Anda di halaman 1dari 11

BIDANG ILMU PENYAKIT MULUT

LAPORAN KASUS
ULKUS TRAUMATIK

Dosen Pembimbing:
drg. Rinawati Satrio, M.Si

Disusun Oleh:
Hana Belinda Katriani
G4B017008

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2019
A. DEFINISI

Ulkus atau ulser adalah hilangnya seluruh ketebalan jaringan epitel yang sering berdampak

cekungan dan memiliki batas tegas, kasus ulkus seringkali ditemukan pada rongga mulut.

Prevalensi ulkus di rongga mulut rata-rata berkisar antara 15-30%. Kejadian ulkus di rongga

mulut cenderung pada wanita usia 16 – 25 tahun dan lebih jarang terjadi pada usia di atas 55

tahun. Ulkus juga dapat diartikan sebagai kerusakan epitel rongga mulut yang menyebabkan

terbukanya ujung saraf bebas pada lamina propia dan menyebabkan sakit pada penderita,

sedangkan traumatik merupakan suatu kejadian yang berhubungan dengan adanya trauma

(Regezi, dkk., 2012). Ulkus traumatik dapat terjadi pada usia berapapun dan jenis kelamin

apapun. Adanya ulkus di rongga mulut dapat menjadi sebuah gejala dari penyakit sistemik dalam

tubuh, dimana dapat disebabkan karena berbagai faktor seperti trauma (mekanik atau kimia),

infeksi (bakteri, virus, jamur atau protozoa), gangguan sistem imun (imunodefisiensi, penyakit

autoimun, ataupun alergi) defisiensi zat makanan tertentu (vitamin C, B12, zat besi atau zinc)

serta kelainan sistemik lainnya (Glick, 2015).

B. ETIOLOGI

Ulkus traumatik dapat terjadi di beberapa lokasi di rongga mulut, yakni di mukosa pipi, bibir,

tepi lidah, dan palatum. Ulkus traumatik merupakan kondisi diskontinuitas jaringan yang meluas,

berawal dari dermis hingga bagian subkutis dan selalu terjadi pada kondisi patologis. Etiologi

ulkus traumatik dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Trauma kimia: pemakaian aspirin, fenol, perak nitrat, hydrogen peroksida.

2. Trauma mekanik: terkena sikat gigi, makanan yang kasar dan tajam, tergigit, klamer dari

gigi tiruan lepasan, tepi restorasi yang tidak dilakukan finishing.

3. Elektrik: sengatan listrik.

1
4. Thermal: makanan atau minuman panas, CO2 dingan (dry ice) (Thompson, 2011).

5. Iatrogenik: pengaplikasian etsa gigi yang mengenai mukosa atau pada penggunaan

hidrogen peroksida dalam prosedur perawatan endodontik yang mengenai mukosa, trauma

saat penggunaan cotton roll kering, saliva ejector, rotary instrument dan alat kedokteran

gigi yang masih panas lalu mengenai mukosa (Mohanad, 2013).

C. MANIFESTASI KLINIS

Ulkus traumatik merupakan lesi yang sering terjadi dan mempunyai gambaran khas berupa

ulkus tunggal, lunak saat disentuh dan bentuknya tidak teratur. Bentuk lesi dapat bervariasi,

berbentuk bulat hingga sabit dengan dasar lesi berwarna merah atau putih kekuningan dan tepi

kemerahan. Ukuran lesi tergantung pada durasi, intensitas dan tipe trauma yang menyebabkan

iritasi. Ulkus traumatik sering terjadi pada mukosa bagian labial dan bukal karena posisi tersebut

terletak berdekatan dengan daerah kontak oklusi gigi sehingga lebih sering mengalami gigitan

pada waktu gerakan pengunyahan (Birnbaun dan Stephen, 2010). Gambaran klinis ulkus

traumatik berupa ulser yang menunjukkan dalam inflamasi akut, meliputi beragam derajat nyeri,

kemerahan, dan pembengkakan, sebagai berikut.

1. Ulkus kuning-kelabu, berbagai ukuran dan bentuk.

2. Ulkus seringkali cekung dan biasanya berbentuk oval dengan tepi eritematosus.

3. Muncul pada mukosa bibir dan pipi, tepi lidah, dan palatum durum (Singer dan Clark,

1999).

