Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM AVO

Geofisika Reservoir

Kelompok 3 :
Raden Sasangka Ardi Nugraha

22314007

Yordan Wahyu C.

22314008

Ilham Dani

22314015

Juventa

22314019

MAGISTER TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016

Tujuan
melakukan analisis AVO untuk identifikasi fluida pori reservoir. Dalam laporan ini akan
membandingkan hasil analisis AVO menggunakan wavelet ricker dan wavelet statistical.

BAB I Dasar Teori


Metode amplitude versus offset atau yang biasa disebut dengan AVO adalah suatu
metode analisa data seismik yang memperhatikan perubahan amplitudo sebagai fungsi
dari jarak atau offset. Metode AVO didasarkan pada suatu anomali menaiknya amplitudo
sinyal seismik terhadap bertambahnya jarak suatu penerima (offset) dan suatu
pemantul (reflector). Pada kondisi normal, yaitu ketika tidak dijumpai adanya anomali,
semakin bertambah jarak offset semakin besar pula sudut datangnya, maka amplitudonya
akan semakin kecil. Namun pada kasus AVO, amplitudo akan semakin besar dengan
bertambahnya jarak offset (Wibisono, 2009).
Secara geometri, gelombang seismik menjalar melewati jarak yang semakin jauh
sehingga amplitudonya seharusnya semakin mengecil. Namun, analisis AVO dilakukan
pada sinyal seismik tepat di titik pemantul (CDP). Oleh karena koreksi geometris
harus dilakukan dengan sangat teliti sebelum melakukan analisis AVO.
Pada pengolahan data seismik, beberapa tahapan dapat mempengaruhi amlpitudo,
misalnya amplitude recovery, stacking, scaling, dan sebagainya. Untuk melakukan analisi
AVO, tahapan-tahapan tersebut harus dihindari atau dilakukan dengan hati-hati agar tidak
merusak anomali AVO. Kondisi lain yang harus diperhatikan adalah batas maksimum
offset yang bersesuaian dengan sudut kritis

AVO berkembang berdasarkan adanya variasi perubahan koefisien refleksi dan


transmisi terhadap sudut datang, berkaitan dengan hubungan jarak reflektifitas.
Refleksi pada bidang batas meliputi pembagian energi dan gelombang P datang,
gelombang P refleksi, gelombang P transmisi, gelombang refleksi dan gelombang S
transmisi. Sudut datang, gelombang refleksi, transmisi pada batas lapisan ini mengikuti
hukum Snellius.
Pada tahun 1919, Knott dan Zoeppritz merumuskan persamaan koefisien refleksi
untuk sudut datang tidak normal. Perhitungannya didasarkan pada konsep dasar fisika, yaitu
konservasi energi pada saat gelombang melewati bidang batas dengan

kontinuitas

tegangan dan pergeseram dalam sistem persamaan linear. Berikut adalah persamaan
Knott-Zoeppritz :

Gambar I.1 Persamaan Knott-Zoeppritz


dimana A, B, C, dan D berturut-turut adalah koefisien refleksi gelombang P, koefisien
refleksi gelombang S, koefisien transmisi gelomban koefisien transmisi gelombang S.

1 merupakan sudut datang gelombang P, 2 merupakan sudut bias gelombang P, 1


merupakan sudut pantul gelombang S, 2 merupakan sudut bias gelombang S. , ,

secara

berturut-turut

adalah densitas, kecepetan gelombang P, dan kecepatan

gelombang S.
Persamaan

Knott-Zoeppritz

sangatlah

kompleks.

Untuk

itu

dalam

perkembangannya persamaan yang digunakan untuk perhitungan koefisien refleksi


dalam analisis AVO mengalami berbagai modifikasi dan penyederhanaan.
Pada tahun 1940, Muskat dan Meres melakukan penelitian mengenai variasi
koefisien refleksi dan transimisi sebagai fungsi dari sudut datang. Kemudian pada tahun

