Anda di halaman 1dari 43

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER

(ADHD)

PENDAHULUAN
ADHD singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder yang secara harafiah
terjemahannya

gangguan

defisit

perhatian

hiperaktifitas.

Merupakan

gangguan

neurobehavioral yang paling umum pada masa anak-anak. ADHD melibatkan gangguan
dalam perhatian, pengaturan diri, tingkat aktivitas, dan pengendalian impuls. Gangguan ini
ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu
yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak
lain yang seusia, biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif.
Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi
maupun komunikasi.1,2
Laporan terbaru Survei Nasional Kesehatan Anak, ADHD termasuk yang paling
sering didiagnosis sebagai gangguan di masa anak-anak. Sementara pada populasi umum
diperkirakan pada anak berusia 6-17 tahun menunjukkan adanya tingkat prevalensi 8, 8
persen, tingkat insiden berkisar antara 3 sampai 11 persen. Tingkat prevalensi untuk
ketidakmampuan belajar, dapat ditemukan sebanyak 11, 5 persen dari populasi usia sekolah,
yang merupakan gangguan paling umum pada masa anak-anak. Penelitian epidemiologi pada
anak-anak prasekolah menunjukkan sebanyak 1, 0-5, 7 persen anak memiliki ADHD. Data
dari The Center for Disease Control (CDC) menunjukkan bahwa mereka yang didiagnosis
dengan ADHD, sedikit lebih dari setengahnya menerima pengobatan.1
Di Amerika Serikat diperkirakan ADHD terdapat pada 5% dari populasi Amerika
Serikat, termasuk 8% dari anak laki-laki Amerika dan 2% anak dari gadis Amerika.
Prevalensi di negara lain (tidak dipisahkan berdasarkan jenis kelamin) umumnya dalam
kisaran dari 5% sampai 10%, seperti di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 510%. Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD
pada anak usia sekolah berkisar antara 4% hingga 12 %. Pada populasi umum didapatkan
perilaku umum yang konsisten dengan ADHD 9,2% ( 8% - 13,6%) pada laki laki dan 2,9%
(1,9% - 4,5%) pada perempuan.3

DEFINISI
ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder =
gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktifitas.
ADHD adalah gangguan perilaku, dengan karekteristik pola perilaku yang terdapat
pada banyak situasi (seperti, di rumah dan sekolah), yang memberikan dampak sosial,
pendidikan atau pekerjaan. Gejala utama ADHD adalah inatensi (gangguan pemusatan
pemikiran), hiperaktifitas dan impulsif, termasuk perilaku yang tidak dapat memberikan
perhatian pada detail, kesulitan dalam mengatur tugas dan kegiatan, suka berbicara
berlebihan, gelisah atau ketidakmampuan utuk diam pada situasi yang seharusnya.2,4
Anak-anak dengan ADHD biasanya mengalami masalah fungsional yang signifikan,
seperti mengalami kesulitan di sekolah, nilai akademik yang dibawah rata-rata, gangguan
hubungan interpersonal dengan anggota keluarga lainnya dan teman sebaya, dan mempunyai
rasa percaya diri yang rendah.

ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan

hiperaktifitas.3

ETIOLOGI
Meskipun ada banyak teori, tidak ada satu pun etiologi untuk ADHD yang telah
dibuktikan. Sejumlah faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan otak dan perilaku
anak dapat menyebabkan gejala ADHD. Faktor risiko ini termasuk faktor genetik, dan
berbagai pengaruh lingkungan pada perkembangan otak (misalnya, merokok dan alkohol).1,6
Faktor Genetik
Faktor genetik terlibat dalam ADHD, tapi mekanisme sepenuhnya belum dipahami.
Penelitian ADHD mendukung adanya konstribusi genetik yang kuat pada gangguan ini,
dengan heritabilitas berkisar 60% sampai 90%.
Terdapat bukti kuat bahwa ada interaksi antara genetika dan lingkungan yang
mempengaruhi bagaimana ADHD termanifestasi. Analisis data yang dilaporkan dari 20 studi
heritabilitas kembar dengan ADHD menunjukkan bahwa rata-rata tingkat heritabilitas sekitar
76%, dengan studi melaporkan di mana saja dari 60% menjadi lebih dari 95% heritabilitas.
Variasi dalam nilai heritabilitas mungkin karena perbedaan dalam cara penelitian
2

mendefinisikan dan mengklasifikasikan ADHD, perbedaan lingkungan, dan perbedaan dalam


tingkat komorbiditas. Misalnya, perkiraan heritabilitas berasal dari penelitian pada kembar
menggunakan kriteria DSM-IV untuk mendiagnosis ADHD seringkali menjadi sangat tinggi
(90-95%), sedangkan penelitian pada kembar menggunakan metode empiris (yaitu, Child
Behaviour Checklist Scale atau the Conner Rating scales) untuk mengidentifikasi adanya
ADHD melaporkan tingkat pengaruh genetik lebih rendah sekitar 60-70%.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa faktor dominasi genetik dapat terdiri dari 48
persen dari model ADHD, faktor genetik tambahan 30%, dan faktor lingkungan yang unik
berkontribusi 22% dari model ADHD. Temuan ini menyebabkan para peneliti berdebat untuk
penggunaan model dimensi untuk mengidentifikasi masalah perhatian. Ini memungkinkan
untuk variasi fenotipik dan mengandalkan data normatif untuk perbandingan yang mungkin
mengurangi perkiraan bias penilai yang besar pada gejala kriteria ADHD dalam penelitian
pada kembar heritabilitas dan memungkinkan kita untuk lebih menentukan dominasi genetik.
Lainnya nongenetik, faktor risiko lingkungan (konsumsi alkohol ibu dan merokok selama
kehamilan, paparan terhadap infeksi streptokokus, dll) juga mungkin memainkan peran dalam
etiologi dari gangguan ini.
Ada bukti yang berkembang bahwa varian dalam dopamin terkait gen terdapat pada
anak-anak, remaja dan orang dewasa dengan ADHD. Gen yang meregulasi sistem
neurotransmiter terlibat dalam ADHD. Penelitian gen pada penderita ADHD menunjukkakn
bukti yang kuat beberapa gen terlibat dalam etiologi gangguan ini, dengan penelitian
metaanalisis menunjukkan peran gen dengan kode DRD4, DRD5, SLCGA3, SNAP-25 dan
HTRI1B. Penelitian dengan mengamati genome pada alel yang potensial dengan ADHD
menunjukkan adanya hubungan pada kromosom 5p13, 6q12, 16p13, 17p11 dan 11q22-25.
Bagaimanapun juga, penelitian yang meneliti hubungan luas genome telah gagal untuk
melaporkan adanya hubungan yang penting setelah koreksi tes multipel. Oleh karena itu,
hipotesis genetik yang dapat diterima untuk ADHD adalah adanya perbauran gen mayor
dominan dan resesif yang bekerja bersama membentuk pola taransmisi komplek poligenik.
Adanya peningkatan kromosom yang hilang dalam jumkah yang besar jarang dan duplikasi
yang dikenal sebagai varian kopi nomor dilaporkan ditemukan pada individu dengan ADHD.
Bagaimanapun juga tes genetik pada anak sekarang ini pada praktek klinik biasa tidak
praktis. Secara khusus,

versi

7-repeat allele reseptor DRD4 (mentransmisikan sinyal

inhibitorik) telah ditemukan dalam porsi yang cukup besar pada anakanak, remaja dan orang
dewasa dengan ADHD, sedangkan bentuk 10-repeat dari gen transporter dopamin (DAT1)
3

telah ditemukan pada anak-anak dengan ADHD dan mungkin terkait untuk respon yang
buruk terhadap methylphenidate.
Faktor Lingkungan
Fakor lingkungan pre-, peri- dan postnatal memerankan peranan penting pada
patogenesis ADHD. Faktor prenatal berhubungan dengan gaya hidup maternal selama
kehamilan. Sebagai contoh, adanya paparan alkohol diketahui dapat menyebabkan anomali
pada struktur otak, terutama serebelum. Anak-anak yang terpapar alkohol pada saat prenatal
dapat menjadi hiperaktif, mengganggu, impulsif dan menyebabkan risiko untuk terjadinya
gangguamn psikiatri. Ibu yang merokok meningkatkan risiko ADHD 2,7 kali lipat, dan telah
dilaporkan adanya hubungan jumlah antara maternal yang merokok selama kehamilan dengan
hiperaktivitas. Ini mungkin karena adanya efek pada reseptor nikotinik, yang mengatur
aktivitas dopaminergik. Gangguan dopaminergik dipercaya terlibat dalam patofisiologi
ADHD.
Faktor perinatal juga terlibat, pada anak dengan berat badan lahir rendah ADHD
meningkat dua kali lipat dan pada maternal dengan komplikasi selama kehamilan dan
persalinan yang kemudian anaknya menjadi ADHD.
Diantara faktor postnatal, peran malnutrisi dan defisiensi gizi pada ADHD telah
diusulkan. Adanya ketidakseimbangan asam lemak esensial (omega-3 dan omega-5) telah
diusulkan terlibat potensial pada perkembangan ADHD, walaupun diperlukan bukti. Pada
beberapa kasus defiensi besi terlibat.
Interaksi Gen Lingkungan
Model yang lebih kompleks dari etiologi ADHD yang menggabungkan antara gen
dengan lingkungan saling mempengaruhi dapat dipertimbangkan. Penelitian belakangan ini
berfokus pada efek gabungan dari varian gen (DRD4 dan DAT1) dan paparan substansi pada
subtipe ADHD, menunjukkan bahwa merokok selama kehamilan dihubungkan dengan
ADHD tipe kombinasi pada anak yang rentan ADHD. Adanya pengaruh timbal balik yang
berarti antara genotip DAT1 dan paparan merokok saat prenatal ditemukan pada laki-laki.
Homozigos laki-laki untuk allele DAT1 10-repeat lebih tinggi perilaku hiperaktivitasimpulsivitas dari laki-laki pada kelompok lain. Meskipun adanya heterogenitas dari etiologi
dan patofisiologi ADHD, densitas DAT abnormal sepertinya menjadi subyek umum pada
ADHD. 1, 7
4

