Anda di halaman 1dari 32

FIRE PROTECTION

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ASPEK HUKUM DAN K3
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ir. H. Djoko Kustono, M.Pd.

Oleh
Rohmanudin

150551806384

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Oktober 2015

DAFTAR ISI
Daftar Isi ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang ....................................................................................... 3


Bahasan Masalah .................................................................................... 3
Tujuan ..................................................................................................... 4
Kegunaan ................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.

Pencegahan Kebarakan ........................................................................... 5


Penyebab Kebakaran ............................................................................... 6
Sifat Teknis Api dan Kebakaran .............................................................. 7
Tips dan Trik Mencegah Terjadinya Kebakaran ..................................... 9
Fire Protection System (System Fire Alarm) .......................................... 11
1. Macam-macam Sifat Pendeteksian .................................................. 11
2. Peralatan Utama ............................................................................... 12
Kelas (Klasifikasi) Kebaran Menurut NFPA ......................................... 13
Fire Safety Management ........................................................................ 17
Segitiga Api (Fire Triangle) .................................................................. 20
Fire Safety Engineering ......................................................................... 21
Pertanyaan Seputar 3M Passive Fire Protection .................................... 25
Peralatan Pencegah Kebakaran ...............................................................28
Faktor yang mempengaruhi ................................................................... 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................ 31
DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebakaran selalu menelan banyak kerugian baik moril, materiil bahkan sering
kali juga keselamatan manusia. Bila kebakaran tersebut menimpa fasilitas publik
2

misalnya Pasar Besar di kota Malang, Pasar Tanah Abang di Jakarta, Gedung BI di
Jakarta dan lain sebagainya maka yang menderita kerugian tentu masyarakat banyak.
Di lihat dari segi rehabilitasi fasilitas maka kecelakaan akibat kebakaran memerlukan
waktu yang relatif lama belum lagi kerugian yang mustahil di-recovery seperti arsip,
barang antik, sertifikat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mencegah terjadinya
kebakaran merupakan pilihan utama dalam teknologi penanggulangan kebakaran.
Dari sisi legal formal disebutkan dalam UU No.1 Tahun 1970 Dengan perundangan
ditetapkan persyaratan keselamatan kerja untuk mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran. Kemudian diikuti dengan peraturan lain misalnya:
Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

RI

No.186/MEN/1999

Tentang

Unit

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja dan lain sebabagainya menyebutkan


dalam Pasal ayat 1 Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, menyelenggarakan latihan penganggulangan kebakaran di
tempat kerja
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya nyala api
yang tidak terkendali. Sedangkan Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya
untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap
perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan
serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.
B. Bahasan Masalah
Menurut latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan:
1. Apa pengertian dari pencegahan kebakaran?
2. Apa saja sifat teknis api dan kebakaran?
3. Bagaimana memahami bahaya terjadinya kebakaran?
4. Apa saja prinsip pencegahan terjadinya kebakaran?
5. Apa aspek-aspek perilaku dalam pencegahan kebakaran?
6. Apa penyebab terjadinya kebakaran?
7. Bagaimana program pencegahan terjadinya kebakaran?

8. Apa strategi penegahan resiko terjadinya kebakaran?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui definisi pencegahan kebakaran
2. Mengetahui sifat teknis api dan kebakaran
3. Mengetahui dan memahami bahaya terjadinya kebakaran
4. Mengetahui prinsip pencegahan terjadinya kebakaran
5. Mengetahui aspek-aspek perilaku dalam pencegahan kebakaran
6. Mengetahui penyebab terjadinya kebakaran
7. Mengetahui dan memahami program pencegahan terjadinya kebakaran
8. Mengetahui strategi penegahan resiko terjadinya kebakaran
D. Kegunaan
Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, maka hasil pembahasan pada
makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman
tentang fire protection. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan rujukan bagi teman-teman maha peserta didik yang ingin mengkaji dan
mempelajari tentang fire protection atau pencegahan kebakaran.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencegahan Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi
penyalaan api yang tidak terkendali. Pencegahan kebakaran mengandung dua
pengertian yaitu (1) penyalaan api belum ada dan usaha pencegahan ditujukan agar
tidak terjadi penyalaan api. Contoh dari tindakan ini adalah dengan memisahkan
bahan mudah terbakar pada ruang khusus, membuat aturan pencegahan kebakaran,
memasang rambu dilarang merokok dan seterusnya. (2) Penyalaan api sudah ada dan
usaha pencegahan ditujukan agar api tetap terkendali. Contoh dari tindakan ini adalah
mengatur nyala api di dalam ruang tempa, ketel uap, dapur pemanas dan lain
sebagainya.
Pencegahan kebakaran menurut Kepmen No. 186/Men/1999 adalah
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja yang meliputi:
(1) pengendalian setiap bentuk energi; (2) penyediaan sarana deteksi, alarm,
memadamkan kebakaran dan sarana evakuasi; (3) pengendalian penyebaran asap,
panas dan gas; (4) pembentukan unit penanggulanan kebakaran di tempat kerja, (5)
penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala dan (6)
memilki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat kerja
yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat
yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat. Dari segi strategi pemadaman
ada dua cara penting yang perlu diperhatikan yaitu (1) teknik dan (2) taktik
pemadaman kebakaran. Teknik pemadaman kebakaran