2
Gambar 1. Manifestasi klinis ulkus traumatik (Herawati dan Dwiarie, 2019)

Ulser traumatik secara klinis dapat dibedakan menjadi ulser akut dan kronis. Ulser akut

biasanya terasa sakit, dan terdapat riwayat trauma.Bentuk ulser tidak spesifik tergantung dari

penyebabnya dan memiliki dasar putih kekuningan dibatasi margun eritema. Ulser traumatik

akut ini gambaran lesinya sangat mirip dengan lesi stomatitis aftosa rekuren dan lesi-lesi akibat

penggunaan radioterapi. Sedangkan ulser kronis biasanya tidak sakit atau adanya rasa sakit

ringan dan terkadang pasien tidak mengetahui penyebab trauma. Permukaan ulser terlihat dasar

putih kekuningan dan terdapat indurasi pada bagian margin (Mohanad, 2013).

Gejala ulkus traumatik dapat berupa ketidaknyamanan dalam 24 – 48 jam sesudah trauma

terjadi dan gambaran lesi bergantung pada faktor iritannya. Secara klinis lesi tersebut seperti oral

squamous carcinoma (OSC) dan ulser infeksius. Gambaran histopatologi ulser akut

menunjukkan pada permukaan ulser terdapat jaringan fibrin dan banyak neutrophil. Dasar ulser

mengandung kapiler yang mengalami dilatasi dan jaringa granulasidan fibrin clot. Ulser kromis

pada bagian dasarnya terdapat jaringan granulasi dan jaringan parut (fibrosis). Regenerasi epitel

akan terhambat jika masih terdapat iritasi pada daerah tersebut. Penyembuhan ulkus dapat terjadi

dalam waktu 10 – 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan (Mohanad, 2013).

3
D. DIAGNOSIS BANDING

Penentuan diagnosis ulkus traumatik perlu dilakukan anamnesa lengkap dan megidentifikasi

faktor penyebab trauma. Operator harus menanyakan mengenai riwayat terjadinya ulkus yaitu

waktu lesi muncul, durasi, rekurensi, jumlah lesi, dan riwayat trauma. Selain itu juga operator

harus menanyakan riwayat medis termasuk obat-obatan yang dikonsumsi, dan riwayat keluarga

(Glick, 2015).

Diagnosis banding untuk ulkus traumatik adalah stomatitis aftosa rekuren (SAR) (Thompson,

2011). Stomatitis aftosa rekuren merupakan ulser berbentuk bulat atau oval permukaannya

ditutupi jaringan nekrotik yang disebut dengan pseudomembran, dan tampak cekung, margin

ulkus regular berwarna eritem. Secara klinis, SAR dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran lesi

menjadi tiga tipe yaitu minor yang berdiameter kurang dari 10 mm, mayor lebih dari 1 cm dan

herpetiform kurang dari 1 mm (Belenguer-Guallar, dkk., 2014).

Gambar 2. Manifestasi klinis stomatitis aftosa rekuren (Doare, dkk., 2014)

E. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan ulkus traumatic dapat dilakukan dengan pemberian obat yang

bersifat farmakologis dan non farmakologis yang bertujuan menjaga kebersihan mulut,

mengganti obat yang menimbulkan reaksi alergi, mencegah infeksi sekunder dan timbulnya

4
jamur serta mengurangi peradangan. Terapi ulkus traumatik dengan cara menghilangkan

penyebab lokal bila perlu dengan menggunakan obat-obatan secara topikal seperti kortikosteroid

untuk mengurangi peradangan, obat kumur mengandung antiseptik seperti klorheksidin

gluconate 0,2% atau benzidamin hidroklorid, diklonin. Sediaan kimiawi (farmakologis) yang

beredar dipasaran saat ini adalah sediaan bahan yang mengandung PVP (polivinilpirolidon) yang

berfungsi membentuk suatu lapisan tipis diatas ulkus sehingga menutupi dan melindungi akhiran

saraf yang terbuka. Pasien juga diinstruksikan untuk mengkonsumsi multivitamin yang

mengandung vitamin B12, asam folat, dan mineral yaitu zat besi dan zinc, juga disarankan

asupan nutrisi tinggi protein (Lewis dan Jordan, 2004).