Faktor keluarga
kecenderungan biologis atau kerentanan berinteraksi dengan variabel lingkungan
(misalnya, orangtua psikopatologi, gaya pengasuhan) mengembangkan jenis ADHD yang
lebih parah. Pada penelitian pasangan saudara dengan ADHD, secara signifikan orang tua
melaporkan lebih banyak masalah dalam kekompakan keluarga, ekspresi, orientasi prestasi,
organisasi, dan konflik dibandingkan dengan keluarga kontrol, serta konflik secara signifikan
lebih tinggi, organisasi, dan masalah orientasi pencapaian prestasi dibanding keluarga kontrol
yang tertekan tanpa ADHD. Variabel lingkungan keluarga terhitung sekitar 40 persen pada
gangguan ADHD pada model saudara dengan gangguan ADHD, dimana gangguan korelasi
saudara mengalami penurunan dari 67 menjadi 38 persen ketika konflik keluarga dapat
dikontrol. Selanjutnya, psikopatologi pada orangtua (yaitu, gangguan mood orang tua atau
penyalahgunaan substansi) menyumbang antara 3 dan 9 persen dari variabilitas dalam
gangguan ADHD, dan cenderung dihubungkan dengan gangguan pada saudara melalui
konflik keluarga sebagai mediator. Dalam kebanyakan kasus, saudara tertua adalah yang
paling rentan terhadap lingkungan keluarga yang negative. Dengan demikian, anak-anak
ADHD yang memiliki orang tua dengan ADHD, orang tua dengan tambahan komorbiditas
psikopatologi, atau yang tinggal di lingkungan yang kacau mungkin memiliki risiko tertinggi
untuk munculnya gangguan dan gangguan komorbiditas juga dapat muncul. Mengingat
bahwa insiden yang lebih tinggi pada orangtua dengan psikopatologi muncul dalam keluarga
anak-anak dengan ADHD, lingkungan keluarga yang kacau dan / atau konflik lingkungan
keluarga mungkin memperburuk atau meningkatkan tanda-tanda gangguan ini.
Sama seperti anak-anak ADHD memiliki interaksi negatif dengan rekan-rekan
mereka, mereka juga mengalami kesulitan serupa di rumah. Pola interaksi disfungsional
ditemukan pada keluarga dengan anak-anak ADHD, dengan orang tua sering terlibat dalam
mengarahkan , mengendalikan, dan interaksi negatif dengan anak mereka. Sedikit insiden
akan penghargaan dan responsivitas untuk kebutuhan anak juga ditemukan. Selain itu,
interaksi ini cenderung mengalami perbaikan ketika anak mulai pengobatan dan
meningkatnya hubungan orangtua-anak.

Faktor Psikososial
5

Bidang gangguan lain yang sering berhubungan dengan ADHD melibatkan ranah
sosial, termasuk keterampilan sosial dan / atau kompetensi sosial yang buruk. Perbedaan yang
signifikan dalam kompetensi sosial terungkap diantara anak-anak yang overaktif dengan
kurangnya perhatian dan pada anak dengan kurangnya perhatian tanpa overaktif. Selanjutnya,
anak-anak ADHD dengan masalah perilaku agresif kurang populer, lebih tidak disukai, dan
lebih mungkin ditolak oleh rekan-rekan mereka . Meskipun anak-anak dengan ADHD dan
agresi tidak selalu menunjukkan defisit keterampilan sosial, mereka memiliki kesulitan yang
ekstrim melaksanakan niat mereka dalam situasi sosial. Sebaliknya, anak-anak dengan ADD
dan perilaku yang lebih suka menyendiri sering terkucilkan dan tampaknya kurang
keterampilan sosial yang diperlukan untuk interaksi sosial. Sebuah risiko yang lebih tinggi
untuk gangguan mood, termasuk kecemasan dan depresi, telah ditemukan di kelompok
kedua.
Adanya depresi mempersulit interaksi dan meningkatkan gangguan sosial. Sebagai
contoh, penelitian dengan sample masyarakat baru-baru ini membandingkan anak-anak
ADHD dengan dan tanpa komorbiditas depresi menemukan bahwa anak-anak dengan
komorbid ADHD + depresi memiliki gangguan fungsi sosial lebih besar dibandingkan
dengan anak - anak ADHD tanpa depresi. Karena gejala kurangnya perhatian menjelaskan
hampir semua varians depresi, ini menunjukkan bahwa hubungan antara ADHD dan depresi
melampaui hubungan yang sederhana. Berlawanan sengan penelitian sebelumnya, yang
cenderung menggunakan sampel klinis dan format metode tunggal yang memungkinkan
potensi bias penilai, tidak ada perbedaan yang ditemukan di prestasi akademik, keparahan
ADHD, atau melakukan masalah antara anak-anak dengan ADHD + depresi dan dengan
ADHD-saja, meskipun hasil ini perlu harus diteliti lebih lanjut.
Akhirnya, dalam domain sosial, individu yang hiperaktif secara signifikan ditemukan
memiliki teman dekat yang lebih sedikit, lebih banyak masalah sosial, durasi yang lebih
singkat pada hubungan kencan, menjadi aktif secara seksual pada usia muda (15,5
dibandingkan 16,3), dan memiliki lebih banyak mitra seksual dibandingkan dengan kontrol.
Hubungan sosial anak dengan ADHD yang timbul menghasilkan sejumlah hasil termasuk
rasa terkucil dan penolakan yang mungkin meningkatkan depresi dari waktu ke waktu.

Intelektual, Perseptual, Perhatian, dan Fungsi Memory

Penelitian saat ini menunjukkan bahwa anak-anak dengan ADHD memiliki tingkat
kinerja intelektual yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan-rekannya yang non-ADHD.
Perkiraan terdapat perbedaan rata-rata sembilan poin dengan kisaran antara 7-15 poin pada
tes intelgensi. Defisit ini mungkin sebagian berkaitan dengan kesulitan di berbagai fungsi
kognitif dan eksekutif termasuk memori kerja yang buruk, internalisasi bicara dan
perkembangan pemikiran lisan. Sementara koeksistensi ketidakmampuan belajar mungkin
berhubungan dengan skor kecerdasan yang lebih rendah bahwa pada kelomopok dengan
ketidakmampuan belajar memiliki IQ lebih rendah, namun kelompok ADHD masih memiliki
kemampuan lebih rendah dari kelompok kontrol tanpa kecacatan. Barkley menunjukkan
bahwa anak-anak dengan ADHD akan memiliki perkembangan intelektual melintasi
spektrum dari yang berbakat sampai defisit intelektual yang ringan.

Akademik dan Penyesuaian di Sekolah.


Kesulitan akademik telah didokumentasikan di banyak penelitian anak ADHD.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak tersebut memiliki standar skor prestasi signifikan
lebih rendah (10-30 poin) dibandingkan dengan teman sekelas pada membaca, mengeja,
matematika dan pemahaman bacaan. Kinerja akademik terkait dengan kesulitan
menyelesaikan pekerjaan dan produktivitas, kurangnya perhatian, impulsif, dan perilaku yang
gelisah di dalam kelas. Lainnya menunjukkan bahwa kesulitan akademik berkaitan dengan
kelemahan kognitif-intelektual.
Penelitian pada sampel anak-anak dengan hiperaktivitas selama minimal 13 tahun
ditemukan

nilai

yang

jauh

lebih

tinggi

pada

tingkat

retensi,

jumlah

besar

penangguhan/penskorsan, nilai yang tinggi pada pendidikan khusus, nilai rata-rata kelas yang
lebih rendah, status penerimaan di perguruan tinggi yang rendah, sedikit yang menyelesaikan
pendidikan, dan tingkat kelulusan rendah, sebanyak 32 persen gagal untuk menyelesaikan
SMU. Masalah yang sedang berlangsung bertahan sampai dewasa dengan tingkat lebih tinggi
dipecat dari pekerjaan (lebih sering lebih dari dua kali), meminjam uang dari orang lain (dua
kali lebih banyak dari kontrol), kesulitan dalam membayar tagihan, dan prevalensi yang lebih
rendah dari kepemilikan kartu kredit dan memiliki rekening tabungan. Penelitian longitudinal
lain melaporkan tingkat yang lebih tinggi akan penangkapan, penangkapan yang berkali-kali,
dan penahanan diantara individu dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. 1

ANATOMI
Penelitian neuroimaging dalam ADHD melibatkan empat daerah otak : (1) korteks
prefrontal (terutama korteks prefrontal kanan), (2) ganglia basalis (khususnya kaudatus), (3)
otak kecil (khususnya vermis serebelar lobulus VIII-X), dan (4) korpus kalosum (khususnya,
genu). Seperti yang terlihat dalam Gambar 1, yang juga menunjukkan jalur dopamin.
Korteks Prefrontal
Mengapa anak-anak dengan ADHD gagal melihat gambaran besar? Mengapa mereka
tidak bisa menjaga instruksi sederhana dalam pikiran untuk lebih dari sejenak? Mengapa
mereka begitu impulsif? Jawaban mungkin berhubungan dengan korteks prefrontal.
Korteks prefrontal merupakan wilayah besar pada bagian depan otak, mereka berbeda
dari daerah sensorik dan motorik dalam pusat wilayah korteks. Korteks prefrontal termasuk
beberapa subregional didefinisikan baik sitoarsitektural (yaitu, oleh jenis sel) dan fungsional.
Bidang-bidang utama yang relevan dengan ADHD adalah korteks prefrontal dorsolateral
(sering dikaitkan dengan memori kerja atau kemampuan untuk membuat rencana dalam
pikiran), korteks orbital prefrontal (sering dikaitkan dengan kemampuan untuk menghambat
tindakan tidak pantas), dan korteks singulat anterior (berhubungan baik dengan kontrol emosi
dan kontrol kognitif). Daerah ini sangat saling berhubungan baik dengan daerah korteks
lainnya dan dengan struktur subkortikal kunci dalam serangkaian sirkuit neural.

