Anda di halaman 1dari 43

Pelat

1. Pengertian pelat
Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun
beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur. Pelat
merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau melengkung) yang
tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensi yang lain. Dari segi statika,
kondisi tepi (boundary condition) pelat dibagi menjadi : tumpuan bebas (free),
bertumpu sederhana (simply supported) dan jepit.
Berdasarkan aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Pelat kaku : merupakan pelat tipis yang memilikki ketegaran lentur
(flexural rigidity), dan memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama
dengan momen dalam (lentur dan puntir) dan gaya geser transversal,
yang umumnya sama dengan balok. Pelat yang dimaksud dalam bidang
teknik adalah pelat kaku, kecuali jika dinyatakan lain.
2. Membran : merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul
beban lateral dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi
pemikul beban ini dapat didekati dengan jaringan kabel yang tegang
karena ketebalannya yang sangat tipis membuat daya tahan momennya
dapat diabaikan.
3. Pelat flexibel : merupakan gabungan pelat kaku dan membran dan
memikul beban luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser
transversal dan gaya geser terpusat, serta gaya aksial. Struktur ini sering

dipakai dalam industri ruang angkasa karena perbandingan berat dengan


bebannya menguntungkan.
4. Pelat tebal : merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya
menyerupai kondisi kontinu tiga dimensi.
2. Pelat Satu Arah
Pelat satu arah adalah apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek
yang saling tegak lurus lebih besar dari 2, pelat dapat dianggap hanya bekerja sebagi
pelat satu arah dengan lenturan utama pada arah sisi yang lebih pendek.
Pada bangunan bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum dan
dasar adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar) dimana permukaan
pelat itu dibatasi oleh dua balok yang bersebelahan pada sisi dan dua gelagar pada
kedua ujung. Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar
dari pada lebarnya, maka hampir semua beban lantai menuju ke balok-balok dan
sebagian kecil saja yang akan menyalur secara langsung ke gelagar.

Lx
Ly/Lx > 2

Ly

Ly

Gambar 2.4 Pelat satu arah


Kondisi pelat ini untuk tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi
pendek dan tulangan susut atau suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi
panjangnya. Permukaan yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai
kelengkungan tunggal. Sistem pelat satu arah dapat terjadi pada pelat tunggal
maupun menerus, asal perbandingan panjang bentang kedua sisi memenuhi.

A. Langkah-langkah Perhitungan Tulangan Pelat 1 Arah


Tentukan syarat-syarat batas

Tentukan panjang bentang

Tentukan tebal pelat


(dengan bantuan syarat lendutan)

Hitung beban beban

Tentukan momen yang menentukan

min maks

< maks

Hitung tulangan

Pilih tulangan
s s maks

Periksa lebar retak secara


memeriksa lebar jaringan

s > s maks

Tebal pelat dan tulangan memadai


Gambar 2.5 Diagram alir untuk menghitung tulangan pada pelat
1 arah dan 2 arah

1. Menentukan beban pelat.


Setelah menentukan syarat-syarat batas, bentang dan tebal pelat
kemudian beban-beban dihitung. Untuk pelat yang sederhana berlaku
ket :

rumus:
WU = 1,2 WD + 1,6 WL

WU = beban ultimite
WD = beban mati
WL = beban hidup

2. Menentukan momen pelat 1 arah.


Dalam menentukan momen pada pelat 1 arah adalah sebagai berikut :
- untuk momen tumpuan = 1/8 Wu lx2
- untuk momen lapangan = 1/8 Wu lx2
- untuk momen jepit tak terduga = 1/24 Wu lx2
3. Menentukan rasio tulangan pelat satu arah
Persentase tulangan yang ditentukan, harus diperiksa sesuai dengan
min anl maks.
min = 0,0025 (Koefisien CUR pelat).
max = 0,75 balance

0,85 xf ' c
600
. 1.
= 0,75
600 + fy
fy
min < analisa < max Dimana :

=8,5

fy
Mu
= . . fy [1- 0,588 .
]
2
f 'c
bd

anl =

fy
Mu
=
(
.

.
)
(
.

.
.
0.588
.
)
fy
fy
f 'c
bd 2
(c)
(b )
(a)
Kemudian gunakan rumus ABC

,1,2 =
,1 =

b b 2 4ac
2a

b + b 2 4ac
2a

Jika anl < min maka pakai min

Jika anl > maks maka pakai maks


b b 2 4ac
,2 =
2a
Dari persamaan 1 dan 2 ambil nilai yang terkecil dan gunakan
sebagai analisa
4. Luas tulangan

Setelah tahapan tahap diatas diselesaikan maka dapat dihitung luas


tulangan yaitu :

As total = . b . d

Dimana nilai b = panjang bentang per 1 meter pelat.


Tulangan pembagi untuk pelat satu arah yaitu berdasarkan SK SNI T511991-03 pasal 3.16.6, jarak maksimum antara tulangan baja adalah =
3.(h) atau 500mm.
3. Sistem Pelat Dua Arah
Persyaratan jenis pelat lantai dua arah jika perbandingan dari bentang
panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat lantai pada jenis ini
disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya tulangan
utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Permukaan lendutan pelat
mempunyai kelengkungan ganda.

Lx

Ly/Lx 2

Ly

Ly

Gambar 2.6 Pelat dua arah


Pelat dua arah yang ditumpu pada keempat tepinya adalah struktur statis tak
tentu. Seperti pada pelat satu arah yang menerus pada lebih dari dua tumpuan, juga
dapat digunakan tabel untuk mempermudah analisis dan perencanaan pelat dua arah,
yaitu Tabel 2.7
Tabel ini menunjukkan momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1
meter, masing-masing pada arah x dan pada arah y.

