BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh
proteinuri masif, hipoalbuminemi, edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas yang
disebabkan oleh kelainan primer glomerulus dengan etiologi yang tidak diketahui atau berbagai
penyakit tertentu. Pemahaman patogenesis dan patofisiologi merupakan pedoman pengobatan
rasional sebagian besar pasien SN. Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan
dasar ginjal atau penyakit penyebab, menghilangkan /mengurangi proteinuria, memperbaiki
hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit.1
1.2 Tujuan.
a) Memperdalam ilmu dalam melakukan proses anamnesis dengan betul dalam
mendapatkan maklumat yang tepat dan benar sehingga memperoleh diagnosis yang tepat.
b) Mempelajari gambaran klinis serta komplikasinya.
c) Mempelajari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang terlibat dalam
mendapatkan diagnosa pasti.
d) Mempelajari etiologi penyebab dan faktor resiko sindrom nefrotik pada anak dan
patofisiologi sehingga timbulnya kelainan yang diduga.
Sindrom Nefrotik : Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang
ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas.1
2.2 Anamnesis
Anamnesis atau pertanyaan mengenai riwayat penyakit yang diajukan kepada orang tua
pasien (alloanamnesa) harus dilakukan secara sistematis dan terarah untuk mendapatkan
informasi selengkap mungkin.
Anamnesis terdiri dari :
i.
Anamnesis umum
-
ii.
Nama ortu
Alamat
Umur/pendidikan/pekerjaan ortu
Jenis kelamin
Anamnesis khusus
a. Keluhan utama : dari kasus didapatkan pasien seorang anak laki-laki berusia 4 tahun
dengan keluhan bengkak pada kelopak mata dan kedua kaki, ditemukan shifting dullness
dan hiperkolestrolemia.
b. Hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan/gejala :
-
Apakah lokasi bengkak, menetap atau meluas seperti terdapatn edema sakral dan ascites?
Keluhan penyerta: batuk, oliguria, sesak nafas, berdebar, pucat, kuning dsb
Adakah perkara yang mendahului keluhan seperti penyakit ginjal (proteinuria dengan
urin keruh), penyakit gagal jantung (sesak nafas atau palpitasi) atau penyakit hati
(ikterus), penyakit malnutrisi (Kwashiorkor)4
c. Riwayat.
Riwayat penyakit sekarang.
Umur anak ketika terjadi onset (semakin muda anak adalah lebih besar resiko)
Riwayat penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik, hepatitis atau gagal jantung
sebelumnya.
iii.
iv.
Riwayat pemakanan
v.
Menilai status gizi anak dengan kemungkinan malnutrisi seperti pada penyakit
Kwashiorkor
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
vi.
Kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur untuk menilai apakah terjadi
keterlambatan pertumbuhan pada anak.4
vii.
viii.
ix.
Status Generalis
i.
ii.
iii.
iv.
Kelainan-kelainan yang segera tampak : Edema pada kelopak mata (periorbital) dan
kedua kaki atau kemungkinan di tempat lain seperti presacral dan genital.
Bentuk pitting edema : bila ditekan tidak kembali/ lambat (periksa pada pretibial)
Bentuk non-pitting edema : bila cepat kembali = pada turner syndrom, kretinisme
Edema sedikit/ mulai pada palpebra
Edema banyak:pretibia, pergelangan kaki, sakrum
Edema anasarca : di seluruh tubuh dengan ascites, efus pleura/ perikardial (pada
malnutrisi, syndroma nefrotik, penyakit jantung, cirrhosis hepatis, kwashiorkor)
Edema lokal : alergi, gigitan seranggg, bendungan limfe5
v.
i.
ii.
Tekanan darah : Hipertensi sering ditemukan seiring dengan edema sebagai suatu
mekanisme kompensasi tubuh namun pada SN hipertensi tidak begitu signifikan.
iii.
iv.