1955, Koefoed melanjutkan penelitian tersebut dengan melakukan perhitungan


dengan memberikan nilai perbandingan Poisson (Poisson;s Ratio) yang berbeda pada dua
lapisan yang saling berbatasan. Dari hasil perhitungannya menunjukkan bahwa dalam
kondisi tertentu koefisien refleksi dapat berubah secara ekstrim dengan perubahan sudut
datang. Hasil pengamatan Koefoed ini, memberikan gambaran baru mengenai
perkembangan teori seismik, khususnya AVO, yaitu:
koefisien refleksi berubah sebagai fungsi sudut datang

perubahan

koefisien

refleksi

terhadap

sudut

datang

berbeda-beda

karakteristiknya untuk tiap daerah bergantung fisisnya

dimasa datang sangat dimungkinkan prediksi litologi dari kurva koefisien refleksi
Pada

tahun

1961,

Bortfeld

menurunkan

bentuk

pendekatan

persamaan

Zoeppritz untuk lebih dapat menggambarkan pengaruh sifat fisis batuan terhadap
amplitudo refleksi. Penelitian selanjutnya menitikberatkan pada aplikasi nilai Poisson
pada kondisi tertentu (misalnya pasir gas) serta faktor-faktor yang mempengaruhi rekaman
amplitudo sebagai fungsi offset dilakukan oleh Ostrander pada tahun 1984. Penelitian
Ostrander ini memberikan dua kesimpulan dasar sebagai berikut:
Nilai

perbandingan

Poisson

sangat

berpengaruh

dalam

perubahan koefisien

refleksi sebagai fungsi sudut datang


Analisis amplitude refleksi sebagai fungsi offset dapat dikenali pada tipe pasir gas
dan tidak menutupi kemungkinan pada tipe-tipe lain.
Klasifikasi Anomali AVO
Klasifikasi anolami AVO pertama kali diperkenalkan oleh Steven R. Rutherford dan
Robert H. Williams pada tahun 1989. Mereka membagi Anomali AVO pada batuan pasir
gas (gas sand) kedalam tiga kelas sebagai berikut :
Kelas I (High-Impedance Sands)
Anomali AVO kelas I ditujukan untuk batuan gas sand yang memiliki impedansi lebih
tinggi dibandingkan lapisan shale di atasnya dengan nilai R0 bernilai positif dan relatif
lebih besar. Anomali AVO kelas I ini umumnya ditemukan pada ekplorasi onshore dengan
area gas sand yang cukup keras, berumur cukup tua, dan memiliki tingkat kompaksi
sedang hingga tinggi.
Kelas II (Near-Zero Impedance Contrast Sands)
AVO kelas II ditujukan untuk batuan gas sand yang memiliki impedansi hampir sama
dengan lapisan shale di atasnya dan bernilai relatif kecil yang hampir mendekati nol.

Anomali AVO dibagi menjadi dua, yaitu kelas II dan kelas IIp. Kelas II mempunyai
koefisien refleksi negatif pada zero offset sedangkan kelas IIp memliki koefisien refleksi
positif pada zero offset. Anomali AVO kelas II umumnya ditemukan pada batuan gas
sand yang memiliki tingkat kompaksi sedang dan terkonsolidasi.
Kelas III (Low Impedance Sands)
Anomali AVO kelas III ditujukan untuk batuan gas sand yang memiliki impedansi lebih
rendah dibandingkan lapisan shale di atasnya dan bernilai negatif. Anomali AVO kelas
III umumnya ditemukan pada batuan sand gas yang kurang terkompaksi dan tidak
terkonsolidasi.
Pada tahun 1998, Castagna memodifikasi klasifikasi anomali AVO RutherfordWilliams dengan menambahkan satu kelas lagi sehingga anomali AVO memiliki
empat kelas. Kelas keempat adalah sebagai berikut:
Kelas IV (Low Impedance Sands)
Anomali AVO kelas IV dapat diperhatikan pada data stack seismik berupa bright spot
tetapi kekuatan refleksinya menurun seiring bertambah jarak offset. Anomali kelas IV
biasanya ditemukan pada porous sand yang berbatasan dengan litologi dengan kecepatan
seismik tinggi seperti hard shale.