Mlx adalah momen lapangan maksimum per meter lebar diarah x;


Mly adalah momen lapangan maksimum per meter lebar diarah y;
Mtx adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar diarah x;
Mty adalah momen tumpuan maksimum per meter lebar diarah y;
Mtix adalah momen jepit tak terduga (insidentil) per meter lebar diarah x;
Mtiy adalah momen jepit tak terduga (insidentil) per meter lebar diarah y;
Skema penyaluran
beban metode
amplop kali W u lantai lx
I

Momen per meter


lebar

1,0

1,2

1,4

1,6

Ly/lx
1,8

2,0

2,5

3,0

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx
Mtiy = mly

41
41

54
35

67
31

79
28

87
26

97
25

110
24

117
23

II

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x

25
25
51
51

34
22
63
54

42
18
72
55

49
15
78
54

53
15
81
54

58
15
82
53

62
14
83
51

65
14
83
49

III

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx
Mtiy = mly

30
30
68
68

41
27
84
74

52
23
97
77

61
22
106
77

67
20
113
77

72
19
117
76

80
19
122
73

83
19
124
71

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx

24
33
69

36
33
85

49
32
97

63
29
105

74
27
110

85
24
112

103
21
112

113
20
112

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mtiy = mly

33
24
69

40
20
76

47
18
80

52
17
82

55
17
83

58
17
83

62
16
83

65
16
83

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx

31
39
91

45
37
102

58
34
108

71
30
111

81
27
113

91
25
114

106
24
114

115
23
114

IVa

IVb

Va

Mtiy = mly
Vb

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx
Mtiy = mly

VIa

Mlx = 0,001 W u lx x
Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x
Mtix = mlx

VIIb

Mlx = 0,001 W u lx2 x


Mly = 0,001 W u lx2 x
Mtx =- 0,001 W u lx2 x
Mty = -0,001 W u lx2 x
Mtiy = mly

Tabel 2.4

2.1.1

39
31
91

47
25
98

57
23
107

64
21
113

70
20
118

75
19
120

81
19
124

84
19
124

25
28
54
60

36
27
72
69

47
23
88
74

57
20
100
76

64
18
108
76

70
17
114
76

79
16
121
73

63
16
124
71

28
25
60
54

37
21
70
55

45
19
76
55

50
18
80
54

54
17
82
53

58
17
83
53

62
16
83
51

65
16
83
49

Momen yang menentukan per meter lebar dalam jalur tengah pada
pelat dua arah akibat beban terbagi rata

Perencanaan Dimensi Balok dan Pelat


Berdasarkan standar SK SNI T-15-1991-03 Pasal 3.1.10 memberikan

pembatasan lebar flens efektif balok T sebagai berikut :


a. Lebar flens efektif yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil
nilai terkecil dari nilai-nilai berikut :
Seperempat panjang bentang balok ( L)
Bw + 16 hf
Jarak dari pusat kepusat antar -balok
b. Untuk balok yang hanya mempuyai flens pada satu sisi, lebar flens efektif
yang diperhitungkan tidak lebih besar dan diambil nilai terkecil dari
nilai-nilai berikut :
Seperduabelas panjang bentang balok ( 1/12 L)

6 hf
jarak bersih dengan balok disebelahnya
c. Untuk balok yang khusus dibentuk sebagai balok T dengan maksud
untuk mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak
boleh lebih besar dari setengah lebar balok dan lebar flens total tidak
boleh lebih dari empat kali lebar balok

Pada SKSNI T15 1991 03 tabel 2.1 tercantum tebal minimum sebagai
fungsi terhadap bentang. Nilai nilai pada tabel tersebut berlaku struktur yang tidak
mendukung serta sulit berdeformasi atau berpengaruh terhadap struktur yang mudah
rusak akibat lendutan yang besar.
Nilai kelangsingan yang diberikan itu berlaku untuk beton normal dan
tulangan dengan fy = 400 Mpa ( 4000 kg/cm). Untuk

fy

yang lain dapat

digunakan faktor pengali 0,4 + 700 yang akan menghasilkan nilai apapun. Bila
240

memakai baja fy = 240 Mpa maka nilainya adalah 0,4 + 700 = 0,74
Tumpuan

Sederhana

Satu menerus

Dua menerus

Kantilever

Komponen

fy

fy

fy

fy

Pelat
mendukung
satu arah
Balok
mendukung
satu arah

400

240

400

240

400

240

400

240

1
20

1
27

1
24

1
32

1
28

1
37

1
10

1
13

1
16

1
21

1
18,5

1
1
24,5 21

1
28

1
8

1
11

Tabel 2.1

Tebal minimum h

Penentuan lebar balok sangat tergantung dari besarnya gaya lintang.


Seringkali dengan mengambil bw = 1/2 h sampai 2/3 h ternyata cukup memadai.
2.1.2

Syarat Lendutan Pelat dan Balok sebagai Struktur Monolit.


Syarat batas pada tebal pelat adalah h min < h h max. dimana
0,8 +

h=

fy
1500

1
36 + 5. .m - 0,12 1 +

.(ln)

Struktur monolit pada pelat dan balok saling berhubungan sehingga dalam
menentukan dimensinya harus bersamaan dimana tebal (h) pelat bergantung dengan
dimensi balok begitu juga sebaliknya.
Langkah-langkah dalam menentukan struktur monolit pelat dan balok adalah
sebagai berikut :
Menentukan daerah balok dan pelat dimana bentang terpanjang adalah
(Ly) dan bentang terpendek adalah (Lx)
Menentukan lebar balok (bW)
Lebar balok bW adalah h 2/3h cukup memadai.
Bentang bersih balok (ln) = Ly bW
Menentukan rasio bentang bersih arah memanjang terhadap arah

melebar plat 2 arah () =

Menghitung Tebal pelat minimum :


fy
0,8 +
1500 x ln
h min
36 + 9
Menghitung Tebal pelat maksimum :

h max

fy
1500 x ln
36

0,8 +

asumsi nilai hf adalah h min < hf h max


Menentukan lebar mamfaat / lebar flens efektif (be)
Menetukan titik pusat berat.
A1 = luas flens efektif
A2 = luas balok efektif
Y=

(A1 x Y1) + (A2 x Y2)


