Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS

RANCANGAN PENELITIAN NARATIF


(CRESSWELL)
Ada berbagai pandangan mengenai metode naratif yang dikaji secara mendalam oleh pakar
dalam bidang penelitian. Dalam uraian ini, penulis berusaha membandingakan mengenai teori
bagaimana sesungguhnya penelitian naratif tersebut, yang diataranya adalah:
a. Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (2009), dalam bukunya yang berjudul
Handbook Of Qualitative Research.
b. Zinal Arifin (2014), dalam bukunya yang berjudul Penelitian Pendidikan; Metode dan
Paradigma Baru.
c. James Schreiber dan Kimberly Asner-Self. (2011), dalam bukunya yang berjudul
Educational Research.
d. Emzir. (2010), dalam bukunya yang berjudul Metodologi penelitian pendidikan.
e. Sharlene Neagy, Patricia Lina Leavy. (2003) dalam bukunya feminist research practice.
A. Pengertian Naratif
James Schreiber dan Kimberly Asner-Self (2011) menyatakan Penelitian Naratif
adalah studi tentang kehidupan individu seperti yang diceritakan melalui kisah-kisah
pengalaman mereka, termasuk diskusi tentang makna pengalaman-pengalaman bagi
individu. Penelitian Naratif dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu
sentral yang berkaitan dengan proses belajar mengajar melalui telling dan menceritakan
kembali cerita guru.
Senada dengan pendapat Clandinin & Connelly (2000) dalam Cresswell (2003: 1415) dalam penelitian ini, peneliti melakukan studi tentang kehidupan individu dan meminta
satu atau lebih individu untuk melengkapi cerita tentang kehidupan mereka. Informasi ini
kemudian diceritakan kembali oleh peneliti ke dalam suatu kronologi naratif. Pada
akhirnya naratif mengombinasikan pandangan dari kehidupan partisipan dengan kehidupan
peneliti dalam suatu naratif kolaboratif (dalam Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan,
2010).
Narasi dapat diartikan sebagai interpretasi terorganisir atau sekuensi peristiwa.
Interpretasi tersebut melibatkan pemasangan agensi dengan karakter-karakter dalam narasi
dan menarik hubungan kausal antarperistiwa yang ada. Dalam formulasi kalsik, narasi

merupakan suatu laporan yang memiliki tiga komponen yaitu awal, tengah dan akhir.
Jonathan Smith (2008).
Naratif merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh partisipan sebagai seorang
yang mencoba menceritakan kehidupan subyek penelitian secara mendetail melalui jangka
waktu berkepanjangan sehingga mendapatkan detail yang maksimal. Penelitia dilakukan
secara skala berkepanjangan dengan mengandalkan berbagai partisipan namun tetap focus
pada satu aubyek atau dua lebih (Sharlane and lina, 2003:81).
B. Fungsi Naratif
Fungsi utama narasi adalah menata sesuatu yang tidak tertata. Ketika
menyampaikan suatu kisah, narator sedang berusaha untuk mengorganisir sesuatu yang
tak beraturan dan memberinya makna. Hal demikian bukanlah sesuatu pekerjaan yang
sederhana. Senada dengan pendapat Ricoeur (dalam Smith, 2008 : 225) yang menyatakan
bahwa
Narasi..... adalah suatu sintesis dari berbagai keanekaragaman. Namun
keharmonisan tidak dapat terjadi tanpa perselisihan. Tragedi memiliki pola demikian :
tidak ada tragedi tanpa komplikasi, tanpa ketidakmenentuan nasib, tanpa peristiwa buruk
dan menyedihkan, tanpa kesalahan fatal yang tak dapat diperbaiki yang merupakan akibat
dari kebodohan atau kekeliruan, bukannya akibat dari pikiran jahat. Apabila kemudian
keharmonisan mengungguli perselisihan, maka sudah pasti terjadi pertarungan di antara
keduanya yang membentuk suatu kisah.
Tekanan pun berlanjut ketika kita berusaha memberi makna pada beragam
penolakan terhadap tatanan kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya, tekanan tersebut
terkandung dalam narasi, yaitu dalam analisis terhadap uraian naratif.
Penggunaan narasi, khususnya diterapkan dalam pemahaman sehari-hari terhadap
kesemrawutan. Kita semua menghadapi kesemrawutan dalam rutinitas sehari-hari.
Kesemrawutan tersebut antara lain permasalahan pribadi, keluarga, finansial, dan
kesehatan. Tantangan-tantangan terhadap rutinitas sehari-hari tersebut mendorong
munculnya usaha untuk menghadirkan kembali rasa keteraturan. Narasi merupakan alat
utama untuk mengahdirkan rasa keteraturan tersebut
C. Identitas Narasi

Narasi tidak hanya memberikan tatanan dan makna pada kehidupan kita seharihari tapi secara refleksif juga memberikan struktur pada kedirian kita. Kita menceritakan
kisah tentang kehidupan pada diri kita sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita
menciptakan suatu identitas naratif. Kita dapat memiliki beragam identitas naratif, yang
masing-masing terkait dengan hubungan sosial yang berbeda. Masing-masing identitas
naratif tidak hanya mengaitkan kita dengan seperangkat hubungan sosial tapi juga
memberikan rasa stabilitas dan koherensi yang terlokalisir. Pada saat terjadi
ketidakstabilan, kita dapat berhubungan dengan aspek-aspek lain dari identitas naratif
yang kita miliki.
Melalui narasilah kita mulai mendifiniskan diri kita, untuk mengklarifikasi
kontinuitas dalam hidup kita dan untuk disampaikan kepda orang lain. Kita adalah agen
aktif yang mengingat kembali tindakan-tindakan yang telah kita lakukan dan yang ditekan
oleh orang lain. Narasi memungkinkan kita untuk mendeskripsikan pengalaman dan
mendefiniskan diri. Dalam membangun suatu narasi personal, kita memilih beberapa aspek
dari kehidupan kita dan mengaitkannya dengan yang lain. Proses demikian memungkinkan
kita untuk menegaskan bahwa kehidupan kita bukanlah suatu sekuensi peristiwa yang tidak
berkaitan, melainkan ia memiliki suatu tatanan tertentu.
Proses pembentukan identitas narasi tersebut bersifat dinamis dan terjadi dalam
konteks sosial dan personal yang selalu berubah. Nilai-nilai yang melekat pada beragam
pengalaman dalam konteks tersebut memengaruhi karakter dari aneka persitiwa yang
diingat serta bentuk dari kisah yang diceritakan. (Jonathan Smith, 2008: 228-229)
D. Dimensi Sosial dari Narasi
Narasi tidak muncul begitu saja tapi didorong dan dibentuk oleh suatu konteks
sosial tertentu. Meskipun sang narator menceritakan kisah, karakter dari kisah tersebut
tergantung kepada siapa kisah tersebut diceritakan, hubungan antar narator dan audien
serta konteks sosial dan kultural yang lebih luas. Narator merupakan agen aktif yang
menjadi bagian dari dunia sosial. Melalui narasi, agen tersebut terlibat dengan dunia.
Melalui analisis naratif, kita dapat memhami narator dan dunianya.
Kita berada dalam dunia narasi. Kita memahami dunia dan diri kita melalui
narasi. Oleh karena itu, kajian terhadap narasi menjadi alat bagi peneliti untuk memahami
bagaimana kita memaknai dunia dan diri kita sendiri. Makna berbagai narasi tidak selalu