GAMBAR 1. Kunci struktur otak. Courtesy of www.thebrain.mcgill.ca, proyek


Bruno Dubuc dan Institut ilmu saraf, Kesehatan Mental dan Kecanduan Kanada
Melalui sirkuit ini, struktur prefrontal terlibat dalam regulasi emosi, fungsi eksekutif
(memori kerja, mengendalikan gangguan, mengganggu perilaku yang tidak pantas),
organisasi temporal perilaku, motivasi menanggapi (mengidentifikasi potensi imbalan),
penghakiman sosial, dan kontrol motorik. Dengan demikian terdapat kandidat jelas akan
keterlibatan hal-hal terebut dalam hampir semua psikopatologi, termasuk ADHD. Pasien
dengan cedera saraf pada berbagai daerah prefrontal menunjukkan impulsif, tidak dapat
bersosialisasi, tidak dapat mengatur emosi, dan sindrom amotivational, tergantung pada
lokasi cedera.
Dalam perkembangannya, korteks prefrontal adalah salah satu daerah terakhir dari
otak yang berkembang secara matang. Yang kemudian terus mengalami pemangkasan
sinaptik dan mielinasi pada masa remaja dan bahkan hingga dewasa awal. Pematangan akhir
ini yang membuat daerah minat untuk konsepsi perkembangan saraf ADHD, seperti
psikopatologi lainnya. Seperti ilustrasi pada Gambar 1, daerah prefrontal adalah titik akhir
penting untuk proyeksi dopamin serat panjang.
Pada anak-anak dengan ADHD, temuan pencitraan terbaik direplikasi melibatkan
korteks prefrontal inferior kanan. Kedua struktur dan aktivitas di wilayah ini tampaknya
berkaitan dengan kesulitan dengan respons inhibisi dan kontrol operasi kognitif lainnya pada
anak-anak dengan ADHD. Dalam semua, keterlibatan korteks prefrontal jelas di ADHD
konsisten dengan teori bahwa perbedaan utama pada anak dengan ADHD memerlukan
9

adanya defisit dalam kontrol kognitif (kemampuan untuk mengatur respon kompleks secara
berurutan), terutama memori yang sedang bekerja dan penekanan respon (kemampuan untuk
mengganggu respon dalam konteks keputusan yang cepat-misalnya mengayun yang tepat
dalam bisbol), memperingatkan, atau motivasi (terutama sejauh mana seorang anak peduli
tentang mendapatkan hadiah).

Ganglia Basalis
Mengapa anak-anak dengan ADHD tidak bisa digganggu perilakunya ketika
diperingatkan? Mengapa mereka begitu sering salah menilai konsekuensi dari tindakan
mereka? Kemampuan ini tergantung pada koordinasi yang erat dari daerah prefrontal dengan
struktur subkortikal yang dimasukkan di bawah istilah "ganglia basal."
Terletak di bawah dan di belakang korteks prefrontal (Gambar 1), termasuk struktur
yang spesifik. Paling sering disebutkan dalam ADHD adalah nukleus kaudatus dan putamen.
Struktur ini sangat erat berhubungan dengan daerah prefrontal, membentuk "loop" dua arah
dari sirkuit yang bekerja bersama untuk mengendalikan kecenderungan respon yang tidak
diinginkan dan untuk memantau apakah tindakan saat ini bergerak menuju ke tujuan yang
diharapkan. Sebagai bagian dari sirkuit ini, sehingga struktur ini membantu kontrol motorik,
dengan motivasi dan emosi (misalnya, respon terhadap penghargaan, kecemasan tentang
kemungkinan bahaya), dan dengan fungsi eksekutif dan kognitif (termasuk perhatian dan
penekanan respon motorik). Beberapa penelitian telah menunjukkan kelainan pada kaudatus,
tetapi penelitian tidak membedakan, apakah ini adalah di sebelah kanan atau sebelah kiri.
Data mengenai putamen dan globus pallidus tetap awal dan tidak konsisten.
Serebelum
Mengapa 5 menit tampak seperti satu jam untuk anak dengan ADHD? Mengapa
begitu banyak anak-anak dengan ADHD tidak terkoordinasi atau ceroboh? Mengapa anakanak dengan ADHD gagal belajar dari kesalahan? Petunjuk untuk pengalaman-pengalaman
ini mungkin terletak pada perkembangan abnormal dari serebelum.
Serebelum adalah struktur padat kompleks dengan proyeksi ganda untuk ganglia
basalis serta korteks prefrontal. Ini terpisah, dibedakan struktur subkortikal yang terletak di
bagian belakang otak (Gambar 1). Pemahaman akan fungsi ini masih berkembang. Baru-baru
10

ini para peneliti telah menyempurnakan gagasan bahwa otak kecil terutama terlibat dalam
gerakan motorik kompleks yang dipelajari terus-menerus dan memerlukan waktu yang lama
(misalnya, balet menari). Mereka sekarang berpikir bahwa itu terlibat dalam beragam waktu
dan kemampuan sementara untuk memproses informasi, termasuk mendeteksi konsekuensi
yang diharapkan terjadi. Serebelum mungkin terlibat dalam operasi kontrol kognitif lainnya
juga, mungkin dengan mendeteksi dan mengkoordinasikan waktu aktivasi mereka.
Beberapa penelitian menemukan vermis serebelar yang lebih kecil pada anak ADHD
dibandingkan dengan anak anak pada kelompok kontrol. Hal ini umum ditemukan pada
gangguan lain juga (terutama gangguan autistik dan skizofrenia), namun daerah yang tepat
yang terlibat mungkin khusus untuk ADHD yaitu lobulus VIII-X (autisme dan skizofrenia
mungkin melibatkan lobulus lain vermis tersebut). Meskipun pentingnya fungsional dari
vermis di ADHD tidak sepenuhnya jelas, disebutkan bahwa vermis yang memodulasi fungsi
katekolamin. Oleh karena itu, daerah serebelar cenderung memodulasi sirkuit operasi
prefrontal-subkortikal. Secara keseluruhan, keterlibatan otak kecil memperkenalkan
kemungkinan teoritis tambahan, termasuk gangguan waktu motorik atau pengolahan
informasi sementara secara umum, sebagai mekanisme yang berkontribusi terhadap ADHD.
Korpus Kalosum
Akhirnya, penting untuk mengingat diferensiasi lateral otak. Meskipun lateralisasi
fungsi tetap tidak sempurna dipahami (dan mungkin tidak akan terbukti serapi digambarkan
pada awal populerisasi konsep ini), koordinasi fungsi yang berbeda di hemisfer tampaknya
menjadi penting untuk kognisi yang efektif dan tindakan seleksi. Korpus kalosum adalah
bundel tebal serat yang menghubungkan dua koreteks hemisfer. Ini membantu komunikasi
interhemisfer dan transfer informasi yang efisien, yang diperlukan untuk kognitif yang
kompleks dan fungsi motorik.
Bukti pencitraan bahwa bagian dari korpus kalosum mungkin lebih kecil pada anak
ADHD dibandingkan anak-anak pada kontrol, penelitiannya masih sangat sedikit.
Pemeriksaan perilaku integritas korpus kalosum tersedia tetapi kurang dimanfaatkan dalam
upaya untuk mengembangkan teknik penilaian untuk anak-anak dengan ADHD. Terdapat
penelitian yang tidak menemukan bagian mana dari korpus kalosum yang berkurang
ukurannya pada sampel anak-anak dengan ADHD. Namun, temuan kelainan anterior akan
luas konsistensinya dengan perkembangan korteks prefrontal yang abnormal di ADHD, akan

11

menambah kemungkinan gangguan informasi transfer interhemispherik sebagai mekanisme


dalam gangguan tersebut.
PATOFISIOLOGI
Jalur Neurokimia pada ADHD
Apa artinya ketika orang mengatakan bahwa ADHD berhubungan dengan kimia otak
yang abnormal? Pernyataan ini, dari sudut pandang teknis, bermasalah. Meskipun demikian,
pelengkap penting untuk setiap pembahasan struktur saraf adalah kemungkinan bahwa jalur
neurokimia mungkin relevan dengan ADHD. Pada kandidat ini mencakup tiga biogenik
amina: dopamin (meskipun ada perdebatan tentang mana subsistem dopamin yang paling
erat), norepinefrin (juga disebut noradrenalin), dan serotonin. Kurang diperiksa sampai saat
ini adalah glutamat, gamma-aminobutyric acid (GABA), dan berbagai hormon dan
neuropeptida, termasuk tiroid dan hormon gonad dan neuromodulator (misalnya, vasopressin,
dan lain-lain) yang terlibat dalam perilaku impulsif dan agresif pada hewan.
Mengingat tidak lengkapnya pengetahuan kita sekarang tentang neurokimiawi, masuk
akal untuk saat ini untuk fokus pada bahan kimia dan jalur yang cukup baik dipelajari dan
untuk mengevaluasi kemajuan pada daerah pertama. Karena itu membahas dopamin
(neuromodulator aktif pada daerah prefrontal dan ganglia basal, penting dalam menanggapi
penghargaan dan kontrol kognitif); norepinephrine (juga ditemukan di struktur prefrontal dan
serebelum, dan penting dalam memperingatkan), dan GABA (di seluruh otak, penting dalam
meredam aktivasi saraf yang tidak diinginkan).
Singkatnya, penelitian neuroimaging menunjukkan bahwa ADHD dikaitkan dengan
(1) tentang pengurangan 5% volume total otak rata-rata, (2) penurunan 10-12% dalam
volume struktur kunci dalam korteks prefrontal, ganglia basalis, dan serebelum, (3) pola
aktivasi otak tidak normal di wilayah yang sama pada tugas-tugas tantangan, meskipun
literatur pencitraan tetap awal, dan (4) peningkatan "gelombang lambat" aktivitas otak.
Penurunan volume otak yang terdapat di awal pengembangan (setidaknya pada waktu TK)
dan nonprogresif, menunjukkan terdapat pada awalnya atau efek genetik. Satu penelitian
kecil pencitraan pada kembar identik yang disumbangkan untuk ADHD menunjukkan bahwa
setidaknya dalam beberapa kasus etiologi melibatkan faktor-faktor penyebab pengalaman.

12

Uraian Neurosirkuit yang Relevan pada ADHD


Otak pada area kortikal terhubung satu sama lain melalui asosiasi loop frontalposterior dan sistem kortikal lainnya. Masing-masing juga merupakan bagian dari sirkuit
saraf atau loop menghubungkannya dengan daerah subkortikal yang penting. Kebanyakan
ilmuwan sekarang percaya bahwa setidaknya terdapat lima proyek loop saraf dari daerah
prefrontal khusus ke ganglia basal dan kemudian ke talamus. Struktur kunci pada ganglia
basal adalah striatum (terdiri dari nukleus kaudatus, yang mana bagiannya terdapat nucleus
accumbens, dan putamen), globus pallidus, substantia nigra, dan nukleus subtalamik. Struktur
ini dianggap penting dalam kontrol perilaku serta respons emosional dan motivasi. Tiga loop
merupakan kepentingan utama, konsisten dengan tiga daerah prefrontal yang sering
dibicarakan pada catatan sebelumnya. Seperti yang terlihat pada skema Gambar 2.
Perhatikan bahwa struktur setiap sirkuit mirip, dengan proyeksi dari daerah prefrontal
ke striatum dan ganglia basalis, dan dari ganglia basalis ke talamus. Talamus kemudian
memproyeksikan kembali ke daerah prefrontal. Setiap loop memproyeksikan zona tertentu
dalam korteks prefrontal, ganglia basal, talamus dan, memungkinkan diferensiasi dari sirkuit
dan (secara hipotetisis) dari fungsinya sebagai komponen kontrol kognitif dan perilaku.
Sirkuit terdiri dari jalur "langsung" dan jalur "tidak langsung" melalui ganglia basalis.
Jalur langsung, digambarkan secara rinci pada Gambar 2, berjalan ke segmen internal globus
pallidus dan substantia nigra pars retikulata (tidak ditampilkan), dan kemudian ke talamus.
Jalur tidak langsung, diskemakan pada bagian sisi kiri Gambar 2, proyeksi dari striatum ke
segmen eksternal dari globus pallidus, dan kemudian ke nukleus subthalamik. Nukleus
subtalamik memproyeksikan kembali ke globus pallidus (baik segmen internal dan eksternal)
dan substantia nigra (sekali lagi, tidak ditampilkan). Jalur langsung dan tidak langsung
mungkin memiliki efek yang berbeda pada aktivasi dibandingkan penekanan perilaku yang
tidak tergabung dalam kebanyakan teori.
Tiga neurotransmitter terutama terlibat dalam sirkuit ini: dopamin, dipikirkan untuk
melayani

fungsi

neuromodulatory;

glutamate

(proyeksi

eksitatori),

dan

GABA,

neurotransmiter inhibitor. Perhatikan bahwa efek yang rapi dari proyeksi glutamate atau
proyeksi GABA pada tanggapan seseorang dapat eksitatori atau inhibisi, tergantung pada
13

fungsi neuron yang dimodulasi. Dalam semua, jalur yang berbeda mungkin berbeda meredam
atau meluapkan respon.