A total

Momen Inersia terhadap sumbu X


1
(be .hf 3) + A1(Y-Y1)2}
12
1
I b2 = { (be .hf 3) + A1(Y-Y1)2}
12
1
(Ly . (h-hf)3
I s1 =
12
1
I s2 =
(Lx . (h-hf)3
12

I b1 = {

Y1
Y

Y2

(A1)

(A2)
X
bw
be

Menentukan nilai rata rata m


Dimana adalah rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap
kekakuan pelat, dengan lebar yang dibatasi secara lateral oleh garis
sumbu panel yang bersebelahan (bila ada) pada setiap sisi balok, atau
sudut antara sengkang miring dan sumbu longitudinal komponen
struktur.
Ib1
Is1
Kontrol tebal pelat hf

1 =

2 =

Ib2
Is 2

m =

1
(1 + 2)
2

hf =

0,8 +

fy
1500

1
36 + 5. .m - 0,12 1 +

.(ln)

Jika nilai hf < h min SNI yaitu 120mm, maka dipakai h min SNI. Jika
nilai hf h max analisa maka harus merubah dimensi balok atau
menambah balok anak, sehingga h min SNI < hf hmax
2.1.3

Persyaratan Kekuatan.
Ketidakpastian berkaitan dengan besar beban mati pada struktur lebih kecil

daripada ketidakpastian dengan beban hidup. Hal demikian dapat menimbulkan


perbedaan dari besar faktor-faktor beban. Pada SKSNI-T15-1991-03 Subbab 3.2.2
menentukan nilai-nilai Q sebagai berikut :
a. Untuk beban mati

D = 1,2

b. Untuk beban hidup

l = 1,6

Maka rumus yang digunakan adalah U = 1,2 D + 1,6 L


Keterangan :
U=

kuat perlu untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan faktor
beban atau

D=

momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya.

beban mati, atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan
beban tersebut.

L=

beban hidup, atau momen dan gaya dalam berhubungan dengan


beban tersebut.
Kekuatan yang tersedia kekuatan yang dibutuhkan

Untuk beban angin berlaku faktor beban w = 1,6. Berdasarkan kemungkinan


kecil tentang timbulnya beban hidup maksimal dan beban angin maksimal pada saat
yang bersamaan, maka pada perhitungan di mana beban angin yang menentukan
boleh digunakan suatu faktor reduksi.
Maka rumus yang digunakan adalah U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W)
2.1.4

Faktor reduksi kekuatan

Ketidak pastian kekuatan bahan terhadap pembebanan dianggap sebagai


faktor reduksi kekuatan . Berdasarkan SKSNI 03-2847-2002 pasal 11.3-02 untuk

sebagai berikut:

a. Untuk beban lentur tanpa beban aksial

= 0,80

b. Untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

= 0,80

c. Untuk gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur = 0,65
d. Untuk gaya lintang dan torsi

2.1.5

= 0,60

Penutup beton tulangan


Dua besaran yang berperan penting pada analisis penampang beton bertulang

adalah tinggi total h dan tinggi efektif d.


a. untuk sebuah pelat, hubungan antara h dan d ditentukan oleh,
h = d + tul. ut + p
keterangan :
d = tinggi efektif (jarak dari serat tekan ketitik berat tulangan tekan)
p = tebal penutup beton untuk menutup tulangan terluar.
tul. ut = diameter tulangan utama

1/2 tul. ut

p
1/2 tul. ut
sengkang

Gambar 2.1 Hubungan antara h, d dan p (penutup beton)


b. untuk sebuah balok, hubungan antara h dan d ditentukan oleh,
h = d + tul. ut + sengkang + p
keterangan :
tul. ut = diameter tulangan utama

sengkang = diameter sengkang

c. salah satu faktor yang menentukan perbedaan antara d dan h, baik dalam
pelat maupun balok adalah penutup beton p. Lapisan pelindung yang
digunakan sesuai dengan ketentuan tebal penutup beton akan :
1. Menjamin penanaman tulangan dan lekatannya dengan beton.
2. Menghindari korosi pada tulangan yang mungkin dapat terjadi.
3. Meningkatkan perlindungan struktur terhadap kebakaran.
Penutup beton yang diberikan cukup memenuhi fungsi ini, bergantung pada :
1. Kepadatan dan kekedapan beton.
2. Ketelitian pelaksanaan pekerjaan.
3. Sambungan disekitar konstruksi tersebut.
Berdasarkan SK SNI T15-1991-03 Pasal 3.3.16-7 tebal minimum penutup
beton adalah sebagai berikut :
Bagian konstruksi

Yang tidak langsung

Yang langsung

berhubungan dengan

berhubungan dengan

tanah dan cuaca

tanah dan cuaca

Lantai / dinding

Balok

D-36 dan lebih

D-16 dan lebih

kecil

kecil

: 20mm

: 40mm

> D-36 : 40mm

> D-16 : 50mm

Seluruh diameter : 40mm

D-16 dan lebih


kecil

: 40mm

> D-16 : 50mm


Kolom

Seluruh diameter : 40mm

D-16 dan lebih


kecil

: 40mm

> D-16 : 50mm


Tabel 2.2
2.1.6

Tebal minimum penutup beton pada

Persentase tulangan minimum


tulangan terluar
Berdasarkan SK SNI T15-1991-03 Pasal 3.3.3-5 tulangan minimum

min yang disyaratkan adalah sebagai berikut :


Seluruh mutu beton

fy= 250 Mpa (2500

fy= 400 Mpa (4000

kg/cm2)

kg/cm2)

Balok dan umumunya

0,0056

0,0035

Alternatif

4/3 an

4/3 an

Pelat

0,0025

0,0018

Tabel 2.3
2.1.7

Tulangan minimum min yang disyaratkan

Perhitungan perencanaan
Apabila momen Mu pada sebuah penampang diketahui kemudian

diperkirakan ukuran beton b dan d. Selanjutnya mutu beton dan mutu baja
ditentukan, maka jumlah tulangan yang diperlukan dapat dihitung.
Untuk menghitung an dapat menggunakan rumus:

= . . (1 0,588 )

Pada persamaan ini pada ruas kanan hanya bergantung pada mutu beton dan
mutu baja serta jumlah tulangan. Akan tetapi karena mutu beton dan baja telah
dipilih maka ruas ini telah bernilai tertentu. Jadi yang tidak diketahui hanyalah
jumlah tulangan . Kemudian diselesaikan dengan rumus abc.