Gambar I.2. Klasifikasi AVO Castagna (1998)

Atribut AVO
Ada beberapa atribut AVO yang biasa digunakan sebagai analisa reservoir
hidrokarbon, yaitu intercept (A), gradient (B), product, faktor fluida (F) reflektivitas
gelombang P, reflektivitas gelombang S, scaled poissons ratio changed, dan
sebagainya. Pada penelitian ini digunakan empat atribut AVO, yaitu intercept, gradient,
product, dan scaled poissons ratio changed.
1 Intercept (A)
Intercept menunjukkan koefisien refleksi yang terjadi pada offset nol atau zero offset.
Atribut ini menunjukkan perubahan litologi.
2 Gradient (B)
Gradient menunjukkan karakteristik amplitudo terhadap offset dari suatu data seismik
yang menunjukkan kehadiran fluida pada batuan.
3 Product (A*B)
Product merupakan hasil perkalian antara intercept (A) dan gradient (B). Product
digunakan sebagai kunci dalam mengidentifikasi brigth spots anomali AVO kelas 3 dan
dim-spot kelas 2 jika nilai positif pada AVO menunjukkan positif AVO.
4 Scaled Poissons Ratio Changed (A+B)
Scaled Poissons ratio changed merupaka atribut AVO yang merupakan indikator
reservoir yang tersaturasi hidrokarbon.
Lambda Mu Rho
Lambda-Rho dan Mu-Rho adalah parameter fisika batuan yang sangat erat
kaitannya dengan imkompresibilitas dan rigiditas.
menyatakan bahwa rigiditas (

Gray dan Andersen (2001)

) atau modulus geser didefinisikan sebagai

resistansi batuan terhadap sebuah ketegangan yang mengakibatkan perubahan bentuk


tanpa merubah volum total dari batuan tersebut. Rigiditas sensitif terhadap matriks
batuan. Semakin rapat matriksnya makan akan semakin sulit pula mengalami slide
over satu sama lain, dan benda tersebut dikatakan memiliki rigiditas yang tinggi.
1 Lambda-Rho
Parameter Lambda-Rho menunjukkan inkompresibilitas batuan yang merupakan
indikator fluida pengisi pori batuan. Fluida yang mengisi pori akan mempengaruhi nilai
inkompresibilitas. Batuan yang porinya terisi gas akan lebih mudah terkompresi daripada

batuan yang porinya terisi minyak ataupun air. Sehingga batuan pasir yang mengandung
gas akan memiliki nilai Lambda-Rho yang rendah.
2 Mu-Rho
Mu-Rho

menunjukan

rigiditas

batuan

yang

merupakan

indikator

untuk

membedakan litologi batuan. Perubahan litologi yang terjadi di bawah permukaan bumi
dapat didentifikasi dengan lebih baik menggunakan parameter Mu-Rho yang merupakan
fungsi kuadrat dari impedansi elastik (Zs). Batuan seperti shale akan memiliki nilai MuRho yang lebih rendah, sedangkan batu pasir akan memiliki nilai Mu-Rho yang lebih
tinggi
Analisis Mu-Rho dan Lambda-Rho ini jika dihubungkan dapat digunakan untuk
melihat

kesesuaian

antara

keberadaan

fluida

dan

jenis

litologi Keberadaan

hidrokarbon ditunjukkan dengan nilai Lambda-Rho yang rendah sedangkan harga MuRhonya tinggi merupakan respon terhadap batuan porous
Inversi Simultan
Inversi simultan merupakan salah satu teknik inversi AVO yang melibatkan data
seimik pre-stack. Inversi simultan digunakan secara langsung untuk mendapatkan beberapa
sifat fisis yang diinginkan. Misalnya impedansi P impedansi S, densitas, Poissonn ratio,
dan Vp/Vs.
Sudut datang merupakan parameter yang sangat penting dalam inversi AVO,
termasuk di dalamnya inversi simultan. Sudut datang diperoleh dari pengolahan data
kecepatan seismik khusus yang berfrekuensi rendah. Data sudut datang ini dalam proses,
disebut sebagai angle gather. Dari angle gather tersebut akan terlihat jangkauan sudut
dari data seismik. Untuk mempertajam kejelasan anomali, maka digunakan metode
partial angle stack. Partial angle stack ini diperoleh dengan partial angle gather yang
di-stack. Partial angle gather yaitu angle gather yang dibuat menjadi beberapa bagian
sesuai kebutuhan, dimana setiap bagian memiliki rentang sudut yang berbeda.
Misalnya saja dibuat menjadi tiga, yaitu near angle stack, mid angle stack, dan angle
stack. Masing-masing partial stack kemudian digunakan untuk melakukan proses
pengikatan data sumur (well to seismik tie) dengan menggunakan wavelet yang
berbeda-beda. Masing-masing wavelet diekstrak dari masing-masing partial stack.
Wavelet-wavelet ini berisi informasi mengenai spektrum frekuensi dari masing- masing
partial stack. Hasil dari proses ini adalah kecepatan gelombang P yang telah terkoreksi
yang digunakan untuk proses pembuatan model awal dan inversi simultan.

