita ±5
tahun. Hal tersebut maka kemungkinan terjadinya
hiperglikemia kronik semakin besar. Hiperglikemia kronik
dapat menyebabkan komplikasi DM yaitu retinopati,
nefropati, PJK, dan DM gangren (Reza dkk, 2017).
5) Riwayat kesehatan keluarga: dari genogram keluarga
biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
6) Riwayat psikososial: meliputi informasi mengenai perilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
9

penyakit penderita.
b. Pola Fugsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tatalaksana ksehatan
Karena berkurangnya pengetahuan tentang dampak gangren
diabetiK sehingga menimbulkan persepsi yang negative
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan lama
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Nutrisi seorang diabetes mellitus akan perpengaruh pada
penyembuhan luka. Makronutrien dan mikrionutrien berpern
penting dalam berbagai tahapan penyembuhan luka .seorang
dengan dibetes harus memastikan asupan kalori, protein, lemk,
cairan, vitamin, dan mineral yang mememadai untuk mencapai
hasil yang posistif. Penilain nutrisi oleh ahli gizi dimasukkan
data perawat jika terindentifikasi malnutrisi
Kepatuhan orang yang menderita luka gangren untuk
menjalani diet DM akan mempengaruhi penyembuhan luka
diabetik tersebut. Hal ini dikarenakan orang yang patuh
menjalani diet DM akan lebih terkontrol kadar glukosa darahnya
akan cenderung cepat penyembuhan , sedangkan orang g kurag
patuh menjalani diat DM cenderung menigkat atau tidak
terkontrol kadar glukosa darahnya, sehingga cenderung lama
penyembuhan. Hal ini disebabkan karena kurangnya glukosa
untuk sel akan menghambat regenerasi sel.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemi menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kecing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urin (glukosuria)
4) Pola Tidur dan Istirahat
Adanya poliuria, nyeri pada luka gangren dan situasi rumah
sakit yang ramai akan mempenaruhi waktu tidur dan istirahat
penderita sehingga pola tidur dan waktu tidur mengalami
perubahan
5) Pola Aktifitas dan Iatihan
Adanya luka ganren dan kelemahan otot-otot pada tungkai
10

bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan


aktivitas sehati-hari secara maksimal , penderita mudah
mengalami kelehahan.
6) Pola hubungan dan Peran
Semakin buruk yang dimiliki oleh pasien luka diabetes
mellitus maka semakin buruk pula interaksi sosialnya, demikian
juga sebalinya semakin baik konsep dirinya maka semakin baik
interaksi sosialnya
7) Pola Sensori dan Kognitif
Klien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8) Pola Persepsi dan Konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lama perawatan , serta banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan meyebabkan klien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem).
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,
gangguan kualitas atau ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi dan orgasme.
10) Pola Mekanisme stres dan Koping
Lamanya waktu perawatan,perjalanan penyakit yang
kronis,serta perasaan yang tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi pesikologis yang negatif berupa
marah,kecemasan mudah tersinggung, dan lain-lain dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif /adaptif
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adaya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka gangren tidak mengahambat penderita dalam
melaksanakan ibada tetapi mempenaruhi pola ibada penderita.
11

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Setelah mengumpulkan data-data klien yang relevan, informasi
tersebut dibandingkan dengan ukuran normal sesuai umur klien, jenis
kelamin, tingkat perkembangan, latar belakang sosial dan psikologis.
Diagnosa keperawatan Abses dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
1. Gangguan Integritas kulit/jaringan b/d perubahan sirkulasi,
neuropati perifer, kurangnya terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan (D.0129)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis, kimiawi, fisik (D.0077)
3. Risiko infeksi b/d penyakit kronis, efek prosedur invasif,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan (D.0142)

3. Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)


Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan pada
kasus pneumonia berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia dan buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia sebagai
berikut:

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan (SDKI) Hasil (SLKI) Keperawatan (SIKI)
1 Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)
kulit/jaringan b/d tindakan keperawatan, Observasi
perubahan sirkulasi, integritas 1. Monitor karakteristik
neuropati perifer, kulit/jaringan luka (mis drainase,
kurangnya terpapar membaik dengan warna, ukuran, bau)
informasi tentang Kriteria Hasil 2. Monitor tanda-tanda
upaya (L.08066 & L.14130): infeksi
mempertahankan/meli  Perfusi jaringan Terapeutik
12

ndungi integritas membaik 1. Lepaskan balutan dan


jaringan (D.0129)  Kerusakan jaringan plester secara
menurun perlahan
 Nyeri menurun 2. Bersihkan jaringan
 Nekrosis menurun nekrotik

 Penyatuan tepi 3. Pasang balutan sesuai

luka meningkat jenis luka

 Jaringan granulasi 4. Pertahankan teknik

meningkat steril saat melakukan


perawatan luka
 Infeksi menurun
Edukasi
 Bau menurun
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberikan
antibiotik, jika perlu
2. Kolaborasi prosedur
debridement, jika
perlu
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis, tindakan keperawatan, (I.08238)
kimiawi, fisik nyeri pada klien Observasi
(D.0077) berkurang atau hilang 1. Identifikasi lokasi,
dengan karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil frekuensi, kualitas,
(L.08066): intensitas nyeri
 Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
 Meringis menurun Terapeutik
 Gelisah menurun 1. Berikan teknik
 Frekuensi nadi nonfarmakologis
13

membaik untuk mengurangi


 Pola napas rasa nyeri
membaik 2. Fasilitasi istirahat dan
 Tekanan darah tidur
membaik Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberikan analgetik
3 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
penyakit kronis, efek tindakan keperawatan, (I.14539)
prosedur invasif, risiko infeksi tidak Observasi
peningkatan paparan muncul dengan 1. Monitor tanda dan
organisme patogen Kriteria Hasil gejala infeksi lokal
lingkungan (D.0142) (L.14137): dan sistemik
 Kebersihan Terapeutik
tangan meningkat 1. Batasi jumlah
 Tanda-tanda pengunjung
infeksi menurun 2. Berikan perawatan
 Cairan berbau kulit pada area edema
busuk menurun 3. Cuci tangan sebelum

 Kultur area luka dan sesudah kontak

membaik dengan pasien dan

 Kadar sel darah lingkungan pasien

putih membaik 4. Pertahankan teknik


aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara
14

memeriksa kondisi
luka
4. Ajarkan
meningkatkan asupan
nutrisi dan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberikan
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).
5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian
proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
III. Konsep Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan
penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
15

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin


yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur
keseimbangan kadar gula darah (InfoDATIN, 2018)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan kronis yang terjadi ketika
adanya peningkatan kadar glukosa darah karena tubuh yang tidak dapat
mengunakan insulin secara efektif atau tidak menghasilkan cukup hormon
insulin (International Diabetes Federation, 2017).
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar dalam gula darah sebagai akibat adanya gangguan
sistem metabolisme dalam tubuh.Gangguan metabolisme tersebut
disebabkan karena kurangnya produksi hormon insulin yang diperlukan
tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit
endokrin yang paling banyak ditemukan (Susanti, 2019).
2. Etiologi
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2020) etiologi
diabetes melitus adalah:
1 Diabetes Tipe 1
a. Faktor genetik
Pasien diabetes sendiri tidak mewarisi diabetes tipe 1 dengan
sendirinya, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kerentanan genetik
dari diabetes tipe 1, dan kerentanan genetik ini ada pada individu
dengan antigen tipe HLA.
b. Faktor-fakror imunologi
Terdapat reaksi autoimun yang merupakan reaksi abnormal di mana
antibodi secara langsung terarah pada jaringan manusia normal
dengan bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai benda asing
yaitu autoantibodi terhadap sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Toksin atau virus tertentu yang dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2 Diabetes Tipe 2
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 masih belum jelas. Faktor
16

genetik berperan dalam perkembangan resistensi insulin menurut Utomo et


al (2020), adalah sebagai berikut:
a. Usia
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

3. Manifestasi Klinis
Menurut Febrinasari et al (2020), manifestasi klinis diabetes
melitus adalah:

a. Poliuria(peningkatan pengeluaran urine)


Peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan glikosuria karena
glukosa darah sudah mencapai kadar ”ambang ginjal”, yaitu 180
mg/dl pada ginjal yang normal. Dengan kadar glukosa darah 180
mg/dl, ginjal sudah tidak bisa mereabsobsi glukosa dari filtrat
glomerulus sehingga timbul glikosuria. Karena glukosa menarik air,
osmotik diuretik akan terjadi mengakibatkan poliuria.
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Peningkatan pengeluaran urine yang sangat besar dan keluarnya air
dapat menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat).Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (Antideuretic
Hormone) dan menimbulkan rasa haus .
c. Rasa lelah dan kelemahan otot
Rasa lelah dan kelemahan otot terjadi karena adanya gangguan
aliran darah, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan organ
tubuh untuk mengunakan glukosa sebagai energy sehingga hal ini
membuat orang merasa lelah.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
Sel tubuh mengalami kekurangan bahan bakar (cell starvation),
pasien merasa sering lapar dan ada peningkatan asupan .
e. Kesemutan rasa tebal akibat terjadinya neuropati.
Pada penderita DM regenerasi persarafan mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibat banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
17

f. Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi
metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung dengan baik.
g. Luka atau bisul tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita DM bahan
protein banyak di formulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang dipergunakan untuk pengantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita DM.
4. Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2 tedapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu: resistensi dan gangguan sekresi insulin. Kedua
masalah inilah yang menyebabkan GLUT dalam darah aktif (Brunner &
Suddarth, 2018). Glukose Transporter (GLUT) yang merupakan senyawa
asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam
proses metabolisme glukosa. Insulin mempunyai tugas yang sangat
penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama pada
metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat berperan dalam proses
utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot,
lemak dan hepar (Rini P. S et al, 2018). Pada jaringan perifer seperti
jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor
(insulin receptor substrate) yang terdapat pada membrane sel tersebut.
Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal
yang berguna bagi proses metabolisme glukosa di dalam sel otot dan
lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu
jelas. Setelah berikatan, transduksinya berperan dalam meningkatkan
kuantitas GLUT-4 (Setyawati, 2020).
Proses sintesis dan transaksi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan
glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolisme. Untuk menghasilkan suatu proses metabolisme glukosa
18

normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang


normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal.
Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap
insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes,
khususnya diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena
sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja dengan baik dimana
insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari peredaran darah
untuk ke dalam sel- sel tubuh yang memerlukannya sehingga glukosa
dalam darah tetap tinggi yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Hiperglikemia terjadi bukan hanya disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga terjadi
rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin)
(Usman, J, 2021).
Defisiensi dan resistensi insulin ini akan memicu sekresi hormon
glukagon dan epinefrin. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-
mula meningkatkan glikogenolisis yaitu pemecahan glikogen menjadi
glukosa dan kemudian meningkatkan glukoneogenesis yaitu
pembentukan karbohidrat oleh protein dan beberapa zat lainnya oleh hati.
Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati
juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan
proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan
aspartat) merupakan bahan baku glukoneogenesis hati. Faktor atau
pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat
progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan
berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses
kerusakan berbagai jaringan tubuh (Nasution, 2021).
19

5. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes melitus sangat mungkin terjadi dan bisa
menyerang seluruh organ tubuh. Apabila kadar gula darah tidak
dikendalikan maka akan terjadi komplikasi baik jangka pendek (akut)
maupun jangka panjang (kronis). Menurut Febrinasari et al (2020)
komplikasi diabetes melitus ada 2 (dua) yaitu :
a. Komplikasi diabetes melitus akut
Komplikasi diabetes akut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu naik
turunnya kadar gula darah secara drastis. Keadaan ini membutuhkan
perhatian medis segera, karena jika terlambat dapat menyebabkan
hilangnya kesadaran, kejang dan kematian. Terdapat 3 macam
komplikasi diabetes melitus akut:
20

1) Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi dimana turunnya kadar gula
darah secara drastis akibat terlalu banyak insulin dalam tubuh,
terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau
terlambat makan. Gejala berupa penglihatan kabur, detak jantung
cepat, sakit kepala, gemetar, berkeringat dingin dan pusing. Kadar
gula darah yang terlalu rendah dapat menyebabkan pingsan,
kejang, bahkan koma (Widiastuti, 2020).
2) Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik merupakan keadaan darurat medis yang
disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Ini merupakan
komplikasi penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar,
sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan keton sebagai
sumber energi. Jika tidak segera mencari pertolongan medis,
kondisi ini dapat menyebabkan penumpukan asam yang
berbahaya di dalam darah, sehingga dapat menyebabkan
dehidrasi, koma, sesak napas, bahkan kematian (Istianah, 2019).
3) Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat, dan tingkat
situasi ini juga merupakan salah satu situasi darurat dimana angka
kematian mencapai 20%. Terjadinya HHS disebabkan oleh
peningkatan mortalitas sebesar 20%. HHS terjadi karena
lonjakan kadar glukosa darah yang sangat tinggi selama periode
waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan rasa haus, kejang,
kelemahan dan gangguan kesadaran yang menyebabkan koma.
Selain itu, penyakit diabetes yang tidak terkontrol juga dapat
menyebabkan komplikasi serius lainnya yaitu hiperglikemia non
ketosis dan sindrom hiperglikemia. Komplikasi akut diabetes
adalah kondisi medis serius yang memerlukan perawatan dan
pemantauan oleh dokter di rumah sakit (Mutia et al, 2021).
b. Komplikasi diabetes melitus kronis
Sering kali komplikasi jangka panjang secara bertahap terjadi saat
diabetes tidak terkontrol dengan baik. Tinggi kadar gula darah yang
tidak terkontrol dari waktu ke waktu akan menyebabkan kerusakan
21

serius pada semua organ tubuh Beberapa komplikasi jangka


panjang pada penyakit diabetes melitus menurut Febrinasari et al.,
2020 yaitu:
1) Gangguan pada mata (retinopati diabetik)
Tingginya kadar gula darah bisa membahayakan pembuluh
darah di retina yang berpotensial menyebabkan kebutaan.
Kerusakan pembuluh darah di mata juga meningkatkan risiko
gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma. Deteksi
dini dan pengobatan retinopati dapat dicegah atau ditunda
secepat mungkin kebutaan. Dorong penderita diabetes
menjalani pemeriksaan mata secara teratur (Hariyani, 2020).
2) Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh DM disebut dengan
nefropati diabetik. Situasi ini bisa menyebabkan gagal ginjal
dan bahkan bisa mengakibatkan kematian jika tidak ditangani
dengan baik. Saat terjadi gagal ginjal, pasien harus melakukan
dialisis rutin atau transplantasi ginjal. Dikatakan bahwa
diabetes adalah silent killer, karena biasanya tidak
menimbulkan gejala khas pada tahap awal. Namun, pada
stadium lanjut, gejala seperti anemia, kelelahan,
pembengkakan pada kaki, dan gangguan elektrolit dapat
terjadi. Diagnosis dini, kontrol gula darah dan tekanan darah,
manajemen pengobatan pada tahap awal kerusakan ginjal, dan
membatasi asupan protein adalah cara yang bisa dilakukan
dalam menghambat perkembangan diabetes yang
menyebabkan gagal ginjal (Muhammad, 2018).
3) Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes juga dapat merusak pembuluh darah dan saraf,
terutama saraf di kaki. Kondisi ini disebut neuropati diabetes,
ini karena saraf mengalami kerusakan baik secara langsung
akibat tingginya gula darah, maupun karena penurunan aliran
darah menuju saraf. Rusaknya saraf dapat menyebabkan
gangguan sensorik dengan gelaja berupa mati rasa, kesemutan,
dan nyeri. Kerusakan saraf juga bisa mempengaruhi saluran
pencernaan (gastroparesis). Gejalanya berupa mual, muntah
22

dan cepat merasa kenyang saat makan. Pada pria, komplikasi


diabetes bisa menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi.
Komplikasi ini dapat dicegah dan penundaan hanya bila
diabetes terdeteksi sejak dini agar kadar gula darah bisa
terkontrol melalui pola makan dan gaya hidup sehat dan
minum obat yang sesuai rekomendasi dokter (Isnaini, 2018).
4) Masalah kaki dan kulit
Komplikasi yang juga sangat umum adalah masalah kulit dan
luka pada kaki yang sulit sembuh. Ini karena kerusakan
pembuluh darah dan saraf serta aliran darah kaki yang sangat
terbatas. Gula darah yang tinggi bisa mempermudah bakteri
dan jamur berkembang biak. Selain itu, akibat diabetes,
kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri juga
berkurang. Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita
diabetes berisiko mengalami cedera dan infeksi, yang dapat
menyebabkan gangren dan ulkus diabetes. Perawatan luka di
kaki penderita diabetes adalah dengan memberi antibiotik,
perawatan luka yang baik, hingga dapat diamputasi jika
jaringan rusak ini sudah parah .
5) Penyakit kardiovaskular
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan rusaknya
pembuluh darah sehingga seluruh sirkulasi darah tersumbat
termasuk jantung. Komplikasi yang menyerang jantung dan
pembuluh darah yaitu penyakit jantung, stroke, serangan
jantung dan penyempitan arteri (aterosklerosis). (Isnaini,
2019).

6. Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus


a. Pemeriksaan kadar serum glukosa
a) Gula darah puasa: glukosa < 70-130 mg/dl pada 2x tes
b) Gula darah 2 jam pp: > 200 mg/dl
c) Gula darah sewaktu: < 200 mg/dl
b. Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik: kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta
satu nilai lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr
23

c. HbA1C, > 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol


d. Pemeriksaan kadar glukosa urin
e. Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan
enzim glukosa. Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan
glukosa dalam urin.
7. Penatalaksanaan Medis Diabetes Melitus
Menurut Putra, I. W. A., & Berawi (2018) penatalaksanaan diabetes
melitus dikenal dengan 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan
penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah:
a. Edukasi
Edukasi yang diberikan adalah pahami perjalanan penyakitnya,
pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi dan resikonya,
pentingnya intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, bagaimana
menangani hipoglikemia, kebutuhan latihan fisik teratur, dan metode
menggunakan fasilitas kesehatan. Mendidik pasien bertujuan agar
pasien bisa mengontrol gula darah dan kurangi komplikasi serta
meningkatkan keterampilan perawatan diri sendirian. Diabetes tipe 2
biasanya terjadi pada saat gaya hidup dan perilaku terbentuk kuat.
Petugas kesehatan mendampingi pasien dan memberikan pendidikan
dalam upaya meningkatkan motivasi dan perubahan perilaku. Tujuan
jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan edukasi antara
lain: Penderita diabetes bisa hidup lebih lama dalam kebahagiaan
karena kualitas hidup sudah menjadi kebutuhan seseorang, membantu
penderita diabetes bisa merawat diri sendiri sehingga kemungkinan
komplikasi dapat dikurangi, kselain itu jumlah hari sakit bisa ditekan,
meningkatkan perkembangan penderita diabetes, sehingga bisa
berfungsi normal dan manfaatkan sebaik-baiknya (Imelda, 2019).
b. Terapi nutrisi
Perencanaan makan yang bagus merupakan bagian penting dari
manajemen diabetes yang komprehensif. Diet keseimbangan akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin
dalam mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini
melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan
keluarganya. Intervensi nutrisi bertujuan untuk menurunkan berat
badan dan memperbaiki gula darah dan lipid darah pada pasien
24

diabetes yang kegemukan dan menderita morbiditas. Penderita


diabetes dan kegemukan akan memiliki resiko yang lebih tinggi
daripada mereka yang hanya kegemukan (Nurdin, 2021).
c. Aktifitas fisik
Kegiatan fisik setiap hari latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu
sekitar 30 menit), adalah salah satu pilar pengelolaan DMT 2.
Aktivitas sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, naik turun tangga,
dan berkebun tetap harus dilakukan untuk menjaga kesehatan,
menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin.
Latihan fisik dianjurkan yaitu berupa senam aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda, jogging, dan berenang, sebaiknya latihan fisik disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran. Bagi mereka yang relatif sehat,
dapat meningkatkan intensitas latihan fisik, dan mereka yang
mengalami komplikasi diabetes dapat dikurangi (Kistianita, 2018).
d. Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan diet dan latihan
fisik (gaya hidup sehat). Pengobatan termasuk dari obat-obatan oral
dan suntikan. Obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya, Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan:
1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue).
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih. Penggunaan sulfonilurea jangka panjang tidak
dianjurkan untuk orang tua, gangguan fungsi ginjal dan hati,
kurang nutrisi serta kardiovaskuler, hal ini bertujuan untuk
mencegah hipoglikemia.
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan sekresi insulin fase petama.
Golongan ini terdiri atas dua macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara
25

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.


2) Penambah sensitivitasi terhadap insulin
Tiazolidindion (rosilitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARG),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistansi insulin dengan
meningkatkan jumlakh protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema atau retensi cairan dan juga
gangguan fungsi hati. Pasien yang menggunakan tiazolidindion
perlu dilakukan pemantauan fungsi hati secara berkala.
3) Penghambat Glukoneogenesis (Metformin)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi gula
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Obat ini utamanya dipakai pada penyandang
diabetes yang bertubuh gemuk. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin>
1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
dan gagal jantung). Metformin dapat memeberikan efek samping
mual, untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada
saat atau sesudah makan.
4) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus sehingga mempunyai efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan adalah kembung dan
flatunens.
5) Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas
dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang
terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu
26

transport glukosa dari darah ke dalam .


Dan status gizi, usia, stres akut dan latihan fisik untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan yang ideal. Total kalori yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan berat tubuh ideal dikalikan dengan
kebutuhan kalori dasar (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg
BB untuk wanita). Lalu tambahkan kalori yang dibutuhkan untuk
aktivitas (10-30% atlet dan pekerja berat bisa lebih banyak lagi, sesuai
dengan kalori yang dikeluarkan). Makanan berkalori berisi tiga
makanan utama pagi (20%), sore (30%) dan malam (25%) dan 2-3
porsi (makanan ringan 10-15%) (Priyanto, 2018).

IV. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien DM


1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama,
status perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada
pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka
yang tidak kunjung sembuh.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani
berupa kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan
terdekat
4) Riwayat penyakit dahulu
Dalam hal ini yang perlu dikaji yaitu tentang penyakit apa saja
yang pernah diderita. Apakah pasien pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya seperti penyakit payudara
jinak, hyperplasia tipikal.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
27

6) Pola sehari-hari
a) Persepsi, persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada
pemikiran negative terhadap dirinya yang cenderung tidak
patuh berobat dan perawatan.
b) Nutrisi, akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
kurang insulin maka kadar gula darah tidak bisa
dipertahankan sehingga menyebabkan keluhan sering BAK,
banyak makan, banyak minum, BB menurun dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi
status kesehatan.
c) Eliminasi, adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya
diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing
(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria).
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d) Tidur/istirahat, Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri
pada kaki diabetik, sehingga klien mengalami kesulitan
tidur.
e) Aktivitas dan latihan kelemahan, susah berjalan/bergerak,
kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahan otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f) Kognitif persepsi, pasien dengan gangren cenderung
mengalami neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g) Persepsi dan konsep diri, adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
28

h) Peran hubungan, luka gangren yang susah sembuh dan


berbau menjadikan penderita kurang percaya diri dan
menghindar dari keramaian.
i) Seksualitas, menyebabkan gangguan kualitas ereksi,
gangguan potensi seks, adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan
dengan nefropati.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Status kesehatan umum, meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
b) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk
melakukan kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
c) Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah (TD): biasanya mengalami hipertensi dan juga
ada yang mengalami hipotensi.
b. Nadi (N): biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
c. Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
d. Suhu (S): biasanya suhu tubuh pasien mengalami peningkatan
jika terindikasi adanya infeksi.
e. Berat badan: pasien DM biasanya akan mengalami penuruan
BB secara signifikan pada pasien yang tidak mendapatkan
terapi dan terjadi peningkatan BB jika pengobatan pasien rutin
serta pola makan yang terkontrol.
d) Kepala dan leher
a. Wajah, inspeksi lihat apakah kulit kepala dan wajah terdapat
lesi, edema atau tidak. Pada rambut terlihat kotor, kusam dan
kering. Lihat apakah wajah simetris atau tidak. Palpasi raba
dan tentukan ada benjolan atau tidak di kepala, tekstur kulit
kasar/halus, ada nyeri tekan atau tidak dan raba juga apakah
rambut halus/kasar maupun adanya kerontokan.
b. Mata, inspeksi lihat bentuk mata simetris, ada lesi dikelopak
mata, amati reaksi pupil terhadap cahaya isokor/anisokor dan
29

amati sklera ikterus/tidak. Palpasi raba apakah ada tekanan


intra okuler, kaji apakah ada nyeri tekan pada mata.
c. Hidung, inspeksi lihat apakah hidung simetris/tidak, terdapat
secret, lesi, adanya polip, adanya pernafasan cuping hidung,
kaji adanya nyeri tekan pada sinus.
d. Telinga, inspeksi cek apakah telinga simetris, lesi,
serumen/tidak. Palpasi adanya nyeri tekan pada telinga, apakah
telinga kadang-kadang berdenging, dan tes ketajaman
pendengaran dengan garputala atau bisikan.
e. Mulut, inspeksi mengamati bibir apakah ada kelainan
kongenital (bibir sumbing), mukosa bibir pucat kering, jika
dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis osmosis dan kurang
bersih, gusi mudah terjadi pendarahan. Palpasi Apakah ada
nyeri tekan pada daerah sekitar mulut.
f. Leher, inspeksi mengamati adanya bekas luka, kesimetrisan,
ataupun massa yang abnormal. Palpasi Mengkaji adakah
pembesaran vena jugularis, kelenjar getah bening dan kelenjar
tiroid.
e) Thorax dan paru-paru
Inspeksi bentuk dada simetris atau asimetris, irama pernapasan,
nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara nafas atau adanya
kelainan suara nafas, tambahan atau adanya penggunaan otot
bantu pernapasan. Palpasi lihat adnya nyeri tekan atau adanya
massa. Perkusi rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
Auskultasi, dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler. Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan atau tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi
atau tidak). Tanda: frekuensi pernapasan meningkat dan batuk.
f) Abdomen
Inspeksi, amati kesimetrisan perut, bentuk, warna dan ada
tidaknya lesi. Auskultasi dengarkan peristaltic usus selama satu
menit (normalnya 5-35 x/menit). Perkusi Suara perut biasanya
timpani (normal). Palpasi Tidak ada distensi abdomen, dan
tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen.
30

g) Integument
Kulit biasanya kulit kering atau bersisik, tampak warna
kehitaman disekitar luka karena adanya gangren, daerah yang
sering terpapar yaitu ekstremitas bagian bawah. Turgor
menurun karena adanya dehidrasi, kuku sianosis, kuku
biasanya berwarna pucat, rambut sering terjadi kerontokan
karena nutrisi yang kurang.
h) Genetalia
adanya perubahan pada proses berkemih, atau poliuria, nokturia,
rasanyeri seperti terbakar pada bagian organ genetalia, kesulitan
berkemih (infeksi).
2 Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017) :
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
b. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas(D. 0129)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (D. 0142)
d. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hiperglikemia (D.0027)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (SIKI)
. Keperawatan hasil (SLKI)
1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan (L. 08066) (I. 08238)
agen pencedera Setelah dilakukan Observasi
fisiologis (D.0077) asuhan keperawatan  Identifikasi skala nyeri
diharapkan pengalaman  Identifikasi respons nyeri non
sensorik atau emosional verbal
aktual atau fungsional,  Identifikasi lokasi, identifikasi,
dengan onset mendadak durasi, frekuensi kualitas, intensitas
atau lambat dan nyeri
berintensitas ringan  Monitor efek samping penggunaan
hingga berat dan analgetik
konsen menurun atau Terapeutik
membaik dengan  Berikan non farmakologis untuk
kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri (Mis.TENS,
31

