Anda di halaman 1dari 7

Potensi Bencana Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia tenggara yang memiliki 17.508 pulau.
Letak astronomis Indonesia yaitu antara 6o LU-11o LS dan 95o BT- 141o BT. Secara geografis
letak indonesia yaitu diantara samudra Hindia dan Samudra Pasifik, diantara benua Asia dan
Australia. Berdasarkan letak itu pula, Indonesia dapat dikatakan negara yang memiliki potensi
bencana alam yang cukup besar. Hal ini tentu nya berdasarkan beberapa alasan. Indonesia relatif
rentan terhadap bencana, baik bencana geologi (gempa, gunung meletus, dan semburan lumpur),
oseonologis (banjir pasang), meteorologis (banjir, kekeringan, putingbeliung), maupun
gabungannya (tsunami, tanah longsor, dan gelombang tinggi). Sebagian akibat proses alami yang
tidak ada peran manusia, seperti gempa,gunung meletus, dan tsunami. Sebagian lagi akibat
proses alami yang terkait dengan ulah manusia, baik secara langsung (seperti banjir, kekeringan,
dan tanah longsor), maupun yang tidak langsung (seperti banjir pasang akibat penurunan
permukaan tanah daerah pantai). Untuk mewaspadai potensi bencana, dua hal harus
diperhatikan: perubahan global-lokal dan variabilitas fenomena alam. Membaca alam adalah
memahami perubahan dan varibilitas itu untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi
bencana.

Gambar 1.1 Posisi geografis wilayah Indonesia


Negara Indonesia merupakan wilayah pertemuan 3 buah Lempeng yaitu Indo-australia,
Eurasia dan Lempeng Pasifik serta Indonesia di Lalui oleh Jalur pegunungan aktif dunia yaitu
Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Hal ini menyebabkan Indonesia merupakan termasuk
jalur Ring of Fire atau cincin api pasifik dunia, yang merupakan jalur pegunungan aktif di
Indonesi. Tidak heran jika Indonesia sering mengalami bencana alam baik berupa gempa bumi
yang meliputi gempa tektonik dan gempa vulkanik.
Bencana Gempa Bumi
Selama dua puluh tahun terakhir, beberapa gempa besar (Mexico 1985, Loma Prieta
1989, Kobe 1995, Izmir 1999, El Salvador 2001, Bam 2003) telah menelan ribuan korban,
kerusakan sarana dan prasarana dengan kerugian yang tak terhitung. Tingkat kerusakan akibat
gempabumi dalam skala lokal dipengaruhi oleh magnitudo, jarak pusat gempabumi, periode
ulangnya, struktur, dan litologi bawah permukaan. Beberapa gempabumi yang bersifat merusak
di dunia menunjukkan bahwa kerusakan lebih parah terjadi pada dataran alluvial dibandingkan
dengan daerah perbukitan (Nakamura et al.,2000). Banyak daerah perkotaan dengan populasi
yang besar berada pada soft-sediment (seperti di daerah lembah dan muara) yang struktur
tanahnya cenderung memperkuat gelombang seismik (Bard, 1994). Litologi yang lunak

cenderung akan memberikan respon periode getaran yang panjang (frekuensi rendah), begitu
pula sebaliknya. Dalam kajian teknik kegempaan, litologi yang lebih lunak mempunyai resiko
yang lebih tinggi bila digoncang gelombang gempabumi karena akan mengalami penguatan yang
lebih besar dibandingkan dengan batuan yang lebih kompak. Fenomena ini biasanya disebut siteeffect atau site amplification selama respon tanah terhadap getaran gelombang bergantung pada
sifat tanahnya. Oleh karena itu, proses mitigasi memerlukan penelitian tentang keadaan geologi
masing-masing daerah.
Gempa bumi adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit bumi yang
disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik)
dan rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas, uap dan Iainnya) dari dalam bumi menuju ke
permukaan, di sekitar gunung api, disebut gempa bumi gunung api/vulkanik. Getaran tersebut
menyebabkan kerusakan dan runtuhnya struktur bangunan yang menimbulkan korban bagi
penghuninya. Getaran gem-pa ini juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan
dan kerusakan tanah Iainnya yang merusakkan permu-kiman disekitarnya. Getaran gempa bumi
juga dapat menyebabkan bencana ikutan yang berupa kebakaran, kecelakaan industri dan
transportasi dan juga banjir akibat runtuhnya bendungan dan tanggultanggul penahan lainnya.