Inversi simultan memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:


1. Menghasilkan nilai Poisson ratio yang memiliki resolusi sebaik hasil dari inversi
terpisah (elastic inversion)
2. Dapat mengestimasi densitas dari data seismik. Densitas dapat digunakan sebagai
data tambahan untuk memprediksi litologi dan fluida
3. Dapat memprediksi secara akurat delta impedansi akustik dan delta Poissons
ratio. Kedua hasil tersebut dapar digunakan untuk menghitung perubahan tekanan dan
saturasi.

BAB II Data loading dan review


Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah
I I.1. Data Seismik
Data seismik yang digunakan adalah data seismik 2D gather (pre stack) dengan format *segy.
II.2. Data Sumur
Dalam penelitian ini digunakan satu data sumur (well-1) yang terletak pada posisi X = 1000.0000
Y = 1875.0000, CDP 330. Kelengkapan data sumur memiliki log berupa log P-wave, S-wave,
Gamma ray, Density, dan SP.Pada data sumur ini telah terbukti mengandung hidrokarbon berupa
gas.
II.3. Data Checkshot
Data checkshot yaitu berupa data kedalaman dan waktu tempuh (TWT) yang terdapat pada data
sumur. Data checkshot diperlukan untuk mengkonversi data seismik dalam domain waktu ke
domain kedalaman atau sebaliknya, sehingga dapat dilakukan proses pengikatan data sumur ke
data seismik (well seismic tie). Selain itu data ini juga dapat diperlukan untuk mengkoreksi log Pwave.
II.4. Data Horizon
Terdapat 2 data picking horizon, horizon a menunjukkan top formasi dan horizon b menunjukkan
bottom formasi.
II.5. Data Marker
Data marker yaitu data yang menunjukkan zona lapisan sandstone yang diduga berpotensi
mengandung hidrokarbon berupa gas.

BAB III
Tahapan Pengolahan Data

Secara umum pengolahan data dilakukan menjadi dua bagian, yaitu pengolahan data sumur
dan pengolahan data seismik. Penjelasan lebih lanjut dijabarkan di bawah ini.
III.1. Pengolahan Data Sumur
Pengolahan data sumur di sini maksudnya adalah memberikan tanda (marker) pada zona-zona
yang diindikasikan sebagai lapisan sandstone. Hal ini dilakukan untuk membatasi daerah yang
akan ditinjau lebih lanjut (Gambar III.1).
III.2. Pengolahan Data Seismik
Pengolahan data seismik disini terbagi menjadi tujuh bagian, dimana tahapan-tahapan tersebut
akan dijelaskan pada sub bab di bawah ini.

III.2.1. Well-seismic tie


III.2.1.1. Wavelet extraction,
Setelah data log dan data seismik diinput maka langkah selanjutnya adalah pembuatan
seismogram sintetik sebagai hasil konvolusi dari reflectivity log dengan wavelet. Dimana
reflectivity log didapatkan dari hasil log sonic yang sudah dikoreksi dengan chekshot dan log
densitas. Sedangkan (ekstraksi) wavelet akan digunakan untuk proses well seismic tie. Dalam
melakukan well seismic tie diperlukan sebuah wavelet yang kemudian wavelet tersebut akan
berperan penting dalam pembuatan model awal. Pembuatan wavelet dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1. Membuat wavelet ricker

Ekstraksi wavelet ini dibuat dengan menggunakan frekuensi dominan 30 Hz (Gambar


III.2)