Salah satu obat kortikosteroid yang digunakan pada ulkus traumatic ialah triamcinolone

acetonide. Triamcinolone acetonide adalah kortikosteroid yang mempunyai efek untuk

mengurangi tanda dan gejala inflamasi pada mukosa oral. Kortikosteroid bekerja dengan cara

menghambat fosfolipase A2 sehingga menghambat sintesis asam arakidonat. Asam arakidonat

merupakan precursor dari prostaglandin dan leukoterin yang menyebabkan timbulnya tanda-

tanda inflamasi seperti rubor, kalor, tumor, dan dolor. Konsentrasi triamcinolone acetonide

paling efektif ialah 0,1% dan disarankan untuk diaplikasikan langsung pada ulkus (Ramamoorthy

dan Cidlowski, 2017).

Vitamin B12, asam folat, dan zat besi dibutuhkan untuk metabolisme protein , lemak, dan

karbohidrat, serta sintesis DNA, hemoglobin juga hematopoises. Protein adalah molekul

kompleks tersusun dari asam amino yang memiliki peranan penting untuk tubuh manusia.

Protein tersebut dibutuhkan untuk membentuk struktur sel seperti DNA dan regulasi sel yaitu

pada saat pembelahan sel sehingga terjadi regenerasi sel dengan demikian akan mempercepat

penyembuhan ulkus (Ramamoorthy dan Cidlowski, 2017).

5
LAPORAN KASUS

A. Identitas

1. Nama : Firda Aziza

2. Usia : 25 tahun

3. Alamat : Jepara

B. Pemeriksaan Subjektif

1. CC : Pasien datang ke RSGMP Unsoed ingin memeriksakan sariawan pada

sudut bibir dalamnya

2. PI : Pasien sakit saat makan, luka sariawan muncul setelah pasien melakukan

odontektomi

3. PDH : Pernah melakukan pencabutan gigi bungsu bawah kanan

4. PMH : Tidak ada keluhan

5. FH : Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan keturunan

6. SH : Mahasiswi

C. Pemeriksaan Objektif

Terdapat ulkus di sudut mulut kanan berbentuk irreguler, berjumlah single, diameter 3

mm, berwarna putih berbatas tegas garis kemerahan.

D. Gambaran Klinis

Gambar 3. Ulkus traumatik pada kunjungan pertama

6
E. Diagnosa Banding
Stomatitis aftosa rekuren

F. Diagnosa Akhir
Ulkus traumatik

G. Penatalaksanaan Kasus
Penatalaksanaan kasus ulkus traumatik pada prinsipnya adalah menghilangkan

penyebabnya. Berdasarkan letak lesi dan keterangan pasien, etiologi dari ulkus traumatik

ini ialah iatrogenik. Pasien datang ke RSGM dalam kondisi lesi ulkus traumatik yang

sudah menutup lukanya sehingga tidak diberikan medikasi. Namun pasien diedukasi

untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi vitamin C. Salah satu fungsi

vitamin C adalah pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang

mempengaruhi integritas struktur di semua jaringan ikat sehingga vitamin C berperan

dalam penyembuhan luka. Selain itu, vitamin C berfungsi mencegah infeksi karena dapat

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Pemberia Dental Health Education

yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang diderita yaitu

ulkus traumatik. Pasien dianjurkan mengkonsumsi sayur dan buah-buahan untuk

mencegah terjadinya luka serta mempercepat penyembuhan.

Kunjungan kedua, yaitu 1 minggu kemudian terlihat ulkus mengalami

penyembuhan (Gambar 4). Pasien diinstruksikan agar tetap menjaga kebersihan rongga

mulut serta rutin mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.

7
Gambar 4. Ulkus traumatik saat kunjungan kedua (kontrol)

Saat kontrol 1 minggu, telah terjadi perbaikan yang ditandai dengan hilangnya

rasa sakit pada ulkus. Eritem pada margin ulkus telah memudar.