Para ilmuwan berpikir bahwa tiga sirkuit digambarkan dalam diagram mempengaruhi
pengaturan penting kognisi yang berbeda penting untuk regulasi sendiri. Penekanan parsial
yang berbeda adalah heuristik, bahkan jika memenuhi syarat. Sirkuit prefrontal dorsolateral
dapat mendukung kerja memori, mempertahankan stimulus tetap, dan demikian juga rencana
atau tindakan disengaja. Sirkuit prefrontal orbito lateral dapat mendukung set perilaku dan
mungkin mengontrol output perilaku dan inhibisi perilaku. sirkuit anterior singulat / sirkuit
frontal orbito medial dapat mendukung regulasi emosi dan respon motivasi, serta kontrol
attentional dan detesi konflik.
Loop ini memainkan peran penting dalam membuat teori menjadi lebih tepat. ADHD
mungkin melibatkan tidak begitu banyak struktur diskrit neural sebagai salah satu atau lebih
dari sirkuit saraf. Keterlibatan sirkuit ini tetap mengarahkan kita ke memori kerja (memegang
daftar, nomor, atau nama dalam pikiran untuk beberapa saat untuk menyelesaikan tugas),
14

penekanan respon perilaku (mengganggu respon yang tidak pantas sebelum selesai), dan
fungsi terkait model neuropsikologis. Mereka juga memberikan dasar saraf yang masuk akal
untuk membedakan fungsi tombol regulasi setidaknya sebagian dari satu sama lain.
Sirkuit saraf lainnya yang berperan penting untuk ADHD tetapi tidak dijelaskan pada
Gambar 2. Pertama, loop antara serebelum, gangglia basalis, dan korteks frontalis (dimediasi
sebagian oleh dopamin) cenderung penting dalam memfasilitasi kontrol kognitif dan adaptasi
terhadap konteks. Loop ini semakin diyakini berpartisipasi dalam mengurutkan,
mengorganisasikan, waktu, dan mengorganisasikan perilaku sementara, dan dengan demikian
juga menjadi sangat penting pada fungsi eksekutif. Mereka mungkin menjadi penting dalam
mendeteksi pelanggaran dalam sifat yang diharapkan dan waktu kejadian, dengan efek
kaskade pada kontrol perilaku dan regulasi.
Loop kortikal-striatal bekerja bersama dengan sirkuit frontal-serebelar (yang juga
menghubungkan melalui thalamus dan menerima morephinephrine dan proyeksi dopamin)
untuk mengatur perilaku yang kompleks. Serebelum, terlihat di sudut kanan bawah dari
Gambar 1, adalah struktur yang besar dan struktur dibedakan di bagian belakang otak yang
terlibat dalam proses pengolahan informasi sementara, persepsi dan waktu, kontrol motorik,
dan fungsi eksekutif,

serta setidaknya terdapat tiga gangguan kejiwaan (Autisme,

skizofrenia, dan ADHD). Yang juga memiliki inervasi dopaminergik yang luas (termasuk
ekspresi transporter dopamin) dan inervasi noradrenergik.
Selain itu, perhatikan bahwa sirkuit katekolamin dapat dibagi. Untuk merujuk kembali
ke Gambar 1, ini dapat diskemakan sebagai tiga sirkuit utama. Sirkuit dopamin mesokortikal
berjalan dari tegmentum ventral ke nukeus accumbens (kadang-kadang disebut secara
terpisah sebagai subrute mesolimbik) dan ke korteks frontal. Hal ini terlibat dalam kognitif,
pengendalian operasi, serta (melalui koneksi limbik tersebut) motivasi, respon akan
penghargaan, dan emosi. Sirkuit nigral-dopamin striatal berjalan dari substantia nigra ke
striatum. Hal ini melibatkan kontrol motor, misalnya, gangguan terkait dengan penyakit
Parkinson. Ketiga, neuron dari lokus seruleus dan daerah tegmental ventral membawa
proyeksi norepinefrin, yang menginervasi korteks frontal dan daerah lainnya. Struktur ini
juga menerima masukan dari vermis serebelar. Neuron noradernegik asending kemungkinan
akan terlibat dalam perhatian, kewaspadaan, dan deteksi sinyal. 8

15

GEJALA KLININS
Gangguan emosional, kognitif, dan perilaku paling sering terjadi pada anak ADHD.
Ganggaun perhatian atau failure to heed (gagal untuk menyimak, tidak dapat menyimak,
acuh, tidak dapat memperhatikan).
Enam tugas utama Fungsi Eksekutif yang paling sering terjadi penyimpangan:
1. Fleksibilitas atau supel (contoh perubahan pola pikir yang satu atau pun perubahan
strategi dari yang satu ke yang lain).
2. Pengorganisasian (contoh, dalam mengantisipasi baik kebutuhan dan masalahmasalah).
3. Perencanaan (contoh, mengatur tujuan).
4. Kerja dari memori (contoh, menerima, menyimpan, mengambil informasi dari
memori jangka pendek).
5. Memisahkan afek dari kognisi (contoh, memisahkan emosi dari suatu alasan).
6. Penghambatan dan pengaturan tindakan verbal dan motorik (contoh, melompat pada
kesimpulan terlalu cepat).
Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa tidak mudah untuk membedakan
penyandang ADHD terutama yang tergolong ringan dengan anak normal yang sedikit lebih
aktif dibanding anak yang lainnya. Tidak ada tes untuk mendiagnosa secara pasti jenis
gangguan ini, mengingat gejalanya bervariasi tergantung pada usia, situasi, dan lingkungan.
Hal ini menunjukan ADHD merupakan suatu gangguan yang kompleks berkaitan
dengan pengendalian diri dalam berbagai variasi gangguan tingkah laku. Variasi gangguan ini
secara umum gangguan pemusatan perhatian berkaitan dengan gangguan tingkah laku dan
aktivitas kognitif, seperti misalnya berpikir, mengingat, menggambar, merangkum,
mengorganisasikan dan lain-lain.
Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa anak-anak awal, bersifat
menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional.
Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan

16

perhatian (inatensi), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan


aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas).
Gejala utama ADHD

seperti kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif

membentuk dasar untuk subtipe DSM-IV. Model kognitif ADHD menekankan defisit dalam
fungsi eksekutif dan masalah dengan disinhibisi. '' Eksekutif tidak berfungsi sebagai
kesatuan, melainkan mencerminkan operasi yang berbeda yang membedakan rekrut aspek
yang berbeda dari saraf loop prefrontal-subkortikal yang terlibat dalam regulasi perilaku,
kerja memori, dan perhatian''.
Inatensi
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu dengan gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh
rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada
saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas
dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan
informasi dari lingkungannya.
Ketidakmampuan untuk mengontrol dan mengarahkan perhatian pada tuntutan tugas
yang merupakan masalah utama pada anak dengan ADHD. Bahkan, masalah perhatian
mungkin sekunder untuk gangguan regulasi perilaku dan penghambatan. Istilah
distraktibilitas sering digunakan untuk menggambarkan defisit memusatkan perhatian atau
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian. Struktur otak unit fungsional pertama di
Luria, formasio retikularis, mengkontrol kewaspadaan dasar dan perhatian, dengan fungsi
yang lebih tinggi dari rasa malu dikendalikan oleh jaringan koneksi ke otak bagian atas atau
korteks. Memusatkan perhatian diperkirakan menjadi salah satu aspek pertama perhatian
untuk berkembang.
Masalah dengan distracktibilitas tampaknya merupakan menurunnya fungsi
ketekunan atau usaha ketika menanggapi tugas-tugas yang memiliki daya tarik intrinsik yang
sedikit atau memiliki konsekuensi langsung minimal untuk menyelesaikan. Ketika terdapat
kegiatan alternatif segera yang menjanjikan penguatan atau gratifikasi, anak-anak dengan
ADHD terlihat terganggu karena perhatian mereka bergeser dari tugas untuk terlibat pada hal
yang lebih bermanfaat, bersaing dalam aktivitas. Dengan demikian, masalahnya mungkin
disinhibisi daripada distraksi..
17

Anak dengan ADHD mampu berorientasi pada rangsangan tertentu, tetapi tidak
mampu menahan atau tidak mampu menghalang tanggapan akan munculnya rangsangan
bersaing yang lebih menarik dan kuat.
Ketidakmampuan menahan respon terhadap rangsangan asing atau yang tidak ada
hubungannya juga terlibat dalam perkembangan komponen kedua perhatian, perhatian terusmenerus, atau kemampuan untuk mempertahankan respon perilaku untuk aktivitas yang terus
menerus atau berulang. Kewaspadaan adalah istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan jenis perhatian ini. Kesulitan untuk mempertahankan perhatian saat
melawan impuls yang lain menunjukkan bahwa mungkin ada masalah mendasar pada tingkat
gairah dalam tingkat fungsional pertama Luria dan dapat menjelaskan mengapa penggunaan
stimulant membantu untuk memusatkan perhatian, karena stimulan dapat meningkatkan
tingkat gairah dasar dalam kisaran normal.
Perhatian terus-menerus untuk tugas-tugas yang lebih kompleks adalah mungkin
dikontrol dalam perkembangan selanjutnya oleh lobus frontal, yang mengatur perilaku.
Karena lobus frontal adalah daerah terakhir dari otak untuk berkembang dengan sepenuhnya,
mungkin bahwa gejala hiperaktif merupakan bagian pematangan signifikan yang lambat
dalam pengembangan dari mekanisme penghambatan tanggapan motor yang dikendalikan
oleh lobus frontal.
Perhatian selektif adalah perilaku kompleks yang membutuhkan pemeliharaan respon
yang melibatkan aktivasi atau penghambatan respon lain. Mekanisme penyaringan ini,
diperlukan untuk memblokir atau untuk menerima masukan, mungkin melibatkan
mempertahankan gairah yang merupakan unit fungsional pertama serta kapaitas memproses
informasi daerah primer dan sekunder unit fungsional kedua.
Disfungsi dalam perhatian selektif akan terlihat pada prestasi akademik, terutama
ketika informasi yang disajikan adalah kompleks dan panjang, sehingga membutuhkan
perhatian terus-menerus dan pengolahan informasi secara bersamaan. Daerah ini juga
dianggap terlibat dalam lokalisasi sensorik. Ketika terdapat gejala kognitif yang lamban,
kebingungan, hipoaktif, dan kecemasan, ditemukan jari agnosia di sisi kiri pada anak dengan
ADD dan mungkin berhubungan dengan kesulitan dalam perhatian selektif.