Suhu : infeksi
Data antropometri : Pengukuran tinggi dan berat yang tepat, dan menuliskan & menuliskan
grafik pertumbuhan baku penting 5
Status Gizi : kenaikan BB cepat menunjukkan kemungkinan overhidrasi atau edema.5,6,7
-
GIZI BURUK
o Kwasiorkor
o Marasmus
o Marasmus kwasiorkor
x.
Tinggi Badan/Panjang Badan : mendeteksi dwarfisn yang disebabkan oleh penyakit
menahun yang mempengaruhi absorpsi penggunaan makanan seperti pada penyakit :
-
Penyakit ginjal
Penyakit jantung
Penyakit hati
Pemeriksaan Sistematis : Dilakukan pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki.5,6,7
Pemeriksaan Abdomen:
i.
Inspeksi :
Palpasi :
Frenitus taktil.
-
percabangan bronkus ke parenkim paru dan dinding dada saat pasien berbicara.
Frenitus taktil digunakan untuk memberikan informasi mengenai kepadatan jaringan
paru dan rongga dada di bawahnya. Normal akan teraba getaran yang sama pada
kedua telapak tangan yang diletakan pada kedua sisi dada. Frenitus akan meninggi
bila ada konsolidasi misalnya pada pneumonia dan akan berkurang bila terdapat
obstruksi jalan nafas, atelektasis, pleuritis, efusi pleura, pleuritis dengan schwarte
tumor antara paru dan dinding dada.
iii.
Perkusi :
Shifting dullnesss : untuk menilai redup berpindah, (+) menunjukkan ada cairan.
Pemeriksaan Ginjal
Pembesaran ginjal diraba dengan cara ballotement (juga untuk meraba massa
retroperitoneal) - Caranya letakkan tangan kiri di posterior tubuh pasien dengan jari
telunjuk di CVA (costovertebrae angle) jari ini kemudian menekan organ/ massa ke
atas dan tangan kanan melakukan palpasi secara dalam dari anterior, merasa organ/
massa menyentuh kemudian jatuh kembali
ii.
Nilai rujukan :
-
Hitung Trombosit :
- Nilai rujukan :
iii.
Hematokrit.
- Nilai rujukan :
iv.
Hemoglobin :
-
v.
Kadar albumin serum : untuk mendeteksi hipoalbuminemia yang sering pada kasus SN
-
Nilai rujukan :
-
vi.
vii.
Anak (usia 2-19 tahun): Nilai ideal: 130-170 mg/dl; Risiko sedang: 171-184 mg/dl;
Risiko tinggi: > 185 mg/dl.
Dewasa: Nilai ideal: < 200 mg/dl; Risiko sedang: 200-240 mg/dl; Risiko tinggi: >
240 mg/dl.
Nilai rujukan7:
-
Metode Westergen: - < 50 tahun: Pria: 0-15 mm/jam; Wanita: 0-20 mm/jam
-
Anak: Bayi baru lahir: 0-2 mm/jam; 4-14 tahun: 0-10 mm/jam
Jumlah/volume urin :
-
Untuk menilai keseimbangan cairan tubuh, bersama dengan penetapan berat jenis
urin merupakan salah satu tes untuk menilai faal ginjal
Dalam keadaan normal, volume urin 24 jam, merupakan 1% filtrat glomeruli dan
berada dalam kisaran 750-2500 ml dengan nilai rata-rata 1.500 ml/24 jam.11
ii.
Pemeriksaan makroskopis :
viii.
ix. Tabel 1 : Pemeriksaan makroskopis pada urin
x.
xi.
Hasil
K
xii.
xiii.
xiv.
xv.
Kej
xvi.
xvii.
pH
xviii.
secara cepat.
Berat jenis urin sewaktu anak & dewasa: 1,005-1,030; bayi baru
xix.
Berat
lahir: 1,001-1,020.
Berat jenis urin yang rendah berhubungan dengan urin yang encer
yang mengindikasikan adanya penyakit ginjal (glomerulonefritis,
pielonefritis, penyakit polikistik), diabetes insipidus.
xxi.
Berat jenis urin yang tinggi berhubungan dengan urin yang pekat
yang mengindikasikan demam, diabetes melitus, muntah, diare,
xxii.
xxiii.