terlihat jelas, sehingga dapat didekati dengan cara yang berbeda oleh peneliti yang
berbeda pula. (Jonathan Smith, 2008: 229-230)
E. Proses penelitian Naratif
Menulis narasi adalah kolaborasi antara peserta dan peneliti. Hubungan antara
peneliti dan peserta harus menjadi salah satu yang saling dibangun yang peduli, hormat,
dan ditandai dengan kesetaraan suara. Peserta jika Penelitian narasi harus merasa
diberdayakan untuk menceritakan kisah mereka.
Seorang peneliti narasi pertama mengidentifikasi

fenomena

untuk

mengeksplorasi, memilih seorang individu, mencari izin, dan menimbulkan pertanyaan


penelitian awal. Setelah menentukan peran peneliti dan metode pengumpulan data,
peneliti dan peserta berkolaborasi untuk membangun narasi, memvalidasi keakuratan
cerita, dan menulis narasi. (James Schreiber dan Kimberly Asner-Self, 2011)
F. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti Narasi menggunakan sejumlah teknik pengumpulan data yang unik,
termasuk restorying; sejarah lisan; pemeriksaan foto, kotak memori, dan artefak lainnya;
cerita; menulis surat; autobiografi dan menulis biografi. Restorying adalah proses
pengumpulan cerita, menganalisis mereka untuk elemen kunci, dan penulisan cerita
kembali untuk menempatkan peristiwa dalam urutan kronologis. (James Schreiber dan
Kimberly Asner-Self, 2011)
Sumber utama material bagi peneliti naratif adalah wawancara. Tidak seperti
wawancara terstuktur yang tradisional, yang memiliki rangkaian terperinci mengenai
pertanyaan yang harus dijawab, wawancara naratif dibuat untuk menciptakan kesempatan
bagi partisipan untuk memberikan narasi terperinci mengenai suatu pengalaman.
Wawancara kisah kehidupan merupakan versi yang paling banyak digunakan dalam
wawancara narasi personal.
Tujuan dari wawancara kisah kehidupan adalah mendorong partisipan
menyampaikan uraian panjang lebar tentang hidupnya. Peneliti menjelaskan di awal
wawancara bahwa tujuan penelitian tersebut adalah mempelajari kehidupan orang.
Meskipun terlihat sangat sederhana, namun dalam praktiknya partisipan mungkin
bersikap terlalu berhati-hati dan tidak komunikatif pada permulaan wawancara. Dengan
alasan itulah pewawancara mungkin perlu menemui sejumlah partisipan dalam beberapa

kali kesempatan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan memberi dorongan pada
mereka untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman hidupnya.
Penting untuk berhati-hati dalam menemukan tata cara wawancara. Peneliti harus
melakukan kontak awal dengan para partisipan, menjelaskan tujuan penelitian, dan
berusaha mendapatkan persetujuan dari mereka. Pada tahap ini, mereka dapat
menyampaikan ketika mereka sebaiknya bertemu lagi untuk melakukan wawancara lebih
jauh dan mengklarifikasi dimana tempat yang menurut mereka paling nyaman untuk
wawancara. Terkadang para partisipan suka diwawancarai di rumah, pada waktu yang
lain mereka lebih memilih untuk datang ke kantor peneliti atau memilih setting lain.
Penting untuk diingat bahwa hal itu adalah pilihan para partisipan dan sebaiknya sebisa
mungkin sang peneliti mengakomodir preferensi mereka.
Namun demikian, narasi bukanlah sekedar kisah kehidupan dalam artian umum,
melainkan juga kisah-kisah tentang pengalaman, terutama permasalahan hidup seharihari. Dalam setting wawancara, kita dapat mendorong partisipan untuk menceritakan
kisah mengenai pengalaman-pengalaman perubahan atau gangguan dalam hidup mereka.
Pada waktu dan kesempatan demikian, para partisipan sering kali begitu bersedia
menyampaikan uaraian narasi yang panjang lebar mengenai pengalaman-pengalaman
yang beragam. (Jonathan Smith, 2008: 230-234)