Gambar III.2. Wavelet Ricker frekuensi 30 Hz

2. Ekstrak statistical
Wavelet ini yang dibuat dengan cara mengekstraksi wavelet data seismik secara statistik. Untuk
mendapatkan nilai korelasi yang bagus maka dilakukan proses auto shifting serta stretch, dimana
saat melakukan stretch diharapkan jangan berlebihan karena sebenarnya proses strecthing akan
mengubah data log.
Pada pengerjaan ini, menggunakan wavelet hasil dari ekstrak statistical dengan wavelet
length 200 ms, taper length 25 ms, phase rotation 0 o, dan phase type adalah constant phase.
Ekstraksi ini dibatasi dengan window di sekitar daerah target kita, yaitu dari 550 ms- 690 ms.
Gambar III.3.

Gambar III.3. Wavelet Statistical

III.2.1.2. Koreksi check-shot


Pada tahapan ini mengkonversi data seismik dalam domain waktu ke domain kedalaman
atau sebaliknya, sehingga sehingga dapat dilakukan proses pengikatan data sumur ke data seismik
(well seismic tie).
III.2.1.3. Well-seismic tie
Well seismic tie adalah proses pengikatan data sumur (well) terhadap data seismik. Hal
dilakukan karena data seismik umumnya berada dalam domain waktu (time) sedangkan data well
berada dalam domain kedalaman (depth). Seismogram sintetik yang sudah dibuat sebelumnya
kemudian diikatkan dengan data seismik. Pengikatan ini akan menghasilkan koefisien korelasi
atau kesesuaian antara data seismik yang ada dengan seismogram sintetik dengan nilai antara 0
sampai 1. Koefisien korelasi yang didapatkan pada well-1 dengan wavelet ricker adalah 0.922
(Gambar III.4). Sedangkan koefisien korelasi yang didapatkan pada well-1 dengan wavelet
statistical adalah 0.949 (Gambar III.5). Berdasarkan hasil well seismic tie, korelasi terbaik adalah
dengan menggunakan wavelet statistical.

Gambar III.4. Hasil proses well seismic tie pada well-1 dengan wavelet ricker

Gambar III.5. Hasil proses well seismic tie pada well-1 dengan wavelet statistical

III.2.2. AVO Well Modeling


Pada tahapan AVO well modeling, diperlukan membuat synthetic seismic dari log yang
kemudian dilakukan analisa synthetic AVO response. Di dalam tahapan membuat synthetic
seismic dari log, memakai persamaan Zoeppritz, dengan number of angles 10, minimum offset 0,
dan maximum offset 45.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa synthetic AVO response dengan input
volume well-1 synthetic dalam bentuk angle gather. Analisa ini memakai persamaan orde kedua
dari Aki Richards.

R( ) A B sin 2

III.1.

, dimana A = Intercept AVO dan B = Gradient AVO.


Gambar III.6. menunjukkan analisa synthetic AVO response dengan menggunakan
wavelet ricker. Sedangkan Gambar III.7. menunjukkan analisa synthetic AVO response dengan
menggunakan wavelet statistical.

Gambar III.6. Analisa synthetic AVO response dengan menggunakan wavelet ricker

Gambar III.7. Analisa synthetic AVO response dengan menggunakan wavelet statistical

Dari gambar III.6 dan III.7 dapat dilihat bahwa grafik response AVO pada zona reservoar
mempunyai indikasi adanya hidrokarbon, karena adanya anomali AVO brightspot. Berdasarkan
klasifikasi Rutherford dan William (1989), lapisan reservoar gas-sand termasuk kalas III pada time
620-640 ms.

III.2.3. Creating super gather, CDP Stack, Angle Gather


Tahapan selanjutnya adalah membuat super gather dan angle gather. Angle gather dibuat
dari super gather dengan memasukkan data kecepatan seismik, baik kecepatan rata-rata ataupun
kecepatan interval, baik itu berasal dari velocity table maupun dari dat log sonic (P-wave velocity).
Tujuan dari pembuatan super gather adalah untuk memperjelas zona target dan meningkatkan
signal to noise ratio. Cara membuat super gather ini adalah dengan menambah atau mengurangi
trace ke dalam data seismik. Hal ini sangat tergantung dari kualitas data seismik. Jika data seismik
yang ada terlalu noisy, maka yang harus dilakukan adalah mengurangi trace-nya. Hasil dari super
gather ini dapat dilihat pada Gambar III.8.