Bau
dehidrasi.
Bau urin yang normal disebabkan oleh asam-asam organik yang
mudah menguap. Bau amoniak ditemukan bila urin dibiarkan tanpa
pengawet di suhu kamar. Bau aseton dapat dijumpai pada penderita
diabetes melitus dengan penyulit ketoasidosis (KAD). Bau busuk
ditemukan pada infeksi traktus urinarius oleh kuman Escherichia
coli.
xxiv.
iii.
Protein
-
Prosedur8:
o Dengan menggunakan spesimen urin acak, protein dapat dideteksi dengan
strip reagen atau dipstik, seperti Combistix.
o Spesimen urin yang menunjukan temuan positif perlu mempertimbangkan
pengambilan spesimen urin 24 jam untuk uji kuantitatif protein.
Nilai rujukan :
o Spesimen acak: Negatif: 0-5 mg/dl. Positif: 6-200 mg/dl (trace sampai +2)
o Spesimen 24 jam: 25-150 mg/24 jam
xxv.
Tingk
Konsentrasi
atan
protein/
dipsti
(mg/dl)
ck
xxvii.
0
xxix.
Samar
xxxi.
+1
xxxiii.
+2
xxxv. +3
xxxvii.
+4
xxxix.
-
xxvi.
xxviii.
xxx.
xxxii.
xxxiv.
xxxvi.
xxxviii.
0-50
5-20
30
100
300
1000
Tabel 2:
Nilai Rujukan Ui
Skrining Proteinuria
Jumlah proteinuria dalam waktu 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai
tingkat keparahan ginjal.7,8
Proteinuria berat: glomerulonefritis akut dan kronis, sindrom nefrotik, nefritis lupus,
penyakit amiloid.8
xl.
iv.
xli.
Glukosa
Normalnya kuantitas glukosa tidak dapat diukur pada urin (negatif). Glikosuria
Sedimen
xliii.
xliv.
Epitel:
Epitel transisional berasal dari pelvis renis, kandung kemih, uretra proksimal
Silinder: silinder hialin, silinder eritrosit, silinder epitel: pada permukaan silinder
terdapat sel epitel, silinder berbutir (pada permukaan silinder terdapat granula (butirbutir). Sifat granula halus atau kasar), silinder lilin, dan silinder lemak
Kristal :
Dalam urin asam atau netral atau agak alkali: kalsium oksalat, asam hipurat
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan silinder berbutir dan Oval fat bodies yang
megindikasikan pada penyakit sindrom nefrotik.5,8
xlv.
Histopatologi
xlvi.
xlvii.
Peme
xlviii.
Sindro
xlix.
Glomer
l.
Glomerul
riksa
ulonefr
osklerosis
an
nefroti
itis
fokal
prolifer
segmental
kelaina
atif
n
minima
li.
Mikr
lii.
l
Glomer
liii.
Pening
liv.
Glomerul
osko
ulus
katan
us
terlihat
sel
memperli
biasa
normal
mesang
hatkan
atau
ial
proliferasi
pening
yang
mesangial
katan
difus
dan
minima
dan
jaringan
l pada
matriks
parut
sel
segmental
mesang
ial dan
matrixn
lv.
Mikroskop
immunoflourescence
lvi.
ya
Negatif
lvii.
mempe
lviii.
adanya
rlihatka
IgM dan
n jejak
C3 pada
1+ IgM
area yang
mesang
mengalam
ial
dan/ata
sclerosis.
u IgA.
lix.
Mikr
lx.
mempe
lxi.
pening
lxii.
jaringan
osko
rlihatka
katan
parut
dari sel
segmental
elektr
hilangn
mesang
pada
on
ya
ial dan
glomerula
epitheli
matriks
r tuft
al cell
diikuti
disertai
foot
dengan
dengan
process
menghi
kerusakan
es
langny
pada
(podosi
a sel
lumen
t) pada
podosit
kapiler
glomer
glomerulu
ulus.
s.
lxiii.