Contoh panduan wawancara


Saya ingin Anda menceritakan pada saya tentang diri Anda ... kapan Anda lahir,
dimana Anda besar, hal semacam itu. Anda tidak usah memikirkan apa yang Anda
katakan, ceritakan saja sebanyak mungkin berbagai hal mengenai diri Anda.
Saya tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi selama wawancara seleksi, Anda
dapat memulai dari waktu Anda berangkat dari rumah untuk menghadiri
pertemuan tersebut dan ceritakan kepada saya sebanyak mungkin Anda dapat
mengingatnya.
Tantangan bagi peneliti adalah meyakinkan partisipan bahwa mereka akan tertarik
pada uraian narasinya. Dengan demikian peneliti harus merefleksi yang diucapkan
partisipan dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk mendapatkan

klarifikasi, seperti Mengapa Anda berpikir demikian? atau Dapatkah Anda


memberikan contoh tentang hal itu?
G. Menganalisis Narasi
Dalam analisis naratif, peneliti mengumpulkan deskripsi peristiwa melalui
wawancara dan observasi dan mensintesis mereka ke narasi atau cerita. Analisis naratif
adalah sebuah proses di mana peneliti mengumpulkan cerita sebagai data dan analisis
tema umum untuk menghasilkan deskripsi yang berlaku untuk semua cerita ditangkap di
narasi. (James Schreiber dan Kimberly Asner-Self, 2011)
Analisis uraian narasi dapat dibagi ke dalam dua fase besar yaitu fase pertama
bersifat deskriptif dan fase ke dua bersifat interpretatif. Dalam pembacaan narasi,
perhatian utama tertuju pada bagaimana para narator mendeskripsikan berbagai kritis
dalam hidup mereka. Bagaimana mereka mendapatkan sumber dukungan dan bagaimana
mereka membuat arah kisah pada para pendengar. Masing-masing kisah diperiksa atas
elemen-elemen naratif tertentu, bagaimana elemen-elemen narasi terseebut saling terkait,
isu-isu apa yang ditekankan dan perumpamaan-perumpamaan apa yang digunakan.
(Jonathan Smith, 2008: 237-238)
Ada beberapa bentuk analitis di dalam analisis naratif. Dua bentuk pendekatan
dalam analisis naratif yakni pendekatan 'atas-bawah' (top-down) dan pendekatan 'bawahatas' (bottom-up) membuat perbedaan asumsi tentang organisasi makna kognitif.
Pendekatan pertama, atas-bawah sangat berpengaruh pada bidang pendidikan dan
psikologi kognitif (Rumelhart, 1977; Rumelhartdan Norman, 1981). Pendekatan ini
banyak dipengaruhi oleh psikologi kognitif dan ilrnu komputer; analisis seperti ini
mungkin dilakukan ketika kapasitas memori dan fleksibilitas komputer dan perangkat
lunak yang dipakai dalam penelitian mencukupi.
Lawan dari pendekatan atas-bawah adalah pendekatan bawah-atas; pendekatan ini
dapat ditemukan pada hampir semua penelitian etnografis. Pendekatan atas-bawah
menggunakan satuan-satuan makna yang bergantung pada konteks untuk memproduksi
infrastruktur yang menjelaskan efek dari suatu cerita. Dwyer (1982) misalnya; ia
mempresentasikan materi-materi penelitian dalam bentuk dialog, antara dirinya sendiri
dengan satu diri lain yakni seorang Faquir. Di lain pihak, Crapanzano (1980) melakukan
interpolasi dan berkomentar terhadap budaya Maroko. Laporan penelitian seperti ini

kerap diperoleh dari wawancara pribadi atau dokumen-dokumen; meski demikian, proses
penerjemahan materi-materi ini ke dalam argumen-argumen yang koheren masih tetap
ambigu (Atkinson, 1992; Riessrnan, 1993).
Beberapa penelitian membedakan naratif yang berbeda, cerita rekaan diri (self
formatted stories), dengan naratif rekaan eksternal seperti wawancara kesehatan. Cicourel
(1973, 1982, 1985, 1986) berhasil membuktikan bahwa kedua pendekatan ini kurang
mampu memahami cara manusia dalam memproses dan mencerap pengalaman indrawi.
Laporan kesehatan dalam bentuk cerita cukup menjanjikan. Ada banyak penulis
(beberapa diantara mereka malah bisa dikatakan piawai dalam urusan kesehatan) yang
menggunakan model ini, seperti Kleinman (1988), Brody (1987), Coles (1989), Mishler
(1984), dan Paget (1988). Mereka menyatakan bahwa analisis naratif cukup bermanfaat
ketika diterapkan pada laporan kesehatan. Hanya saja, definisi, tujuan analisis, metode
atau teknik, dan bentuk yang pasti tidak pernah mereka bicarakan. Mereka berasumsi
bahwa cerita mampu merefleksikan perasaan manusia dan pengalaman hidupnya dan
bahwa proses penyembuhan perlu penceritaan, penyimakan, dan tentu saja, penafsiran.
Bagi para penyembuh ini, setiap cerita menampilkan beragam aspek rasionalitas yang
unik, membangkitkan, estetis, dan humanistis, yang kemudian dirangkai kembali dalam
bentuk laporan kesehatan.
Aspek kehidupan dan pengalaman nyata terlambat masuk ke dalam analisis
naratif. feminisme dan antropologi kontemporer studi tentang kehidupan biasanya ditarik
pengalaman sang narator; pengalaman yang dikisahkan tersebut adalah produk bersamasama narator dengan sang ilmuwan sosial. Cerita itu anggap sebagai kisah nyata yang
berpijak realitas sosial yang sebenarnya, sehingga dapat validitas dan reliabilitasnya oleh
sosial lain.
Pada satu sisi, analisis naratif adalah yang tidak baku, hampir selalu intuitif, dan
gunakan terma-terma ciptaan sang peneliti (simak Riessman, 1993). Analisis naratif
biasanya berpijak pada sudut pandang sang pencerita bukan masyarakat.
Jika naratif diartikan sebagai cerita tentang kehidupan seseorang yang
mengandaikan awal, tengah, dan akhir, maka naratif bisa mengambil beragam bentuk,
diceritakan dalam berbagai latar peristiwa di hadapan beragam khalayak, dan bisa
berkaitan dengan peristiwa atau persona-persona nyata. Dengan demikian, tema,
metafora, definisi naratif, struktur cerita (awal, tengah, akhir), dan simpulan yang dibuat

