Aku masih di kampus... Hmm, sekitar dua jam lagi aku akan menemuimu... Ya, aku tahu!
sabarlah..
Fandi melangkah perlahan. Tangan kanannya memegang ponsel yang ditempelkan
ke telinga, dan tangan kirinya berada di dalam saku jaket yang ia kenakan. Ia
menghembuskan napas panjang dan mengerutkan kening. Sudah 2 bulan terakhir sejak ia
terlibat dalam bisnis barang terlarang nan haram tersebut ia sering pulang telat ke kamar
kost yang menjadi tempat tinggalnya selama ia kuliah di Jakarta, bahkan tidak banyak
waktu lagi untuk ia jalan atau sekedar nongkrong bersama teman-teman dan sahabatnya.
Lia, maaf sudah dulu ya? Sabarlah, Fandi menyela ucapan Natalia dan langsung
menutup telepon. Langkahnya terhenti ketika ia sampai di pertigaan di ujung jalan yang ia
lewati. Ia melintas menyeberangi jalan dan masuk ke area taman kota di sisi jalan kecil nan
ramai lalu-lalang kendaraan bermotor.
Berapa yang kau mau..? Baru kemarin kau bawa sudah habis rupanya.. ucap
seorang pria berkacamata hitam yang tiba-tiba sudah ada dibelakangnya. Pria
berkacamata hitam itu masih muda, mungkin usianya sekitar dua pulih tiga tahun.
Aku perlu sepuluh butir lagi. Jawab fandi dengan sedikit simpul senyum yang
tersirat.
Ini, aku sudah siapkan, kebetulan pas sesuai dengan yang kau pinta. Pemuda itu
merogoh saku celana jeans yang ia kenakan dan memberikan apa yang Fandi minta.
Berhenti sekarang ! teriak salah seorang polisi sambil tetap berlari di atas trotoar
yang ramai dilalui pejalan kaki.
Aksi kejar-kejaran terjadi. Fandi berlari sambil sesekali menoleh kebelakang untuk
memastikan menjauh dari kejaran polisi itu. Lari yang tidak terkontrol dengan rasa panik
yang Fandi hadapi berbuah petaka. Fandi terjatuh, kakinya tersandung akar pohon di
pinggir trotoar. Ia mencoba bangkit untuk berdiri. Namun, ia kalah cepat dengan polisi yang
mengejarnya. Belum sempat ia berdiri polisi itu sudah lebih dulu meringkus Fandi dengan
memborgol lengan kiri Fandi dan membawanya ke mobil patroli untuk selanjutnya dibawa
ke kantor polisi.
Di Kantor Polisi Fandi menangis. Air matanya terlihat jatuh tak kuasa meratapi
peristiwa yang baru saja ia alami.
Sudah berapa lama kamu terlibat dengan bisnis narkoba? tanya polisi yang
membuat laporan terkait kasus Fandi.
dua bulan pak jawab Fandi sambil mengusap sedikit air mata yang tersisa di
pipinya.
Setengah jam sudah tahap interogasi dilalui oleh Fandi sebelum akhirnya ia
berpindah ke ruang jeruji besi.
***
Apa? Baik pak saya segera kesana! jawab Natalia ketika mendapat laporan dari polisi
terkait penahanan Fandi.
Paras cantik gadis kelahiran Yogyakarta yang juga merupakan sahabat Fandi ini
biasa dipanggil dengan nama Lia. Sudah dua setengah tahun persahabatan mereka
terjalin, meski pada dasarnya tidak dapat dipungkiri bahwa ada rasa lebih dari sekedar
sahabat diantara mereka.
Anda Natalia teman saudara Fandi? tanya polisi ketika Lia baru tiba di kantor
polisi dimana Fandi ditahan.
Ya pak, saya sendiri.. Saya Sahabatnya. Jawab Lia dengan wajah harap-harap
cemas ingin cepat melihat keadaan sosok sahabat yang selalu mendengar keluh kesahnya
itu.
Tidak butuh waktu lama, Natalia langsung diarahkan menuju sel dimana Fandi
ditahan. Dari pandangan mata indah nya terlihat pria yang tadi sore menjanjikannya akan
datang menemuinya justru tidak datang, bahkan dia sendiri lah yang menemuinya. Dengan
wajah tertunduk seraya bersimpuh, Fandi terlihat sangat terpukul.