 Keluhan nyeri hipnosis,akupresur, terapi musik


menurun dll.)
 Meringis menurun  Kontrol lingkungan yang
 Gelisah menurun memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu

 Kesulitan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan)

menurun  Fasilitasi istirahat dan tidur

 Ketegangan otot
menurun Edukasi

 Anoreksia menurun  Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
 Mual menurun
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Muntah menurun
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2. Gangguan intergritas Intergritas kulit dan Perawatan intergritas kulit
kulit berhubungan jaringan (I. 11353)
dengan penurunan (L. 14125) Obesrvasi
mobilitas (D. 0129) Setelah dilakukan  Identifikasi penyebab gangguan
asuhan keperawatan intergritas kulit
diharapkan Intergritas Terapeutik
kulit dan jaringan  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
normal dengan kriteria baring
hasil:  Hindari produk berbahan dasar
 Kerusakan jaringan alkohol pada kulit kering
menurun  Gunakan produk berbahan
 Kerusakan lapisan ringan/alami dan hipoalergi pada
kulit menurun kulit sensitif
 Nyeri berkurang Edukasi
 Suhu kulit normal  Anjurkan menggunakan pelembab
32

 Perfusi jaringan  Anjurkan minum air yang cukup


normal  Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
3. Resiko infeksi Intergritas kulit dan Pencegahan infeksi
berhubungan dengan jaringan (I. 14539)
penyakit kronis (D. (L. 14125) Obesrvasi
0142) Setelah dilakukan  Monitor tanda dan gejala infeksi
asuhan keperawatan lokal dan sistemik
diharapkan Intergritas Terapeutik
kulit dan jaringan  Batasi jumlah pengunjung
normal dengan kriteria  Berikan perawatan kulit pada area
hasil: edema
 Kerusakan jaringan  Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun kontak dengan pasien dan
 Kerusakan lapisan lingkungan pasien
kulit menurun  Pertahankan tehnik aseptik pada
 Nyeri berkurang pasien berisiko tinggi
 Suhu kulit normal Edukasi
 Perfusi jaringan  Anjarkan cara mencuci tangan
normal dengan benar
 Anjarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjukan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
33

 Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
4. Ketidakstabilan kadar Kestabilan kadar Manajemen hiperglikemia
glukosa darah glukosa darah (I. 03115)
berhubungan dengan (L. 03022) Obesrvasi
hiperglikemia Setelah dilakukan  Identifikais kemungkinan penyebab
(D. 0027) asuhan keperawatan hiperglikemia
diharapkan Kestabilan  Identifikasi status yang
kadar glukosa darah menyebabkan kebutuhan insulin
membaik dengan meningka (mis. penyakit
kriteria hasil: kambuhan)
 Kesadaran cukup  Monitor kadaar glukosa darah,jika
meningkat perlu
 Mengantuk sedang  Monitor tanda dan gejala
 Pusing cukup hiperglikemia
menurun (mis.poliuria,polidipsia,polifagia,ke
 Lelah/lesu cukup lemahan)
menurun  Monitor intake dan output cairan
 Rasa haus sedang  Monitor keton urin,kadar analisa
 Kadar glukosa gas darah,eletrolit,tekanan darah
dalam darah cukup ortostatik dan frekuensi nadi
membaik Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral
 Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasi
 Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dl
 Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
 Ajarkan kepatuhan terhadap diet
34

dan olahraga
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian cairan
IV,jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika
perlu

4. Implemetasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang di perlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan (Haryanto, 2017).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses


keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada setiap langkah dari proses
keperawatan dan pada kesimpulan. Evaluasi keperawatan dicatat
disesuaikan dengan setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk
setiap diagnose keperawatan meliputi data subyektif (S), data obyektif
(O), analisa permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta
perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi
ini juga disebut evaluasi proses. Semua itu dicatat pada formulir
catatan perkembangan (progress note)

V. Konsep Anemia
1 Definisi

Anemia yaitu suatu keadaan dimana berkurangnya


hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin yaitu metaloprotein di dalam
sel darah merah yang mengandung zat besi yang fungsinya sebagai
pengangkut oksigen dari paru - paru ke seluruh tubuh( Malikussaleh,
2019).
35

Anemia adalah suatu gangguan kekurangan sel darah merah,


sedangkan sel darah merah berfungsi untuk membawa oksigen ke
seluruh organ tubuh.Dan apabila sel darah merah dalam tubuh
rendah, maka jumlah oksigen dalam tubuh juga rendah. Gejala
anemia disebabkan oleh kurangnya kadar oksigen yang mengalir ke
jaringan dan organ tubuh. Sel darah merah diukur berdasarkan
jumlah hemoglobin dalam tubuh. Sebab, hemoglobin sendiri suatu
protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang membawa oksigen
dari paru- paru keseluruh tubuh, selain itu , hemoglobin juga
membawa sel darah merah yang jenuh dengan karbondioksida
kembali ke paru- paru yang dikeluarkan(Yamada et al., 2017).
Klasifikasi penyakit ada 3 macam klasifikasi yaitu anemia
ringan , sedang dan berat yang diukur dengan derajat WHO yaitu :
a. Anemia ringan sekali : Hb 10.00 gr% - 13.00 gr%
b. Anemia ringan : Hb 8.00 gr% - 9.90 gr%
c. Anemia sedang : Hb 6.000 gr% - 7.90 gr%
d. Anemia berat : Hb < 6.00 gr% (Ainun, 2019).

2. Jenis – jenis anemia


a. Anemia defiensi zat besi Jenis anemia ini yang paling umum terjadi
yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh.Untuk
memproduksi hemoglobin, sumsum tulang belakang membutuhkan
zat besi yang cukup.Tanpa zat besi yang memadai, tubuh tidak dapat
menghasilkan cukup hemoglobin untuk memproduksi sel darah
merah.Anemia difiensi zat besi ini juga sering dialami oleh ibu hamil,
menstruasi yang tak mengeluarkan darah, kanker, penggunaan rutin
obat pereda nyeri yang dijual bebas, seperti aspirin.
b. Anemia defisiensi vitamin Selain zat besi, tubuh juga memerlukan
vitamin B12 dan asam folat, yang berfungsi untuk menghasilkan sel
darah merah yang cukup.Pada orang yang menjalani diet yang dapat
menyebabkan kedua nutrisi ini mengalami penurunan produksi sel
darah merah.Sebab tubuh mereka ternyata terap tidak dapat
memproses vitamin tersebut.Kondisi ini dikenal sebagi anemia
pernisiosa.
36

c. Anemia karena penyakit kronis Beberapa penyakit tertentu seperti


kanker, HIV/AIDS, penyakit ginjal, rheumatoid arthtritis, dan
beberapa penyakit peradangan lainnya yang dapat mengganggu
produksi sel darah merah.
d. Anemia aplastik Anemia jenis ini jarang terjadi, penyebab anemia
aplastik ini seperti infeksi, pemakaian obat-obatan tertentu, penyakit
autoimun, dan paparan terhadap bahan kimia yang beracun.Anemia
yang berhubungan dengan penyakit pada sumsum tulang
belakang.Beberapa jenis penyakit seperti leukemia dan
myelofibrosis, yang dapat menyebabkan anemia yang dapat
mempengaruhi produksi sel darah merah pada sumsum tulang
belakang.
e. Anemia hemolitik Anemia hemolitik terjadi apabila hancurnya sel
darah merah, lebih cepat daripada regenerasinya oleh sumsum tulang
belakang.Kondisi ini bisa diturunkan secara genetic, maupun dialami
dikemudian hari.
f. Anemia sel sabit ( sickle cell anemia ) Anemia jenis ini diturunkan
secara genetik yang disebabkan oleh kecacatan atau kerusakan
hemoglobin yang mengakibatkan sel darah merah berubah menjadi
sabit ( sickle ). Bentuk seperti ini suatu bentuk yang abnormal. Sel-
sel abnormal ini akan mati sebelum waktunya yang dapat
menyebabkan tubuh kronis dari sel darah merah.
g. Anemia lainnya Anemia jenis lainya seperti thallasemia dll.
(Malikulsaleh, 2019).
3. Etiologi
a. Lemah, letih, lelah dan lesu
b. Pusing, dan mata berkunang – kunang
c. Pucat pada bibir, lidah, kelopak mata, kulit. Pucat tersebut diakibatkan
oleh kurangnya vilume darah dan Hb, vasokontriksi.
d. Kelemahan .
e. Asam folat, vitamin C, dan unsur – unsur yang dibutuhkan pada
pembentukan sel darah merah
f. Darah menstruasi yang berlebih berkurangnya zat besi yang dapat
menyebabkan anemia
37

g. Wanita hamil sering terjadi anemia karena dalam pertumbuhannya


janin menyerap zat besi dan vitamin.
h. Penyakit tertentu yang mana mengakibatkan perdarahan terus menerus

Myelodysplastic syndrome terjadi di semua umur, termasuk


anakanak. Usia penyakit Myelodysplastic syndrome ( MDS ) rata –
rata 70 tahun. Etiologi dari MDS yaitu paparan berkepanjangan
terhadap benzene dalam kadar yang tinggi,merokok, infeksi virus,
agen kemoterapi, agen alkilating, inhibitor topoisomerase, radiasi,
terjadi paparan zat kimia di bidang peratanian yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya MDS. Mutasi dan kerusakan DNA
agen tersebut dapat menyebabkan hilangnya integritas kromosom(Neli
Agustin & Maani, 2019).

4. Manifestasi klinis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gejala yang
berhubungan dengan anemia. Faktor tersebut antara lain kecepatan
anemia, Perdarahan masif Depresi sumsum tulang kongenital atau akibat
obat - obatan Defisiensi besi, B12, asam folat Eritrosit prematur
Pembentukan sel hemopoetik terhenti atau berkurang Kekurangan bahan
baku pembuat sel darah merah Umur eritrosit pendek akibat
penghancuran sel darah merah Kehilangan banyak darah Transfusi darah
Resti infeksi Ansietas Hb menurun (< 10 g/dL ), trombosit/
trombositopenia, pansitopenia Gastrointestinal kardiovaskuler
Pengurangan aliran darah dan kompenen nya ke organ tubuh yang kurang
vital (anggota gerak), penambahan aliran darah ke otak dan jantung
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan absorbsi nutrient yang
diperukan untuk pembentukan sel darah merah Pengiriman oksigen dan
nutrien sel berkurang Intoleransi aktivitas Pengiriman oksigen dan
nutrient ke sel berkurang Penurunan BB, kelemahan Perubahan perfusi
jaringan Takikardi, TD menurun, pengisian kapiler lambat, ekstremitas
dingin, palpitasi 8 kronisital anemia, kebutuhan metabolik pasien,
gangguan fisik (misalnya penyakit jantung atau paru), serta gambaran
umum dari kondisi yang menyebabkan anemia.
Secara umum, semakin cepat anemia berkembang, semakin parah
gejalan nya. Orang yang biasanya sangat aktif atau memiliki tuntutan
38

signifikan terhadap kehidupan mereka cenderung memiliki gejala yang


lebih tinggi daripada orang yang lebih banyak duduk. Beberapa anemia
oleh sebagai kelainan lain yang tidak diakibatkan oleh anemia namun
secara inheren dikaitkan dengan penyakit tertentu (Sugeng Jitowiyono,
2018).
Gejala-gejala umum anemia antara lain cepat lelah, takikardi,
palpitasi, dan takipnea pada latihan fisik. Patofisiologi anemia terdiri dari:
a. Penurunan produksi anemia defisiensi, anemia aplastic, dan lain-
lain.
b. Peningkatan penghancuran: anemia karena pendarahan, anemia
hemolitik dan lain-lain.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) untuk
anemia adalah sebagai berikut:
a. Jumlah Hb lebih rendah dari normal (12- 14 g/dL);
b. Kadar Ht menurun (normal 37 – 41%);
c. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik);
d. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi;
e. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada
anemia aplastik).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Anemia menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat
dilakukan pada pasien Anemia adalah sebagai berikut:
a. Transplantasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah
merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal (bila ada)
f. Diet kaya besi yag mengandung daging dan sayuran hijau
7. Patofisiologi
Anemia menurut ( Wijaya & Putri, 2013 dalam Palayukan, 2021)
mencerminkan adanya kegagalan sum – sum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau kedua nya. Kegagalan sum – sum dapat
39

terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau


kebanyakan akibat penyebab yang tidak di ketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (dekstruksi), hal ini dapat
terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah normal yang menyebabkan dekstruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik atau
dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai
efek samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan dekstruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
Konsentrasi normal nya 1 mg/dL atau kurang, bila kadar diatas 1,5
mg/dL akan mengakibatkan interik pada sklera. Proses perjalanan
penyakit dan gejala yang timbul serta keluhan yang dirasakan pada
digambarkan dalam bentuk bagian sebagai berikut :
40