dapat dituliskan secara puitis dan artistik dan dibatasi oleh konteks-kontek tertentu yang
bersifat tertutup. (Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, 2009)
Contohnya langkah-langkah analisis data pada studi biografi yaitu: a).
Mengumpulkan data dan menata file pengalaman dan perjalanan hidup seseorang secara
sistematis dan objektif, mulai dari tahap kanak-kanak, remaja, dewasa, dan lansia yang
ditulis secara kronologis. Pengalaman hidup dapat dilihat dari pendidikan, pernikahan,
pekerjaan, dan lain-lain baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri,
pengalaman positif maupun pengalaman negatif, b). membaca keseluruhan kisah
kemudian direduksi dan diberi kode, c). mengatur dan memilah-milah kisah secara
kronologis, d). mengidentifikasi dan mengkaji makna kisah yang dipaparkan, serta
mencari inti sari dan makna dari kisah tersebut, e). Mempelajari struktur untuk
menjelaskan makna, seperti interaksi sosial di dalam sebuah kelompok, budaya, ideologi,
dan konteks sejarah, f). Memberi interpretasi pada pengalaman hidup individu, dan g).
Menyusun laporan tentang riwayat hidup responden dalam bentuk narasi yang berfokus
pada proses perjalanan hidup individu, teori yang berhubungan dengan pengalaman
hidupnya, dan keunikan hidup individu tersebut. (Zinal Arifin, 2014)
H. Karakteristik Kunci Penelitian Narasi
1. Penelitian Narasi berfokus pada pengalaman individu dan kronologi mereka.
2. Penelitian Narasi menggunakan teknik restorying untuk membangun account narasi
berdasarkan data yang dikumpulkan melalui wawancara.
3. Penelitian Narasi menggabungkan konteks dan tempat dalam cerita.
4. Pembangunan narasi selalu melibatkan menanggapi pertanyaan, "Lalu apa yang
terjadi?" (James Schreiber dan Kimberly Asner-Self, 2011)
I. Contoh masalah penelitian Naratif
Living in the space between participant and researcher as a narrative inquirer:
examing ethnic identity of Chinese Canadian student as conflicting stories to live by
yang di teliti oleh Elaine Chan, University of Nebraska-Lincol.
Abstrak
Pengalaman bersekolah rakyat kanada generasi pertama berinteraksi dengan
pengalaman budaya dari keluarga imigran mereka untuk membentuk rasa identitas etnik
baik sebagai orang kanada maupun sebagau anggota kumunitas etnik. Penelitian naratif
berbasis-sekolah jangka panjang ini adalah penelaan tentang bagaimana ekspektasi untuk

kinerja akademis dan perilaku siswa oleh guru dan teman sebaya disekolah dan oleh
orang tua imigran dirumah memberikan konstribusi pada pembentukan rasa identitas
etnik seorang siswa china imigran sebagai cerita-cerita bertentangan yang harus dialami.
Pendekatan naratif mengungkapkan berbagai tantangan dalam mendukung para siswa
imigran disekolah-sekolah Amerika-Utara, dan memberikan kontribusi pada pemahaman
tentang pendidikan multicultural.
1)

Focus pada pengalaman seorang individu

Contoh paragraph :
Dalam penelitian ini saya menelaah pengalaman seorang siswa imigran China, Ai
Mei Zhang. Saya mengeksplorasi partisipannya di kurikulum sekolah menengah
Kanadanya sebagi interaksi narasi siswa, guru, dan orang tua, cerita tentang kehidupan
yang jalin menjalin (Clandinin et a;., 2006). Saya menelaah bagaiman rasa identitas etnik
dapat dibentuk oleh ekspektasi untuk kinerja akademis dan perilakunya disekolah dan
dirumahnya. Saya memfokuskan secara khusus pada bagaimana partisipasi dalam ranah
sekolah perkotaan multikulturalnya mungkin memberikan konstribusi pada pembentukan
afiliasinya dengan para anggota keluarga dan para anggota komunitas etnik dan
sekolahnya, dan memberikan konstribusi pada perkembangan dan terpeliharanya bahasaibunya. Saya juga menalaah bagaimana ia mengalami praktik sekolah yang direncanakan
dengan baik dan kegiatan kurikulum yang dirancang untuk mendukung kinerja
akademisnya dengan cara-cara yang tidak diantisipasi oleh para pembuat kebijakan dan
pendidik. Saya, mengeksplorasi pengaruh ini sebagai cerita bertentangan to live by (untuk
hidup bersama) (connely dan Clandinin, 1999).
2)

Cerita yang dikumpulkan dari individu

Contoh paragraph :
Saya menelaah secara pengalaman, perpotongan pengaruh sekolah dan rumah dari
perspektif seorang siswa SMP sebagai seorang peneliti naratif berbasis-sekolah jangka
panjang. Saya mengekplorasi fitur-fitur penelitian naratif, seperti peran kritis hubungan
peneliti-partisipan, dan peran faktor-faktor temporal dan spasial (Clandinin dan Connely,
2000) konteks penelitian dalam memberikan kontribusi pada pemahaman bernuansa
tentang pendidikan multicultural dalam konteks sekolah yang beragam ini. Penlitian ini
bersifat holistik dalam arti bahwa saya menelaah dampak banyak pengaruh yang saling
berkaitan ketika mereka saling berpotongan dalam kehidupan seorang siswa dan bukan

sebagai contoh bagaimana suatu masalah atau tema dialami oleh anggota-anggota yang
berbeda dari kelompok etnik yang sama.
Sebagai seorang peneliti naratif, saya belajar tentang cerita pengalaman Ai Mei
(Conelly dan Clandinin, 1988) dengan menggunakan beragam pendekatan naratif,
termasuk observasi berbasis sekolah jangka panjang, pengumpulan dokumen yang
dipaskan dengan wawancara konversasional berkelanjutan dengan partisipan kunci, dan
penulisan catatan lapangan ekstensif setelah kunjungan lapangan, wawancara dan
interaksi dengan partisipan (Clandinin dan Connely, 1994, 2000; Clandinin et al 2006)
untuk mengeksplorasi kualitas jalin-menjalin antara kehidupan Ai Mei, gurunya, teman
sekelasnya, dan anggota keluarganya. Saya ,mengobservasi dan berinteraksi dengannya
dalam konteks pelajaran reguler dikelas selama saya membantu dia dan teman sekelasnya
dalam mengerjakan tugas, menemani mereka dalam field trips, menghadiri konser dan
penampilan band mereka, dan ikut ambil bagian dalam kegiatan sekolah seperti
Multicultural Night, Curriculum and Hot Dog Night, Majelis sekolah dan berbagai
festival, kunjungan sekolah dimulai selama musim gugur pada 2001 ketika Ai Mei dan
teman sekelasnya memulai kelas tujuh dan berlanjut sampai Juni 2003 ketika mereka
lulus dari kelas delapan di Bay Street School.
3)