A. Distribusi gaya-gaya dalam pelat dua arah


Seperti pada pelat satu arah yang menerus, pemakaian tabel ini dibatasi
beberapa syarat:

Beban terbagi rata.

Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan


minimum pada panel (lekukan) dipelat: W u min 0,4 wu maks

Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel yang


berbeda-beda:

W u min terkecil 0,8 wu maks terbesar

0,5 W u lantai lx

0,5 W u lantai lx

Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang yaitu, bentang terpendek


0,8x bentang terpanjang.

B. Langkah-langkah Perhitungan Tulangan Pelat 2 Arah


1.

Menentukan beban pelat.


Setelah menentukan syarat-syarat batas, bentang dan tebal pelat

kemudian beban-beban dihitung. Untuk pelat yang sederhana berlaku rumus:


WU = 1,2 WD + 1,6 WL

ket :

WU = beban ultimite
WD = beban mati
WL = beban hidup

2.

Menentukan momen pelat dua arah.


Dalam menentukan momen pada pelat dua arah adalah sebagai berikut :

Hitung Wu lx2

Hitung ly/lx, liat tabel metode Amplop nilai koefisien perbandingan


bentang terpanjang dengan bentang terpendek

3.

Hitung Mu = (koef tabel metode amplop berdasarkan ly/lx) . (Wu lx2)

Menentukan rasio tulangan di momen berdasarkan arah x dan arah y.

Pada arah x :
Mu/bd2 = (momen arah x) (b.d2 arah x)

Pada arah y :

Mu/bd2 = (momen arah y) (b.d2 arah y)


fy
Mu
= . . fy [1- 0,588 .
]
2
f 'c
bd
fy
Mu
= ( . . fy ) - ( . . fy . 0.588 .
)
2
f 'c
bd
(c)
(b )
(a)
Kemudian gunakan rumus ABC

,1,2 =
,1 =

b b 2 4ac
2a

b + b 2 4ac
2a

Jika anl < min maka pakai min

b b 2 4ac
Jika anl > maks maka pakai maks
2a
Dari persamaan 1 dan 2 ambil nilai yang terkecil dan gunakan

,2 =

sebagai analisa
4.

Luas tulangan
As total = . b . d
Pada arah x :
As total = ( arah x) (b.d2 arah x)
Pada arah y :
As total = ( arah y) (b.d2 arah y

ANALISIS PELAT
4.1

DATA UMUM
Dalam Perhitungan analisis ini dilampirkan beberapa data umum dalam
perencanaan antara lain :
o Bangunan

= 4 lantai

o Fungsi bangunan

= Rumah toko

o Mutu beton (fc)

= 25 Mpa

o Mutu baja (fy)

= 240 Mpa

o Struktur bangunan

= Struktur beton bertulang

o Plafon+penggantung

= gypsum board+rangka hollow

o Asumsi kecepatan angin

= 100 km/jam

4.2

ANALISA PELAT

4.2.1

Analisa Tebal Pelat Lantai


Syarat-syarat batas (h min < h h max) berdasarkan syarat lendutan
1.25

5.00

Data-data yang digunakan adalah:


Mutu beton f c = 25 Mpa

1.25 1.25
5.00

V
O
I
D

5.00

5.00

V
O
I
D

V
O
I
D

5.00

5.00

h min

fy
1500 x ln
36 + 9

5.00

a. Tinjau daerah H

1.50

Mutu Baja f y = 240 Mpa

0,8 +

ln = 5000 250 = 4750 mm.

5000 250
5000 250

= 1,000

240
1500 x 4750
h min
36 + (9 x1,000)
0,8 +

Gambar 4.1 Daerah pelat yang ditinjau


h min 101.333 mm.
b. Mencari h maximum (h max)

h max

h max

fy
1500 x ln
36

0,8 +

240
1500 x 4750
36

0,8 +

h max 126,667 mm.

Asumsi tebal plat yang diambil adalah 126 mm (syarat SNI dengan tebal
pelat minimum 120 mm sehingga aman).
c. Penentuan lebar mamfaat
126

be = x lebar bentang yang dituju

bw = 250mm
be = 1250 mm

380
254

be = x 5000 mm = 1250 mm
250
1250

Dengan cara lain be didapat,

Gambar 4.2 lebar mamfaat


be = bw + (16 x tebal bentang yang dituju)
pada balok T
be = 250 mm + (16 x 126 mm) = 2266mm
maka diambil be yang terkecil
be = 1250 mm.
d. Penentuan titik pusat berat
A(1) = 1250 mm x 126 mm = 157500 mm2.
A(2) = 250 mm x 254 mm = 63500 mm2.
A (total) = 157500 mm2 + 63500 mm2
63

= 221000 mm2

(1)

126

253
380

(2)

X = 1250 / 2

------karena simetris

X = 625 mm.