Wijaya & Putri, 2013 dalam Palayukan, 2021

8. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Mengalami kejang
c. Daya konsentrasi mengalami penurunan
d. Perkembangan otot memburuk (jangka lama) (Lingga, 2019)

Komplikasi anemia menurut (Sugeng, 2018) adalah

a. Kelelahan berat, bila anemia mencukupi parah sesorang mungkin


merasa sangat lelah sehingga tidak bisa menyelesaikan tugas sehari –
hari.
b. Komplikasi kehamilan, wanita hamil dengan anemia defiensi folat
mungkin lebih cenderung mengalami komplikasi, seperti kelahiran
premature.
c. Masalah jantung, anemia dapat menyebabkan detak jantung cepat
atau ireguler (aritmia). Bila seseorang menderita anemia, jantung
harus memompa lebih banyak darah untuk mengimbangi
kekuranganoksigen dalam darah. Hal ini menyebabkan jantung
membesar atau gagal jantung. Kematian ̧beberapa anemiaturunan,
seperti anemia sel sabit, bisa menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwa. Kehilangan banyak darah dengan cepat
mengakibatkananemiaakut dan berat dan bisa berakibat fatal.(Safira,
2019).

VI. Konsep Asuhan Keperawatan (Sugeng Jitowiyono,2018)


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur, agama, jenis kelamin
pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang
mengirim, cara masuk RS, diagnosa medis, dan identitas penanggung
jawab meliputi : Nama, umur, hubungan denga pasien, pekerjaan dan
alamat
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
41

Klien mengeluh pusing, lemah, gemetaran, pucat, akral dingin.


2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keletihan, kelemahan, pusing, gemetaran, kemampuan
beraktivitas menurun, nyeri pada luka.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat kesehatan dahulu yang mendukung dengan
melakukan serangkaian pertanyan, meliputi :
a) Apakah sebelumnya klien pernah mengalami anemia.
b) Apakah meminum obat tertentu dalam waktu jangka panjang.
c) Apakah pernah mengalami keganasan yang tersebar seperti
kanker payudara, leukemia, dan multiple myeloma

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pengkajian riwayat keluarga yang mendukung dengan
melakukan serangkaian pertanyaan, meliputi :
1) Apakah dalam keluarga ada yang mengalami anemia
2) Apakah dalam keluarga ada riwayat penyakit kronis atau
menahun (diabetes, darah tinggi, kanker dan lain-lain)
3) Apakah dalam keluarga mengkonsumsi obat – obatan dalam
waktu panjang..
c. Pengakajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit anemia mengalami
kecemasan yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan
merokok, alkohol, dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Pola Makan Biasanya terjadi penurunan berat (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola Minum biasanya pasien minum kurang dari kebutuhan
tubuh akibat rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan
ammonia).
3) Pola Eliminasi
a) BAB biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b) BAK biasanya normal
4) Pola Aktivitas/Latihan
42

Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri


terganggu dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan
orang lain. Biasnya pasien kesulitan menentukan kondisi,
contohnya tidak mampu bekerja dan mempertahankan fungsi, peran
dalam keluarga.
5) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah, sakit
kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam hari).
6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit anemia ini
pada tingkat ansietas sedang sampai berat.
7) Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya
seharihari karena perawatan yang lama.
8) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien.
9) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a) Body Image/Gambaran Diri Biasanya mengalami perubahan
ukuruan fisik, fungsi alat terganggu, keluhan karena kondisi
tubuh, pernah operasi, kegagalan fungsi tubuh, prosedur
pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh.
b) Role/peran Biasanya mengalami perubahan peran karena
penyakit yang diderita
c) Identity/identitas diri Biasanya mengalami kurang percaya diri,
merasa terkekang, tidak mampu menerima perubahan, merasa
kurang mampu memiliki potensi.
d) Self Esteem/Harga Diri Biasanya mengalami rasa bersalah,
menyangkal kepuasan diri, mengecilkan diri, keluhan fisik.
e) Self Ideal/Ideal Biasanya mengalami masa depan suram,
terserah pada nasib, merasa tidak memiliki kemampuan, tidak
memiliki harapan, merasa tidak berdaya.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan,
43

menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan


kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit beratdan
tampak pucat
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan menurunya
Hb dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, TD meningkat

2) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering
sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernafas pendek.
e) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi
gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
f) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening.
4) Dada/Thorak
a) Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi : biasanya sonor
d) Auskultasi : biasanya vesikuler
5) Jantung
a) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
44

b) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea


dekstra sinistra
c) Perkusi : biasanya ada nyeri
d) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut/Abdomen
a) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah
b) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
d) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit

7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin
menjadi kuning pekat.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki
dan keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran,disfungsi serebral, seperti
perubahan proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati
kejang, dan adanya neuropati perifer.

2. Diagnosa Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)


a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hemoglobin (D.0009)
b. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
45

c. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan


tubuh sekunder (penurunan hemoglobin) (D.0142).
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi
nutrisi. (D.0019)
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kelemahan (D.0109)

3. Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh


perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan pada
kasus pneumonia berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia dan buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia sebagai berikut:

Diagnosa
No SLKI SIKI
keperawatan
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan ASKEP Perawatan Sirkulasi (I.02079)
efektif berhubungan selama 3 kali kunjungan Observasi
dengan penurunan keluarga diharapkan perfusi  Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi perifer meningkat (L.02011)  Identifikasi factor risiko
Hemoglobin dengan kriteria hasil : gangguan sirkulasi
(D.0009) Keseimbangan Cairan  Monitor panas, kemerahan,
 Warna kulit pucat nyeri atau bengkak pada
menurun ekstremitas
 Kelemaran otot menurun Terapeutik
 Edema perifer menurun  Hindari pemasangan atau
 Pengisian kapiler pengambilan darah diarea
menurun keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi
Edukasi
46

 Anjurkanberhenti merokok
 Anjurkan hidrasi
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan ASKEP Manajemen nutrisi (I.03119)
berhubungan selama 3 kali kunjungan Observasi
dengan faktor keluarga diharapkan status  Identifikasi status nutrisi
psikologis (D.0019) nutrisi membaik (L.03030)  Identifikasi makanan yang
dengan kriteria hasil : disukai
Status nutrisi  Monitor asupan makanan
 Porsi makanan yang  Monitor berat badan
dihabiskan meningkat Terapeutik
 Verbalisasi keinginan  Berikan makanan tinggi
untuk meningkatkan serat untuk mencegah
nutrisi membaik konstipasi
 Nyeri abdomen menurun  Berikan makanan tinggi
 Berat badan membaik kalori dan tinggi protein
 Indeks masa tubuh IMT Edukasi
membaik  Anjurkan posisi duduk jika
 Frekuensi makan mampu
membaik Kolaborasi
 Nafsu makan membaik  Kolaborasi pemberian
 Membrane mukosa medikasi sebelum makan
membaik  Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)


berhubungan keperawatan, risiko infeksi Observasi
dengan penyakit tidak muncul dengan 2. Monitor tanda dan gejala
kronis, efek Kriteria Hasil (L.14137): infeksi lokal dan sistemik
prosedur invasif,  Kebersihan tangan Terapeutik
peningkatan meningkat 5. Batasi jumlah pengunjung
paparan organisme  Tanda-tanda infeksi 6. Berikan perawatan kulit pada
patogen lingkungan menurun area edema
(D.0142)  Cairan berbau busuk 7. Cuci tangan sebelum dan
47

menurun sesudah kontak dengan


 Kultur area luka pasien dan lingkungan pasien
membaik 8. Pertahankan teknik aseptik
 Kadar sel darah putih pada pasien berisiko tinggi
membaik Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
7. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
8. Ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberikan
imunisasi, jika perlu
4. Defisit Perawatan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Perawatan Diri
Diri berhubungan keperawatan selama 3x24 (I.11348)
dengan kelemahan jam maka Perawatan Diri Observasi :
(D.0109) (L.11103) meningkat,  Identifikasi kebiasaan
dengan kriteria hasil : aktivitas perawatan diri
 Kemampuan mandi sesuai usia
meningkat  Monitor tingkat
 Kemampuan kemandirian
mengenakan pakaian  Identifikasi kebutuhan
meningkat alat bantu kebersihan,
 Kemampuan makan berpakaian, berhias dan
meningkat makan
 Kemampuan ke
Terapeutik :
toilet (BAB/BAK)
 Verbalisasi  Sediakan lingkungan

keinginan yang terapeutik (mis.

melakukan Suasana hangat, rileks,

perawatan diri privasi)

meningkat  Siapkan keperluan


48

 Minat melakukan pribadi (mis. Parfum.


perawatan diri Sikat gigi dan sabun
meningkat mandi)
 Mempertahankan  Damping dalam
kebersihan diri melakukan perawatan
meningkat diri sampai mandiri
 Mempertahankan  Fasilitasi untuk
kebersihan mulut menerima keadaan
meningkat ketergantungan
 Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan
perawatandiri
 Jadwalkan rutinitas
perawatan diri

Edukasi :
 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
5. Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan ASKEP Manajemen energi (I.005178)
berhubungan selama 3 kali intoleransi Observasi
dengan kelemahan aktivitas meningkat  Identifikasi gangguan
(D.0056) (L.05047) dengan kriteria fungsi tubuh yang
hasil : mengakibatkan
 Kemudahan kelelahan
beraktivitas sehahi  Monitor pola jam tidur
meningkat  Monitor kelelahan fisik
 Kekuatan tubuh dan emosional
bagian atas dan Terapeutik
bawah meningkat  Sediakan lingkungan
 Keluhan lelah yang nyaman
menurun  Lakukan rentang gerak
aktif dan pasif\berikan
aktivitas distraksi yang
49

menenangkan
 Fasilitas duduk disisi
tempat tidur
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain
yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Mulyanti, 2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

B. Tinjauan Konsep Perioperatif


1. Definisi
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
50

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan


dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata perioperatif adalah
gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre
operatif, intra operatif dan post operatif (Hipkabi, 2018)
2. Etiologi
Operasi dilakukan untuk berbagai alasan seperti (Brunner &
Suddarth, 2018):
a. Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi
b. Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau
mengangkat apendiks yang inflamasi
c. Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipek
d. Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah
e. Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau
memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang
untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan
makanan.
3. Tahap dalam keperawatan perioperatif
a. Fase pre operasi
Fase pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi untuk dilakukan tindakan operasi. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun
rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk
anestesi yang diberikan pada saat operasi. Persiapan operasi
dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut
akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan
sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi
51

kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa


operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan),
alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang operasi,
ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan- pengobatan
setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan
kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
2) Persiapan Fisiologi
a) Diet (puasa), pada operasi dengan anaesthesi umum, 8
jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan
makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi
lokal /spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu
jalannya operasi.
b) Persiapan Perut, Pemberian leuknol/lavement sebelum
operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau
pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera
kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
c) Persiapan Kulit, Daerah yang akan dioperasi harus bebas
dari rambut
d) Hasil Pemeriksaan, hasil laboratorium, foto roentgen,
ECG, USG dan lain-lain.
e) Persetujuan Operasi / Informed Consent Izin tertulis
dari pasien / keluarga harus tersedia.
b. Fase Intra operasi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan
menjaga keselamatan pasien. Contoh: memberikan dukungan
psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat
scrub atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja
52

operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan


tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
yaitu pengaturan posisikarena posisi yang diberikan perawat
akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam
pengaturan posisi pasien adalah :
1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada
pergerakan (arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien: Atur posisi
pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga
privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya
ditutup dengan duk. Anggota tim asuhan pasien intra operatif
biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil
terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator,
asisten ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau
pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain
(teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).
c. Fase Post operasi
Fase Post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
operasi dan intra operasi yang dimulai ketika klien diterima di
ruang pemulihan (recovery room)/pasca anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting
53

untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.