H. Pembahasan
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil dari pemeriksaan subjektif dan objektif.

Pasien pada kasus ini didiagnosis menderita ulkus traumatik pada sudut mulut kanan

terkait trauma iatrogenik berasal dari faktor mekanis yang diduga akibat ketidak hati-

hatian praktisi pada saat prosedur odontektomi. Penggunaan bur tulang diduga

mengenai sudut mulut kanan sehingga menimbulkan cedera pada jaringan lunak dan

menimbulkan inflamasi atau lesi erosif.

Pada pemeriksaan intra oral, terdapat ulkus di sudut mulut kanan berbentuk

irreguler, berjumlah single, diameter 3 mm, berwarna putih berbatas tegas garis

kemerahan. Margin ulkus terlihat eritem menunjukkan terjadinya inflamasi, dan margin

berbentuk irreguler menunjukkan penyebab ulkus adalah trauma. Gambaran klinis ini

berbeda dengan gambaran klinis stomatitis aftosa rekuran yang menunjukkan margin

ulkus reguler dan berbentuk oval atau bulat.

8
Prinsip perawatan ulkus traumatik yakni dengan menghilangkan penyebabnya

(Schemel-Suarez, dkk., 2015). Pada kasus ini, penyebab utama terjadinya ulkus adalah

alat yang digunakan saat prosedur odontektomi yakni bur tulang. Pasien datang

memeriksakan ulkusnya pada saat 4 hari setelah odontektomi sehingga lesi sudah

menutup namun gambaran klinis ulkus masih terlihat. Pasien tidak diberikan medikasi,

namun diedukasi untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi vitamin C

dan multivitamin.

Perbaikan terlihat pada kontrol 1 minggu. Perbaikan terjadi karena bekurangnya

prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Hal ini ditunjukkan dengan hilangnya eritem

pada margin ulser dan adanya regenerasi sel epitel rongga mulut. Pada lesi yang cukup

besar yaitu lebih dari 10 mm membutuhkan waktu yang cukup lama untuk regenerasi

sel yaitu hingga 4 minggu (Glick, 2015).

9
DAFTAR PUSTAKA

Belenguer-Guallar, I., Jimenez-Soriano, Y., Claramunt-Lozano, A., 2014, Treatment of

Recurrent Aphthous Stomatitis: A literature review, J Clin Exp Dent, 6(2): 168-174.

Birnbaun, W., Stephen, M.D., 2010, Oral Diagnosis: The Clinician’s Guide, EGC, Jakarta.

Doare, K.L., Hullah, E., Challacombe, S., Menson, E., 2014, Fifteen-minute Consultation: A

Structured Approach To The Management of Recurrent Oral Ulceration in a Child, Arch

Dis Child Educ Pract, 99: 82-86.

Glick, M., 2015, Burket Oral Medicine 12th Edition, Peoples’s Medical Publising House, USA.

Herawati, E., Dwiarie, T.A., 2019, Temuan Klinis dan Manajemen Kasus Ulserasi Rongga Mulut

Terkait Trauma Iatrogenik, J.Ked Gi Unpad, 31(2): 102-107.

Mohanad, J., 2013, Prevalence of Oral Mucosal Lesions in Patients Attending College of

Dentistry-Basrah University, Najm BDS, 10(1): 116-123.

Lewis dan Jordan, 2004, A Colour Handbook of Oral Medicine, Manson Publishing, London.

Ramamoorthy, S., Cidlowski, J.A., 2017, Corticosteroids Mechanism of Action in Health an in

Disease, HHS Public Access, 42(1): 15-31.

Schemel-Suarez, M., Lopez-Lopez, J., Chimenos-Kustner, E., 2015, Oral Ulcer: Differential

Diagnosis and Treatment, Med Clinica, 145(11): 499-503.

Regezi, J.A., Scuibba, J.J., Jordan, R.C.K., 2012, Oral Pathology: Clinical Pathologic

Correlations, Elsevier, London.

Singer, A.J., Clark, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing, The New England Journal of

Medicine, 341: 738-746.

Thompson, L.D.R., 2011, Pathology Clinic Oral Traumatic Ulcer, Ear Nose Throat J, 90(11):

518-534.

10

Anda mungkin juga menyukai