(A1 x Y1) + (A2 x Y2)


Y=
A total
Y=

(157500 x 63) + (63500 x 253)


221000

Y = 117,593 mm

500
250
1250

Gambar 4.3 Titik pusat berat


pada balok T

254

e. Momen Inersia terhadap sumbu X

1
(1250x1263) + 157500(117,593-63)2}
12
1
+{ (250x2543) + 63500(254-117,593)2}
12

I b1 = {

I b1 = 2.183.458.015 mm4

120

I b1 = I b2 = 2.183.458.015 mm4

Y = 117,593 mm
X = 625 mm

380
260

625

1
(5000 x (254)3 = 6.827.943.333 mm4
12
1
I s2 =
(5000 x (254)3= 6.827.943.333 mm4
12

250
1250

I s1 =

Gambar 4.4 Momen inersia


pada balok T

Ecb = Ecs
jadi :

Maka :

1 =

Ib1 2.183.458.015
=
= 0,320
Is1 6.827.943.333

m =

1
(1 + 2)
2

2 =

Ib2 2.183.458.015
=
= 0,320
Is 2 6.827.943.333

m =

1
(0,320 + 0,320)
2

m = 0,320
f. Kontrol tebal pelat yang diambil

0,8 +
h

fy
1500

1
36 + 5. .m - 0,12 1 +

0,8 +

(ln )

240
1500

36 + 5 . 1,000 0,320 - 0.12 1 +

1
,
000

h 125,273 mm
Syarat = 101.333 mm h 126,667 mm

(4750)

Maka dari hasil di atas diambil tebal pelat lantai dan diambil tebal plat atap
untuk tebal plat lantai diambil = 126 mm.
untuk tebal plat atap diambil = 110 mm.
4.2.2

Perhitungan Pembebanan Pelat

4.2.2.a Data
1. Pada pelat atap :
- Tebal pelat atap

= 0,110 m

- Tebal finishing

= 0,030 m

- Tebal volume hujan

= 0,030 m

- Berat/volume beton bertulang

= 2400 kg/m

- Berat/volume beton

= 2100 kg/m

- Berat /volume air hujan

= 1000 kg/m

- Berat beban bergerak lantai atap

= 100 kg/m

- Berat plafond+penggantung

= 18 kg/m

2. Pada pelat lantai :


- Tebal pelat lantai

= 0,126 m

- Tebal finishing

= 0,030 m

- Berat/volume beton bertulang

= 2400 kg/m

- Berat/volume beton

= 2100 kg/m

- Berat beban bergerak lantai 2 dan 3

= 250 kg/m

- Berat keramik

= 60 kg/m

- Berat plafond+penggantung

= 18 kg/m

4.2.2.b Pembebanan Pelat Atap


1. Beban Mati ( WD )
- Berat sendiri pelat (0,110 x 2400 Kg/m3 )

264

Kg/m2

- Berat lapisan kedap air ( 2 x 21 Kg/m2 )

42

Kg/m2

- Berat Plafon + penggantung = (11 + 7) kg/m2

18

Kg/m2 +

324

Kg/m2

2. Beban Hidup ( WL )
- Beban atap menurut SNI (sesuai kegunaan bangunan)

= 100

kg/m2

- Berat air hujan 30 mm( 0,03 x1000 kg/m3)

= 30

Kg/m2 +

130

Kg/m2

4.2.2.c Pembebanan Pelat Lantai 3 dan 2


1. Beban Mati ( WD )
- Berat sendiri plat t = 126 mm ( 0,126x 2400 )

302.4 Kg/m2

- Berat finishing plat 30mm ( 0,030 x 2100 )

63 Kg/m2

- Berat keramik

60 Kg/m2

- Berat Plafon + penggantung = (11 + 7) kg/m2

18 Kg/m2+
443.4 Kg/m2

2. Beban Hidup ( WL )
- Beban lantai menurut SNI (sesuai kegunaan bangunan) = 250

kg/m2

4.5.1.a Perencanaan Tulangan Pelat Lantai atap


A. Pembebanan Pelat Lantai Atap
Data ; Tebal Pelat = 110 mm = 0,110m
h

78 86

110

Beban Mati = 324 kg/m2.


Gambar 4.9 Potongan Pelat atap

Beban Hidup = 130 kg/m2.


Direncanakan :

Diameter Tulangan : D = 8 mm = 0,008m


Selimut Beton :

P = 20 mm = 0,020m

(lihat Tabel 3 pada buku Gideon Kusuma halaman 44)


Syarat syarat Bentang : ly = Bentang terpanjang.
lx = Bentang terpendek.
Tinggi Efektif ;
dx = h P Dx.
= 110 20 4 = 86 mm = 0,086m. (arah X)
dy = h P Dx Dy.
= 110 20 8 4 = 78 mm = 0,078m. (arah Y)
B. Perhitungan Tulangan Pelat Atap
1. Kasus 1 Pelat 1 arah
Wu

= 1,2 WD + 1,6 WL.


= 1,2 (324) + 1,6 (130)
= 596,80 kg/m2 = 0,5968 ton/m2

Mu

= 1/8 Wu lx2
= 1/8 (0,5968 ton/m2) . (1,5 m)2
= 0,168 ton m

1.25

1.25 1.25

V
O
I
D

Kasus 4
Pelat 2
arah

V
O
I
D

5.00

Kasus 3
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

5.00

Kasus 3
Pelat 2
arah

5.00

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

5.00

V
O
I
D

5.00

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

1.50

5.00

5.00

Kasus 1
Pelat 1 arah

Kasus 1
Pelat 1 arah

Kasus 1
Pelat 1 arah

Gambar 4.10 Analisis tulangan atap


berdasarkan kasus
Rasio Tulangan ( ) :

min = 0,0025 (Koefisien CUR pelat).


0,85 xf ' c
600
. 1.
fy
600 + fy

max = 0,75

600
0,85 x 25
= 0,75
.0,85.
600 + 240
240

= 0,75 [0,0885 x0,85 x0.7142]


= 0,04298

min < analisa < max Dimana :

=8,5

Jika anl < min maka pakai min


Jika anl > maks maka pakai maks

anl =

Mu
fy
= . . fy [1- 0,588 .
]
2
f 'c
bd

Mu
fy
= ( . . fy ) - ( . . fy . 0.588 .
)
2
f 'c
bd
0,168
= (0,85. .24000) (0,85. .24000.0,588. . 24000
.)
2500
1.(0,078) 2

27,613 = 20400 115153,92 2


115153,92 2 20400 = 27,615
(a)

(b )

(c)

Kemudian gunakan rumus ABC

b b 2 4ac
1,2 =
2a

(20400) 20400 2 4 x 27,613x115153,92


1,2 =
2 x115153,92
20400 20086,119
1,2 =
2 x115153,92
20400 + 20086,119
2 x115153,92
1 = 0,1758