Fase post operasi meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan
pasca anastesi (recovery room), Pemindahan ini
memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak
insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang
menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan
transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien
diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail
harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler
dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter
anastesi yang bertanggung jawab.
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit
perawatan pasca anastesi, Setelah selesai tindakan
pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan
(bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak
berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk :
1) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif
(perawat anastesi)
2) Ahli anastesi dan ahli bedah
3) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
4. Klasifikasi Perawatan Perioperatif
Menurut urgensimmaka tindakan operasi dapat diklasifikasikan
menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a. Kedaruratan/Emergency, pasien membutuhkan perhatian segera,
gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan operasi
tanpa di tunda. Contoh: perdarahan hebat, obstruksi kandung
54

kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau


tusuk, luka bakar sanagat luas.
b. Urgen, pasien membutuhkan perhatian segera. Operasi dapat
dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh: infeksi kandung kemih akut,
batu ginjal atau batu pada uretra.
c. Diperlukan, pasien harus menjalani operasi. Operasi dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh:
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih, gangguan
tyroid dan katarak.
d. Elektif, Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi operasi,
bila tidak dilakukan operasi maka tidak terlalu membahayakan.
Contoh: perbaikan Scar, hernia sederhana dan perbaikan vaginal.
e. Pilihan, Keputusan tentang dilakukan operasi diserahkan
sepenuhnya pada pasien. Indikasi operasi merupakan pilihan
pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh: bedah
kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan operasi di bagi
menjadi :
a. Minor, menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko
kerusakan yang minim. Contoh: incisi dan drainage kandung
kemih, sirkumsisi
b. Mayor, menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian
sangat serius. Contoh: Total abdominal histerektomi, reseksi
colon, dan lain- lain.
5. Komplikasi post operatif dan penatalaksanaanya
a. Syok
Syok yang terjadi pada pasien operasi biasanya berupa syok
hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah: Pucat , Kulit dingin,
basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi
cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah, urine
pekat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang
dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan
dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau
reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode
55

istirahat.
b. Perdarahan
Penatalaksanaannya pasien diberikan posisi terlentang dengan
posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus dijaga tetap lurus. Kaji penyebab
perdarahan, luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap
perdarahan.
c. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada
pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa
ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca
flebitis.
1) Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus operasi
rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya
spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk
membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
2) Infeksi luka operasi
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat
perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting
dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan
juga perawatan luka dengan prinsip steril.
3) Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana
kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan
kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
4) Embolisme pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah,
udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa
di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat
arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan
sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca
56

operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.


5) Komplikasi gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien
yang mengalami operasi abdomen dan pelvis.
Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan
distensi abdomen.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pre operasi
a. Pengkajian pre operasi
Pengkajian di ruang pra operasi perawat melakukan pengkajian
ringkas mengenai kondisi fisik pasien dengan kelengkapannya
yang berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas
tersebut berupa validasi, kelengkapan administrasi, tingkat
kecemasan, pengetahuan pembedahan, pemeriksaan fisik
terutama tanda-tanda vital, dan kondisi abdomen (Mutaqin,
2019).
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien pre operasi
meliputi:
1) Identitas pasien meliputi:
Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, golongan darah, alamat, nomor registrasi,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa
2) Ringkasan hasil anamsesa pre operasi
Keluhan ketika pasien dirawat sampai dilakukan tindakan
sebelum operasi
3) Pengkajian psikologis, meliputi perasaan takut/cemas dan
keadaan emosi pasien
4) Pengkajian fisik, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu.
5) Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan
adakah penyakit kulit di area badan.
6) Sistem kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem
cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung,
kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan
57

merokok, minum akohol, oedema, irama dan frekuensi


jantung.
7) Sistem pernafasan, apakah pasien bernafas teratur
8) Sistem abdomen apakah pasien mengalami jejas dan nyeri
pada abdomen
9) Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami
menstruasi?
10) Sistem saraf, bagaimana kesadaran?
11) Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa,
lavement, kapter, perhiasan, make up, scheren, pakaian
pasien perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alergi
terhadap obat?

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian
klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien pre
operasi dalam (SDKI, 2017) yaitu:
1) Ansietas
Definisi:
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman.
Penyebab:
a) Krisis situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
58

e) Ancaman terhadap kematian


f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i) Faktor keturunan (tempramen mudak teragitasi sejak
lahir)
j) Penyalahgunaan zat
k) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan dan
lain-lain)
l) Kurang terpapar informasi

Gejala dan Tanda Mayor Ansietas


Subjektif Objektif

 Merasa bingung  Tampak gelisah


 Merasa khawatir dengan  Tampak tegang
akibat dari kondisi yang
dihadapi
 Sulit berkonsentrasi  Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor Ansietas


Subjektif Objektif

 Mengeluh pusing  Frekuensi napas meningkat


 Anoreksia  Frekuensi nadi meningkat
 Palpitasi  Tekanan darah meningkat
 Merasa tidak berdaya  Diaforesis
 Tremor
 Muka tampak pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata buruk
 Sering berkemih
 Orientasi pada masa lalu

Kondisi klinis terkait:


a) Penyakit kronis progresif (mis. kanker, penyakit
autoimun.)
b) Penyakit akut
c) Hospitalisasi
d) Rencana operasi
e) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
59

f) Penyakit neurologis
g) Tahap tumbuh kembang
2) Nyeri akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia
iritaan)
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
atihan fisik berlebihan) Gejala dan tanda mayor:

Gejala dan Tanda Mayor Nyeri Akut


Subjektif Objektif

 Mengeluh nyeri  Tampak meringis


 Bersikap protektif (mis.
waspada, posisi
menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi
 Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor Nyeri Akut


Subjektif Objektif
(tidak tersedia)  Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi klinis terkait:


a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
60

c) Infeksi
d) Sindroma koroner akut
e) Glaukoma
c. Rencana keperawatan
Rencana intervensi difokuskan pada kelancaran persiapan
pembedahan, dukungan prabedah dan pemenuhan informasi.
Persiapan pembedahan dilakukan secara umum seperti
pembedahan lainnya dengan pengunaan anastesi general. Pasien
perlu dipuasakan 6 jam sebelum pembedahan dan mencukur
area pubis . kelengkapan informed consent perlu diperhatikan
perawat. (Muttaqin, 2019).
Menurut (SIKI, 2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan 2 diagnosa diatas adalah :
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional (D.0080)
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam,
tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil:
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi
menurun
c) Perilaku gelisah menurun
d) Perilaku tegang menurun
Intervensi :
Observasi :
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal :
kondisi, waktu, stresor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik :
a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
61

f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan


g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu
kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi :
a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih tekhnik relaksasi

Kolaborasi :

e) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis


( D . 0 0 7 7 ) Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam,
tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
Intervensi
Observasi :
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan
62

memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi
musik, biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin).
b) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal :
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.

Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Intra operasi
a. Definisi
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah
ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup:
1) Ruang sementara (Holding area)
Perawat dapat menjelaskan tahap-tahap yang akan
dilaksanakan untuk menyiapkan klien menjalani
pembedahan. Perawat diruang tahanan sementara biasanya
63

adalah bagian dari petugas ruang operasi dan menggunakan


pakaian, topi, dan alas kaki khusus ruang operasi sesuai
dengan kebijakan pengontrolan infeksi rumah sakit. Beberapa
tempat bedah sehari, perawat primer perioperatif menerima
kedatangan klien, menjadi perawat sirkulator selama
prosedur berlangsung, dan mengelola pemulihan serta
kepulangan klien.
Di dalam ruangan tahanan sementara, perawat, anestesi,
atau ahli anestesi memasang kateter infus ke tangan klien
untuk memberikan prosedur rutin penggantian cairan dan
obat-obatan melalui intravena.
Biasanya menggunakan kateter IV yang berukuran besar
agar pemasukan cairan menjadi lebih mudah. Perawat juga
memasang manset tekanan darah. Manset juga terpasang
pada lengan klien selama pembedahan berlangsung sehingga
ahli anestesi dapat mengkaji tekanan darah klien.

2) Kedatangan ke ruang operasi


Perawat ruang operasimengidentifikasi dan keadaan klien,
melihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan. Pastikan bahwa alat prostese dan barang
berharga telah dilepas dan memeriksa kembali rencana
perawatan preoperatif yang berkaitan dengan intraoperatif.
3) Pemberian anestesi
Anestesi umum klien yang mendapat anestesi umum akan
kehilangan seluluh sensasi dan kesadarannya. Relaksasi
mempermudah manipulasi anggota tubuh. Klien juga
mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi
selama pembedahan yang menggunakan anestesi umum
melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan manipulasi
jaringan yang luas.
Ahli anestesi memberi anestesi umum melalui jalur Intra
vena dan inhalasi melalui empat tahap anestesi. Tahap 1
dimulai saat klien masih sadar, klien menjadi pusing dan
64

kehilangan kesadaran secara bertahap, dan status analgesic


dimulai. Tahap 2 adalah eksitasi, otot kilen kadang-kadang
menegang dan hampir kejang, reflek menelan dan muntah
tetap ada, dan pola nafas klien mungkin menjadi tidak
teratur. Tahap 3 dimulai pada saat irama pernafasan mulai
teratur, fungsi vital terdepresi. Tahap 4 adalah tahap depresi
pernafasan lengkap.
4) Pengaturan posisi klien selama pembedahan
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi
yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan
perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien. Pasien posisi supine (dorsal
recumbent) laparotomi eksplorasi.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan
posisi pasien adalah letak bagian tubuh yang akan
dioperasi, umur dan ukuran tubuh pasient ipe anatesi yang
digunakan, nyeri/Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien
bila ada pergerakan (arthritis).
5) Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana
yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Pengetahuan
tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi
dengan teknik drapping
6) Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan
harus dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk
mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk
jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi
fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
7) Peran perawat selama pembedahan
a) Perawat instrumentator (scrub nurse)
Perawat instrumentator (scrub nurse) atau perawat
sirkulator memberikan instrumen dan bahan-bahan yang
di butuhkan oleh dokter bedah selama pembedahan
berlangsung dengan menggunakan tehnik aspek
65

pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan instrumen


pembedahan.
b) Perawat sirkulator
Perawat sirkulator adalah asisten perawat
intrumentator dan dokter bedah. Perawat sirkulator
membantu mengatur posisi klien dan menyediakan alat
dan duk bedah yang dibutuhkan dalam pembedahan.
Perawat sirkulator menyediakan bahan- bahan yang
dibutuhkan perawat instrumentator, membuang alat dan
spon kasa yang telah kotor, serta tetap hitung
instrument jarum dan spon kasa yang telah digunakan.
Perawat sirkulator juga dapat membantu mengubah
posisi klien atau memindahkan posisi lampu opersi,
perawat sirkulator juga menggunakan teknik aseptik
bedah. Apabila teknik aseptik telah hilang, Perawat
sirkulator membantu anggota tim bedah dengan
mengganti dan memakai gaun dan sarung tangan steril.
Prosedur ini mencegah tertinggalnya bahan-bahan
tersebut di dalam luka bedah klien.
b. Pengkajian keperawatan
Pengkajian intra operasi secara ringkas mengkaji hal-hal
yang berhubungan dengan pembedahan, diantaranya adalah
validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang
dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data penunjang
laboratorium dan radiologi(Mutaqin, 2009).
c. Diagnosis keperawatan
Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai
prosedur. Prosedur pemberian anastesi, pengaturan posisi
bedah, manajemen asepsis dan prosedur bedah laparatomi akan
memberikan komplikasi pada masalah keperawatan yang akan
muncul dalam (SDKI, 2017) yaitu:
1) Resiko cedera
Definisi:
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau
66

dalam kondisi baik.