yaitu kemampuan

mempergunakan alat dan perlengkapan pemadaman kebakaran dengan sebaikbaiknya. Agar menguasai teknik pemadaman kebakaran maka seseorang harus
mempunyai pengetahuan tentang penanggulangan kebakaran, bersikap positif
terhadap penanggulangan kebakaran, terlatih dan terampil mempergunakan berbagai
alat serta perlengkapan kebakaran.
Taktik pemadaman kebakaran adalah kemampuan menganalisis situasi
sehingga dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan
kerugian yang lebih besar. Taktik ini terkait dengan analisis terhadap unsur-unsur
pengaruh angin, warna asap kebakaran, material utama yang terbakar, lokasi dan lain
sebagainya.

B. Penyebab Kebakaran
Berbagai sebab kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai (1) kelalaian, (2)
kurang pengetahuan, (3) peristiwa alam, (4) penyalaan sendiri, dan (5) kesengajaan.
1. Kelalaian
Kelalaian merupakan penyebab terbanyak peristiwa kebakaran. Contoh dari
kelalaian ini misalnya: lupa mematikan kompor, merokok di tempat yang tidak
semestinya, menempatkan bahan bakar tidak pada tempatnya, mengganti alat
pengaman dengan spesifikasi yang tidak tepat, kontak atau sirkuit listrik yang terlalu
banyak atau kontak yang terlalu panas, kabel-kabel yang tidak aman, print-out
komputer atau berkas-berkas yang masih berserakan di atas meja, peralatan listrik
seperti komputer yang masih tersambung aliran listrik, dan lain sebagainya.
2. Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan tentang pencegahan kebakaran merupakan salah satu
penyebab kebakaran yang tidak boleh diabaikan. Contoh dari kekurang pengetahuan
ini misalnya tidak mengerti akan jenis bahan bakar yang mudah menyala, tidak
mengerti tanda-tanda bahaya kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan lain
sebagainya.
3. Peristiwa alam
Peristiwa alam dapat menjadi penyebab kebakaran. Contoh: gunung meletus,
gempa bumi, petir, panas matahari dan lain sebagainya.
4. Penyalaan sendiri
Api bisa terbentuk bila tiga unsur api yaitu bahan bakar, oksigen (biasanya
dari udara) dan panas bertemu dan menyebabkan reaksi rantai pembakaran. Contoh:
kebakaran di hutan yang disebabkan oleh panas matahari yang menimpa bahan bakar
kering di hutan.
5. Kesengajaan
Kebakaran bisa juga disebabkan oleh kesengajaan misalnya karena unsur
sabotase, penghilangan jejak, mengharap pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.
Perusahaan dapat mencegah kebakaran yang disengaja dengan memastikan sistem
produksi kebakaran di tes secara berkala.

6. Mesin
Mesin yang sangat panas juga dapat menyebabkan kebakaran, sehingga harus
secara teratur di servis. Tempat pembuangan udaranya harus selalu dibersihkan untuk
mencegah terjadinya pemanasan mesin.
C. Sifat Teknis Api dan Kebakaran
Api terjadi dari tiga unsur yaitu (1) bahan bakar, (2) Oksigen dan (3) panas.
Bahan bakar yang mudah terbakar tersebut misalnya: kayu, kertas, karet, plastik dan
lain sebagainya. Oksigen biasanya didapat dari udara. Udara mengandung 21 %
oksigen suatu tempat dikatakan masih memiliki keaktifan pembakaran bila kadar
oksigennya lebih dari 15 %. Sedang bila kurang dari 12 % tidak akan terjadi
pembakaran.
Hal dan prosedur penanggulangan bahaya kebakaran dilandasi oleh fenomena
teknis api (disamping hal-hal psikologis, seperti: shock dan panik). Hal-hal teknis
yang menjadi landasan upaya penanggulangan bahaya kebakaran antara lain: (1)
unsur pembentuk api, (2) tahan perkembangan api, dan (3) hal-hal yang
membahayakan keselamatan jiwa.
Api akan tumbuh secara bertahap, dari mulai menyala, membesar,
menghasilkan gas dan asap dari bahan yang terbakar, dan apabila tidak dikontrol, api
tersebut akan mencapai tahap maksimal yang menghanguskan serta membahayakan
keselamatan jiwa. Secara teknis, perkembangan api di dalam ruangan tertutup dapat
dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:
1) Tahap penyalaan
2) Tahap pertumbuhan
3) Tahap puncak
4) Tahap pembakaran penuh
5) Tahap surut
Dalam suatu proses pembakaran, tidak semua tahap perkembangan api akan
selalu dapat dilalui, atau proses pembakaran mencapai kelima tahap di atas. Hal
tersebut tergantung dari kualitas dan kapasitas tiga unsur pembentukan api. Secara