Laporan tentang kronologi pengalaman-pengalaman individu

Contoh paragraf
Saya melaksanakan wawancara maupun percakapan informal terus menerus
dengan Ai Mei selama 2 tahun yang saya habiskan dikelasnya. Saya juga mengumpulkan
berbagai dokumen seperti pemberitahuan sekolah, pengumuman tentang even masyarakat
dan sekolah, pemberitahuan dari papan buletin dan dinding kelas disekolah, dan contoh
karya siswa. Catatan lapangan deskriptif, transkip wawancara, jurnal peneliti, dan memo
teoritis yang ditulis setelah kunjungan sekolah dikomputerisasi dan diberkas kedalam
sistem arsip proyek penelitian yang sudah ada saya memriksa berulang kali catatan
lapangan yang menyangkut pengalaman Ai Mei untuk mengidentifikasi tema yang
berulang kali muncul. Ceritanya dimasukkan kedalam konteks lapangan yang ditulis
tentang guru kelasnya, teman sebayanya, dan komunitas sekolahnya sejak saya memulai
penelitian di sekolah itu pada 2000.
4)

Deskripsi konteks atau ranah

Contoh paragraph

Cerita Ai Mei berada dalam konteks Bay Street School, suatu sekolah yang sejak
pendiriannya diketahui terdiri atas komu nitas siswa yang beragam (Cochrane, 1950;
Conelly, He, Phillion, Chan, dan Xu, 2004). Sekolah ini berlokasi dilngkungan
persekolahan dimana komposisi etnik warganya dikenal mencerminkan pola imigrasi dan
permukiman kanadanya (Conelly, Phillion, dan He, 2003). Oleh sebab itu, populasi siswa
disekolah itu mencerminkan keanekaragamaan tersebut. Every Student Survey yang
diadmnistrasikan kepada siswa selama tahun ajaran 2001-2002 (Chan dan Ross, 2002)
mengonfirmasi keanekaragaman etnik dan bahasa siswa. Secara lebih sepesifik, 39
Negara dan 31 bahasa terintepretasi di sekolah ini. Inilah konteks dimana cerita Ai Mei
itu berlangsung.
5)

Pengembangan tema-tema dan Kisahnya diceritakan kembali oleh peneliti

Bahasa rumah yang bertentangan dengan bahasa sekolah


Setelah itu saya menyuguhkan cerita I was trying to hide my identity (saya
berusaha menyembunyikan identitas saya) sebagai titik awal untuk menelaah pengalaman
Ai Mei dengan program akademisnya di By Street School.
I was trying to hide my identity
Ai Mei : ketika saya datang ke By Street School untuk pertama kalinya saya
tinggal bersama guru il (international language), Mrs. Lim saya tinggal bersama beliau
sepanjang minggu, dan beliau mengajari saya berbagai hal dalam bahasa inggris
Elaine : apa yang beliau ajarkan kepadamu?
Ai Mei : hal-hal mudah, seperti abjad, dan bagaimana cara mengucapkan hello
setelah itu saya ikut kelas Ms. Jenkins. Saya duduk dengan seorang anak laki-laki yang
aneh.
Elaine : anak aneh?
Ai Mei : well, dia tidak seaneh itu. Bangku saya menghadap bangkunya, dan dia
melakukan ini kepada saya (Ai Mei menunjukkan apa yang dilakukan anak laki-laki itu
kepadanya), dia menunjulurkan lidah kea rah saya. Saya tidak tahu apa maksudnya.
Rambutnya oranye dan acak-acakan.
Elaine : apakah kamu mempunyai teman?
Ai Mei : tidak, untuk waktu yang cukup lama. Beberapa orang mencoba berbicara
kepada saya, tetapi sayan tidak mengerti ucapan mereka. Stelah itu Chao mencoba
berbicara dengan saya dengan bahasa Fujian dan saya pura-pura tidak memahami
ucapannya. Ia mencoba bebrapa kali, kemudian menyerah. Lalu pada suatu hari, saudara
perempuan saya mengucapkan sesuatu kepada saya dengan bahasa Fujian dan Chao

mendengarnya. Dia melihat kearah saya dan terkejut karena sudah mencoba berbicara
dengan saya dan saya pura-pura tidak mengerti ucapannya, dia sama sekali tidak
menyukai saya.
Elaine : mengapa kau melakukannya? Mengapa kau pura-pura tidak memahami
ucapannya?
Ai Mei : saya tidak tahu, saya mencoba menyembunyikan identitas saya.
Ai Mei (berseru kepad Chao): Chao, ingat bagaiman aku tidak mau bicara dengan
mu? Bagaiman aku pura-pura tidak mengerti ucapanmu?
Chao : ya, aku ingat. (chao memandang cemberut kearah Ai Mei). Aku tidak
menyukaimu untuk waktu yang lama
Ai Mei : ya, lama sekali.
(catatan lapangan, april 2003)
Bahasa sekolah yang bertentangan dengan bahasa rumah
Susan doesnt speak Fujianese (susan tidak berbicara bahasa inggris)
Ai Mei : kami sedang makan malam dan ibu saya mengatakan kepada adik
perempuan saya, (frasa dalam bahasa Fujian). kemudian adik saya bertanya kepada
saya, apa yang ibu bilang? lalu say jawab. ibu ingin tahu apakah kamu tambah
sayur ?
Elaine : adikmu tidak mengerti bahasa Fujian?
Ai Mei : dia tahu, tapi tidak semua hal.
Elaine : apa yang selanjutnya dikatakn ibumu? Apakah ibumu takut bahwa
adikmu tidak dapat memahaminya?
Ai Mei : ibu melihat kearahnya-( Ai Mei menunjukkan bagaimana ibunya
memandang jijik kepada adiknya).
(catatan lapangan, april 2003)
Nilai-nilai orang tua yang bertentangan dengan Nilai-Nilai teman sebayanya
Dim Sum with her mothers friend (Dim Sum bersama teman ibunya)
Ai Mei hari ini bercerita tentang acara keluar untuk menikmati dim sum bersama
teman ibunya dan keluarganya. Ia mengatakan bahwa dirinya merasa terganggu karena
dibanding-bandingkan dengan anak perempuan teman ibunya yang umurnya hamper
sebaya dengan Ai Mei tetapi tampak seperti anak perempuan yang sempurna dimata ibu
Ai Mei. Ai Mei mengatakan kepada saya, ibu saya bilang, lihat Ming Ming, begitu
manis dan tinggi. Dan sangat pendiam! Dia membantu ibunya memasak dan
membersihkan rumahnya.! Lalu ibunya berkata kepada ibunya Ming Ming, lihat Ai
Mei, sudah 13 tahun tapi begitu pendek. Dia tidak pernah membantu saya dirumah, dia