Biopsi Renal:
lxiv.
lxvi.
dengan sindrom nefrotik di mana edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak
bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbital,
skrotum atau labia). Edema bersifat pitting semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan masif
(anasarka) yang disertai kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan
curah urin. Edema berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari tampak
berpindah dari muka dan punggung ke prut, perineum, dan kaki. 9,10
lxvii.
lxviii.
Gangguan gastrointestinal seperti diare, sering terjadi terutama pada edema yang masif
sehingga terjadinya edema pada mukosa usus.
Nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena sambap dinding perut atau pembengkakan hati
Anoreksia dapat terjadi apabila anak kurang nafsu makan akibat edema dan terbuangnya
protein dapat menyebabkan malnutrisi berat terutama pada anak dengan sindrom nefrotik
resisten-steroid.
Pernapasan yang sering terganggu akibat adanya distensi abdomen baik disertai efusi
pleura atau tidak. Anak dengan ascites akan mengalami restriksi pernapasan dengan
kompensasi berupa tachypnea.
Gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umunya adalah
stress non-spesifik pada anak yang sedang berkembang.
2.5 - Diagnosis.
lxxii.
lxxiii.
proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema,
hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemriksaan penunjang yang telah dilakukan diagnosis sementara yang dapat diambil adalah
bahwa pasien ini mengalami sindrom nefrotik. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemriksaan penunjang yang telah dilakukan diagnosis sementara yang dapat diambil adalah
bahwa pasien ini mengalami sindrom nefrotik.
lxxiv.
lxxv.
lxxvi.
I.
Anak yang menderita SN pada 3 bulan pertama kehidupan diperkirakan adalah penyakit
SN kongenital.
Tipe tersering dari SN kongenital ini adalah Finnish-Type yang merupakan gangguan
autosomal resessif yang lazim dijumpai pada populasi keturunan Skandinavia. (1:8000
insidens). Gambaran patologis utama pada Finnish-Type ini adalah dilatasi pada tubulus
proksimal, proliferasi mesangium dan sklerosis glomerular. Anak dengan sindrom ini
mempunyai gambaran klinis dengan proteinuria masif, prematuritas, pembesaran
placenta, edema yang signifikan dan persisten dengan infeksi berulang.
Kongenital nefrotik sindrom dapat disebabkan oleh mutasi pada 1 dari 2 gen, NPSH1
dan NPSH2, yang mengkode protein nephrin dan podocin di mana kedua ini adalah
komponen utama yang membentuk slit diaphragm pada sel epitel glomerular dan
memainkan peranan essensial sebagai sawar filtrasi glomerular.
lxxvii.
II.
lxxviii.
i.
ii.
iii.
iv.
lxxxi.
lxxxii.
lxxxiii.
lxxxiv.
lxxxv.
lxxxvi.
lxxxvii.
lxxxviii.
lxxxix.
xc.
III.
xcii.
xciii.
xciv.
xcv.
cix.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (DD):
cx.
I.
cxi.
Sindrom Nefritik Akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri, virus
atau lain-lain di mana yang sering terjadi adalah akibat infeksi kuman streptococcus.
Manifestasi klinis :
-
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh
Edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama kembali normal. Hipertensi pada GNA dapat signifikan apabila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selamabeberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis.
Suhu badan tidak terlalu tinggi namun dapat menjadi tinggi sekali pada hari pertama.
Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada penyebab infeksi yang
mendahuluinya.
Gejala GIT seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare dapat terjadi.
Kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Hal ini karena selama fase akut
terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan menjadi kurang
sehingga filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang.
Oliguria sehingga anuria karena ion Na dan air direabsorbsi kembali sehingga diuresis
mengurang. Dan eksresi Na mengurang, ureum pun direabsorpsi kembali lebih dari biasa.
Insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolik.
LED meningkat
cxii.
II.