Jadi, selama ini alasan kau telat, alasan untuk tidak bisa sesering dulu
menemaniku, mendengarkanku... hanya untuk ini? suasana berubah menjadi tegang
ketika Lia bertanya pada Fandi dengan sorot mata yang berkaca-kaca.
Aku akan menunggu.. Tapi tolong, aku hanya ingin kau yang dulu. Seutuhnya...
Bukan Fandi seorang pemakai atau pengedar! Lia menyela ucapan Fandi.
Fandi yang duduk bersila di ruang tahanan dengan tatapan mata yang berbinar
menatap lembut Natalia. Natalia berbalik badan dan berjalan perlahan meninggalkan Fandi,
lalu berhenti sejenak tanpa memalingkan wajah ke arah fandi seraya berkata, Jauhi
Narkoba, dan jangan pernah mendekatinya lagi. Lihat dunia dan kau akan tahu bagaimana
dunia ini membutuhkan karyamu.
Sejak saat itu Lia benar-benar tidak datang lagi ke dalam sel tahanan Fandi. Tiga
bulan berlalu Fandi mulai berangsur-angsur melupakan kisah silam yang merupakan masa
lalunya yang kelam dengan narkoba barang terlarang itu. Di tempat rehabilitasi sambil
menjalani masa hukumannya Fandi giat menggeluti pekan kreatifitas tahanan yang selalu
ada setiap minggu. Dari sanalah lembaran hidup Fandi dimulai. Ia mulai terlihat merangkai
kata-kata, mencurahkan perasaan lewat bait-bait puisi, lewat aksara yang mewakili rasa
Fandi menghadirkan decak kagum para penjaga lapas bahkan petugas kepolisian yang
sempat meringkusnya dulu.
Orangtuanya secara rutin mengunjunginya setiap akhir bulan. Senyum sumringah
terpancar dari orang tuanya kala saat melihat anak sematawayangnya berubah tak seperti
dulu.
Fandi, papa bangga sama kamu. kemarin papa dihubungi oleh pihak penerbit. Ujar
Papa sambil menepuk bahu Fandi.
Iya Fan, Mama kemarin lihat langsung karya kamu yang ditunjukkan oleh mereka.
Mereka tertarik dengan tulisan-tulisan yang kamu buat. Tambah Mama dengan mimik
wajah bangga.
Sungguh Pa? Ma? Terimakasih banyak telah mendukung Fandi selama ini.
Dengan nada haru Fandi bersimpuh dan memeluk kedua orang tuanya.
***
Tiga tahun kemudian...
Suasana di salah satu toko buku terbesar di kawasan Pasar Senen Jakarta itu
terlihat ramai sekali. Di depan toko terpasang spanduk bertuliskan Peluncuran Buku
Mereka bisa, Akupun Bisa! . Para pengunjung toko yang lalu-lalang baik dari kalangan
pelajar, mahasiswa atau orangtua yang tertarik menyimak presentasi peluncuran buku itu.
Permisi, Mas siapa penulis buku yang sedang launching itu ya? tanya Lia pada
salah satu pengunjung toko.
Oh, itu Fandi Alamsyah. Ada apa ya mba? Oh ya kalo mau membeli bukunya cepat
ya mba sebelum habis, maklum ramai sekali pengunjungnya. jawab pengunjung toko
dengan ramah.
Lia penasaran, langkahnya perlahan mendekati stand tempat peluncuran buku itu.
Dari celah-celah pengunjung yang padat itu ia bisa melihat, sosok wajah yang tidak asing
baginya. Secara tidak sengaja saat itu pandangan Fandi bertemu dengan tatapan penuh
tanya Natalia. Wanita itu tersenyum dan Fandi membalas senyumnya dengan kaku.
Tentu saja aku baik-baik saja.. Kapan kamu bebas dan kenapa tidak mengabariku?
timpal Lia dengan bersemangat.
Setahun yang lalu aku bebas, Banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu, Bisa
makan siang denganku hari ini? Sambil memberikan senyuman Fandi mengangkat kedua
alisnya.
***
Di Sebuah Cafe....
Kicauan burung kenari dalam sangkar dan rindangnya pepohonan dipadu taman
anggrek yang indah menemani kebersamaan dua insan yang sedang menikmati makan
siang sambil bertukar kisah yang terlewatkan beberapa tahun belakangan. Anyaman dan
ukiran relief dinding cafe menambah sejuknya nuansa siang itu.