definisi, api sendiri merupakan hasil reaksi cepat dari material terbakar, oksigen (O2)
dan energi awal. Ketiga unsur pembentuk api tersebut digambarkan sebagai berikut:

Energi

Material

Oksigen (O2)
Ketiga unsur pembentuk api yang digambarkan di atas, harus bekerja
bersama-sama untuk dapat membentuk api dan pembakaran. Tanpa adanya salah satu
dari ketiga unsur tersebut, proses pembakaran tidak akan terjadi. Komposisi dari
ketiga unsur inilah yang menentukan tahap proses pembakaran berlangsung. Suhu
penyulutan dimaksudkan sebagai tingkatan energi bahn untuk terbakar pada
temperatur bakarnya.
Temperatur bakar sendiri merupakan temperatur terendah saat bahan bakar
mulai terbakar. Dapat juga diartikan sebagai bahan material mudah terbakar apabila
temperatur bakar material tersebut relatif rendah. Karekteristik pertumbuhan dan
penyebaran api ditentukan oleh banyak faktor, antara lain:
1) Kondisi geografis ruangan
2) Bahan yang ada
3) Sumber isi
4) Jarak antara sumber api dengan material terbakar
5) Karakteristik dari material interior
6) Tipe dan volume material
7) Kondisi dan penataan ruangan
Api akan dengan cepat berkembang besar melalui konveksi kemudian
menyebar secara lateral terus ke langit-langit apabila ruangan terbatas. Sesuatu yang

terbakar, selain menghasilkan gas, juga menghasilkan asap dan panas. Panas gas yang
timbul dari peristiwa kebakaran dapat mencapai 6500C 9500C.
D. Tips dan Trik Mencegah Terjadinya Kebakaran
Agar bangunan seperti rumah, kantor, sekolah, gudang dan lain sebagainya
tidak terbakar dan menimbulkan kebakaran, maka diperlukan pencegahan kebakaran
dengan tips dan trik mencegah terjadinya kebakaran sebagai berikut:
1. Waspada Rokok
Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Pastikan rokok telah mati total
sebelum dibuang ke tempat sampah. Rokok 99% memberikan masalah daripada
manfaat, sehingga sebaiknya jangan merokok agar tidak rugi.
2. Waspada Pada Penerang Api
Ketika mati lampu dan menggunakan penerangan api seperti lilin dan lampu
tempel semprong / petromak maka jangan pernah lalai untuk mengawasi lampu
tersebut dan tidak menaruh di tempat sembarang yang bisa jatuh atau berpindah
tempat sehingga bisa membakar benda mudah terbakar yang ada di sekitarnya. Awasi
pula penggunaan anti nyamuk bakar.
3. Waspada Anak-Anak dan Lansia
Jauhkan benda-benda yang berapi atau yang dapat mengeluarkan api. Paling
tidak ada orang dewasa yang mengawasi seperti bermain korek api, korek gas,
kembang api, petasan, obat nyamuk bakar serta benda-benda yang mengeluarkan api
dan panas seperti kompor gas, kompor minyak, setrikaan, dispenser air, pemasak nasi,
dan lain-lain. Anak-anak sangat berpotensi bertindak ceroboh yang bersifat fatal.
4. Waspada & Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat Api
Rawat dengan baik dan rutin kompor gas, setrikaan, mejik jar, solder, kabelkabel listrik dan perangkat listrik dan api lainnya. Jaringan listrik di rumah, kantor, dll
jika sudah usang sebaiknya dilakukan penggantian total dengan mengganti seluruh