Glomerulo nefritis kronik adalah suatu eksasebasi ulang dari GNA yang berlangsung dari
waktu beberapa bulan hingga tahun umumnya berkembang secara perlahan dan baru
ditemukan pada tahap akhir perjalannya, setelah muncul insufisiensi ginjal. Kelainan ginjal
hampir selalu pertama kali dicurigai karena temuan proteiuria, hipertensi, atau azotemia saat
pemeriksaan medis rutin. Pada sebagian pasien perjalanan penyakit ini ditandai dengan
episode sindrom nefritik atau nefrotik sesaat. Edema pada penyakit ini dijumpai terutama
pda saat memasuku fase nefrotik. Terjadi penurunan fungsi ginjal, suhu subfebril, ureum
meningkat, kolesterol darah meninggi, dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan
darah yang mendadak tinggi. Kadang-kadang, anak mendapat serangan ensefalopati
hipertensi dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian.11,12,15
cxiv.
III.
Secara klinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat dan
progresif disertai oliguria berat dan jika tidak diterapi akan akan menimbulkan kematian
akibat gagal ginjal dalam beberapa minggu sampai bulan. Penyakit ini tidak lazim terjadi
pada anak prasekolah dan lebih sering ditemukan pada masa kanak-kanak lebih lanjut.17
Rasio laki-laki dan perempuan sama banyak. Anak biasanya datang dengan edema, sering
dengan hematuria makroskopik dan 85% menderita hipertensi. Gejala yang mencolok adalah
adanya anemia dan hipergamaglobulin relatif. Pada pemeriksaan lanjut juga ditemukan
proteinuria signifikan,urin mengandung silider eritrosit, dan ginjal berukuran normal.
cxvi.
IV.
Edema non-renal
cxvii.
Edema dapat terjadi pada kasus selain dari focus ginjal seperti pada gagal jantung
kongestif kanan dengan edema paru, gagal jantung kongestif kiri dengan edema perifer,
kasus-kasus malnutrisi seperti penyakit Kwashiorkor yang ditandai dengan penumpukan
cairan di abdomen (ascites)
cxviii.
cxix.
cxx.
Keterangan
cxxi.
SN
cxxii.
cxxiii.
GNA
cxxvi.
Pada anak
usia
cxxxii.
sekolah
Laki-laki
2
perempuan
cxxxviii.
cxliv.
cl.
Gangguan
nafas
Edema
Hipertensi
cxxvii.
cxxviii.
cxxix.
cxxiv.
cxxv.
N
+ cxxxi.
cxxx.
Pasien
cxxxiii.
cxxxiv.
cxxxv.
+
cxxxix.
+
cxl.
cxli.
+
cxlv.
cxlvi.
cxlvii.
+
cli.
+
clii.
cliii.
cxxxvi.
- cxxxvii.
cxlii.
+
cxliii.
cxlviii.
+
cxlix.
+
clv.
cliv.
clvi.
Proteinuria
clvii.
clviii.
clix.
clx.
clxi.
clxii.
Hipoalbum
+
clxiii.
+
clxiv.
clxv.
clxvi.
+
clxvii.
inemia
Pada
+
clxix.
+
clxx.
clxxii.
+
- clxxiii.
clxviii.
pemeriksaa
n
clxxi.
urin
terdapat
Oval
fat
bosies
clxxiv.
clxxv.
penunjang, maka diagnosis yang dapat diambil adalah bahwa pasien ini menderita Sindrom
Nefrotik.
clxxvi.
clxxvii.
clxxviii.
2.7 Etiologi.
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto
imun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2
golongan, yaitu :9,10
i.
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena
sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan
secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa
neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
clxxx.
clxxxii.
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yangsering dijumpai
adalah:
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa
ular.
Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schnlein, sarkoidosis.
Obat: merkuri11
clxxxiii.
clxxxiv.
clxxxv.
clxxxvi.
2.8 Epidemiologi.
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal
(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki
dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa
(30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian
SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. 9,10,11
clxxxvii.
clxxxviii.
clxxxix.
2.9 Patofisiologi.
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
Proteinuria
cxci.