18

Bentuk yang paling kompleks dari perhatian adalah perhatian bolak-balik dan
perhatian yang terbagi. Keduanya melibatkan kemampuan untuk mengoperasikan pembagian
waktu yang melibatkan mental (time-share mental) ketika ada kompetisi untuk perhatian.
Anak-anak dengan ADHD tipe Kombinasi menunjukkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan perhatian secara terus-menerus yang buruk yang meningkat dengan
rangsangan yang baru. Individu dengan ADHD tipe Inatensi menunjukkan masalah dalam
memusatkan perhatian, yang tampaknya lebih dari sekedar gangguan kognitif (sebagai lawan
perilaku). Untuk menilai perhatian diperlukan keterkaitan antara lingkungan anak di mana ia
berada dan tingkah lakunya. Selanjutnya, ada hubungan fungsional antara perilaku dan
lingkungan, yaitu, saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian, dalam
pandangannya, masalah atensi adalah defisit dalam memfasilitasi, mempertahankan, atau
melepaskan diri dari perilaku ini dalam kaitannya dengan lingkungan. Selain itu, perhatian
melibatkan aturan dan instruksi yang terkait dengan tugas baik secara eksplisit maupun
implisit.

Hiperaktif (Disinhibisi Motorik)


Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang
dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan
sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif,
perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan
koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat membedakan gerakan yang
penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga
kesulitan untuk memusatkan perhatian.
Hiperaktif umumnya mengacu pada aktivitas yang berlebihan atau tingkat
perkembangan yang tidak pantas dan dinyatakan sebagai keresahan, kegelisahan, dan
umumnya terdapat gerakan tubuh yang tidak perlu yang menyolok. Penelitian secara
konsisten menemukan bahwa hiperaktifitas adalah suatu masalah untuk setidaknya subset
pada anak-anak dengan ADHD. Aktivitas yang berlebihan

mungkin situasional (terjadi

dalam satu lingkungan) atau meliputi (terjadi pada kebanyakan lingkungan, misalnya, rumah
dan sekolah). Hiperaktif sering diamati dalam situasi yang biasa, baru atau menarik, dan

19

dapat menjadi sangat bermasalah dalam situasi sosial, sekolah atau bekerja di mana kontrol
diri dibutuhkan dan bernilai.
Selain tidak mampu menahan gerakan, anak-anak dengan ADHD mengalami
kesulitan mengontrol motorik dan persepsi waktu. Gangguan koordinasi motorik telah
ditemukan pada anak-anak dengan ADHD termasuk kecanggungan, kesulitan motorik halus,
persepsi waktu dan pengolahan informasi temporal. Rasa waktu dan kapasitas untuk''
mengelola perilaku relatif terhadap waktu'' melibatkan kemampuan untuk mempertahankan
informasi dalam memori kerja, dan perhatian difokuskan untuk isyarat internal dan eksternal.
Daerah frontal yang imatur, terutama daerah premotor dan motorik, daerah subkortikal,
khususnya serebelum dan koneksi serebelar-frontal memainkan peran dalam persepsi waktu
dan pengolahan informasi yang temporal. Penting untuk memahami bahwa penundaan
kontrol motorik berbeda dari motivasi, kognitif atau masalah pengendalian diri lainnya.

Impulsif (Fungsi Eksekutif atau Kontrol Kognitif)


Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai
dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi.
Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau
memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya
menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.
Dua aspek utama impulsif-inhibisi perilaku yang buruk adalah hiperaktifitas dan
aspek kontrol eksekutif (misalnya, ketidakmampuan untuk menunda gratifikasi, upaya
rendah, pengaturan dirinya yang buruk, perencanaan yang buruk). Gangguan pada tingkat
eksekutif terlihat kurangnya strategi dalam memecahkan masalah yang kompleks, kurangnya
keterampilan organisasi, dan kurangnya strategi memori efisien yang merupakan karakteristik
anak anak dengan ADHD.
Adanya fungsi eksekutif dan kontrol kognitif secara bergantian hal ini menunjukkan
beragamnya regulasi perilaku atau penekanan respon, memori kerja, dan perhatian atau
gangguan kontrol. Defisit memori kerja dapat mengganggu fungsi eksekutif, terutama
memori kerja spasial, ketika merencanakan dan melaksanakan perilaku kompleks.

20

Mekanisme neural fungsi eksekutif melibatkan daerah otak yang luas. Daerah
prefrontal terlibat dengan banyak hal, tetapi tidak semua fungsi eksekutif. Ganglia basalis,
talamus, dan serebelum juga memainkan peran dalam inhibisi perilaku. Dampak dari kontrol
disfungsi eksekutif memiliki efek mendalam pada penyesuaian anak secara keseluruhan dan
mungkin lebih dahsyat daripada efek hiperaktif atau kurangnya perhatian. 1

DIAGNOSIS
Diagnosis dilakukan secara klinis (pada saat kejadian, tidak ada pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan imaging, atau prosedur lain yang dapat membantu dalam
mendiagnosis ADHD). Jangka waktu perhatian yang pendek, kesulitan berkonsentrasi,
impulsif, mudah teralihkan, mudah terstimulus, hiperaktif merupakan gejala yang terdapat
dalam ADHD.
Untuk melakukan diagnosis ADHD dapat digunakan pedoman yang di keluarkan oleh
American Academy of Pediatrics dengan memberikan beberapa rekomendasi.
Rekomendasi 1 : Pada anak berusia 6 sampai 12 tahun dengan gejalan inatensi,
hiperaktif, impulsif, nilai akademis yang dibawah pencapaian, atau masalah perilaku, dokter
sebaiknya memulai evaluasi awal untuk ADHD.
Pembenaran utama untuk rekomendasi ini adalah tingginya prevalensi ADHD pada
populasi usia sekolah. Dokter anak perawatan primer dan dokter keluarga mengenali masalah
perilaku yang dapat mempengaruhi prestasi akademik 18% dari anak usia sekolah terlihat di
kantor mereka dan klinik. Hiperaktif atau inatensi didiagnosis pada 9% dari anak-anak.
Presentasi ADHD dalam praktek klinis bervariasi. Di banyak kasus, kekhawatiran
berasal dari orang tua, guru, profesional lainnya, atau pengasuh yang bukan orangtua.
Presentasi umum

termasuk rujukan dari sekolah untuk keterbelakangan dan kegagalan

akademis, perilaku di kelas yang menganggu, tidak perhatian, masalah dengan hubungan
sosial, kekhawatiran orangtua tentang fenomena serupa, kepercayaan diri yang rendah, atau
masalah dengan membangun atau mempertahankan hubungan sosial. Anak-anak dengan
gejala ADHD utamanya hiperaktifitas dan impulsif diidentifikasi oleh guru, karena mereka
sering mengganggu di kelas. Bahkan gejala ringan motorik yang mengganggu, seperti
keresahan, sangat jelas terlihat oleh kebanyakan guru. Sebaliknya, anak ADHD dengan
21

subtipe inatensi, di mana gejala hiperaktif dan impulsif tidak ada atau minimal, mungkin
tidak mendapat perhatian guru. Anak-anak ini mungkin hadir dengan nilai akademis sekolah
yang dibawah rata-rata.
Bila orang tua tidak memberikan keluhannya ke dokter, maka deteksi dini ADHD
mungkin tidak terjadi. Klinisi dalam prakteknya selama pemeriksaan kesehatan rutin dapat
membantu dalam pengenalan awal ADHD. Pilihan meliputi riwayat langsung dari orang tua
dan anak-anak. Pertanyaan-pertanyaan umum berikut mungkin berguna pada semua
kunjungan untuk anak-anak usia sekolah untuk meningkatkan perhatian tentang ADHD dan
sebagai skrining awal untuk kinerja sekolah.
1. Bagaimana anak Anda di sekolah?
2. Apakah ada masalah dengan belajar yang Anda atau guru lihat?
3. Apakah anak Anda bahagia di sekolah?
4. Apakah Anda prihatin dengan masalah perilaku di sekolah, di rumah, atau saat anak
Anda bermain dengan teman-temannya?
5. Apakah anak Anda memiliki masalah dalam menyelesaikan tugas sekolah atau PR?
Sebagai alternatif, kuesioner previsit dapat dikirimkan kepada orang tua atau
diberikan pada keluarga yang sementara menunggu di ruang penerimaan. Ketika membuat
janji untuk kunjungan pengawasan kesehatan bagi anak usia sekolah, 1 atau 2 pertanyaan ini
mungkin akan diminta secara rutin kepada orang tua. Misalnya, "Dokter anak Anda tertarik
dengan apa yang anak Anda lakukan di sekolah. Anda mungkin dapat memeriksakannya
dengan gurunya dan mendiskusikan masalah apapun dengan dokter anak Anda. " Poster
dingding, pamflet, dan buku di ruang tunggu yang fokus pada prestasi sekolah dan perilaku
anak usia sekolah memberikan pesan bahwa ini adalah kantor atau klinik yang menganggap
masalah ini penting untuk perkembangan anak.

22

Rekomendasi 2 : Diagnosis ADHD bahwa seorang anak dengan ADHD memenuhi


kriteria DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) sebagai berikut
(Tabel 1) :
A.

1 atau 2

1.

Enam (atau lebih) gejala inatensi/ gangguan konsentrasi yang menetap 6 bulan atau lebih

dengan derajat berat dan tidak sesuai dengan umur perkembangan.