Gambar III.8. Penampang gather setelah dilakukan proses super gather terlihat anomali bright
spot pada TWT 620-640 ms

Dari penampang super gather ini semakin terlihat jelas bahwa anomali bright spot terlihat
pada kedalaman waktu 620-640 ms. Hal ini diperkuat oleh amplitude pada reservoar sandstone
yang menunjukkan naiknya harga amplitude secara signifikan dengan bertambahnya offset,
dengan menggunakan color key seismic amplitude menandakan bahwa peningkatan amplitude
terjadi sejalan dengan peningkatan offset yang dimungkinkan disebabkan akibat kehadiran gas.
Setelah membuat super gather, langkah selanjutnya adalah melakukan stacking yang
merupakan proses menjumlahkan tras-tras seismik dalam satu CDP (Gambar III.9).

Gambar III.9. Penampang CDP stack

Angle gather digunakan untuk merubah tampilan data seismik dari domain jarak ke dalam
domain sudut dating (angle of incidence) gelombang seismik terhadap reflektornya.
Sedangkan tujuan pembuatan angle gather adalah untuk melihat jangkauan sudut yang
dimiliki data seismik. Untuk membuat angle gather digunakan masukan data kecepatan P-wave
dan parameter masukan jangkauan sudut berkisar 0o-33o. Hal ini dilakukan untuk melihat
jangkauan sudut minimum dan maksimum yang dimiliki oleh data. Dari data angle gather pada
Gambar III.9. bahwa jangkauan sudut optimum yang dimiliki oleh data berkisar antara 6o-30o.

Gambar III.10. Penampang gather dalam kawasan angle

III.2.4. Trace Gradient Analysis dan Horizon Analysis


Tahapan selanjutnya adalah melakukan proses analisa AVO, berupa trace gradient analysis
dan horizon analysis. Pada tahapan ini menggunakan persamaan III.1. Gambar III.11, Gambar
III.12, dan Gambar III.13 merupakan analisa AVO menggunakan metode trace gradient analysis.

Gambar III.11. Analisa AVO dengan metode trace gradient analysis (wavelet ricker) pada CDP
330

Gambar III.12. Analisa AVO dengan metode trace gradient analysis (wavelet ricker) pada CDP
300

Gambar III.13. Analisa AVO dengan metode trace gradient analysis (wavelet statistical) pada
CDP 330

Pada Gambar III.11 dan Gambar III.13 terlihat bahwa jika kita memplot nilai-nilai
amplitude (baik peak maupun trough pada CDP gather) sebagai fungsi dari offset atau sudut
tembak sin 2 , maka kita akan memperoleh nilai Intercept A (titik potong antara garis biru atau
merah dengan sumbu vertikal) dan Gradient B (kemiringan garis biru atau merah). Pada gambar
di atas terlihat juga adanya anomali AVO kelas III. Dari hasil cross plot antara Intercept dan
Gradient menunjukkan anomali yang terletak di kuadran III, yang menandakan termasuk anomali
AVO kelas III. Semakin jauh anomali dari background trend, maka semakin kuat anomali data
tersebut.

Pada Gambar III.12 merupakan analisa AVO yang dilakukan pada CDP gather 300, dari
hasil analisa didapatkan bahwa terjadi ambiguitas tinggi, dimana data di area picked tidak dapat
dipisahkan dengan baik antara anomali dengan background trend.
Gambar III.14 merupakan analisa AVO menggunakan metode horizon analysis. Tahapan
ini bertujuan untuk melihat bagaimana respon amplitudo terhadap offset pada area target dan non
target.

Gambar III.14. Analisa AVO dengan metode horizon analysis (wavelet ricker)

Metode ini menganalisa anomali AVO pada horizon yang di pick di dekat well-1. Gambar
di atas menunjukkan adanya perubahan respon AVO yang semakin membesar terutama pada area
yang menjadi target anomali AVO, kemudian mengecil kembali ketika anomali AVO sudah tidak
teridentifikasi di data seismik. Hasil dari analisa AVO ini adalah adanya anomali AVO kelas III
pada zona target (kotak merah). Anomali kelas III ini teridentifikasi pada kurva biru-merah di
bagian bawah data yang memperlihatkan kenaikan amplitude pada reflektifitas negative.