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus (proteinuri tubular)(1).Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin (2).Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung
dengan keparahan kerusakan glomerulus (9). Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD
melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu
polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier(3).Pada nefropati lesi minimal,
proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati
membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity1
cxcii.
Hipoalbuminemia
cxciii.
katabolisme albumin di ginjal (2).Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun
Hiperlipidemia
cxciv.
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau
menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di
perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah)(1,2).Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik
cxcv.
Lipiduria
cxcvi.
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini
berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel
cxcvii.
cxcviii.
Edema
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat
renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic
peptide (ANP)(11). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan
laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema
berkurang(12). Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah
hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP(3). Beberapa
penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan
edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna
pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis
cxcix.
Hiperkoagulabilitas
cc.
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit,
fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya
faktor zimogen (faktor IX, XI)
cci.
Kerentanan terhadap infeksi
ccii.
2.10 Penatalaksanaan.
Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar
ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria,
memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit. Nefropati lesi minimal
dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik
terhadap steroid. Peneliti lain menemukan bahwa pada glomerulosklerosis fokal segmental
sampai 40% pasien memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap.
ccvi.
Anak yang memiliki episode dini pada sindrom nefrotik dan edema ringan hingga
moderat dapat ditangani sebagai pasien rawat jalan. Anak yang terkena biasanya masih dapat
beraktivitas (bersekolah atau aktivitas fisik lainnya) namun terbatas. Anak dengan gejala edema
yang berat, termasuk dengan efusi pleura berat, asites, atau edema genital yang berat, sebaiknya
dirawat inap.14
ccvii.
ccviii.
ccix.
Terapi edema
-
Pada edema yang sedang atau persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3
mg/kgbb per hari. Pemberian spinorolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid
lebih dari 1 minggu lamanya dengan dosis 1-2 mg/kgbb per hari.
Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan
infus albumin manusia 25% (1 g/kg/24 jam) intavena. Albumin biasanya diberikan selang
sehari untuk menjamin pergesaran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan
cairan (overload). Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap
gangguan nafas dan gagal jantung.14
ccx.
Kortikosteroid
-
Pengobatan dengan kortikosteroid terbukti efektif dan merupakan first line therapy sindrom
nefrotik idiopatik atau primer.
Waktu yang dibutuhkan untuk berespon terhadap prednisolon rata-rata sekitar 2 minggu,
responnya ditetapkan pada saat urin menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita
proteinuria (2+ atau lebih) setelah satu bulan mendapat terapi, maka dapat digolongkan
dalam sindrom nefrotik yang non responsif terhadap steroid.15
Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau 1+ pada dipstick),
dosis prednisolon diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang
sehari sebagai dosis tunggal bersama makan pagi. Regimen ini diteruskan selam 3-6 bulan.15
ccxi.
Siklofosfamid
Pengobatan ini diindikasikan pada sindrom nefrotik relaps sering atau dependent steroid
yang mengalami efek toksik streroid.
Siklofosfamid per oral mulai diberikan setelah terjadi remisi yang diinduksi oleh pemberian
steroid dosis penuh, dikombinasi dengan steroid alternating.Siklofosfamid intravena
diberikan pada sindrom nefrotik relaps sering dan dependent steroid dengan dosis 500
mg/m2 per kali diberikan sebulan sekali selama 6 bulan.
Efek samping perlu didiskusikan secara mendalam sebelum terapi ini dilaksanakan. Efek
samping dini ialah penekanan sumsum tulang, alopesia, gangguan saluran cerna, dan sistitis
hemoragik. Sedangkan efek samping lambat adalah infertilitas terutama pada laki-laki dan
keganasan.
Untuk mencegah efek samping tersebut, dosis kumulatif sebaiknya tidak melebihi 150-170
mg/kg atau 2 mg/kg/hari selama 12 minggu atau 3 mg/kg/hari selam 8 minggu per oral.22
Klorambusil
Klorambusil dengan dosis 0,2 mg/kg/hari secara oral mempunyai efek yang sama dengan
siklofosfamid oral.