Faktor resiko:
Eksternal

a) Terpapar patogen
b) Terpapar zat kimia toksis
c) Terpapar agen nosokomial
d) Ketidakamanan transportasi
Internal

a) Ketidak normalan profil darah


b) Perubahan orientasi afektif
c) Perubahan sensasi
d) Disfungsi autoimun
e) Disfungsi biokimia
f) Hipoksia haringan
g) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
h) Malnutrisi
i) Perubahan fugsi psikomotor
j) Perubahan fungsi kognitif Kondisi klinis terkait:
a) Kejang
b) Sinkop
c) Vertigo
d) Gangguan penglihatan
e) Gangguan pendengaran
f) Penyakit pakinson
g) Hipotensi
h) Kelainan bevus vestibularis
i) Retardasi mental
2) Resiko perdarahan
Definisi:
Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi
dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).
Faktor risiko:
a) Aneurisma
b) Gangguan gastrointestinal (mis. ulkus lambung, polip,
67

varises)
c) Gangguan fungsi hati (mis. sirosis hepatis)
d) Komplikasi kehamilan (mis. Ketuban pecah sebelum
waktunya, plasenta previa/abrupsio, kehamilan kembar)
e) Komplikasi pasca partum (mis. atoni uterus, retensi
plasenta)
f) Gangguan koagulasi (mis. trombositopenia)
g) Efek agen farmakologis
h) Tindakan pembedahan
i) Trauma
j) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan
perdarahan
k) Proses keganasan
Kondisi klinis terkait:
a) Anuerisma
b) Koagulopati intravaskular diseminata
c) Sirosis hepatis
d) Ulkus lambung
e) Varises
f) Trombositopenia
g) Ketuban pecah sebelum waktunya
h) Plasenta previa/abrupsio
i) Atonia uterus
j) Retensi plasenta
k) Tindakan pembedahan
l) Kanker
m) Trauma
d. Rencana keperawatan
Menurut (SIKI, 2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa diatas adalah :
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan (D.0012) Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam,
tingkat perdarahan menurun dengan kriteria hasil:
a) Perdarahan pasca operasi menurun
68

b) Hemoglobin membaik
c) Tekanan darah dan denyut nadi membaik
Intervensi
Observasi :
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan
sesudah kehilangan darah
c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d) Monitor koagulasi
Teraupetik :
a) Pertahankan bedrest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasif, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah dekubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
konstipasi
d) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
f) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
b) Kolaborasi pemberian produk darah , jika perlu
c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah intrabedah secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan status
kesehatan, seperti normalnya tanda vital, kardiovaskular,
pernapasan, ginjal, dan lain-lain.
3. Post operatif
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari
keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan
69

diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan


equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu
pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
a. Tahapan keperawatan post operatif
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan
atau unitperawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care
unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah,
perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus
selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif
dipindahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup
tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan
sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien
digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi
litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke
brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga,
untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat.
Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur,
gaun pasien yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus
segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari
kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien
diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta
side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan
kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus
ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat
sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter
anastesi yang bertanggung jawab.
70

b. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)


Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat
sementara di ruang pulih sadar (recovery room) sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal
perawatan).

PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini


disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk :
1) Perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif
(perawat anastesi)
2) Ahli anastesi dan ahli bedah
3) Alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat
monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis
peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan:
oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial,
kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction.
4) Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan
pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalahfungsi pulmonal
yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan
saturasi oksigen yang adekuat, tanda-tanda vital stabil,
termasuk tekanan darah, orientasi pasien terhadap tempat,
waktu dan orang, haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam,
mual dan muntah dalam control, dan nyeri minimal
c. Transportasi pasien ke ruang rawat
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien
menuju ruang rawat dengan mempertahankan kondisi tetap
stabil. Jika mendapat tugas mentransfer pasien, pastikan aldrete
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien
sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut: henti nafas,
vomitus, aspirasi selama transportasi.
d. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan
semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
e. Sumber daya manusia (ketenagaan)
71

Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini.


Orang yang boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang
yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin
terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan
ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
f. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal :
tabung oksigen, sampai selimut tambahan untuk mencegah
hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi
siap pakai.
g. Prosedur
Beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi
dulu dan sebagainya, sehingga hendaknya sekali jalan saja.
Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning pasien
harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan
pasien
1) Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan
pembedahan diantaranya adalah kesadaran, kualitas jalan
nafas, sirkulasi, dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, lokasi daerah
pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam
pembedahan.
2) Diagnosa keperawatan post operatif
Diagnosa post operasi saat post operatif dalam
(SDKI,2017) meliputi:
a) Resiko hipotermia perioperatif
Definisi:
Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh dibawah

36oC secara tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum


pembedahan hingga 24 jam setelah pembedahan
Faktor risiko:
(1) Prosedur pembedahan
(2) Kombinasi anastesi regional dan umum
(3) Skor american society of anastesiologist (ASA) > 1
72

(4) Suhu pra-operasi rendah < 36oC

(5) Berat badan rendah


(6) Neuropati diabetik
(7) Komplikasi kardiovaskuler
(8) Suhu lingkungan rendah
(9) Transfer panas (mis. volume tinggi infus yang
tidak dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak
dihangatkan)
Kondisi klinis terkait:
(1) Tindakan pembedahan
b) Nyeri akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia
iritaan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
atihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor:


Subjektif Objektif

 Mengeluh nyeri  Tampak meringis


 Bersikap protektif (mis.
waspada, posisi
 menghindari nyeri)
Gelisah
 Frekuensi nadi
 Sulit tidur

Gejala dan tanda minor:


Subjektif Objektif
73

(tidak tersedia)  Tekanan darah meningkat


 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi klinis terkait:


 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindroma koroner akut
 Glaukoma
3) Rencana keperawatan
Menurut (SIKI, 2018) intervensi keperawatan yang
dilakukan berdasarkan diagnosa diatas adalah :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis
(D.0077) Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam,
tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil:
(1) Keluhan nyeri menurun
(2) Meringis menurun
(3) Sikap protektif menurun
(4) Gelisah menurun
(5) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi :
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
(5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
(7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
74

(8) Monitor efek samping penggunaan analgetik


Terapeutik :
(1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi
musik, biofeedback ,terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin).
(2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( misal :
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
(3) Fasilitasi istirahat dan tidur
(4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
(5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi:
(1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b) Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah


((D.0140) Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam,
termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
(1) Mengigil menurun
(2) Suhu tubuh membaik
(3) Suhu kulit membaik.
Intervensi
Observasi :
(1) Monitor suhu tubuh
(2) Identifikasi penyebab hipotermia, (misal : terpapar suhu
lingkungan rendah, kerusakan hipotalamus, penurunan
laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
(3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi
75

Teraupetik :
(1) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu
ruangan)
(2) Lakukan penghangatan pasif (misal: Selimut,
menutup kepala, pakaian tebal)
(3) Lakukan penghatan aktif eksternal (misal: kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, metode kangguru)
(4) Lakukan penghangatan aktif internal (misal : infus
cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan
cairan hangat)
4) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi (Mulyanti, 2017).
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di
tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan
yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik
di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari implementasi
adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Efendi &
Makhfudli, 2018).
5) Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan
76

mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan


keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan (Rahma, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Agistia, N., Muchtar, H., & Nafis, H. (2017). Efektifitas Antibiotik Pada Pasien
Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal sains farmasi & klinis , 43-47.
Agustin, R. (2013). Efek Hiperglikemi Post Pandial Terhadap Kemampuan
Memori Jangka Pendek Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe2 di Puskesmas
Cipandoh Tangerang . Depok : Program Studi Magister Keperawatan
khusus Keprawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia
Ainun, I. N. (2019). DASAR – DASAR PENENTUAN DIAGNOSA DALAM
ASUHAN KEPERAWATAN.
American Diabetes Association. (2016). Definition of Diabetes Melllitus.
www.diabetes.org. diakses tanggal 8 November 2022.

Amirudin Ali, M., Sugiyanto, Z., & Fakultas Kesehatan Univeritas Dian
Nuswantoro, A. (2012). HUBUNGAN INVEKSI HELMINTHIASIS
DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (HB) PADA SISWA SD
GEDONGBINA REMAJA KOTA SEMARANG 2011. In JURNAL
VISIKES (Vol. 11, Issue 2).
Anemia | Tanda dan Gejala, Penyebab, Cara Mengobati, Cara
Mencegah. (n.d.). Retrieved April 10, 2021,
ANEMIA DEFISIENSI BESI | Fitriany | AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Malikussaleh. (n.d.). Retrieved March 28, 2021,
Arif Muttaqin. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Banjarnahor, soyanti. (2019). pentingnya dokumentasi dalam pengkajian


keperawatan. DeLoughery, T. G. (2014). Microcytic Anemia. New
England Journal of Medicine, 371(14), 1324–1331.
Efendi, F., & Makhfudli. (2018). Teori dan Praktik dalam Keperawatn. Jakarta:
Salemba Medika

Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N.,
Maret, U. S., Putra, S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes
melitus untuk awam. November. diakses tanggal 8 November 2022.

Fitriani Nasution. (2021). .Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu
Kesehatan Vol. 9 No.2, Mei 2021 diakses tanggal 8 November 2022.

Hariani et al. (2020). Hubungan Lama Menderita Dan Komplikasi DM Terhadap


Kualitas Hidup pasien DM Tipe 2 Diwilayah Puskesmas Batua Kota
Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 15 Nomor 1 Tahun
2020 diakses tanggal 8 November 2022.

78
HIPKABI. (2018). Buku Keterampilan Dasar Bagi Perawat Kamar Bedah.
Jakarta: Hipkabi Press.

IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas, 9th edn. Brussels, Belgium. In Atlas de la
Diabetes de la FID diakses tanggal 8 November 2022.

Imelda, S. I. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes


Melitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scientia Journal, 8(1),
28–39. JOUR diakses tanggal 8 November 2022.

Isnaini, N., & Ratnasari, R. (2018). Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian


Diabetes Tipe Dua. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyah, 14(1),
59–68 diakses tanggal 8 November 2022.

Istianah (2019). Mengidentifikasi Faktor Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 di Kota Depok Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Indonesia (The
Indonesian Journal of Health), Vol. X, No. 2, Maret 2020 diakses tanggal
8 November 2022.

Jakarta: DPD PPNI


Jitowiyono, Sugeng. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kartika, R. W. (2017). Pengelolaan Kaki Gangren Diabetik. Countinuing Medical

Education, 44, 21. Kemenkes. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta:


Kemenkes;2017
Kemenkes RI. InfoDATIN Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Direktorat
Pencegah dan Pengendali Penyakit Tidak Menular, Badan Litbangkes
Kistianita, A. N., Yunus, M., & Gayatri, R. W. (2018). Analisis faktor risiko
diabetes mellitus tipe 2 pada usia produktif dengan pendekatan WHO
stepwise step 1 (core/inti) di Puskesmas Kendalkerep Kota Malang.
Preventia: The Indonesian Journal of Public Health, 3(1), 85–108. JOUR
diakses tanggal 8 November 2022.

Muhammad, I. A. (2018). Diabetic Foot Ulcer: Synopsis of the Epidemiology and


Pathophysiology. International Journal of Diabetes and Endocrinology,
3(2), 23. https://doi.org/10.11648/j.ijde.20180302.11 diakses tanggal 8
November 2022.

79
80

Mulyanti Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan. Pusdik SDM


Kesehatan

Mutia, A., & Lubis, R. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Komplikasi Sirkulasi Perifer Pasien DM Tipe 2 di Rs Haji Medan Tahun
2020
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30410/161000092.p
df diakses tanggal 8 November 2022.

Neli Agustin, B., & Maani, H. (2019). Gambaran Hematologi Pasien


Myelodysplastic Syndrome di RSUP Dr. M. Djamil Padang. In Jurnal
Kesehatan Andalas (Vol. 8, Issue 3)
Nurdin Fitriyanti. (2021).Persepsi Penyakit Dan Perawatan Diri Dengan Kualitas
Hidup Diabetes Mellitus Type 2. Jurnal Keperawatan Silampari Volume 4,
Nomor 2, Juni 2021 diakses tanggal 8 November 2022.

Palayukan, Gabriella Krisanta.(2021). LAPORAN PENDAHULUAN


MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA
PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA ANEMIA DI RUANG
PERAWATAN UMUM 3 TIM 2 RUMAH SAKIT MEDIKA CITRA.
Intitut Tegnologi Kesehatan Dan Sains Wiyata Husada Samarinda.
Priyanto, (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan
Kekambuhan Luka Diabetik, Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5,
Nomor 3, Desember 2018, hlm. 233–240 diakses tanggal 8 November
2022.

Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2018). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2.Majority, 4(9), 8–12.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1401.
diakses tanggal 8 November 2022.

Rahma. (2021). Dokumentasi Evaluasi Keperawatan. Smart Ners. Retrieved from


http://dwirahmaryna.blogspot.com/2011/12/dokumentasi-evaluasi-
keperawatan.html
Rini, P. S., Apriany, A., & Romadoni, S. (2019). Hubungan antara Usia dan Lama
Menderita DM dengan Kejadian Disfungsi Ereksi (DE) pada Pasien
Diabetes Melitus. Babul Ilmi: Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan,
81

11(1), 196–205. https://doi.org/https://doi.org/10.36729/bi.v11i1.271


diakses tanggal 8 November 2022.

Setyawati, A. D., Ngo, T. H. L., Padila, P., & Andri, J. (2020). Obesity and
Heredity for Diabetes Mellitus among Elderly. JOSING: Journal of
Nursing and Health, 1(1), 26–31.
https://doi.org/https://doi.org/https://doi.org/10.31539/josing.v1i1.1149
diakses tanggal 8 November 2022.

Smeltzer dan Bare. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Usman, J., Rahman, D., Rosdiana, R., & Sulaiman, N. (2020). Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada Pasien di RSUD
Haji Makassar. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2(1), 16–22.
759-Article Text-2387-1-10-20200806.pdf diakses tanggal 8 November
2022.

Utomo Alya Azzahra et al. (2020). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2:
Systematic Review. Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan
Masyarakat Website https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR Vol. 01
Nomor 01 Agustus 2020 Hal. 44 – 52 diakses tanggal 8 November 2022.

WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes


Mellitus. diakses tanggal 8 November 2022 di
http://www.who.int/healthtopics/ diabetes.