III.2.5. AVO Volume Analysis


Tahapan selanjutnya melihat anomali AVO paling positive dengan menggunakan bantuan
volume atribut AVO untuk memastikan hasil interpretasi dengan lebih baik dan detail. Analisis

AVO dilakukan pada penampang intercept, gradient, product, polarization magnitudes,


polarization angle difference, dan polarization product.
Analisa crossplot atribut AVO, yaitu intercept (Gambar III.15) dan gradient (Gambar
III.16) tidak bisa menunjukkan anomali amplitudo secara signifikan pada zona target dan
cenderung overlapping dengan area background trend (Gambar III.25 dan Gambar III.26).

Gambar III.15. Intercept (A)

Gambar III.16. Gradient (B)

Berdasarkan hasil tersebut, kita menggunakan product (A*B) yang merupakan hasil
perkalian antara intercept (A) dan gradient (B) untuk melihat anomali amplitudo positif pada area
target. Product ini memperkuat dugaan adanya anomali bright spot yang diakibatkan oleh
keberadaan gas. Jika terdapat gas, pada suatu reservoar, maka akan terlihat product bernilai positif.
Hal ini dikarenakan intercept dan gradient harus sama-sama bernilai negative. Pada Gambar III.17
dan Gambar III.18 terlihat bahwa pada TWT 620-640 ms, ada daerah dengan nilai product positif
yang diindikasikan sebagai eksistensi dari gas. Namun, dilihat dari atribut product (Gambar III.17
dan Gambar III.18) area dengan nilai positif (merah) tersebar tidak hanya pada target anomali saja.
Oleh karena itu tidak dapat diketahui dengan baik bagaimana kemenerusan anomali amplitudo
positif tersebut.

Gambar III.17. Product (A*B) dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning (wavelet
ricker)

Gambar III.18. Product (A*B) dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning (wavelet
statistical)

Selanjutnya digunakan polarization magnitudes untuk mengetahui pola persebaran dari


anomali amplitudo positif tersebut. Pada Gambar III.19 dan Gambar III.20 menunjukkan bahwa
masih terdapat ambiguitas yang cukup tinggi dengan masih tersebarnya anomali amplitude positif
(merah) di sekitar zona reservoar.

Gambar III.19. Polarization magnitudes dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet ricker)

Gambar III.20. Polarization magnitudes dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet statistical)

Selanjutnya digunakan polarization angle difference untuk mengetahui pola persebaran


dari anomali amplitudo positif tersebut. Pada Gambar III.21 dan Gambar III.22 tidak menunjukkan
anomali amplitude positif (merah) tinggi di sekitar zona reservoar.

Gambar III.21. Polarization magnitudes dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet ricker)

Gambar III.22. Polarization magnitudes dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet statistical)

Selanjutnya digunakan polarization product untuk mengetahui pola persebaran dari anomali

amplitudo positif tersebut. Pada Gambar III.23 dan Gambar III.24 terlihat anomali positif yang
tergambarkan dengan baik pada zona reservoar dan sudah terlihat cukup jelas kemenerusan anomali

amplitudo positif di zona reservoar.

Gambar III.23. Polarization product dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet ricker)

Gambar III.24. Polarization product dan zona reservoar yang diberi kotak berwarna kuning
(wavelet ricker)

III.2.6. Seismic AVO Crossplot


Pada Gambar III.25 dan Gambar III.27 merupakan crossplot antara Intercept AVO dan
Gradient AVO. Sedangkan pada Gambar III.26 dan Gambar III.28 merupakan Seismic AVO
crossplot intercept dan gradient.

Background Trend

Gas interval

Top

Bottom

Gambar III.25 Analisis crossplot intercept dan gradient dengan color key time (wavelet ricker)

Gambar III.26 Seismic AVO crossplot intercept dan gradient dengan color key zona trend
(wavelet ricker)

Background Trend

Gas interval

Top

Bottom

Gambar III.27 Analisis crossplot intercept dan gradient dengan color key time (wavelet
statistical)

Gambar III.28 Seismic AVO crossplot intercept dan gradient dengan color key zona trend
(wavelet statistical)

III.2.7. Seismic AVO Inversion


Pada tahapan ini melakukan AVO inversion untuk mengetahui lebih detail mengenai
persebaran dari property reservoar dan fluida. Pada tahapan ini juga dilakukan proses inversi AVO
dengan menggunakan wavelet yang berbeda.