perangkat jaringan listrik diganti dengan yang berkualitas bagus dan baru demi
keamanan dari korsleting listrik (hubungan arus pendek). Hindari mencuri listrik pln
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti misal kesetrum dan konslet
listrik.
5. Siapkan Perangkat Pemadam Kebakaran Ringan
Jika bangunan cukup besar gunakan sistem pemadam detektor asap, pemancar
air, perangkat penunjang hidup saat kebakaran, hidran, selang penyemprot air, tabung
pemadam semprot, dan lain sebagainya. Jangan lupa berikan penyuluhan bagi
penghuni bangunan dalam menghadapi bencana kebakaran. Untuk bangunan kecil
minimal ada karung yang dapat dibasahi untuk meredam kebakaran ringan / kecil.
Siapkan selang panjang atau ember untuk memudahkan menyiram kebakaran dengan
air.
6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi Kebakaran
Berikan penyuluhan kepada seluruh anggota keluarga, pegawai/karyawan
kantor, siswa guru sekolah, buruh pabrik, dan sebagainya mengenai penanganan
bencana kebakaran yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja agar ketika
terjadi kebakaran mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan. Beritahu nomor
telepon polisi dan pemadam kebakaran lokal dan sentral.
7. Waspada Lingkungan Sekitar
Kebakaran juga bisa akibat dari bangunan sebelah yang terbakar sehingga
bangunan kita ikut menjadi korban karena api bisa membesar dan merembet ke manamana. Tingkatkan kesadaran bencana kebakaran di lingkungan masyarakat sekitar
untuk meminimalisir terjadinya kebakaran di lingkungan sekitar. Waspada juga
dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memperkecil resiko kebakaran
merembet dari bangunan sekitar ke bangunan kita.
E. Fire Protection System (System Fire Alarm)

10

Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem fire alarm (sistem
pengindra api) adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi
adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberiperingatan (warning) dalam
sistem evakuasi dan ditindaklanjuti secara otomatis maupun manual dengan deengan
sistem instalasi pemadam kebakaran (sistem Fire fighting).
Peralatan utama dari sistem protection ini adalah MCFA (Main Control Fire
Alarm) atau disebut juga dengan Fire Alarm Control Panel (FACP). MACP berfungsi
meneriman sinyala masuk (input signal) dari detector dan komponen pendeteksi
lainnya(Fixed Heat detector dan smoke detector).
1. Macam-macam Sistem Pendetectian
Dalam prakteknya, ada 3 sistem pendetectian dari fire protection ini, yaitu:
a. Non addresable System
b. Semi addresable System
c. Full Adresable System
a. Non addresable System
Sistem ini disebut juga dengan sistem konvensional. Pada sistem inji MCFA
menerima sinyal masukan langsung dari detector (biasanya jumlahnya sangat
terbatas) tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan

komponen outpu

(keluaran) untuk merespon input (masukan) tersebut. Sistem ini pada umumnya
digunakan pada bangunan / area supervisi berskala kecil, seperti perumahan,
pertokoan, perkantoran, dan lain-lain.

b. Semi Addresable System


Pada sistem ini dilakukan pengelompokan pada detector dan alat penerima
masukan (input) berdasarkan area pengawasan (supervisory area). Masing-masing
zona dikendalikan (baik input maupun output) oleh zona kontroler yang mempunyai

11

alamat/ adress yang spesifik. Pada saat detector atau alat penerima masukan lainnya
memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasar zona kontroler
yang mengumpulkannya.
a) Dalam kontruksinya tiap zona dapat terdiri dari:
Satu lantai dalam bangunan / gedung
Beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah gedung
Beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tadi di sebuah gedung
Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjado gejala kebakaran,
sehingga dengan demikian tindakan yang harus diambil dapat dilokalisir hanya pada
zona tersebut.
c. Full Addresable System
Merupakan pengembangan dari sistem semi adresibble. Pada system ini
semua detector dan alat pemberi masukan (deteksi) mempunyai alamat yang spesifik,
sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang
diperkirakan mengalami kebakaran.
2. Peralatan Utama
Peralatan yang dibutuhkan pada Fire Protection adalah sebagai berikut:
a. Pendeteksi
Pendeteksi atau alat penerima input (masukan) yang bekerja secara otomatis
(automatic Input Device), yaitu:
Heat Detektor(Pengindra panas).. Berdasar cara kerjanya, heat detektor
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
Fixed Temperatur heat detector, yang bekerja mendeteksi suhu udara di
sekitar casing-nya (ambiencetemperatur) dengan membandingkannya
terhadap suhu setting defaultnya, misla 57 C , 75 C dan sebagainya
ROR (Rate of Rise) heat detector yang bekerja mendeteksi kecepatan
peningkatan suhu di sekitar casing-nya. Bila kecepatan peningkatan suhu
berjalan lebih lambat dari nilai settingnya, maka detector ini tidak akan
memberikan respon.