Widiastuti Linda. (2019). Acupressure Dan Senam Kaki Terhadap Tingkat


Peripheral Arterial Disease Pada Klien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan
Silampari Volume 3, Nomor 2, Juni 2020 diakses tanggal 8 November
2022.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN Tn “P” DENGAN KASUS PRE
OPERATIF ABSES PEDIS SINISTRA+ DIABETES MELITUS+
ANEMIA DI RUANG MERPATI RSUD DEPATI BAHRIN
SUNGAILIAT TAHUN 2022

Tanggal ketika a) Masuk : 8-11-2022 b) Pengkajian : 9-11-2022

IDENTITAS

Pasien Penanggung jawab pasien


Nama : Tn. P Tn. TA
Umur : 17-03-1954 (68 tahun) 42 tahun
Pendidikan : SD SLTA
Pekerjaan : Buruh Buruh harian
Status pernikahan : Duda Menikah
Alamat : Lubuk Kelik Lubuk kelik
Dx medik : Abses Pedis Sinistra +DM +Anemia

PENGKAJIAN

Alasan utama datang ke RS : Klien mengatakan terdapat luka pada


telapak kaki kiri
1.
2. Keluhan utama saat pengkajian : Klien mengatakan Nyeri pada kaki kiri.

3. Riwayat penyakit saat ini : Klien mengatakan sakit pada kaki sebelah
kiri bengkak dan nyeri seperti di tusuk
tusuk, nyeri semakin memberat bila kaki di
gerakkan, klien merasakan nyeri yang di
rasakan ± 10 menit nyeri hilang timbul
dengan skala nyeri 7 TD: 140/80 mmHg,
Hr: 66x/i, rr: 20x/I, T: 36,2 °C, Satursi:
99%

Riwayat kesehatan lalu : Klien mengatakan memiliki riwayat

82
83

Diabetes Melitus ± 10 tahun yang lalu,


pada tahun 5 tahun yang lalu memiliki
riwayat penyakit jantung dan pada tahun
2019 pernah dilakukan amputasi pada
semua jari kaki kiri.
4. Riwayat Kesehatan keluarga
: Klien mengatakan dianggota keluarganya
ada yang memiliki penyakit Diabetes yang
sama dengan klien yaitu ayah dan ibu dari
klien tersebut.

5. Riwayat pengobatan dan : Klien mengatakan sering berobat atau


alergi
kontrol masalah penyakit Diabetesnya ke
dokter dan rutin minum obat Diabetes
melitus. Klien juga tidak memiliki
penyakit alergi obat atau makanan.

PENGKAJIAN FISIK
1 Keadaan umum
a. Sakit/nyeri : Klien mengatakan sakit pada kaki sebelah kiri bengkak
dan nyeri seperti di tusuk tusuk, nyeri semakin memberat bila kaki di
gerakkan, pasien merasakan nyeri yang di rasakan ± 10 menit nyeri
hilang timbul dengan skala nyeri 7 (sedang), klien tampak meringis.
b. Status gizi :
Klien memiliki BB : 65 kg, TB : 170 cm

IMT = 65 = 65 = 22,4
(1,70)2 2,89
Dari hasil perhitungan IMT : klien tergolong berat badan ideal/normal.
Nilai normal IMT 18,5-24,9
c. Sikap pasien tampak gelisah
d. Personal hygiene: Selama di rawat di RS Klien mandi 1 kali/hari.di
bantu oleh keluarga Kuku dan rambut klien tampak bersih dan tidak
ada ketombe.
Masalah keperawatan : Nyeri Akut D.0077
84

2 Data sistemik
a. Sistem persepsi sensorik
Pendengaran : Klien dapat mendengar pembicaraan
atau bunyi apapun. Klien tidak
menggunakan alat bantu untuk
mendengar

Penglihatan : Klien mengatakan dapat melihat dengan


jelas tanpa menggunakan alat bantu
(kacamata).

Pengecapan, penghidung : Klien dapat merasakan makanan


(manis dan asin) dan dapat mencium
bau minyak angin

Peraba : Klien dapat merasakan sentuhan


tangan dari perawat

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan


b. Sistem penglihatan
Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan dikedua mata
klien
Lapang pandang : pasien dapat memandang dari jarak
dekat
Kesimetrisan mata : Tampak simetris mata kanan dan kiri
Alis : Tampak ada pertumbuhan rambut alis
Kelopak mata : Tidak ada pembengkakan, kemerahan dan
luka
Konjungtiva : Anemis

Sklera :Warna putih dikedua mata


Kornea :Tampak baik, tidak ada warna keruh
Pupil
: Isokor dengan diameter 2-6 mm kiri
dan kanan

Respon cahaya : Klien dapat melihat cahaya dengan


jelas
Masalah keperawatan : Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
(D.0009)
85

c. Sistem pernapasan
Frekuensi
: 20 kali/menit
Kualitas : Napas klien tampak teratur, tidak
terpasang oksigen
Batuk : Klien tidak Ada batuk
Suara napas : Suara napas terdengar bersih
Bunyi napas : Bunyi nafas klien vesikuler
Sumbatan jalan napas : Tidak ada sputum, lender atau darah
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

d. Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Denyut nadi : 66 kali/menit
Irama : Irama jantung klien teratur
Bunyi jantung : Bunyi jantung terdengara (lup-dup)
Kekuatan : Terdengar kuat
Pengisian kapiler : Saat diperiksa kapiler jari tengah ≥ 3
detik
Edema : Tidak ada pembengkakan
Masalah keperawatan : Perfusi jaringan perifer tidak efektif
(D.0009)
e. Sistem persarafan
I) Sistem saraf pusat
Kesadaran : GCS = E :4 M: 6 V :5, Composmentis
Bicara : Klien dapat berbicara dengan normal
Koordinasi : Klien dapat berkoordinasi untuk tes
hidung-jari- hidung, digunakan tangan
kiri

Status motorik : Klien dapat menggerakan ekstremitas


atas dan ekstremitas bawah

Kekuatan otot :5 5
5 5
Gaya berjalan dan : Klien dapat berjalan namun harus
keseimbangan
dibantu oleh keluarga dan juga sulit
86

beraktivitas seperti biasa

Rangsangan meningeal : Tidak ada kaku kuduk


Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas (D.0056)

II) Saraf-saraf otak


a) Nervus olfaktorius (NI)
Penciuman : Klien dapat mencium berbagai
macam bau seperti bau minyak angin

Anosmia : Tidak ada gangguan penciuman


Hyposmia : Tidak ada merasa kehilangan
dalam mencium bau
Parosmia : Tidak ada gangguan pada indra
penciuman
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
b) Nervus optikus (NII)
Klien dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan alat bantu
melihat dan tidak ada pembengkakan mata kanan dan kiri

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

c) Nervus oculomotorius, trocheallif dan adussen (NIII, IV, VI)

Diplopia : Tidak ada gangguan akan melihat


Celahan mata : Tidak tampak di kedua mata

Ptosis : Terdapat penurunan kelopak mata


karena faktor usia
Sikap bola mata
: Mata klien dapat berputar bila
diberi instruksi

Strabismus : Tidak ada juling pada mata

Exophtalmus : Tidak terdapat mata menonjol

Enophtalmus : Tidak ada gangguan pada mata dan


mata masih dilindungi kelopak mata

Gerakan bola mata : Mata klien dapat bergerak ke segala


arah
87

Pupil
- Bentuk : Tampak bulat (kanan dan kiri)
- Isokor/anisokor : Isokor (kanan dan kiri)
- Miosis/midriasis : Tidak ada Miosis/midriasis
- Reflek cahaya : Reflek cahaya mata klien baik (kanan
dan kiri) secara langsung
Masalah Keperawatan
: Tidak ada Masalah Keperawatan

d) Nervus trigeminus (NV)


1) Motorik
Mengunyah : Klien dapat mengunyah makanan
Membuka mulut : Klien dapat membuka mulut
dengan sendirinya
Menggigit : Klien dapat menggigit buah
Reflek kornea : Klien dapat berkedip bila disentuh
2) Sensorik/sensibilitas
Wajah : Klien dapat merasakan nyeri bila
disentuh
Dagu : Klien dapat merasakan sakit bila
dicubit
Pipi : Bila pipi klien disentuh masih
bergetar
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
e) Nervus fasialis (NVII)
1) Motorik
Mengerutkan dahi : Klien dapat mengerutkan dahi
Menutup mata : Klien dapat menutup mata
sesuai intruksi

Menunjukkan gigi : Klien dapat menunjukkan gigi

Lipatan nasobialis : Terdapat lipatan karena factor


usia
2) Sensorik
2/3 depan lidah : Klien dapat menahan rasa
pahit dan manis
88

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan


f) Nervus statoakustikus/nervus vestibula kokhlearis (NVIII)
Pendengaran
Suara bisikan : Klien dapat mendengar suara bisikan
Detik arloji : Klien dapat mendengar jelas pada
kedua telinganya
Test weber
: Klien dapat mendengar ketukan
sendok bila dipukul

Test rinne :Klien dapat mendengar bunyi gelas


bila dipukul

Keseimbangan : Tidak ada masalah, pasien mampu


mendengar dengan baik dikedua telinga

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan


g) Nervus glasso faringeus (NIX)
Disartia : Klien dapat berbicara dengan jelas

Disfagia : Klien tidak mengalami kesulitan


menelan

Disfonia : Tidak ada kerusakan pada pita suara


klien

Reflek muntah : Tidak ada reflek muntah

Batuk : Tidak ada batuk


Takikardia/bradikardia : 66 kali/menit (normal)
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
h) Nervus vagus (NX)
Posisi uvula : Posisi uvula klien berada di
tengah
Suara : Suara normal
Reflek menelan : Klien dapat menelan
makanan
Denyut jantung : denyut jantung teratur saat di
askultasi
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
i) Nervus aksesorius (NXI)
89

Memutar kepala : Klien dapat memutar kepala


Angkat bahu : Klien dapat mengangkat kedua
bahu
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
j) Nervus hipoglosus (NXII)
Klien dapat menjulurkan lidah dan menarik kembali sesuai
intruksi

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

f. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan :Nafsu makan klien normal dan tampak
menghabiskan makanannya
Diet : MB DM Tinggi protein
Porsi makan : Klien tampak menghabiskan
makanannya
Keluhan : Tidak ada keluhan
Bibir : Bibir klien tampak lembab
Mulut dan tenggorokan : Mulut dan tenggorokan tampak bersih
Kemampuan mengunyah : klien dapat mengunyah makanan dengan
baik
Kemampuan menelan : Kemampuan menelan klien baik
Perut : Perut klien tidak kembung
Colon dan rectum : Klien BAB ± 1 hari sekali
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

k) Sistem muskuloskletal
Rentang gerak : Rentang gerak klien sedikit terbatas
karena klien takut menggerakkan kaki
kiri yang sakit
Keseimbangan dan cara : Klien mengatakan masih goyang dan
berjalan
dibantu keluarga saat ke kamar kecil
Kemampuan : Klien dibantu anaknya untuk memenuhi
m e m e h u n i aktivitas kebutuhannya selama di rawat
sehari-hari
Genggaman tangan : Klien mampu menggenggam tangan
perawat
Otot kaku : Otot klien tampak baik
90

Akral : Teraba hangat


Fraktur : Tidak terdapat fraktur

Masalah Keperawatan
: Intoleransi aktifitas (D.0056)

l) Sistem integumen
Warna kulit : Tampak putih dan tampak normal
Turgor : Turgor kulit tampak elastis
Luka : Terdapat luka pada telapak kaki kiri
dengan ukuran luka 10x 6cm, luka grade 2
Memar : Terdapat memar pada telapak kaki kiri
Kemerahan : Terdapat kemerahan disekitar luka
Terdapat Pus ± 3 cc
Masalah Keperawatan : Resiko Infeksi
m) Sistem reproduksi
Skrotum : Tidak terdapat pembengkakan
Testis : Tidak terdapat pembengkakan
Prostat : tekan
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
n) Sistem perkemihan
Urine : Klien BAK di atas tempat tidur
menggunakan pispot
Warna : Kuning jernih
Nyeri : Tidak terdapat nyeri saat kencing
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

3 Data penunjang
Laboratorium (tanggal pemeriksaan 08-11-2022)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI
HEMATOLOGI RUTIN
- LEUKOSIT 16.200 /ul 4.000-10.000
- ERITROSIT 3,2 Juta/ul P: 4,5-6,5 W:4,0-5,0
- HEMOGLOBIN 9,8 g/dl P: 13,0-18,0 W:11,5-16,5
- HEMATOKRIT 29 % P: 40-48 W:37-43
- TROMBOSIT 402.00 /ul 150.000-400.000
91

0
- MCV 91 Fl 82-92
- MCH 30 Pg 23-31
- MCHC 33 % 32-36
HEMOSTASIS
- CT ( WAKTU 7 Menit 5-7
PEMBEKUAN )
- BT ( WAKTU 3 Menit 1-3
PERDARAHAN )
KIMIA DARAH
- GINJAL/UREUM 75 Mg/dl 20-40
- GINJAL/KREATININ 2,3 Mg/dl 0,5-1,2
DIABETES/GLUKOSA 211 Mg/dl < 180
SEWAKTU
IMUNOLOGI + SEROLOGI 128 Mmol/I 135-148
- HBSAG Negatif Negatif (-)

Laboratorium (tanggal pemeriksaan 10-11-2022)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI
- HEMOGLOBIN 9,3 g/dl P: 13,0-18,0 W:11,5-16,5