III.2.7.1. Inversi AVO Wavelet Ricker

Gambar III.29 Analisa Inversi AVO (wavelet ricker)

Gambar III.30. Penampang inversi AI

Gambar III.31. Penampang Inversi Density

Gambar III.32. Penampang Inversi Vp/Vs ratio


Berdasarkan hasil inversi AI, Density, dan Vp/Vs ratio memperlihatkan nilai yang rendah
pada zona reservoar. Untuk mencari persebaran reservoar dan fluida lebih baik dan detail, maka
dilakukan inversi LMR, dimana Mu*Rho mencerminkan nilai rigiditas suatu batuan dan sangat
baik di dalam mendiferensiasi reservoar. Sedangkan Lambda*Rho mencerminkan nilai
inkompresibilitas dan sangat baik di dalam mengidentifikasi persebaran fluida. Untuk melakukan
inversi ini cukup melakukan perhitungan secara matematis dari volume P-Impedance dan SImpedance yang telah didapatkan.
Mu * Rho Zs 2
Lambda * Rho Zp 2Zs 2

III.2

Pada Gambar III.33 dan III.34 merupakan hasil inversi Mu*Rho dan Lambda*Rho. Nilai
Mu*Rho yang tinggi mengindikasikan sandstone (reservoar), sedangkan nilai Lambda*Rho
rendah mengindikasikan hidrokarbon sebagai pore fluid.

Gambar III.32. Penampang Inversi Mu*Rho

Gambar III.32. Penampang Inversi Lambda*Rho

Gambar III.33. Crossplot antara inversi Mu*Rho vs Lambda*Rho

Dari hasil crossplot Mu*Rho vs Lambda*Rho dapat ditarik kesimpulan bahwa gas bearing
interval mempunyai nilai jika dan hanya jika Lambda-Rho < 19 Gpa*g/cc dan nilai Mu*Rho 6
Gpa*g/cc < x < 8 Gpa*g/cc. Atau ekspresi matematika if(volume Lambda*Rho <19, volume
Mu*Rho,0) akan memberikan section Mu*Rho yang nilainya 0 menandakan bahwa interval
tersebut terisi oleh gas.

III.2.7.1. Inversi AVO Wavelet Statistical

Gambar III.34 Analisa Inversi AVO (wavelet statistical)

Gambar III.35. Penampang inversi AI

Gambar III.36. Penampang inversi Density

Gambar III.37. Penampang inversi Vp/Vs Ratio

Pada Gambar III.38 dan III.39 merupakan hasil inversi Mu*Rho dan Lambda*Rho. Nilai
Mu*Rho yang tinggi mengindikasikan sandstone (reservoar), sedangkan nilai Lambda*Rho
rendah mengindikasikan hidrokarbon sebagai pore fluid.

Gambar III.38. Penampang Inversi Mu*Rho

Gambar III.39. Penampang Inversi Lambda*Rho

Gambar III.40. Crossplot antara inversi Mu*Rho vs Lambda*Rho

Dari hasil cross plot di atas, dapat disimpulkan bahwa gas bearing interval mempunyai
nilai jika dan hanya jika Lambda*Rho < 18 Gpa*g/cc dan nilai Mu*Rho 6 Gpa*g/cc < x < 10
Gpa*g/cc. Atau ekspresi matematika if(volume Lambda*Rho <18, volume Mu*Rho,0) akan
memberikan section Mu*Rho yang nilainya 0 menandakan bahwa interval tersebut terisi oleh
gas.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan inversi AVO, dapat diturunkan parameter elastic seperti impedansi
P, impedansi S, lambda, dan mu sehingga dapat mengetahui keberadaan hidrokarbon
terutama gas dapat teridentifikasi dengan baik.
2. Direct Hidrocabon Index secara kualitatif dapat dilihat dari seismik.

Anda mungkin juga menyukai