Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN KEPERAWATAN MUCUCELE DI RUANG BEDAH
RSUD Dr. R. SOEDJONO SELONG KABUPATEN LOMBOK TIMUR

OLEH :

LALU M KARTAYADI AL

NIM.032001DI7045

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT


DINAS KESEHATAN
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
2017/2018
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Hari :

Tanggal :

Disetujui Oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(............................................) (............................................)
II. KONSEP DASAR MOCUCELE

A. Pengertian.
Mukokel merupakan sebuah lesi pada mukosa mulut yang dihasilkan dari sebuah
perubahan kelenjar ludah minor karena akumulasi saliva. Lesi dapat muncul di seluruh
permukaan mukosa mulut yang terdapat kelenjar ludah (Ata-Ali J et al, 2012). Mukokel
berasal dari bahasa latin yaitu mucus dan cocele yang berarti kavitas (Yagüe-García et al.,
2009). Mukokel jarang terjadi pada bibir atas, retromolar pad atau palatum. Mukokel
mungkin terjadi pada semua usia, paling sering pada usia 20 sampai 30 tahun (Gupta,
2007).

Diagnosis klinis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang benar,salah satunya


dengan mengetahui riwayat trauma sebelumnya. Terdapat dua jenis mukokel, yaitu
ekstravasasi dan retensi. Lokasi yang paling umum dari mukokel ekstravasasi adalah bibir
bawah, sementara mukokel retensi dapat ditemukan di bagian mukosa mulut lainnya.
Secara klinis dapat dilihat pembengkakan lunak, kebiruan dan transparan yang biasanya
sembuh secara spontan (Ata-Ali J et al, 2012). Beberapa mukokel dapat pecah dan
meninggalkan luka erosi yang sedikit menyakitkan yang kemudian sembuh dalam
beberapa hari (Gupta, 2007).
B. ETIOLOGI

Berdasarkan etiopathogenesisnya, mukokel terbagi dua yaitu: mukokel ekstravasasi


(umum), yang dihasilkan dari pecahnya saluran karena trauma dan tumpahnya mucin ke
dalam jaringan lunak di sekitarnya; dan mukokel retensi (jarang), yang biasanya terjadi
akibat pelebaran duktus akibat obstruksi duktus. Insidensi mukokel ekstravasasi yaitu pada
dekade kedua dan ketiga, sedangkan jenis retensi lebih sering terjadi pada kelompok usia
yang lebih tua (Laskaris, 2006).

Mucus secara eksklusif diproduksi oleh kelenjar ludah minor dan juga merupakan
zat yang paling penting yang disekresikan oleh kelenjar ludah major. Mukokel dapat timbul
oleh mekanisme ekstravasasi atau retensi. Mucoceles ekstravasasi disebabkan oleh
bocornya cairan dari saluran jaringan sekitarnya. Jenis mukokel umumnya ditemukan pada
kelenjar ludah minor. Trauma fisik dapat menyebabkan kebocoran sekresi saliva ke
jaringan di sekitarnya submukosa.

Jenis mukosel retensi umumnya terjadi pada kelenjar ludah major. Hal ini
disebabkan oleh dilatasi duktus yang disebabkan oleh sialolith atau mukosa padat (Ata-Ali
et al., 2010). Hal ini tergantung pada obstruksi aliran saliva dari aparatus sekresi dari
kelenjar (Flaitz dan Hicks, 2006).

1. Ekstravasasi Mukus

Penyebab ekstravasasi mukus yaitu trauma pada saluran ekskretoris kelenjar ludah,
sehingga mukus terekstravasasi ke dalam jaringan ikat di sekitarnya. Reaksi inflamasi
neutrophil diikuti oleh makrofag terjadi kemudian. Jaringan granulasi membentuk dinding
mengelilingi genangan mucin, dan kemudian kelenjar ludah mengalami perubahan
inflamasi. Pada akhirnya, terbentuk jaringan parut di sekitar kelenjar (Regezi, 2008).

Ekstravasasi mukus muncul sebagai sebuah massa halus, relatif tanpa rasa saki
dan memiliki ukuran mulai dari beberapa milimeter sampai 2 cm. Pada mucin superfisial,
lesi tampak berwarna kebiruan. Remaja dan anak-anak lebih sering terkena daripada
orang dewasa. Lesi dapat pecah dan produksi mucin yang berlanjut dapat menyebabkan
kekambuhan. Ukuran maksimal biasanya dicapai dalam beberapa hari setelah trauma
(Regezi, 2008).

2. Retensi Mukus

Retensi mukus dihasilkan karena adanya obstruksi duktus yang disebabkan oleh
adanya sialolithiasis, bekas luka pada periduktus atau tumor yang invasif. Penyempitan
duktus membuat aliran saliva tidak dapat mengalir dengan baik, kemudian terbentuklah
gelembung duktus yang tampak seperti pembengkakan mukosa. Obstruksi duktus dapat
juga menyebabkan pembesaran glandula salivarius.

Retensi mukus lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan kista ekstravasasi,
biasanya terjadi pada pasien usia tua dan jarang ditemukan pada bibir bawah. Daerah yang
paling sering terkena adalah bibir atas, palatum, pipi, dasar mulut, dan sinus maksilaris.

Penyempitan duktus dapat terjadi pada pasien yang senang berkumur dengan obat
kumur yang mengandung hidrogen peroksida, obat kumur penghilang bau mulut, atau
larutan antiplak, yang dapat mengiritasi duktus. Pasta gigi yang mengandung tartar juga
dapat menyebabkan iritasi pada duktus.