Laboratorium (tanggal pemeriksaan 11-11-2022)

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI
- HEMOGLOBIN 11,3 g/dl P: 13,0-18,0 W:11,5-16,5

4 Terapi yang diberikan

Obat/Tindakan Golongan Dosis Indikasi Kontraindikasi


92

Ciprofloxacin Antibiotik Mengobatin Resiko


2x1 fls
tendinitis,
golongan infeksi bakteri rupture tendon
quinolon

Paracetamol Antipiretik Meredakan Penyakit hepar


2x1 fls
nyeri
kronis

Omeprazole Proton pump Tukak lambung Peghambat


1x40mg
inhibitor pompa proton

Metrodinazole Aintibiotik 3x1 fls Pencegahan Reaksi toksisitas


infeksi anaerob
seperti
kebingunan

Levemir Insulin kerja 1x20ui Pengobatan Hipoglikemia


panjang
diabetes
mellitus

Novomix Insulin analog Pengobatan Hipoglikemia


12-0-12
Diabetes
campuran Melitus

Tranfusi PRC 2 Darah 1x per Meningkatkan Overload cairan


Kolf tanggal hari
hemoglobin
9/11/22
10/11/22
Simvastatin Sistesis 1x20mg Pengobatan Penderita
penyakit hati
kolesterol koleseterol

Nocid Suplemen 2x1 Memenuhi hiperkalsemia


kebutuhan asam
amino
Asam folat Defisiensi 3x1 Anemia Anemia
pernisiosa
vitamin B9 defisiensi

PENGKAJIAN MASALAH PSIKOSOSIO BUDAYA DAN SPIRITUAL

PSIKOLOGIS
93

Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah : Klien merasa ini sebuah
musibah jadi tidak perlu yang harus disedihkan dan juga klien sudah pernah
mengalaminya.
Cara mengatasi perasaan tersebut : Klien mengatakan cara mengatasinya dengan
banyak berdoa.
Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan : Klien ingin segera pulang dan
membersihkan halaman yang ada dirumah terutama tempat yang memungkinkan
bisa menggenangkan air.
Jika rencana ini tidak dapat dilaksanakan : Klien mengatakan akan berusaha untuk
sembuh
Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada : Klien mengatakan
mengetahui penyakit yang di deritanya.

SOSIAL
Aktifitas atau peran klien di masyarakat adalah : klien kurang bersosialisasi
dengan masyarakat
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai : Klien mengatakan tidak menyukai
kebisingan.
Cara mengatasinya : Klien mengatakan menjauh dari kebisingan
Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya : Klien mengatakan
aktivitas sosial lingkungannya bersifat baik/positif.
BUDAYA
Budaya yang diikuti adalah budaya : Klien mengatakan dirinya keturunan orang
bangka, tetapi selama tinggal di bangka mengikuti budaya kong hu cu.
Keberatan mengikuti budaya tersebut : Klien mengatakan tidak keberatan sama
sekali
Cara mengatasi : Klien mengatakan tidak ada yang perlu diatasi.
SPIRITUAL
Aktifitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari adalah kegiatan keagamaan.
Kegiatannya keagamaan yang biasanya dilakukan adalah kegiatan keagamaan.
Aktifitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan adalah klien megatakan
tidak ada.
Cara mengatasi : Klien mengatakan tidak ada yang perlu diatasi.
Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami :
94

Klien mengatakan ini sebuah musibah, yang penting sudah berusaha berobat yang
lainnya serahkan pada tuhan.

ANALISA DATA
PRE OPERATIF

Nama pasien : Tn. P Diagnosa medis : Abses Pedis, DM,


Anemia
Jenis kelamin : Laki-laki No. Medical record : 00.01.69.98
Kamar/bed : M5/ B2 Hari/tanggal : Rabu, 09 November 2022

No Data senjang Etiologi Masalah Paraf


keperawatan
95

1 DS :Klien mengatakan sakit pada kaki Terjadi injuri Nyeri akut


sebelah kiri bengkak dan nyeri seperti
Merusak jaringan
ditusuk- tusuk, nyeri hilang timbul, nyeri
Abses
yang di rasakan ± 10 menit nyeri semakin
memberat bila di gerakan. Adanya proses
inflamasi Syukrilla
DO : - wajah tampak meringis h, Clara

- skala nyeri 7 (sedang) Mempengaruhi


preceptor nyeri
- pasien tampak gelisah
- TD 140/80 mmHg Adanya respon nyeri

-Nadi 66 kali/menit Nyeri akut


- RR 20 kali/menit
- T 36.8º C
- SPO2: 99%

2 DS : Klien mengatakan badan lemah, DM tipe 2 Resiko ketidakstabilan


glukosa darah
DO : Klien tampak terbaring, akral dingin
- TD 140/80 mmHg Reseptor insulin tidak
berikatan dengan
-Nadi 66 kali/menit
insulin
Syukrilla
- RR 20 x/i h, clara
Glukosa tidak masuk
- SPO2 99%
ke sel
- GDS 211
Kadar gula darah
- Riwayat DM 10 tahun yang lalu meningkat
- Riwayat DM Keluarga
Hiperglikemia
kesadaran composmentis
GCS E4 M6 V5
Resiko
ketidakstabilan
glukosa darah
3 DS : klien mengatakan lemah, keluarga Penyakit kronik Perfusi perifer tidak
mengatakan tampak pucat efektif
Penurunan jumlah sel
DO : CRT 3 detik darah merah
-Konjungtiva anemis
- Hemoglobin 9,8 gr% Suplai 02 ke jaringan Syukrilla
h, clara
menurun
- Warna telapak tangan pucat
- Akral dingin Perfusi perifer tidak
efektif

-
96

4 : DS: Klien mengatakan terdapat luka Abses Resiko Infeksi


pada kaki kiri
DO: terdapat verban di kaki kiri Kuman atau bakteri
- Kulit sekitar luka memerah
- Ukuran luka 10 cm x 6 cm masuk ke dalam luka
- Terdapat pus ± 3 cc Syukrilla
h, clara
- Memar disekitar luka
- Leukosit 16.200/ ul Adanya proses
peradangan

-
Resiko Infeksi

5 DS : Klien mengatakan sulit berjalan Sel darah merah Intoleransi aktifitas


menurun
DO : - Klien beraktifitas di atas tempat
tidur
Peningkatan kadar
- Aktifitas kliendi bantu O2 dalam darah
menurun Syukrilla
- Klien sakit pada kaki yang luka h, clara
bila di gerakan Cerebral

Mudah lelah

Kemampuan bekerja
menurun

Intoleramnsi aktifitas

Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Ketidakstabilan glukosa darah
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
4. Resiko infeksi
5. Intoleransi aktifitas
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kadar hemoglobin
97

3. Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengangangguan toleransi


glukosa darah
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tirah baring

Prioritas masalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan


kadar hemoglobin (D.0009)
3. Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengangangguan toleransi
glukosa darah (D. 0027)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (D.0142)


5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)

NURSING PLANING
PRE OPERATIF

Nama Pasien : Tn. P Diagnosa Medis : Abses pedis


sinistra, Diabetes
melitus, dengan
anemia
Jenis Kelamin : Laki-laki Hari / Tanggal : Rabu, 09 Nov 2022

Kamar/Bed : M5/B2 Shif : Sore

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
98

Tingkat nyeri Manajemen nyeri (I.08238)


1 Nyeri akut
berhubungan (L.08066) Setelah Observasi
dengan agen dilakukan tindakan  Identifikasi skala
pencedera fisologis
keperawatan 3 x 24 nyeri
ditandai dengan
tampak jam diharapkan  Identifikasi respons
meringis(D.0077) nyeri non verbal
pengalaman sensorik
- Skala 7  Identifikasi lokasi,
atau emosional actual
- Terdapat identifikasi,
luka pada atau fungsional,
durasi, frekuensi
kaki kiri dengan onset kualitas, intensitas
- Klien tampak mendadak atau lambat nyeri
gelisah
dan berintensitas  Monitor efek samping
- Sulit di
gerakan ringan hingga berat penggunaan analgetik

- Nyeri dan konsen menurun


Terapeutik
dirasakan atau membaik dengan
sperti di  Berikan
tusuk- tusuk kriteria hasil: nonfarmakologis untuk
 Keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri
menurun (Mis.TENS, hipnosis,
 Meringis menurun akupresur, terapimusik
 Gelisah menurun dll.)
 Kesulitan tidu  Kontrol lingkungan
rmenurun yang memperberat rasa
 Keteganga notot nyeri (Mis. Suhu
menurun ruangan, pencahayaan,
 Anoreksia menurun kebisingan)
 Mual menurun  Fasilitasi istirahat dan
 Muntah menurun
99

tidur

Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
 Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian analgetik,
jikaperlu
Setelah dilakukan Perawatan
2 Perfusi perifer
tidak efektif tindakan keperawatan Sirkulasi (I.02079)
berhubungan
3x24jam diharapkan Observasi
dengan penurunan
kadar hemoglobin perfusi perifer  Periksa
ditandai dengan
meningkat(L.02011) sirkulasi
CRT = 3 Dengan kriteria hasil: perifer
detik(D.0009)  Warna kulit pucat
HB 9,8gr%  Identifikasi factor
menurun
- Akral dingin Risiko gangguan
-kunjungtiva anemis  Kelemahan otot sirkulasi
- telapak tangan pucat menurun
 Monitor panas,
 Edema perifer kemerahan, nyeri atau
menurun bengkak pada
 Pengisian kapiler ekstremitas
meningkat Teraupetik
 Hindari pemasangan
atau pengambilan
100
101

Darah diarea
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan hidrasi

Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan hidrasi

Ketidakstabilan
3 Ketidakstabilan ManajemenHiper
glukosa darah kadar glukosa darah
glikemia
berhubungan
(L.03022)
dengan gangguan (I.03115)
toleransi glukosa Setelah dilakukan
darah ditandai tindakan keperawatan Obesrvasi
dengan
3 x 24 jam diharapkan  Identifikais
kadarglukosa
dalam darah Kestabilan kadar Kemungkina
tinggi (211 mg/dl
glukosa darah npenyebab
(D.0027)
membaik dengan hiperglikemi
- Pasien
lemas kriteria hasil: a
- Akral  Kesadaran cukup  Idenitfikasi
dingin meningkat status yang
- Riwayat  Mengantuk sedang menyebabkan
keluarga
 Pusing cukup kebutuhan
menurun insulin
 Lelah atau lesu meningkat
cukup menurun missal
 Rasa haus sedang penyakit
 Kadar glukosa kambuhan
dalam darah  Monitor kadar
cukup membaik glukosa darah,
jika perlu
 Monitor dan gejala
102

hierglikemia (mis
poliuria
polidipsia,polifagia,k
elemahan)
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor urin,
kadaran analisa gas
darah,eletrolit,
tekanan darah
ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
 Berikan asupan
cairan oral
 Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
 Fasilitasi ambulasi
jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi
 Anjurkan
menghindari olahrag
asaat kadar glukosa
darah lebih dari
250mg/dl
 Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
 Ajarkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga

 Kolaborasi
103

 Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
 Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
 Kolaborasi
pemberian
kalium, jika
perlu

Resiko infeksi Integritas kulit dan


4 Pencegahan infeksi
berhubungan jaringan (L.14125)
setelah dilakukan (I.14539)
dengan penyakit
kronis tindakan keperawatan Obesrvasi
(D.0142) 3 x 24 jam diharapkan
 Monitor tanda dan
Ditandai dengan Intergritas kulit dan
- Terdapat luka gejala infeksi local
pada kaki kiri jaringan normal dengan
dan sistemik
- Terdapat pus kriteria hasil:
- Warna Terapeutik
kemerahan  Kerusakan
- Oedema sekitar jaringan menurun  Batasi jumlah
luka pengunjung
 Kerusakan lapisan
kulit menurun  Berikan perawatan

 Nyeri berkurang kulit pada area


edema
 Suhu kulit normal
 Cuci tangan sebelum
 Perfusi
dan sesudah kontak
jaringan
dengan pasien dan
normal
lingkungan pasien
 Pertahankan tehnik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
 Anjarkan cara
mencuci tangan
104

Denga benar
 Anjurkan etika batuk
 Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkat
kan asupan nutrisi
 Anjukan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jikaperlu

Intoleransi Aktifitas Setelah dilakukan Manajemen


5
berhubungan tindakan keperawatan energy (I.005178)
dengankelemahan(D selama 3x24 jam Observasi
.0056) ditandai diharapkan intoleransi  Identifikasi
dengan aktivitas meningkat gangguan fungsi
- Tirah baring (L.05047) dengan tubuh yang
- Aktivitas kriteria hasil: mengakibatkan
dibantu  Kemudahan kelelahan
beraktivitas  Monitor pola jam
seharimeni tidur
ngkat  Monitor
 Kekuatan kelelahan fisik
tubuh bagian dan emosional
atas dan Terapeutik
bawah  Sediakan
meningkat lingkungan yang
 Keluhan  Nyaman
lelah Lakukan rentang
menurun gerak aktif dan
pasif\berikan
aktivitas distraksi
yang
105

menenangkan
 Fasilitas duduk
disisi tempat
tidur
Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
 Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
meningkatkan
asupan makanan

Anda mungkin juga menyukai