1 =

20400 20086,119
2 x115153,92
2 = 0,0014

2 =

Kemudian ambil nilai terkecil dari 1 atau 2, yaitu nilai 2 yaitu


0,0014. Tetapi karena nilai analisa < min maka dipakai min =
0,0025
As total = . b . dy
= 0,0025 . (1m) . (0,078m)
= 2,75 x 10-4 m2
= 275 mm2
Maka tulangan yang dipakai adalah 8 160mm

Perhitungan momen serta tulangan dilanjutkan dalam bentuk tabel


Mu/bd2

Mu
Tumpuan
dan lapangan

Wu Lx
Wu

1/24

Jepit

Lx

Tabel 4.2

anl

min

As (mm2)

Tulangan

0,168

27,29

0,0014

0,0025

275

8-160

0,168

27,29

0,0014

0,0025

275

8-160

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 1

Perhitungan tulangan pembagi

Berdasarkan SK SNI T-511991-03 pasal 3.16.6, jarak maksimum


antara tulangan baja adalah = 3.(h)

atau 500mm

Maka jarak tulangan pembagi = (3) . (110mm)


= 330 mm 250mm
Penulis menggunakan tulangan pembagi = 8 250mm
2.

Perhitungan Kasus 2 Skema II Pelat 2 Arah

Wu lx2 = 0,5968 T/m2 . (5m)2


= 14,92 T

ly/lx

= 5,000m/5,000m
= 1,000

Mu

= (koef tabel metode amplop berdasarkan ly/lx) . (Wu lx2)

Mlx

= 0,025 x 14,92 = 0,37 T m

Mly

= 0,025 x 14,92 = 0,37 T m

Mu/bd2 = (momen arah x atau y) (b.d2 arah x atau y)


Mu/bd2 = (Mlx) / (b . dx2) = (0,37) / (1. 0,0862) = 50,43 T/m2
Mu/bd2 = (Mly) / (b . dy2) = (0,37) / (1. 0,0782) = 61,31 T/m2

Rasi tulangan di momen Mlx

anl =

Mu
fy
= . . fy [1- 0,588 .
]
2
f 'c
bd

Mu
fy
= ( . . fy ) - ( . . fy . 0.588 .
)
2
f 'c
bd
0,37
= (0,85. .24000) (0,85. .24000.0,588. . 24000
.)
2500
1.(0,086) 2

50,43 = 20400 115153,92 2


115153,92 2 20400 = 50,43
(a)

(b )

(c)

Kemudian gunakan rumus ABC

,1,2 =

b b 2 4ac
2a

20400 20400 2 4 x50,43x115153,92


,1,2 =
2 x115153,92
20400 19822,461
1,2 =
2 x115153,92
20400 + 19822,461
20400 19822,461
1 =
2 =
2 x115153,92
2 x115153,92
2 = 0,0025
1 = 0,1746
Kemudian ambil nilai terkecil dari 1 atau 2, yaitu nilai 2 yaitu
0,0025. Tetapi karena nilai analisa = min maka dipakai anl = 0,0025
As total = . b . d
= 0,0025 . (1m) . (0,086m)
= 2,16 x 10-4 m2
= 216 mm2
Maka tulangan yang dipakai adalah 8 200mm

Perhitungan momen momen serta tulangan dilanjutkan dalam tabel


m

koef

Mu

Mu/bd2

anl

min

As (mm2)

Tulangan

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 2 skema II


mlx

0,025

0,373

50,433 0,0025

0,0025

216

8-160

mly

0,025

0,373

61,318 0,0031

0,0025

239

8-160

mtx

0,051

0,761

102,883 0,0052

0,0025

447

8-80

mty

0,051

0,761

125,079 0,0064

0,0025

496

8-80

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 3 skema III


mlx

0,0465

0,390

52,765 0,0027

0,0025

226

8-160

mly

0,025

0,210

34,486 0,0017

0,0025

195

8-160

mtx

0,0905

0,760

102,694 0,0052

0,0025

446

8-80

mty

0,0755

0,634

104,148 0,0053

0,0025

410

8-80

mtix

0,0225

0,195

26,383 0,0013

0,0025

215

8-200

mtiy

0,0125

0,105

17,243 0,0008

0,0025

195

8-200

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 4 skema Va


mlx

0,0515

0,432

58,439 0,0029

0,0025

250

8-200

mly

0,0355

0,298

48,970 0,0024

0,0025

195

8-240

mty

0,105

0,881

144,841 0,0074

0,0025

578

8-80

mtix

0,026

0,216

29,219 0,0014

0,0025

215

8-240

mtiy

0,018

0,149

24,485 0,0012

0,0025

195

8-240

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 5 skema Via


mlx

0,025

0,373

50,433 0,0025

0,0025

216

8-160

mly

0,028

0,418

68,665 0,0034

0,0025

268

8-160

mtx

0,054

0,806

132,426 0,0067

0,0025

580

8- 80

mty

0,060

0,895

147,140 0,0075

0,0025

588

8- 80

mtix

0,0125

0,187

25,216 0,0012

0,0025

215

8-200

Tabel 4.3

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 2 skema II

4.5.1.b Perencanaan Tulangan Pelat Lantai 3 dan 2


A. Pembebanan Pelat Lantai 3 dan 2
94102

Tebal Pelat = 126 mm = 0,126m

126

Beban Mati = 443,4 kg/m .


Gambar 4.11 Potongan Pelat
Lantai 3

Beban Hidup = 250 kg/m2.