Retensi mukus tampak mirip dengan kista ekstravasasi, keduanya dibatasi oleh
epitel duktus yang dilapisi sel kolumnar atau kuboidal. Rongga kista mengandung sel
mukus atau fragmen sialolithiasis dan jaringan ikat kista tampak mengalami inflamasi.

C. PENATAKLASANAAN

Penatalaksanaan untuk kasus mukokel yaitu ekstirpasi mukosa dan sekitarnya,


jaringan kelenjar kemudian ke lapisan otot. Pengobatan tidak diperlukan pada mukokel
superfisial yang menghilang dengan sendirinya. Pada kasus mucoceles lebih besar,
marsupialisi dilakukan akan menghindari kerusakan struktur vital.

Secara klinis tidak ada perbedaan antara kedua jenis mukokel, dan karena itu
diperlakukan dengan cara yang sama. Namun ketika obstruksi mukokel retensi terdeteksi
pengobatan melibatkan pengambilan bagian puncak kista (Ata-Ali J et al, 2012).
Setelah dilakukan anastesi lokal, dibuat insisi berbentuk elips di mukosa sekitar
untuk memfasilitasi diseksi pada lesi. Dinding superior kista digenggam bersama dengan
mukosa di atasnya dan dipisahkan dari jaringan sekitarnya menggunakan gunting. Selama
pembedahan kista harus diambil dengan hati-hati, karena kista bisa dengan mudah pecah
dan mengerut, yang akan mepersulit pengangkatan lesi. Setelah pengangkatan lesi, mukosa
pada jaringan yang diinsisi dijahit (hanya pada mukosa), untuk menghindari cedera pada
kelenjar ludah.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. pengkajian
1. Biodata
2. Umur
3. Alamat
4. Pekerjaan
5. Nama orang tua
6. Jenis kelamin
7. Dll
- Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh si pasien pada saat perawat mengkaji.
- Riwayat perkembanga
- Riwayat keperawatan
- Riwyat keluarga
- Pemeriksaan fisik meliputi, mata, hidung, kulit jari dan kuku.
- Riwayat lingkungan
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola nutrisi metabolic
- Pemeriksaan fisik
-
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Cemas berhubungan dengan prosudur pembedahan
2. Kurang pengatahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
4. Ketidak simbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Cemas berhubungan dengan prosudur pembedahan
Tujuan kreteria Intervensi Rasional
Setelah dilakuakan asuhan 1. Obserpasi tanda 1. Untuk mengatahui
keperawatan selama 3x24 jam vital pada fisik pada pasien
dengan kreteria hasil: pasien 2. Dengan ditemani
- Klien 2. Temani klien perawat kecemasan
tamapak untuk pasien berkurang
tenang meningkatkan 3. Sikap perawat dapat
- Rasa keamanan meningkatkan
takutnya 3. Turunkan kepercayaan diri
berkurang stimulus 4. Suasan tenang dapat
- Siap untuk kecemasan mengurangi
menjalankan 4. Jaga stimulus pasien
operasi ketenanngan
pasien

b. Kurang pengatahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan kreteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan asuhan 1. Jelaskan mengenai 1. Pengatahuan
keperawatan selama 3x24 jam jadwal operasi tenntang
Dengan kereatria hasil: 2. Jelaskan durasi lokasi operasi
- Klien tenang tenntang operasi 2. Durasi
dan nyaman operasi dapat
- Klien 3. Identifikasi menenangkan
tampak siap kecemasan klien pasien
menjalani 4. Obserpasi tanda vital 3. Tingkat
operasi pada pasien kecemasan
pasien klien
untuk
mengatahui
kesiapan
klien operasi

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

Tujuan kreteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri durasi 1. Membantu
keperawatan selama 3x24jam lokasi dan itensitas menentukan
dengan kretria hasil : 2. Mengukur tanda vital pilihan
- Nyeri pada pasien intervensi dan
berkurang 3. Ciptakan suasana yang memberikan
- Wajah nyaman dasar untyut
klien 4. Kolaborasi dengan perbandingan
tampak dokter untuk pemberian evaluasi.
normal analgetik. 2. Untuk
tidak sakit mengatahui
- Klien nyeri kondisi vital
berkurang pasien
bekas 3. Lingkungan
operasi yang tenang
dapat
mengurangi
kecemasan
pada pasien
4. Analgetik
dapat
mengurangi
rasa nyeri
d. Ketidak simbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Rencana tindakan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda vital 1. Untuk memantau
keperawatan selama 3x24 jam pada pasien keadaan pasien
pasien mampu memenuhi 2. Bantu pasien 2. Membantu pasien
kretria : makan jika tidak makan
- Peningkatan mampu 3. Meningkatkan nafsu
status 3. Anjurkan pasien makan
nutrisi makan sedikit 4. Mengurangi rasa
- Peningkatan tapi sering nyaman
berat badan 4. Hindari pasien
batasan memakan
waktu makanan yang
mengandung
banyak gas
5.

D. EVALUASI
1. Pasien tidak merasa cemas lagi
2. Rasa nyeri berkurang
3. Pengatahuan pasien terpenuhi
4. Nutrisi pasien normal
DAFTAR PUSTAKA

Ata - Ali, J ; et al. 2010. Oral Mucocele: Review of the Literature. J Clin Exp Dent 2(1): e 10-13

Fragiskos, D. 2007. Oral Surgery. Heidelberg : Springer

Gupta, Bhavna; et al. 2007. Mucocele : Two Case Reports. J Oral Health Comm Dent 1(3): 56-
58

Laskaris. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease. Stuttgart : Thieme

Marx, Robert E; Stern, Diane. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology - 1st ed. Illinois :
Quintessence Publising.

Regezi, Joseph A; et al. 2003. Oral Pathology. Missouri : Saunders

Anda mungkin juga menyukai