Inatensi/ gangguan konsentrasi
a) Sering gagal memberi perhatian yang cukup terhadap detail, atau membuat kesalahan
karena ceroboh saat mengerjakan pekerjaan sekolah, bekerja atau aktivitas lain.
b) Sering sulit mempertahankan pemusatan perhatian saat bermain atau bekerja.
c) Sering seperti tidak mendengarkan bila diajak berbicara.
d) Sering tidak menurut instruksi dan gagal mengerjakan pekerjaan sekolah, tugas di
pekerjaan (bukan karena melawan atau bukan karena tidak mengerti).
e) Sering mengalami kesulitan mengorganisir tugas dan aktivitas.
f) Sering menghindari, tidak menyukai, atau menolak untuk melakukan tugas yang
memerlukan konsentrasi penuh, misalnya pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah.
g) Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan sehari-hari untuk menyelesaikan
tugas dan aktivitas (misalnya mainan, pinsil, buku).
h) Perhatiannya mudah terpecah bila ada rangsangan dari luar.
i) Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.

23

2.

Enam atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas, yang menetap 6 bulan atau lebih,

dengan derajat berat dan tidak sesuai dengan umur perkembangan


Hiperaktivitas
a) Sering bermain jari atau tidak dapat duduk diam.
b) Sering meninggalkan kursi di sekolah atau di situasi lain yang memerlukan duduk di
kursi.
c) Sering lari dan memanjat berlebihan di situasi yang tidak tepat. Pada anak remaja
terlihat sebagai rasa gelisah.
d) Sering mengalami kesulitan bermain atau aktivitas lain yang memerlukan ketenangan.
e) Selalu bergerak, seperti didorong motor.
f) Sering berbicara terlalu banyak.

Impulsivitas
g) Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai ditanyakan.
h) Sering sulit menunggu giliran.
i) Sering menginterupsi atau mengganggu anak lain, misalnya menyela suatu
percakapan,

masuk ke dalam permainan tanpa antri.

B.

Gejala hiperaktif-impulsif mulai terlihat sebelum berumur 7 tahun.

C.

Gejala terjadi di dua situasi berbeda atau lebih misalnya di sekolah dan di rumah.

D. Adanya gangguan bermakna dalam fungsi sosial, akademis, atau pekerjaan.


E.

Gejala bukan merupakan bagian gangguan perkembangan pervasif (autisme),

schizophrenia, atau gangguan jiwa berat lain, dan bukan disebabkan gangguan mood,
kecemasan atau ansietas, gangguan disosiasi, atau gangguan kepribadian.

Kode berdasarkan tipe:


24

314.01. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, tipe kombinasi bila didapat kriteria A1 dan


A2 selama 6 bulan terakhir.
314.00 Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, tipe inatensi bila kriteria A1 dipenuhi tetapi
kriteria A2 tidak dipenuhi selama 6 bulan terakhir.
314.01 Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, tipe hiperaktif-impulsif bila kriteria A2
dipenuhi tetapi kriteria A1 tidak dipenuhi selama 6 bulan terakhir.
314.9 Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder lain yang tidak spesifik.

Tiga tipe ADHD menurut DSM IV:


1. ADHD dengan tipe inatensi, ADHD/I ditemukan setidaknya 6 atau 9 perilaku inatensi
(sekitar 20% - 30% di mana anak laki laki hampir sama dengan anak perempuan).
2. ADHD dengan tipe hiperaktif impulsive, ADHD/HI ditemukan setidaknya 6 atau 9
perilaku hiperaktif impulsive (sekitar <15%, di mana terdapat lebih banyak pada
anak laki laki disbanding anak perempuan).
3. ADHD dengan tipe kombinasi, ADHD/C ditemukan setidaknya 6 atau 9 perilaku
baik inatensi dan hiperaktif impulsive dari daftar (sekitar 50% - 75%).

25

Tabel 1. Kriteria diagnostik ADHD.

Anak-anak yang memenuhi kriteria diagnostik untuk perilaku gejala ADHD, tetapi tidak
menunjukkan adanya gangguan fungsional tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD.
Gejala ADHD harus hadir dalam 2 atau lebih situasi (misalnya, di rumah dan di sekolah), dan
perilaku harus mempengaruhi fungsi di sekolah atau dalam situasi sosial. Diagnosis berasal
26

dari informasi yang diperoleh dari orang tua, laporan sekolah, perawat kesehatan mental,
yang dalam wawancara / pemeriksaan anak. Kriteria DSM-IV saat ini memerlukan bukti
gejala sebelum usia 7 tahun. Dalam beberapa kasus, gejala ADHD mungkin tidak terlihat
oleh orang tua atau guru sampai anak umur 7 tahun, ketika tugas sekolah menjadi lebih
menantang. Usia onset dan durasi gejala dapat diperoleh dari orang tua dengan riwayat yang
komprehensif.
Guru, orang tua, dan profesional kesehatan anak biasanya menghadapi anak-anak dengan
perilaku yang berkaitan aktivitas, impulsif, dan perhatian yang mungkin tidak sepenuhnya
memenuhi kriteria DSM-IV. Diagnostik dan Statistik Manual untuk Primary Care (DSM-PC),
versi anak dan remaja, memberikan panduan perilaku umum yang terlihat pada anak. Uraian
perilaku dari DSM-PC belum diuji dalam studi masyarakat untuk menentukan prevalensi atau
keparahan variasi perkembangan dan masalah moderat di bidang inatensi dan hiperaktif atau
impulsif. Bagaimanapun, memberikan bimbingan kepada dokter dalam mengevaluasi anakanak dengan gejala ini dan membantu mengarahkan dokter pada berbagai elemen pengobatan
untuk anak-anak dengan masalah dengan atensi, hiperaktif, atau impulsif (Tabel 2 dan 3).
Rekomendasi 3 : Penilaian ADHD memerlukan bukti langsung diperoleh dari orang
tua atau pengasuh mengenai gejala inti ADHD di berbagai pengaturan, usia onset, durasi
gejala dan derajat gangguan fungsional.
Gejala perilaku dapat diperoleh dari orang tua atau wali menggunakan satu atau lebih
metode, termasuk pertanyaan umum tentang perilaku, fokus pertanyaan tentang perilaku
tertentu, wawancara semi-terstruktur yang terjadwal, kuesioner dan peringkat skala. Dokter
yang memperoleh informasi dari pertanyaan umum atau terfokus tentang perilaku harus
mendapatkan dan merekam perilaku yang relevan dengan atensi, hiperaktif dan impulsif dari
DSM-IV. Mengumpulkan data tentang perilaku anak memberikan kesempatan untuk
mengevaluasi lingkungan keluarga dan pola asuh sehingga gejala perilaku dapat dievaluasi
dalam konteks lingkungan anak.
Kuesioner spesifik dan skala rating telah dikembangkan untuk meninjau dan
mengukur karakteristik perilaku ADHD. Skala spesifik untuk ADHD yang akurat
membedakan antara anak-anak dengan ADHD dan tanpa ADHD. Sebagian besar dari studi
skala dan checklist ini terjadi dalam kondisi ideal (yaitu, membandingkan anak-anak rujukan
dengan anak yang sehat). Instrumen ini mungkin tidak berfungsi baik dalam perawatan
primer klinisi. Selain itu, pertanyaan skala penilaian ini bersifat subjektif; hasilnya mungkin
27

terdapat false validitas dan harus ditafsirkan dalam konteks evaluasi keseluruhan dari anak
(Tabel 4).

Tabel 2. DSM-PC: Variasi Perkembangan: Perilaku hiperaktif impulsif.

28

Tabel 3. DSM-PC: Variasi perkembangan: Perilaku inatensi.


Rekomendasi 3A: Penggunaan skala ADHD-spesifik merupakan pilihan klinis ketika
mengevaluasi anak-anak dengan ADHD.
Sebaliknya, secara global, kuesioner nonspesifik dan skala rating yang menilai
berbagai gejala perilaku tidak membedakan dengan baik antara anak dengan ADHD dan
tanpa ADHD (Tabel 5).
Rekomendasi 3B : Penggunaan skala broadband tidak dianjurkan dalam diagnosis
anak untuk ADHD, meskipun mereka mungkin berguna untuk tujuan lain.

29

Tabel 4. Total ADHD-Spesifik Cheklist: Kemampuan mendeteksi ADHD vs kontrol normal.

Tabel 5. Skala Total Cheklist Broadband: kemampuan mendeteksi perilaku yang dimaksud vs
bukan perilaku yang dimaksud.

Rekomendasi 4 : Penilaian ADHD juga memerlukan bukti langsung yang diperoleh


dari guru kelas (atau profesional sekolah lainnya) tentang gejala utama ADHD, durasi gejala,
derajat gangguan fungsional dan kondisi yang menyertainya dengan ijin dari wali. Seorang

30

dokter harus meninjau setiap laporan evaluasi multidisiplin dari sekolah, termasuk penilaian
dari guru atau profesional sekolah lainnya.
Anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun umumnya adalah siswa dan menghabiskan
sebagian besar waktunya di sekolah. Oleh karena itu, deskripsi perilaku mereka di sekolah
penting untuk evaluasi. Dengan izin dari wali, dokter harus meninjau laporan sekolah dari
sang anak. Guru kelas biasanya memiliki informasi lebih lanjut tentang perilaku anak
dibandingkan profesional lainnya di sekolah dan, bila memungkinkan, harus memberikan
laporan. Kuesioner ADHD khusus dan skala rating juga tersedia untuk guru (Tabel 4) dan
akurat untuk membedakan anak-anak dengan ADHD dan tanpa ADHD.
Rekomendasi 4A : Penggunaan skala ADHD-Spesifik adalah pilihan klinis ketika
mendiagnosis Anak dengan ADHD.
Sebaliknya, kuisioner guru secara global dan skala rating yang menilai berbagai
kondisi perilaku tidak secara akurat membedakan antara anak dengan ADHD dan tanpa
ADHD.
Rekomendasi 4B : Penggunaan kuesioner global dan skala rating tidak dianjurkan
dalam mendiagnosis anak untuk ADHD, meskipun mereka mungkin berguna untuk tujuan
lain.
Jika seorang anak usia 6 hingga 12 tahun menghabiskan cukup waktu dalam
lingkungan terstruktur lainnya seperti pusat perawatan setelah sekolah, tambahan informasi
tentang gejala utama dapat dicari dari profesional di pengaturan tersebut, bergantung pada
izin orang tua. Untuk anak-anak yang dididik di rumah oleh orang tua, bukti adanya gejala
perilaku selain situasi di rumah harus diperoleh.
Sering, ada perbedaan yang signifikan antara peringkat orang tua dan guru, tetapi
ditemukannya ketidaksesuaian itu tidak menghalangi diagnosis ADHD. Suatu pendekatan
klinis bermanfaat

untuk memahami sumber perbedaan dan menentukan apakah anak

memenuhi kriteria DSM-IV untuk mendapatkan informasi tambahan dari informan lainnya,
seperti mantan guru, pemimpin agama atau pelatih atletik.
Rekomendasi 5 : Evaluasi anak dengan ADHD harus termasuk penilaian untuk
kondisi yang menyertainya.