Tinggi Efektif ;

1.25

1.25 1.25
5.00

5.00

dx = h P Dx.
= 126 20 4 = 102 mm
dy

V
O
I
D

5.00

Kasus 3
Pelat 2
arah

Kasus 3
Pelat 2
arah

V
O
I
D

= h P Dx Dy.
5.00

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

5.00

Kasus 4
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

5.00

V
O
I
D

Kasus 5
Pelat 2
arah

Kasus 2
Pelat 2
arah

Kasus 5
Pelat 2
arah

1.50

= 126 20 8 4 = 94 mm

5.00

Kasus 1
Pelat 1 arah

Kasus 1
Pelat 1 arah

Kasus 1
Pelat 1 arah

B. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai 3 dan 2


1. Kasus 1 Pelat 1 arah

Gambar 4.12 Analisis tulangan lantai 3


berdasarkan kasus
Perhitungan momen serta tulangan dilanjutkan dalam bentuk tabel
Mu/bd2

Mu
Tumpuan &
Lapangan
Jepit

Wu Lx
Wu

1/24

Lx

anl

min

As (mm2)

Tulangan

0,262

29,67

0,0015

0,0025

275

8-120

0,262

29,67

0,0015

0,0025

275

8-120

Tabel 4.4

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 1

2. Perhitungan Pelat 2 Arah


m

koef

Mu

Mu/bd2

anl

min

As (mm2)