Efek samping sama dengan siklofosfamid, dengan penekanan sumsum tulang lebih besar.14
Siklosporin A
Pada sindrom nefrotik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostastika
dianjurkan untuk dberikan siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kg/hari selam 1-4 tahun. Pada
sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid, obat ini sama efektifnya dengan
siklofosfamid atau klorambusil dalam mempertahankan remisi, sehingga pemberian streroid
dapat dikurangi atau dihentikan, meskipun seringkali bila obat ini dihentikan akan relaps
kembali.
Efek samping obat ini berupa hipertensi, hiperkalemia, hipertrofi ginggiva dan nefrotoksik.
Oleh karen itu perlu dilakukan pemantauan kadar siklosporin dalam darah, kadar kreatinin
darah, dan biopsi ginjal 1-2 kali per tahun untuk deteksi dini efek siklosporin terhadap
ginjal.14
ccxii.
Terapi hipertensi
ccxiii.
Hipertensi sindrom nefrotik ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus atau terjadi
sebagai akibat efek samping streroid. Pengobatannya dapat diberikan obat golongan ACEinhibitor, calcium channel blockers, atau beta adrenergik blockers.14
ccxiv.
Terapi relaps
-
Sindrom nefrotik relaps jarang ialah penderita mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam
periode 6 bulan pertama setelah respon awal atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan.
Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita mengalami relaps 2 kali dalam periode 6
bulan pertama setelah respon awal atau 4 kali dalam periode 12 bulan.17
Apabila terjadi relaps, maka dilakukan pengobatan dengan cara yang sama seperti skema
awal. Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak mendertita toksisitas
kortikosteroid berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi
siklofosfamid.14
Obat ini terbukti memperpanjang lama remisi dan mencegah kekambuhan pada anak yang
sindrom nefrotiknya sering kambuh. Dosis siklofosfamid 3 mg/kb/24 jam sebagai dosis
tunggal selama 12 minggu.
Imunisasi
-
Selama pemberian steroid dan dalam 6 minggu setelah pengobatan dihentikan, hanya vaksin
mati yang diperbolehkan diberikan pada penderita sindrom nefrotik. Setelah 6 minggu
pemberian steroid, vaksin hidup baru dapat diberikan. hal ini dikarenakan penderita sindrom
nefrotik sangat rentan terhadap infeksi terutama kuman berkapsul, maka dianjurkan untuk
mendapatkankan imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
varisela, dan hepatitis B. Vaksin terhadap penumokokus direkomendasikan pada penderita
sindrom nefrotik terutama yang mengalam peritonitis.1,14
ccxv.
ccxvi.
ccxvii.
Diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Pada anak yang mengalami
proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2-2,5
g/kgbb per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam
bentuk komplek.
Pada edema, asupan natrium dikurangi dengan memulai :diet tidak ditambah garam. Ibunya
dinasehati untuk memasak tanpa garam dan menghindari makanan yang menggunakan
garam.
Transplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena glomerulosklerosis
setempat dan segmental resisten steroid.1,12,14
ccxviii.
ccxix.
2.11 Komplikasi.
ccxx.
Komplikasi tersering yang terjadi adalah infeksi sekunder, terutama infeksi kulit
yang disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus; bronchopneumonia dan
tuberculosis.
ccxxi.
ccxxii.
ccxxiii.
ccxxiv.
ccxxv.
ccxxvi.
ccxxvii.
ccxxviii.
ccxxix.
ccxxx.
ccxxxi.
ccxxxii.
ccxxxiii.
ccxxxiv.
ccxxxv.
ccxxxvi.
ccxxxvii.
ccxxxviii.
ccxxxix.
ccxl.
ccxli.
ccxlii.
ccxliii.
ccxliv.
ccxlv.
ccxlvi.
ccxlvii.
ccxlviii.
ccxlix.
2.12 Pencegahan.
Secara umum strategi pencegahan untuk sindrom nefrotik tidak ada. Akan tetapi,
diagnostik dan pentalaksanaan lebih awal dapat mencegah terjadi komplikasi.15
ccl.
ccli.
cclii.