Gambar 1.2 : Bencana gempa bumi yang merusak infrastruktur dan menimbulkan
korban jiwa
Sumber gempa bumi di Indonesia banyak dijumpai di lepas pantai/di bawah laut yang
disebabkan oleh aktivitas subduksi dan sesar bawah laut. Beberapa gempa bumi dengan sumber
di bawah laut, dengan magnitude besar dengan mekanisme sesar naik dapat menyebabkan
tsunami. Dijumpai pula sumber gempa bumi di darat yang disebabkan oleh aktivitas sesar di
darat.
Gempa bumi merupakan salah satu jenis bencana alam yang secara terus menerus terjadi
di bumi. Hanya saja, kita baru bisa merasakan getarannya apabila gempa tersebut terjadi di dekat
permukaan bumi. Teknisnya, semua wilayah yang ada di bumi berpotensi mengalami gempa.
Hanya saja, ada beberapa titik yang mengalami gempa dengan jumlah lebih jika dibandingkan
dengan titik lainnya. Salah satu Negara yang sering mengalaminya adalah Jepang dan juga
Indonesia. Di Indonesia sendiri, gempa bumi seolah telah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Hal ini wajar mengingat Indonesia memang dilalui pegunungan Sirkum dan juga
Mediterania yang menjadikannya titik potensial gempa bumi.

Pengaruh efek lokal terhadap gempa bumi


Nakamura et al. (2000), Herak (2009) dan Warnana et al. (2011) menyebutkan bahwa
yang terjadi pada sebagian besar gempabumi terhadap bahaya kerusakan struktur tanah dan
banyaknya jumlah korban jiwa yang diakibatkan oleh gempa bumi sangat signifikan. Hubungan
intensitas gempabumi terhadap kerusakan suatu wilayah dipengaruhi oleh jarak dari sumber
gempa, skala gempa, ukuran zona patahan, energi yang dilepaskan batuan, jenis geologi antara
sumber dan lokasi setempat serta kondisi geologi lokal(Towhata,2008).Besar percepatan dan
kecepatan maksimum energi gempa dipengaruhi oleh kondisi geologi setempat.Percepatan dan
kecepatan (khususnya sensor horizontal) ini berpengaruh secara langsung terhadap kerusakan
bangunan akibat gempa bumi.Perbedaan kondisi lokal di setiap wilayah terjadi karena adanya
variasi formasi geologi, ketebalan dan sifat-sifat fisika lapisan tanah dan batuan, kedalaman
bedrock dan permukaan air bawah tanah, serta permukaan struktur bawah permukaan. Secara
signifikan variasi tersebut berpengaruh terhadap karakteristik getaran gempa pada struktur bawah
permukaan (Oliveira,2006) Nakamura (1989) menyebutkan efek lokal dan indeks kerentanan
tanah seperti yang sudah diketahui merupakan faktor penting dalam mitigasi bencana
gempabumi.
Amplifikasi gelombang gempa bisa terjadi ketika gelombang merambat ke permukaan
dan menggetarkan benda-benda di atas permukaan tanah dengan kecepatan yang lebih besar, jika
frekuensi natural gelombang tanah yang bergetar mempunyai frekuensi natural sama atau
mendekati frekuensi diri benda tersebut. Frekuensi natural sendiri, dipengaruhi oleh kedalaman
bedrock (ketebalan sedimen) dan kecepatan rata-rata bawah permukaan ketika amplifikasi
mempunyai keseimbangan terhadap kecepatan gelombang geser dan densitas bawah
permukaan.Karena densitas relatif konstan terhadap kedalaman, maka amplifikasi bisa
diidentifikasi menggunakan kecepatan gelombang geser bawah permukaan (Sungkono, et al.,
2011).
A=