juga tidak bisa memasak,! dia terus membanding-bandingkan kami, mengatakan betapa
menyenangkannya Ming Ming dan betapa menyebalkannya saya. Ai Mei menyeka
matanya.
(catatan lapangan, april 2003)
Ekspektasi guru bertentangan dengan ekspektasi orang tua
Disamping itu, meskipun ornag tua Ai Mei dan guru-gurunya memiliki tujuan
kesuksesan akademis yang sama untuknya, ketegangan mengemuka tentang komitmen
waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab di sekolah dan keluarga. Ai Mei
tampaknya terperangkap diantara tekanan untuk membantu usaha keluarga dan ekspektasi
guru untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan persiapan yang menyeluruh untuk
meghadapi ulangan dan tugas-tugas.
Ai Mei : ada sebuah pintu yang seorang pun tidak bisa menutupnya kecuali saya.
Elaine : apa yang salah dengan pintu itu?
Ai Mei : pintu itu macet, jadi saya harus menendangnya supaya tertutup. (sambil
mengatakan itu ia menunjukkan bagaimana ia menendang menyamping sambil
memiringkan tubuhnya). Setelah itu kami pulang, saya, ibu, ibu saya, dan ayah saya.
Elaine : bagaimana dengan adikmu?
Ai Mei : dia sudah pulang sedikit lebih awal, bersama nenek dan kakek saya.
(catatan lapangan, oktober 2002)
Diakhir musim gugur setelah keluarganya Ai Mei mendapatkan restoran pangsit
itu, guru Ai Mei, William, melihat bahwa Ai Mei mulai dating kesekolah dengan tampak
kelelahan, dan pekerjaan rumahnya belum selesai dikerjakan. Sedikit demi sedikit,
Willian tahu bahwa Ai Mei hanya memiliki sedikit sekali kesempatan untuk mengerjakan
pekerjaan rumah atau belajar karena ia membantu di restoran setiap malam dan setiap
akhir pekan. Willian membicarakan situasinya dengan kepala sekolah, Keduanya
memutuskan bahwa hal ini merupakan suatu borderline case, dan dengan pengetahuan
sekolah, Willian menghubungi Childerns Aid Society (CAS) tentang keluraga Ai Mei :
saya menulis catatan lapangan berikut tentang hari ketika Willian member tahu saya
tentang kontaknya ke CAS.
I called the CAS (Saya menelpon CAS)
Saya sedang membantu William merapikan textbooks, menyortir tugas-tugas
siswa ke dalam beberapa tumpukan, dan merapikan pena, pensil, dan kapur tulis ke
tempatnya masing-masing dikelas. Saya sudah ikut terbiasa untuk ikut membicarakan
tentang peristiwa hari itu sambil merapikan kelas setelah anak-anak meninggalkan kelas

untuk mengikuti kelas perancis sampai akhir hari ini. Hari ini, William, mengatakan
kepada saya, saya menghubungi CAS tentang Ai Mei. Dia tidak pernah mengerjakan
pekerjaan rumah atau tidak pernah punya waktu untuk belajar karena dia belum tidur
sampai larut malam karena bekerja di restoran keluarganya, dia kelelahan.
(catatan lapangan, desember 2002)
Kerangka Kerja teoritis
Oleh karena fokus pada pengalaman dalam memberikan kontribusi pada perasaan
memiliki

identitas

etnik Ai

Mei,

saya

menggunakan

filosofi

kait

mengait

(intterconnectedness) antara pengalaman dan pendidikan Dewey (1938) sebagai landasan


untuk penelitian ini secara khusus, saya menelaah bagimana banyaknya pengaruh di
rumah, sekolah, dan kehidupan ketetanggannya bersama peristiwa anggota keluarga,
teman sebaya, guru, administrator dan kurikulum sekolah saling berpotongan untuk
memberikan kontribusi pada pengalaman atau pembelajaran identitas etniknya secara
keseluruhan sebagai seorang siswa imigran dalam konteks sekolah Kanada. Cerita Ai Mei
dimasukkan kedalam kerangka kerja ruang penelitian naratif tiga-dimensional Ai Mei
(Clandidnin dan Conelly, 2000) dengan Bay Street sebagai dimensi spasial, tahun 20012003 sebagai dimensi temporal, dan interaksi saya dengan Ai Mei, teman sekelasnya,
gurunya, orang tuanya, dan para anggota kimunitas Bay Street School lain sebagai
dimensi sosial-personalnya. Cerita adalah sarana untuk mengeksplorasi interaksi
pengaruh yang memperngaruhi rasa identitas Ai Mei; mereka menyoroti sejauh mana
potongan narasi dapat di interpretasi sebagai cerita bertentangan yang harus dialami
(Conelly dan Clandinin, 1999).
Metode
Sebagai seorang peneliti naratif, saya belajar tentang cerita pengalaman Ai Mei
(Conelly dan Clandinin, 1988) dengan menggunakan beragam pendekatan naratif,
termasuk observasi berbasis sekolah jangka panjang, pengumpulan dokumen yang
dipaskan dengan wawancara konversasional berkelanjutan dengan partisipan kunci, dan
penulisan catatan lapangan ekstensif setelah kunjungan lapangan, wawancara dan
interaksi dengan partisipan (Clandinin dan Connely, 1994, 2000; Clandinin et al 2006)
untuk mengeksplorasi kualitas jalin-menjalin antara kehidupan Ai Mei, gurunya, teman
sekelasnya, dan anggota keluarganya. Saya ,mengobservasi dan berinteraksi dengannya
dalam konteks pelajaran reguler dikelas selama saya membantu dia dan teman sekelasnya