31

Gangguan psikologis dan perkembangan lainnya sering berdampingan pada anak


yang sedang dievaluasi untuk ADHD. Satu sepertiga anak-anak dengan ADHD memiliki satu
atau lebih kondisi yang menyertainya (Tabel 6). Meskipun dokter pada perawatan primer
mungkin tidak selalu berada dalam posisi untuk membuat diagnosis yang tepat kondisi yang
menyertainya, pertimbangan dan pemeriksaan untuk kondisi yang menyertainya seperti
perilaku dan gangguan pemberontak oposisi (terjadi bersamaan pada sekitar 35 persen anakanak), gangguan suasana hati (sekitar 18 persen), gangguan kecemasan (sekitar 25 persen)
dan ketidakmampuan belajar (sekitar 12 hingga 60 persen) harus menjadi bagian integral dari
evaluasi.

Tabel 6. Kesimpulan prevalensi kondisi yang menyertai anak dengan ADHD.

Bukti untuk gangguan yang menyertai ADHD dengan mudah terdeteksi oleh dokter
perawatan primer. Misalnya, sering sedih dan suka menyendiri membuat dokter waspada
akan adanya gejala depresi, sedangkan riwayat keluarga akan gangguan kecemasan dan
riwayat pasien ditandai dengan sering ketakutan dan kesulitan dipisahkan dari pengasuh
mengusulkan adanya gangguan kecemasan. Demikian pula, prestasi sekolah yang buruk
mungkin menunjukkan ketidakmampuan belajar. Tes mungkin diperlukan untuk menentukan
apakah ada suatu perbedaan antara pembelajaran anak potensial dan kemajuan akademik
yang sebenarnya, menunjukkan adanya ketidakmampuan belajar.

32

Gangguan Perilaku dan Gangguan Pemberontak Oposisi


Terdapat 35% anak ADHD disertai dengan gangguan pemberontak atau gangguan
perilaku. Gambaran diagnostik dari gangguan perilaku termasuk pola perilaku yang berulangulang dan persisten di mana dasar hak orang lain atau norma sosial sesuai dengan usia atau
aturan dilanggar. Gangguan pemberontak oposisi (kondisi yang kurang parah) meliputi gejala
persisten negativistik, menantang, tidak taat, dan perilaku bermusuhan terhadap figur otoritas.
Sering, anak-anak dan remaja dengan gangguan pemberontak oposisi yang persisten
kemudian berkembang menjadi gejala yang cukup parah untuk memenuhi syarat diagnosis
gangguan perilku. Tindak lanjut secara longitudinal pada anak-anak dengan gangguan
perilaku dengan ADHD menunjukkan bahwa anak-anak keadaannya relatif lebih buruk saat
dewasa dibanding rekan-rekan mereka yang hanya didiagnosis dengan ADHD. Misalnya,
pada satu penelitian telah melaporkan tingkat tertinggi kontak dengan polisi dan kenakalan
anak terdapat pada anak dengan ADHD dan disertai gangguan perilaku (30,8%) dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka yang didiagnosis dengan ADHD saja (3,4%) atau hanya
gangguan perilaku (20,7%). Penelitian awal menunjukkan bahwa kondisi yang menyertai
lebih sering pada anak-anak yang didominasi tipe hiperaktif-impulsif dan kombinasi.

Gangguan Suasana Hati / Depresi


ADHD disertai gangguan suasana hati (misalnya, depresi dan dysthymia) sekitar 18%.
Sering terdapat riwayat keluarga pada anak-anak dengan ADHD termasuk anggota keluarga
yang lain dengan riwayat gangguan depresi. Selain itu, anak-anak ADHD disertai gangguan
suasana hati juga mungkin memiliki keluaran relatif yang lebih buruk selama masa remaja
dibanding rekan-rekan mereka yang tidak disertai komorbiditas. Misalnya, anak remaja
disertai gangguan suasana hati dan ADHD berrisiko tinggi untuk percobaan bunuh diri. Pada
penelitian awal menunjukkan bahwa kondisi komorbiditas ini lebih sering pada anak-anak
yang didominasi tipe inatensi dan kombinasi.

Ansietas
33

Hubungan antara ADHD dan gangguan ansietas diperkirakan sekitar 25%. Selain itu,
risiko untuk gangguan ansietas di antara kerabat anak-anak dan remaja yang didiagnosis
dengan ADHD lebih tinggi daripada anak-anak dengan perkembangan tipikal, meskipun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa ADHD dan gangguan ansietas tidak diwariskan dari
keluarga. Pada kasus lain, penting untuk memperoleh riwayat keluarga yang teliti. Penelitian
awal menunjukkan bahwa kondisi ini lebih sering pada anak yang didominasi tipe inatensi
dan gabungan kombinasi.
Rekomendasi 6 :

Tes diagnostik lainnya tidak diindikasikan secara rutin untuk

menetapkan diagnosis ADHD tetapi dapat digunakan untuk penilaian kondisi yang
menyertainya.
Tes diagnostik lainnya berkontribusi sedikit untuk penegakan diagnosis ADHD.
Terdapat sedikit data untuk mendukung skrining secara rutin pada anak-anak dengan tingkat
timbal

yang

tinggi,

skrining

rutin

fungsi

tiroid

atau

penggunaan

rutin

dari

electroencephalography sebagai bagian dari upaya untuk mendiagnosis ADHD. Kinerja tes
yang berkesinambungan telah dirancang untuk memperoleh sampel anak dengan perilaku
umum dengan pengukuran kerajinan atau perilaku mengganggu yang mungkin berkorelasi
dengan perilaku yang terkait dengan ADHD. Namun, data saat ini tidak mendukung
penggunaan setiap kinerja tes yang berkesinambungan dalam mendiagnosis ADHD, karena
memiliki kemampuan yang terbatas untuk membedakan anak-anak dengan ADHD dari
perbandingan normal subyek kontrol. 2, 9

34

35

36

Diagnosis Banding ADHD


Disorder
Gangguan Perilaku dan
Pemberontak Oposisi

Differentiating Features from ADHD

Gangguan Belajar

Ansietas dan Gangguan


Mood

Gangguan Pola Pikir

Gangguan Bipolar

Gangguan Perkembangan
Pervasif (autism)

Retardasi Mental

Gangguan yang
berhubungan dengan zat
Gangguan yang
berhubungan dengan zat
yang lain

Menentang arahan orang dewas, tapi begitu


mengerjakan tugas dapat memprtahankan perhatian.
Kurang terdapat perilaku hiperaktivitas/impulsif.
Kebanyakan masalah perilaku terjadi secara akut di
rumah (sering terjadi perilaku menentang orangtua).
Gejala spesifik pada keadaan dan/atau subyek akademik
(misal, kelompok membaca).
Kuarang terdapat riwayat awal hiperaktivitas dan
masalah yang berhubungan dengan impulsif(misal, tidak
ada perilaku menyerang dan/atau menganggu).
Masalah dengan fokus perhatian (tidak berkelanjutan).
Riwayat keluarga dengan gangguan ini (vs. riwayat
ADHD).
Inhibisi yang berlebihan (bukan impulsif).
Gejala sesudah usia 7 tahun (kurang terdapat riwayat
hiperaktivitas saat prasekolah).
Penyesuaian diri akan sekolah khususnya tidak termasuk
perilaku mengganggu atau adanya perhatian guru
mengenai hiperaktivitas, impulsive dan inatensi.
Gejala sesudah usia 7 tahun
Penyesuaian diri di awal sekolah khususnya tidak
termasuk perilaku mengganggu atau adanya perhatian
guru mengenai hiperaktivitas, impulsif dan inatensi.
Kontak yang burukterhadap realitas.
Gejala sesudah usia 7 tahun.
Terdapat riwayat keluarga dengan gangguan ini (vs.
riwayat ADHD)
Iritabilitas dan/atau gembira sekali yang parah dan
persisten.
Perangai yang meledak-ledak yang dapat memburuk
(misal, perilaku yang merusak atau kasar).
Paham kebesaran.
Kebutuhan akan tidur berkurang
Hiperseksualitas
Perhatian yang terganggu berhubungan dengan stimulus
internal (bukan eksternal)
Kemunduran dalam hal perhatian dan kewaspadaan dari
waktu ke waktu tidak jelas.
Tingkat perkembangan relatif, rentang perhatian tidak
terganggu terlalu parah.
Tingkat perkembangan relatif, tingkat aktivitas dianggap
sesuai.
Gejala sesudah usia 7 tahun
Gejala berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
(misal, bronkodilator, isoniazid).