b V
s V

sb

ss

dengan A adalah amplifikasi tanah, b adalah densitas bedrock, Vsb adalah kecepatan gelombang
geser bedrock, s adalah densitas sedimen dan Vss adalah kecepatan gelombang geser sedimen.
Gempa Meksiko pada 19 September 1985 merupakan contoh gempa yang merusak kota
dengan bangunan modern yang terletak pada batuan sedimen. Kerusakan kota Meksiko akibat
gempa yang sumbernya (di laut fasifik) berjarak 390 km dari kota tersebut. Bagian barat kota
terletak di lapisan bekas rawa danau, sedangkan, keberadaan tanah lunak yang mengisi di bekas
rawa sampai bagian timur. Pada daerah bekas rawa, keberadaan tanah lunak mempunyai
kecepatan gelombang geser 40 sampai 90 m/s dan dibawah lapisan lunak tersebut, terdapat
lapisan keras dengan kcepatan gelombang geser (Vs) sekitar 500 m/s atau lebih (Seed et al,
1972). Amplifikasi gelombang seismik terjadi karena ada empat sebab (Towhata, 2008),
diantaranya Adanya lapisan lapuk yang terlalu tebal di atas lapisan keras pada suatu tempat,
suatu wilayah mempunyai frekuensi natural yang rendah, frekuensi natural gempa bumi dan
geologi setempat sama atau mendekati sama energi gempa terjebak di lapisan lapuk dalam waktu
yang lama. Faktor penting yang digunakan untuk mengestimasi efek lokal yang diakibatkan oleh
gempa bumi adalah hubungan antara frekuensi natural suatu bangunan dengan frekuensi natural

lapisan tanah di bawahnya.Sehingga bisa diketahui nilai resonansi bangunan yang nantinya bisa
diestimasi kerentanannya terhadap gelombang gempa.
Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan
pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika
bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana,
langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah
tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya
(hazard), Kerentanan dan kapasitas suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi
fisik dan wilayahnya
Mikrotremor
Mikrotremor merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa berupa getaran akibat
aktivitas manusia maupun aktivitas alam.Mikrotremor bisa terjadi karena getaran akibat orang
yang sedang berjalan, getaran mobil, getaran mesin-mesin pabrik, getaran angin, gelombang laut
atau getaran alamiah dari tanah(Tokimatsu,1995). Mikrotremor mempunyai frekuensi lebih
tinggi dari frekuensi gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang secara umum antara
0.05 2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang bisa 5 detik, sedang amplitudenya berkisar
0,1 2,0 mikron. Kaitannya dengan mikroseismik, mikrotremor merupakan getaran tanah yang
menjalar dalam bentuk gelombang yang disebut gelombang mikroseismik. Belakangan ini
aplikasi mikrotremor digunakan untuk mengidentifikasi resonansi frekuensi natural bangunan
dan tanah (Mucciarelli et al., 2001, 2004; Gallipoli et al., 2004; Gosar, 2007, 2010; Warnana,
2011). Dilakukan studi peningkatan kerusakan dan resonansi struktur tanah gempa bumi
menggunakan mikrotremor gempa bumi Molise (Gallipoli et al., 2004).Salah satu metode yang
digunakan untuk mengetahui karakteristik bangunan tanpa merusak bangunan tersebut adalah
analisis mikrotremor yang direkam pada setiap lantai bangunan dengan menggunakan gangguan
alami berupa ambient noise.Sehingga bisa dikatakan bahwa mikrotremor didasarkan pada
perekaman ambient noise untuk menentukan parameter karakteristik dinamis suatu bangunan
(damping rasio, frekuensi natural) dan fungsi perpindahan (amplifikasi dan frekuensi) bangunan.
Analisis Mikrotremor
Analisis ambient noise ini menggunakan tehnik HVSR (Horizontal to Vertical Fourier
Amplitude Spectral Ratio) pada tanah, sedangkan analisis spektrum,RDM (Random Decreament
Method) dan FSR (Floor Spectral Ratio) pada bangunan untuk mendapat frekuensi natural dan
rasio redaman. Kemampuan teknik HVSR bisa memberikan informasi yang bisa diandalkan dan
diasosiasikan dengan efek lokal yang ditunjukkan secara cepat yang dikorelasikan dengan
parameter HVSR yang dicirikan oleh frekuensi natural rendah (periode tinggi) dan amplifikasi
tinggi.