dalam mengerjakan tugas, menemani mereka dalam field trips, menghadiri konser dan
penampilan band mereka, dan ikut ambil bagian dalam kegiatan sekolah seperti
Multicultural Night, Curriculum and Hot Dog Night, Majelis sekolah dan berbagai
festival, kunjungan sekolah dimulai selama musim gugur pada 2001 ketika Ai Mei dan
teman sekelasnya memulai kelas tujuh dan berlanjut sampai Juni 2003 ketika mereka
lulus dari kelas delapan di Bay Street School.
Saya melaksanakan wawancara maupun percakapan informal terus menerus dengan Ai
Mei selama 2 tahun yang saya habiskan dikelasnya. Saya juga mengumpulkan
berbagai dokumen seperti pemberitahuan sekolah, pengumuman tentang even masyarakat
dan sekolah, pemberitahuan dari papan buletin dan dinding kelas disekolah, dan contoh
karya siswa. Catatan lapangan deskriptif, transkip wawancara, jurnal peneliti, dan memo
teoritis yang ditulis setelah kunjungan sekolah dikomputerisasi dan diberkas kedalam
sistem arsip proyek penelitian yang sudah ada saya memriksa berulang kali catatan
lapangan yang menyangkut pengalaman Ai Mei untuk mengidentifikasi tema yang
berulang kali muncul. Ceritanya dimasukkan kedalam konteks lapangan yang ditulis
tentang guru kelasnya, teman sebayanya, dan komunitas sekolahnya sejak saya memulai
penelitian di sekolah itu pada 2000.
Hasil Penelitian
Cerita Ai Mei tentang rumah dan sekolah
Cerita yang bertentangan
Saya selanjutnya menyuguhkan cerita-cerita Ai Mei tentang pengalamannya untuk
mengeksplorasi berbagai tantangan dan kompleksitas, kerukunan dan ketegangan
(Clandinin dan Conelly, 2002), yang ia alami selama berusaha menyeimbangkan
afiliasinya dengan teman sebayanya dan pada saat yang sama mengakomodasi ekspektasi
untuknya oleh guru-guru dan orang tuanya. Saya mengeksplorasi bagaimana ekspektasi
orang tua, guru dan teman sebaya mungkin memberikan kontribusi pada pembentukan
rasa identitasnya, dan menelaah kontribusi metodologi naratif dalam mengungkapkan
nuansa perpotongan berbagai pengaruh dalam hidupnya.
Deskripsi konteks atau ranah
Cerita Ai Mei berada dalam konteks Bay Street School, suatu sekolah yang sejak
pendiriannya diketahui terdiri atas komu nitas siswa yang beragam (Cochrane, 1950;
Conelly, He, Phillion, Chan, dan Xu, 2004). Sekolah ini berlokasi dilngkungan

persekolahan dimana komposisi etnik warganya dikenal mencerminkan pola imigrasi dan
permukiman kanadanya (Conelly, Phillion, dan He, 2003). Oleh sebab itu, populasi siswa
disekolah itu mencerminkan keanekaragamaan tersebut. Every Student Survey yang
diadmnistrasikan kepada siswa selama tahun ajaran 2001-2002 (Chan dan Ross, 2002)
mengonfirmasi keanekaragaman etnik dan bahasa siswa. Secara lebih sepesifik, 39
Negara dan 31 bahasa terintepretasi di sekolah ini. Inilah konteks dimana cerita Ai Mei
itu berlangsung.
Bahasa rumah yang bertentangan dengan bahasa sekolah
Setelah itu saya menyuguhkan cerita I was trying to hide my identity (saya
berusaha menyembunyikan identitas saya) sebagai titik awal untuk menelaah pengalaman
Ai Mei dengan program akademisnya di By Street School.
Bahasa sekolah yang bertentangan dengan bahasa rumah
Ai Mei berbicara tentang bagaimana ibunya memperingatkannya untuk sering
berbicara dengan adiknya dalam bahasa Fujian. Sementara itu, kedua bersaudara itu
sudah lama terbiasa berbicara satu sama lain dalam bahasa inggris; komuniksi dalam
bahasa asal, Fujian, telah menjadi terbata-bata kerena ketidak mudahan yang dirasakan
baik dalam menggunakannya maupun karena kosa kata Susan (adik Ai Mei) yang
terbatas. Bagi orang tua mereka, ketika mereka mulai menyadari seberapa jauhnya
putrinya kehilangan bahasa ibu, mungkin sudah terlambat untuk menghentikannya.
Tekanan untuk mengembangkan dan mempertahankan profesiensi bahasa ini berinteraksi
dengan faktor-faktor lain untuk berkontribusi pada rasa identitas Ai Mei Dan afiliasinya
di sekolah dan di rumah serta komunitas etniknya.
Nilai-nilai orang tua yang bertentangan dengan Nilai-Nilai teman sebayanya
Selain masalah disingkirkan oleh teman sebayanya dan merasakan tekanan
banyak pengaruh di sekolah untuk berperilaku drngan cara tertentu, Ai Mei tampaknya
juga mengalami ketegangan terkait ekspektasi orang tua dan standar untuk perilaku dan
tindak-tanduknya yang, kadang-kadang bertentangan dengan standar teman-temannya
yang sebaya, dan bagaimana ia melihat dirinya. Saya menulis catatan lapangan berikut
setelah percakapan dengan Ai Mei dimana ia mengeluhkan tentang komentar ibunya
mengenai hubungnnya dengan teman ibunya selama acara keluarga diluar.
Dim Sum with her mothers friend (Dim Sum bersama teman ibunya)