Note. Sources APA, 2000; Barkley, 2006; Geller et al., 1998 10

37

PENATALAKSANAAN
Pendekatan secara farmakologi dan perilaku efektif pada penatalaksanaan ADHD
terutama bila dikombinasikan.
Terapi Farmakologi
Stimulant
Dokter pada perawatan primer sebaiknya familiar dengan pengobatan multiple yang
ada untuk terapi ADHD (Tabel 7). Stimulant sebagai pengobatan agen lini pertama. Pada
kebanyakan pasien stimulant tetap meupakan pilihan pertama dalam pengobatan, penelitian
metaanalisis menunjukkan bahwa pengobatan dengan stimulant lebih manjur daripada
pengobatan non stimulant.
Selama 40 tahun terakhir, stimulant (methylphenidate [Ritalin] dan mixed
amphetamine salts) telah menjadi terapi andalan ADHD, walaupun tidak terdapat bukti yang
mendukung penggunaan stimulant yang satu dengan yang lain. Preparat dengan durasi kerja
pendek, intermediate, dan panjang sama efektifnya. Pemberian preparat dengan durasi kerja
pendek dapat sesuai waktunya dengan aktivitas tertentu. Formulasi dengan durasi kerja
panjang mengurangi gejala ADHD sepanjang hari sehingga menghilangkan beban
penggunaan obat di waktu sekolah, meningkatkan kepatuhan berhubungan dengan
kenyamana dan dosis sehari sekali, serta menurunkan kesempatan untuk penyalahgunaan.
Dexmethylphenidate extended-release (XR) dan methylphenidate transdermal juga
memberikan manfaat ini. Dexmethylphenidate berbentuk kapsul yang dapat dibuka dan
dicampur dengan makanan, dan memiliki onset awal yang manjur pada sediaan durasi kerja
panjang. Methylphenidate transdermal penyerapan yang lebih besar terjadi ketika patch
diletakkan di bokong daripada daerah subskapularis.
Pengobatan harus diawali dengan dosis rendah dan kemudain dititrasi di atas dua
sampai empat minggu setelah respon yang adekuat tercapai atau timbul efek merugikan yang
tidak dapat diterima. Bila satu stimulant tidak efektif, yang lain sebaiknya diusahakan
sebelum pengobatan dengan lini kedua dipertimbangkan. Walaupun pada beberapa anak
terdapat keuntungan dari terapi psikostimulant harian, pengobatan saat liburan, saat akhir
38

pekan dan musim panas dianjurkan pada anak ADHD dengan gejala predominan yang
mempengaruhi pekerjaan sekolah atau untuk membatasi efek yang merugikan (seperti,
menekan nafsu makan, nyeri perut, sakit kepala, insomnia, iritabilitas, tik). Efek yang
merugikan juga dapat dikurangi dengan minum obat bersamaan dengan makanan atau dengan
penyesuain dosis. The U.S. Food and Drug administration (FDA) telah menambahkan tanda
peringatan pada label psikostimulan berhubungan dengan obat obatan yang berisiko
meningkatkan kematian mendadak dan masalah kardiovaskuler, termasuk serangan jantung.
Di Kanada dan Eropa pada keluarga atau pribadi yang mempunyai riwayat penyakint jantung
dilakukan screening rutin elektokardiografi atau pemeriksaan kardiologi sebelum memulai
pengobatan dengan stimulant. Keterlambatan dalam pertumbuhan juga mungkin terjadi pada
terapi stimulant kronik, seperti berat badan dan tinggi badan yang berkurang, walaupun
beberapa penelitian menunjukkan efek jangka panjang minimal.
Non Stimulant
Beberapa anak tidak dapat merespon terhadap pengobatan stimulant, atau bahkan
tidak dapat mentoleransi pengobatan dengan stimulant oleh karena efek sampingnya (misal,
hilangnya nafsu makan). Dengan demikian beberapa pengobatan non stimulant juga
digunakan sebagai farmakoterapi ADHD. Atomoxetine (Strattera) adalah agen lini kedua dan
telah menunjukkan efektifitasnya pada placebo-controlled trials. Pengobatan lain dengan
bukti yang kurang luas untuk mendukung penggunaannya termasuk buproprion, (Wellbutrin),
alpha2-agonist, dan antidepresan trisiklik.
Atomoxetine, inhibitor selektif noerpnerphine-reuptake, merupakan pengobatan
pertama nonstimulant yang disetujui oleh FDA untuk pengobatan ADHD. Atomoxetine
sebaiknya dipertimbangkan bila anak tidak bereaksi terhadap stimulant, orangtua biasanya
lebih memilih pengobatan non stimulant, atau adanya perhatian akan penyalahgunaan
stimulant dari pasien atau anggota keluarga pasien. Walaupun tidak ada penelitian langsung
yang membandingkan pengobatan atomoxetine dengan stimulant. Atomoxetine dapat
diberikan satu atau dua kali sehari tapi tidak seperti stimulant, harus diberikan setiap hari
tanpa adanya jeda dalam pemberian obat (drug holiday). Gejala dapat berkurang dalam satu
minggu setelah pemberian awal atomoxetine, walaupun gejala utama ADHD biasanya tidak
terpengaruh untuk empat sampai enam minggu.

39

Tabel 7. Terapi farmakologi ADHD.

40

FDA (Food and Drug Administrartion) telah menambahkan peringatan pada label
atomoxetine yang mengindikasikan pengobatan sebaiknya tidak dilanjutkan pada pasien
dengan jaundice atau dari pemeriksaan laboratorium didapatkan gangguan hati. Perubahan
label ini berdasarkan dua laporan kasus, di mana keduanya mengalami perbaikan setelah
pengobatan tidak dilajutkan. Peringatan pada kotak hitam tentang hubungan yang jarang
terjadi antara atomoxetine dengan ide bunuh diri pada anak juga telah ditambahkan pada
label atomoxetine. Pasien yang sedang mendapat terapi atomoxetine harus dimonitor secara
ketat, terutama pada minggu pertama sampai empat minggu terapi. Efek yang merugikan
sama dengan stimulant dan juga termasuk peningkatan yang ringan pada nadi atau tekanan
darah. Fatique dan nausea timbul lebih sering pada pengobatan dengan atomoxetine
dibandingkan dengan stimulant, walaupun gejala ini mungkin tidak sama mengganggunya
dengan pemberian pada waktu tidur.
Bupropion, antidepresan dopaminergik, merupakan pengobatan alternatif untuk
ADHD. Ini mungkin pilihan yang masuk akal pada pasien yang disertai dengan gangguan
mood dan dan yang tidak berespon terhadap stimulant. Walaupun percobaan dengan placebocontrolled telah menunjukkan bahwa bupropion efektif pada anak remaja dengan ADHD dan
disertai dengan depresi, dua penelitian kecil secara random membandingkan bupropion
dengan methylphenidate melaporkan adanya efek yang kecil pada perilaku utama ADHD dan
efek yang lebih merugikan dengan bupropion. Pasien dengan riwayat kejang sebaiknya tidak
mendapat pengobatan bupropion. Efek samping yang jarang seperti berat badan turun,
insomnia, agitasi, ansietas, dan mulut kering.
Antidepresan

trisiklik

imipramine

(Tofranil)

dan

desipramine

(Norpramin)

menunjukkan efektif dalam mengontrol ADHD berkaitan dengan masalah perilaku.


Percobaan yang terkontrol secara umum menunjukkan bahwa antidepresan trisiklik
mempunyai efek terhadap gejala utama ADHD sebanding dengan stimulant. Karena potensial
efek samping nya yang serius, antidepresan trisiklik sebaiknya dipertimbangkan hanya ketika
percobaan yang adekuat pengobatan dengan stimulant, atomoxetine, dan intervensi perilaku
gagal. Antidepresan triksiklik sebaiknya mulai dengan dosis kecil dan dinaikkan bila
diperlukan. Efek samping termasuk mulut kering, konstipasi, takikardi, danya perubahan
pada elekrtokardiografi, dan, yang jarang, kematian mendadak. Label antidepresan trisiklik
termasuk peringatan kotak hitam tentang risiko ide bunuh diri dan perilaku pada anak dan
remaja.

41

Alpha2 agonis

clonidine (catapres) dan guanfacine (Tenex) kadang kadang

digunakan untuk mengobati ADHD, khususnya bila pasien mempunyai gejala gangguan
perilaku. Pengobatan juga dapat digunakan sebagai tambahan pada pengobatan stimulant
karena menetralkan insomnia dan penurunan nafsu makan yang sering muncul dengan
pengobatan stimulant. Clonidine sebaiknya dimulai dengan single dose, dosis yang rendah
pada waktu tidur dan secara perlahan dititrasi di atas dua sampai empat minggu untuk
meminimalkan efek samping. Clonidine tidak boleh diberhentikan secara tiba tiba, tapi
dosisnya secara perlahan-lahan di tapering off. Efek samping yang sering dari clonidine dan
guafacine termasuk mengantuk, pusing, mulut kering, dan hipotensi ortostatik.
Intervensi Perilaku
Ada beberapa intervensi perilaku yang baik pada ADHD. Kebanyakan pendekatan
perilaku berfokus pada pemberian penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan
menerapkan konsekuensi pada perilaku yang tidak diinginkan yang secara bertahap
membentuk kembali cara berpikir dan perilaku anak. Sebagai contoh, tanda atau point
penghargaan segera diberikan pada anak dengan perilaku dan pekerjaan yang baik. Intervensi
yang memperkuat peranan orangtua termasuk kelompok pendukung, yang menghubungkan
orangtua yang mempunyai anak dengan masalah yang sama, dan pelatihan keterampilan
orangtua, dimana memberikan teknik dan pedoman dalam menangani perilaku anak mereka.
Terdapat sedikit

atau bukti efektivitas psikoterapi dan terapi kognitif perilaku untuk

pengobatan ADHD, kebanyakan karena kurangnya penelitian dengan kualitas yang baik.

42

11, 12

DAFTAR PUSTAKA
1. Semrud M, Ellison PA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. In: Clikeman M,
editor.

Child

Neropsychology:

Assesment

and

Interventions

for

Neurodevelopmental Disorders. 2nd ed. New York: Springer; 2009. p. 186-205.


2. Committee on Quality Improvement, Subcommittee on AttentionDeficit/Hyperactivity Disorder. Clinical Practice Guideline: Diagnosis and
Evaluation of the Child With Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Pediatrics.
2000;1158 -1170.
3. Heilbroner PL, Castaneda GY. Pediatric Neurology: Essentials for General
Practice: Essentials for General Practice. 1st ed. Lippincott Williams & Wilkins;
2007. p. 85-106.
4. Barkley RA. ADHD: Nature, Course, Outcomes, and Comorbidity. Continuing Ed
Course

[Internet].

2004

[cited

2013

Apr

22].

Avaible

from:

http://www.continuingedcourses.net/active/courses/course003.php.
5. Lange KW, Reichl S, Lange KM, Tucha L, Tucha O. The history of attention
deficit hyperactivity disorder. Atten Defic Hyperact Disord. 2010; 2(4):241255.
6. Rader R, Mccauley L, Callen E. Current Strategies in the Diagnosis and
Treatment of Childhood Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. Am Fam
Physician. 2009; 79(8):657-665..
7. Curatolo P, D'Agati E, Moavero R. The neurobiological basis of ADHD. 7. Ital J
Pediatr. 2010; 36(1):79.
8. Nigg, JT. What causes ADHD?: understanding what goes wrong and why. New
York: The Guilford Press; 2006. p. 53-64.
9. Herrerias C, Perrin JM, Stein M. The Child with ADHD: Using the AAP Clinical
Practice Guideline. Am Fam Physician. 2001; 63(9):1803-1811.
10. Barkley, Geller et al. Differential Diagnosis of ADHD. APA, 2000.
11. Smucker WD, Hedayat M. Evaluation and Treatment of ADHD. Am Fam
Physician. 2001; 64(5):817-830.
12. Antshel KM, Hargrave TM, Simonescu M, Kaul P, Hendricks K, Faraone SV.
Advances in understanding and treating ADHD. BMC Medicine. 2011; 9:72.

43

Anda mungkin juga menyukai