Analisis Mikrotremor FSR


Pengolahan data yang digunakan pada pengukuran bangunan menggunakan metode FSR (Floor
Spectral Ratio) Dalam menentukan fungsi transfer bangunan, tidak direkomendasikan
menggunakan horizontal-to-vertical spectral ratio (HVSR), walaupun kemungkinan perkiraan
frekuensi wajar dalam beberapa kasus. Namun tidak pada dasar teori penerapan mikrotremor
bangunan karena tidak dapat memberikan asumsi bahwa horizontal dan vertical spectral adalah
sama pada permukaan tanah. Ini sangat berbahaya jika amplifikasi tanah sangat kuat secara
signifikan. Pada analisis HVSR sedimen mungkin terkontaminasi respon bangunan, sehingga
identifikasi resonansi dimungkinkan salah.

Gambar 1. Skema model metode FSR


Dimana H() adalah karakter bangunan(amplifikasi bangunan), S respon getaran dari
bangunan dan S respon getaran dari bangunan.
Metode metode FSR ini yaitu metode fungsi transfer dari tiap lantai antara spektral
bangunan dan spektral tanah. Fungsi transfer dari struktur telah diperkirakan oleh rasio spektral
struktur dan spektral tanah atau spectral bidang bebas, ini disebut floor spektral rasio
(FSR).Menurut Gosar metode Floor Spectral Ratio (FSR) merupakan metode standart. Untuk
evaluasi kekuatan bangunan yang disebabkan getaran seismic dan karakteristik pembangunan
dapat dilakukan dengan pencatatan rekaman mikrotremor. Indeks kerentanan struktur terhadap
bencana gempa dapat mengestimasi dengan menggunakan sudut drift. Hal tersebut terkait
dengan percepatan gempa input dan perpindahan dari setiap lantai (Nakamura, 2008). Parameter
ini diperkirakan dari frekuensi dasar dan amplitudo dari setiap lantai yang diperoleh fungsi
transfer dari struktur. Fungsi transfer dari struktur telah diperkirakan oleh rasio spektral struktur
dan spektral tanah atau spektral bidang bebas, ini disebut floor spektral rasio (FSR).Menurut
Gosar metode Floor Spectral Ratio (FSR)merupakan metode standart. Untuk evaluasi kekuatan
bangunan yang disebabkan getaran seismic dan karakteristik pembangunan dapat dilakukan
dengan pencatatan Ambient.

Gambar 2. Skema model-n lantai struktur dan bentuk modenya.

DAFTAR PUSTAKA
Dian Nur Aini,Tugas akhir .2012 Penaksiran resonasi tanah dan bangunan menggunakan
analisis mikrotremor wilyah Surabaya jawa timur ITS Surabaya
Wulandari,Vivi. Tugas Akhir 2012, Analisa kekuatan bangunan dengan menggunakan
mikrotremor studi kasus perpustakaan ITS Surabaya,ITS Surabaya.
Bonnefoy-Claudet, S., Cotton, F., Bard, PY. 2006. The nature of noise wavefield
applications

for

site

effects

studies.

Earth-

Science

and its
Reviews,

doi:10.1016/j.earscirev.2006.07.004.
Dal Moro, G., 2010. Insights on surface wave dispersion and HVSR: Joint analysis via Pareto
optimality, J. Appl. Geophys.doi:10.1016/j.jappgeo.2010.08.004
Garcia-Jerez,A., Navarro, M., Alcala, F.J., Luzon, F., Perez-Ruiz, J.A., Enomoto, T., Vidal, F.,
and Ocana, E.,2007. Shallow velocity structure using joint inversion of arry and h/v
spectral rasio of ambient noise: the case of Mula town (SE of Spain), Soil Dynamic
and Erathquake Engineering, 27, 907-919.

Gosar, A., Roer, J., ket-Motnikar, B., and Zupani, P. 2010. Microtremor study of site effects
and soil-structure resonance in the city of Ljubljana (central Slovenia), Bull. Earth.
Eng., doi:10.1007/s10518-009-9113-x, in press, 2010.
Karnawati, D., S. Pramumijoyo, S. Hussein, R. Anderson and A. Ratdomopurbo; 2007, The
Influence of Geology on Site Response in the Bantul District, Yogyakarta Earthquake,
INDONESIA. AGU 2007 Joint Assembly. Acapulco.
Nakamura,Yutaka, 2008, The change of the dynamic characteristics using microtremor, Dept. of
Built Environment, Tokyo Institute of Technology, Japan.

Anda mungkin juga menyukai