Ai Mei hari ini bercerita tentang acara keluar untuk menikmati dim sum bersama
teman ibunya dan keluarganya. Ia mengatakan bahwa dirinya merasa terganggu karena
dibanding-bandingkan dengan anak perempuan teman ibunya yang umurnya hamper
sebaya dengan Ai Mei tetapi tampak seperti anak perempuan yang sempurna dimata ibu
Ai Mei. Ai Mei mengatakan kepada saya, ibu saya bilang, lihat Ming Ming, begitu
manis dan tinggi. Dan sangat pendiam! Dia membantu ibunya memasak dan
membersihkan rumahnya.! Lalu ibunya berkata kepada ibunya Ming Ming, lihat Ai
Mei, sudah 13 tahun tapi begitu pendek. Dia tidak pernah membantu saya dirumah, dia
juga tidak bisa memasak,! dia terus membanding-bandingkan kami, mengatakan betapa
menyenangkannya Ming Ming dan betapa menyebalkannya saya. Ai Mei menyeka
matanya.
(catatan lapangan, april 2003)
Ekspektasi guru bertentangan dengan ekspektasi orang tua
Disamping itu, meskipun orang tua Ai Mei dan guru-gurunya memiliki tujuan
kesuksesan akademis yang sama untuknya, ketegangan mengemuka tentang komitmen
waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab di sekolah dan keluarga. Ai Mei
tampaknya terperangkap diantara tekanan untuk membantu usaha keluarga dan ekspektasi
guru untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan persiapan yang menyeluruh untuk
meghadapi ulangan dan tugas-tugas.
Ai Mei : ada sebuah pintu yang seorang pun tidak bisa menutupnya kecuali saya.
Elaine : apa yang salah dengan pintu itu?
Ai Mei : pintu itu macet, jadi saya harus menendangnya supaya tertutup. (sambil
mengatakan itu ia menunjukkan bagaimana ia menendang menyamping sambil
memiringkan tubuhnya). Setelah itu kami pulang, saya, ibu, ibu saya, dan ayah saya.
Elaine : bagaimana dengan adikmu?
Ai Mei : dia sudah pulang sedikit lebih awal, bersama nenek dan kakek saya.
(catatan lapangan, oktober 2002)
Kesimpulan
Para guru dan administrator dengan siapa saya berbagi karya ini mengapresiasi
pengakuan atas tantangan yang mereka temui dalam pekerjaan mereka dengan para siswa
mereka. William, sebagai seorang guru pemula, mengakui perlunya perhatian lebih jauh
untuk menyiapkan guru untuk menangani kelas yang beragam dan merasa bahwa cerita
yang seperti disuguhkan dalam artikel ini memberikan kenstribusi pada pembangkitan

kesadaran tentang berbagai kesulitan yang mungkin ditemui oleh para guru; ia mengakui
potensi cerita itu sebagai suatu forum untuk membangkitkan diskusi dikalangan guru dan
administrator administratornya berbicara menganai tantangan yang melekat pada upaya
untuk memenuhi kebutuhan populasi siswa mereka, dan merujuk pada ketegangan dalam
mematuhi kebijakan yang sudha ada bahakan ketika mereka mengalami kesulitan dalam
mengimplementasikan sebagian kebijakan itu dengan siswa dan guru.
Mengeksplorasi banyak pengaruh yang membentuk partisipasi siswa dalam
kurikulum sekolah dengan menggunakan pendekatan naratif untuk menelaah pengalaman
siswa juga merupakan sarana untuk mengakui kompleksitas persekolahan dan persiapan
guru (Cochran Smith, 2006), dan perlunya pedoman tentang bagaimana cara
menegmbangkan kurikulum dan pedagogi untuk para siswa berlatar belakang minoritas
dengan sebaik-baiknya, dan berbagai tantangan yang berkaitan dengan penanganan
populasi siswa yang beragam. Dengan semakin beragamnya konteks Amerika Utara,
esensial bagi pendidik dan pembuat kebijakan untuk well informed tentang siswa-siswa,
bagi siapa praktik dan kebijakan pendidikan dikembangkan.

KESIMPULAN
James Schreiber dan Kimberly Asner-Self (2011) menyatakan Penelitian Naratif
adalah studi tentang kehidupan individu seperti yang diceritakan melalui kisah-kisah
pengalaman mereka, termasuk diskusi tentang makna pengalaman-pengalaman bagi
individu. Penelitian Naratif dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu-isu
sentral yang berkaitan dengan proses belajar mengajar melalui telling dan menceritakan
kembali cerita guru.
Fungsi utama narasi adalah menata sesuatu yang tidak tertata. Ketika
menyampaikan suatu kisah, narator sedang berusaha untuk mengorganisir sesuatu yang
tak beraturan dan memberinya makna. Hal demikian bukanlah sesuatu pekerjaan yang
sederhana. Senada dengan pendapat Ricoeur (dalam Smith, 2008 : 225) yang menyatakan
bahwa
Narasi..... adalah suatu sintesis dari berbagai keanekaragaman. Namun
keharmonisan tidak dapat terjadi tanpa perselisihan. Tragedi memiliki pola demikian :
tidak ada tragedi tanpa komplikasi, tanpa ketidakmenentuan nasib, tanpa peristiwa buruk
dan menyedihkan, tanpa kesalahan fatal yang tak dapat diperbaiki yang merupakan akibat
dari kebodohan atau kekeliruan, bukannya akibat dari pikiran jahat. Apabila kemudian
keharmonisan mengungguli perselisihan, maka sudah pasti terjadi pertarungan di antara
keduanya yang membentuk suatu kisah.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2014). Penelitian Pendidikan; Metode dan Paradigma Baru. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Creswell, John. (2015). Edisi Kelima Riset Pendidikan Perencanaan Pelaksanaan dan
Evaluasi Riset Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Denzin, Norman. K dan Lincoln, Yvonna S. (2009). Handbook Of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emzir. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Neagy, Sharlen dan Leavy, Patricia Lina. (2003). Feminist Research Practice.
Schreiber, James dan Kimberly Asner-Self. (2011). Educational Research. USA : John Wiley &
Songs, INC.

Anda mungkin juga menyukai