Tulangan

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 2 skema II


mlx

0,025

0,583

55,993 0,0028

0,0025

284

8-120

mly

0,025

0,583

65,929 0,0033

0,0025

310

8-120

mtx

0,051

1,188

114,225 0,0058

0,0025

590

8 60

mty

0,051

1,188

134,495 0,0069

0,0025

645

8 - 60

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 3 skema III


mlx

0,0465

0,609

58,583 0,0029

0,0025

298

8-120

mly

0,025

0,328

37,085 0,0018

0,0025

235

8-120

mtx

0,0905

1,186

114,016 0,0058

0,0025

589

8-60

mty

0,0755

0,990

111,997 0,0057

0,0025

533

8-60

mtix

0,0225

0,305

29,291 0,0014

0,0025

215

8-180

mtiy

0,0125

0,164

18,543 0,0009

0,0025

235

8-180

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 4 skema Va


mlx

0,0515

0,675

64,882 0,0032

0,0025

330

8-120

mly

0,0355

0,465

52,661 0,0026

0,0025

235

8-180

mty

0,105

1,376

155,758 0,0080

0,0025

752

8-60

mtix

0,026

0,338

32,441 0,0016

0,0025

255

8-180

mtiy

0,018

0,233

26,330 0,0013

0,0025

235

8-180

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 5 skema Via


mlx

0,025

0,583

55,993 0,0028

0,0025

284

8-120

mly

0,028

0,652

73,841 0,0037

0,0025

347

8-120

mtx

0,054

1,258

142,407 0,0073

0,0025

743

8- 60

mty

0,060

1,398

158,230 0,0081

0,0025

764

8- 60

mtix

0,0125

0,291

27,996 0,0014

0,0025

255

8-180

Tabel 4.5

Hasil analisis tulangan akhir pada kasus 2 skema II

1.50

8-250
8-160

2
8-160

8-160
8-160
8-160

8-160
8-160
8-160

8-250

Gambar 4.25 Denah Pelat Lantai Atap


8-160

8-160

8-160

8-200

8-160

8-160

8-200

8-240

8-240

8-160

8-160

8-160

8-250

8-160

8-240

8-160

8-240

Rencana tangga

1.25

5
8-200

8-200

8-160

8-160

Rencana tangga

8-160

8-160

8-160
8-160

8-160

8-160

8-160
8-200

8-200

8-160

1.25

8-200

8-160

8-160

2a

8-160

8-160
8-200

8-200

8-200
8-160

8-160

8-160

8-200

8-160
8-160

8-160

8-160

8-200

3.75

8-200

8-160

8-160

8-160

8-160

8-160

8-200

8-200

8-160
8-160

8-160

3.75

8-160

8-200

8-160

8-160

8-160

8-200

8-160

1a

8-160

8-160

8-160

Rencana tangga

5.00

8-160

8-160

5
8-160

8-200

8-200

8-160

8-160

5.00

1.25

8-160

8-200

5.00

8-160

5.00

4.6.1
Gambar Teknik pada Penulangan Pelat

3a
3.75

8-200
8-240

8-160
8-160

8-160
8-160

8-160

8-160

1.50

8-250

8-120
8-120
8-120

8-120
8-120
8-120

8-120
8-120
8-120

8-250

Gambar 4.26 Denah Pelat Lantai 3


8-120

8-120

8-180

8-180

8-180

8-120

8-120

8-120

8-250

8-120

8-180

8-120

8-180

Rencana tangga

1.25

5
8-180

8-180

8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

Rencana tangga

8-120

8-180

8-120

1.25

8-120

8-120

2a

8-120

8-120
8-180

8-120

2
8-120

8-180

8-180

8-120

8-180

8-120

3.75

8-180

8-120

8-180

8-120

8-120

8-120

8-120

8-180

8-120

8-120

8-120

8-120

8-180

8-160

8-120

8-120

8-120

8-120

8-180

8-180

8-120

8-120

8-120

8-120

C
8-120

3.75

8-120

8-120

8-120

1a

8-180

8-120

8-180

Rencana tangga

5.00

8-120

8-160

5
8-180

8-120

8-120

5.00

1.25

8-120

8-180

5.00

8-120

5.00

1
3a
3.75

8-120
8-180

8-120
8-120

8-120
8-120

8-120

8-120

1.50

8-250

8-120
8-120
8-120

8-120
8-120
8-120

8-120
8-120
8-120

8-250

Gambar 4.27 Denah Pelat Lantai 2


8-120

8-180
8-120

8-180

8-180

8-120

8-120

8-120

8-250

8-120

8-180

8-120

8-180

Rencana tangga

1.25

5
8-180

8-180

8-120

8-120

8-120

8-120
8-120

8-120

8-120

8-120

8-120

Rencana tangga

8-120

8-180

8-120

1.25

8-120

8-120

2a

8-120

8-120
8-180

8-120

2
8-120

8-180

8-120

3.75

8-120

8-120

8-180

8-180

8-120
8-180

8-120

8-120

8-120

8-120

8-180

8-180

8-120

8-120

8-180

8-160

8-120

8-120
8-120

8-120

8-120

8-120

8-180

8-120

8-120

8-120

8-180

8-120

3.75

8-120

8-120

8-120

1a

8-180

8-120

8-180

Rencana tangga

5.00

8-120

8-160

5
8-180

8-120

8-120

5.00

1.25

8-120

8-180

5.00

8-120

5.00

1
3a
3.75

8-120
8-180

8-120
8-120

8-120
8-120

8-120
8-120

LAMPIRAN

B
15.00
3.50

3.50

1.50

1.50

3.50

km/wc

Up

Up

km/wc

km/wc

Up

+0.05

+0.05

2.50

1.25

1.50

2.50

+0.05

20.00

5.00

+0.10

+0.10

5.00

5.00

+0.10

5.00

5.00
15.00

5.00

CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

PLAN

1 ST FLOOR PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

CONTRUCTION

SEPTIA EDI PRATAMA

PROJECT
HOME STORE

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

9 - 02 - 2012
1
STRUCTURE
1

SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

B
1.50

2.25

15.00
1.50

2.25

1.25

1.25

1.50

2.25

Up

Up

Up

km/wc

km/wc

+ 4.00

+ 4.00

+ 4.00

2.00

2.50

km/wc

1.75

2.50

1.25

1.25

Down

Down

Down

20.00

5.00

+4.05

+4.05

1.00

1.50

5.00

5.00

+4.05

1.30

3.70

1.85

1.30
15.00

1.85

3.70

1.30

CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

PLAN

2 ND FLOOR PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

PROJECT
HOME STORE

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

CONTRUCTION
9 - 02 - 2012
1
STRUCTURE
2

SEPTIA EDI PRATAMA


SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

B
2.25

2.25

15.00
1.50

1.25

1.25

1.50

km/wc

km/wc

km/wc

+ 8.00

+ 8.00

+ 8.00

2.25

1.75

1.50

2.00

2.50

1.25

2.50

1.25

Down

Down

Down

20.00

5.00

+8.05

+8.05

1.50

0.55

5.00

5.00

+8.05

0.55

0.80

3.90

0.85

0.55

3.90
15.00

0.85

3.90

0.80

B
CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

PLAN

3 RD FLOOR PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

PROJECT
HOME STORE

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

CONTRUCTION
9 - 02 - 2012
1
STRUCTURE
3

SEPTIA EDI PRATAMA


SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

B
15.00
5.00

5.00

2.00

2.50

1.25

2.50

1.75

5.00

20.00

5.00

+12.05

+12.05

1.50

0.55

5.00

5.00

+12.05

0.55

0.80

3.90

0.85

0.55

3.90
15.00

0.85

3.90

0.80

B
CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

PLAN

4 TH FLOOR PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

PROJECT
HOME STORE

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

CONTRUCTION
9 - 02 - 2012
1
STRUCTURE
3

SEPTIA EDI PRATAMA


SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

5.00

5.00

5.00

5.00

5.00

5.00

5.00

CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

STRUCUTRE &
DETAILS

FOUNDATION, SLOOF,
& COLUMN PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

CONTRUCTION
9 - 02 - 2012
2
STRUCTURE
5

PROJECT
HOME STORE

SEPTIA EDI PRATAMA


SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

1a

1
1.25

2a

2
3.75

3.75

1.25

3a

3
1.25

3.75

Rencana tangga

Rencana tangga

5.00

Rencana tangga

5.00

5.00

5.00

1.50

CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

STRUCUTRE &
DETAILS

2ND-4TH PLATE, BEAM,


& COLUMN PLAN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

CONTRUCTION
9 - 02 - 2012
2
STRUCTURE
6

PROJECT
HOME STORE

SEPTIA EDI PRATAMA


SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

+12.00

+8.00
+8.00

+4.00
+4.00

+0.00
0.00

- 2.00
5.00

5.00

5.00

Section A-A

250mm
380mm

300mm

Column plan in 2nd-4th floor

250mm

Beam plan in 2nd-4th floor


150mm

150mm

Simple beam

380mm

150mm

150mm

250mm

Sloof in 1st floor


CONSULTANT

PROJECT ADDRESS

DUTA
PRATAMA
Perencana & Perancang

NOTE

Simple column
TITLE

SUBTITLE

SCALE

TITLE

NAME

STRUCUTRE &
DETAILS

SECTION A-A & PRA


DESAIN BEAM AND
COLUMN

1:100

OWNER

SEPTIA EDI PRATAMA

ARCHITECT

SEPTIA EDI PRATAMA

CONTRUCTION

SEPTIA EDI PRATAMA

PROJECT
HOME STORE

DATE OF COMPLETION
CHAPTER
SHEET NUMBER

9 - 02 - 2012
2
STRUCTURE
7

SEPTIA EDI PRATAMA

APPR

DATE OF
REVISION
09 - 01 - 2013

- 2.00

0.00

+4.00

+8.00

+12.00

+15.00

5.00

5.00

+12.00

5.00

+0.00

+4.00

+13.00

+8.00

5.00

5.00

REAR
SCALE 1:100

FRONT

SCALE 1:100

SEPTIA EDI PRATAMA

APPROVED

STRUKTURE/
SEPTIA EDI PRATAMA
CONTRUCTION

ARCHITECT

CHECKED

NAME

2.1

1:100
TITLE

SHEET
NUMBER

SCALE

DATE OF
COMPLETION

- FRONT
- REAR

S U B TITLE

VIEW

TITLE

NOTE

CONSULTANT

OWNER

APPR

DWELLING HOUSE

PROJECT

-0.60

SCALE 1:100

FRONT SIDE RIGHT

SEPTIA EDI PRATAMA

APPROVED

STRUKTURE/
SEPTIA EDI PRATAMA
CONTRUCTION

ARCHITECT

CHECKED

NAME

2.2

1:100
TITLE

SHEET
NUMBER

SCALE

DATE OF
COMPLETION

- FRONT SIDE RIGHT

SUB TITLE

VIEW

TITLE

NOTE

CONSULTANT

OWNER

APPR

DWELLING HOUSE

PROJECT

Anda mungkin juga menyukai