2.13 - Prognosis.
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berespons terhadap steroid akan
mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh secara
spontan menjelang usia akhir decade kedua. Yang penting adalah , meyakinkan
pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal,
bahwa penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa anak akan tetap fertile
(bila tidak ada terapi siklosfamil atau klorambusil). Untuk memperkecil efek
psikologis nefrosis, kami menekankan bahwa selama masa remisi anak tersebut
normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktivitas. Pada anak yang sedang
berada dalam masa remisi, pemeriksaan protein protein biasanya tidak
diperlukan.15
ccliii.
__________________________________________________________________
____________
ccliv.
cclv.
cclvi.
cclvii.
3.1 - Kesimpulan
BAB 3
PENUTUP
cclviii. Sindrom nefrotik ialah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hiperproteinemia, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia. Penyakit ini terjadi akibat kerusakan
di dinding glomerular. Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dibagi menjadi 3 yakni
kongenital, idiopatik/primer, dan sekunder. Sindrom nefrotik idiopatik/primer bentuk lesi
minimal merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai pada anak-anak dibawah 16 tahun.
Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
cclix. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini perlu dilakukan beberapa maca pemeriksaan
yakni pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah lengkap, urin rutin,
kolesterol, lipid, albumin, dan kadar protein dalam darah. Selain itu juga dapat dilakukan
pemerisaan radiologi yakni biopsi ginjal. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini akan
membuat prognosis penyakit ini baik dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
cclx. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yakni dengan memberikan kortikosteroid yani
prednisolon. Apabila terjadi resistensi terhadap obat ini, maka diberikan obat non steroid yakni
siklofosfamid, siklosporin A. Selain itu juga diperlukan terapi edema dan pencegahan terhadap
infeksi. Bagi sindrom nefrotik yang mengalami relaps, maka penatalaksanaan diualang mulai
dari awal. Pada umumnya prognosisnya baik, akan tetapi kalau sudah terjadi komplikasi, maka
prognosisnya akan menjadi buruk.
cclxi.
cclxii.
cclxiii.
cclxiv.
cclxv.
DAFTAR PUSTAKA
3. Proteinuria, The American heritage medical dictionary, Houghton Mifflin comp., 2007.
Diunduh dari : http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Proteinuria, 20 Oktober
2011.
4. Gleadle J, Pembengkakan tungkai, dalam At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik,
Blackwell science ltd, 2007, p80
5. Bickley LS. Bates Guide to Physical Examination & History Making. United States of
America: Lippincott Williams and Wilkins; 2009.
6. Wahidayat HI, Matondsng CS, Sastroasmoro S.. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2009
7. Burnside JW, McGlynn TJ. Adams Diagnosis Fisik. Dalam: Lukmanto H. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009
8. Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2009
9. Dusenbery, Susan M, White, Andrew J, Proteinuria dalam The Washington manual (TM)
of pediatrics, 1st ed, Lippincott Williams & wilkins, p364-6
10. Dusenbery, Susan M, White, Andrew J, Nephrotic syndrome in The Washington manual
(TM) of pediatrics, 1st ed, Lippincott Williams & wilkins, p366-8
11. Joyce LeFever Kee.. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edisi ke 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008
12. Nelson, Kliegman, Robert, Nephrotic syndrome, in Nelson Textbook of Pediatrics, 18th
edition, W. B. Saunders Company, United States of America, 2007, p2190-5
13. Nelson, Arvin, Behrman, Kliegman, Sindrom nefrotik dalam Ilmu kesehatan anak Nelson
editor ed bhs Indonesia: Wahab AS, Vol. 3, Ed. 15-Jakarta, EGC, 2004, p1828-32
14. Gregory MJ, Nephrotic syndrome in Comprehensive pediatric hospital medicine, Mosby
elesevier, 2007, p710-4
Sadjadi SA, Nephrotic syndrome in The merck manuals home health handbook,