Sebaiknya penjepit dasimu kau turunkan sedikit lagi. Kau harus terlihat rapih dan
elegan perintah Lia sambil melirik penjepit dasi Fandi yang sedikit terlalu naik.
Iya masalah kerapihan aku kalah denganmu Lia si Sarjana Desain balas Fandi
dengan sedikit menggoda.
Natalia berhasil menyelesaikan kuliah nya dengan predikat cum laude sebagai
Sarjana Desain Produk Industri. Berbeda halnya dengan Fandi yang drop out akibat kasus
narkoba nya dulu. Akibat kasus itu pula lah ia dijauhi oleh teman-temannya setelah tahu
bahwa ia terlibat dan diringkus oleh aparat penegak hukum.
Kamu tampan ya sekarang, beda..
Beda dengan yang dulu? Dulu belum dewasa? belum selesai Natalia bicara, Fandi
sudah memotong.
Lia hanya tersenyum manis. Fandi menggenggam tangan Lia seraya berucap,
Kamu masih menungguku kan? Masih ingat apa yang kau ucapkan sebelum pergi
meninggalkan ku dulu?
Iya, kamu menepati janjimu, dan aku juga sudah melihat perubahanmu
Satu jam berlalu di Cafe itu mereka mengakhiri pertemuan itu dengan saling
bertukar nomor ponsel dan berjanji untuk menhubungi di lain waktu.
4 Maret 2015
Hari ini berbagai media cetak dan elektronik serta surat kabar merilis pemenang
Best Seller kategori buku motivasi. Fandi Alamsyah keluar sebagai pemenang dengan
bukunya Mereka bisa, Akupun bisa!. Sebuah ajang bergengsi yang ia menangkan tepat di
hari ulang tahunnya yang ke dua puluh empat tahun tahun. Pujian hingga ucapan selamat
terus berdatangan yang ditujukan pada Fandi. Hingga di ujung senja ponsel nya bergetar,
panggilan masuk bertuliskan nama Natalia.
Hallo, Fandi selamat ya.. tedengar suara setelah fandi mengangkat telepon dari
Natalia.
Keluarlah, lihat kebawah dari jendela kantormu sambil memutar badan Lia
berbalik menghadap jendela ruangan kantor Fandi.
Sebenarnya
Lia
memang
membuat
kejutan
untuk
Fandi,
dia
membawa
teman-teman Fandi yang dulu biasa nongkrong bersama ketika masih kuliah dulu. Tak lupa
kue tar yang sudah dipersiapkan Lia dan teman-temannya. Rupanya bukan hanya Lia dan
teman-teman Fandi yang ingin membuat kejutan. Di sisi lain sudut taman bawah kantor
Fandi juga terlihat kedua orangtua Fandi.
Fandi membuka tirai jendela kantornya itu dan tersenyum lebar, benar-benar tak
habis pikir akan mendapatkan kejutan seperti ini. Ia bergegas turun melewati anak tangga,
dan berlari hingga ke taman.
Maafkan aku juga, sudahlah yang penting hari ini kita sama-sama belajar dari
pengalaman hidup yang kita lalui fandi berkata bijak.
Ia pun tak lupa memeluk kedua orangtuanya dan Lia yang memegang kue tar
dengan hiasan lilin tertanda angka dua puluh tiga diatasnya.
Ciuman dari Fandi mendarat di kening Lia. Dengan tersenyum Lia menatap Fandi.
Selamat Ulang Tahun Fandi Alamsyah dengan sedikit iseng memberikan colekan
kue tepat di hidung Fandi. Orangtua dan teman teman Fandi hanya menyaksikannya
sambil tersenyum dan meledek Fandi sesekali dengan simpul senyum indah yang tersirat.
Ya, mereka semua menyayangi Fandi, dengan karyanya yang menjadi Inspirasi Dunia!
***
Narkoba hanya akan membawamu pada fase masa hidup yang kelam. Jangan
pernah mencoba sedikitpun Narkoba dan Narkotika! Karena masa mudamu terlalu indah
untuk dirusak oleh obat-obatan yang hanya untuk kenikmatan sesaat belaka. Stop
Karya :