12

Smoke Detector (pengindra asap).


b. MCFA (Main Control Fire Alarm)
MCFA merupakan peralatan utama dari sistem protection. (Main Control Fire
Alarm) atau disebut juga dengan Fire Alarm Control Panel (FACP), berfungsi
meneriman sinyal masuk (input signal) dari detector dan komponen pendeteksi
lainnya(Fixed Heat detector dan smoke detector).
F. Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA (National Fire Protection
Association) Amerika
Api dan Kebakaran diklasifikan (dikelompokkan) berdasarkan sumber
penyebab api yang muncul dalam kejadian kebakaran. Klasifikasi (kelas) kebakaran
secara umum merujuk pada klasifikasiInternasional yaitu klasifikasi (kelas)
kebakaran menurut NFPA (National Fire Protection Association) Amerika.
Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi (kelas)
kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B,
Kebakaran Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam
efektif untuk memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut,
serta berguna untuk menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam
sebagai

media

pemadam

suatu

kelas

kebakaran

berdasarkan

sumber

api/kebakarannya.
Klasifikasi (kelas) kebakaran berdasarkan NFPA berikut dengan media pemadam
efektifnya antara lain :
Kelas

Kebakaran

Pemadam

Kertas, Kain, Plastik,


Kayu
Air, Uap Air, Pasir, Busa, CO2, Serbuk
Kimia Kering, Cairan Kimia

Padat Non Logam

13

Kelas

Kebakaran

Pemadam

Metana, Amoniak,
Solar
Gas/Uap/Cairan

CO2, Serbuk Kimia Kering, Busa

Arus Pendek
Listrik

CO2, Serbuk Kimia Kering, Uap Air

Aluminium, Tembaga,
Besi, Baja
Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit
Logam

Bahan-Bahan
Radioaktif

<Belum Diketahui Secara Spesifik>

Radioaktif

Lemak dan Minyak


Masakan
Cairan Kimia, CO2

Bahan Masakan

14

Untuk seorang Pemadam kebakaran berbicara akan kelas api mungkin sudah
tidak asing. namun bagi orang awam, pengetahuan akan kelas api dan alat pemadam
yang cocok digunakan sangatlah penting. Adapun efek kesalahan pemilihan alat
pemadam dapat membahayakan si pemadam itu sendiri maupun orang disekitarnya.
Untuk itu mari kita ulas bersama kelas api dan alat pemadam yang paling cocok
digunakan.
Di Amerika serikat melalui badan yang dinamakan National Fire Protection
Association (NFPA) menetapkan 4 katagori jenis penyebab kebakaran, yaitu kelas A,
B, C, D.
Kelas A :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas,
kayu, plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas
ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam berbahan tepung
kimia kering (dry powder).

15

Kelas B :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa
cairan, misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya.Media
pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir dan Alat Pemadam tepung kimia
kering (dry powder) maupun Foam. Dilarang memadamkan menggunakan air untuk
jenis ini karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga
bila kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana.
Kelas C:
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh adanya hubungan arus pendek pada
peralatan elektronik. Alat pemadam yang bisa digunakan untuk memadamkan
kebakaran jenis ini dapat juga menggunakan tepung kimia kering (dry powder), akan
tetapi memiliki resiko kerusakan peralatan elektronik, karena dry powder mempunyai
sifat lengket dan korosif. Lebih cocok menggunakan pemadam api berbahan clean
agent.
Kelas D :
Adalah kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda berbahan metal, untuk
kebakaran jenis ini tidak di perkenankan menggunakan jenis alat pemadam yang
bersifat dingin seperti contohnya CO2, karena hal tersebut dapat memicu ledakan
sehingga bahaya kebakaran akan semakin besar. kita dapat menggunakan DCP (dry
chemical powder), walaupun hal tersebut dapat berefek korosif pada metal namun
bahaya pada saat pemadaman relatif kecil.
Jadi kesimpulannya, janganlah terburu-buru memadamkan kebakaran yang
anda jumpai, kenalilah terlebih dahulu jenis/kelas api kebakaran tersebut. Karena jika
tidak, bukan api yang menjadi padam dan kita menjadi pahlawan tapi bahaya yang
akan mengancam.
G. Fire Safety Management

16

Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain gedung,
commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan gedung,
pemilik gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan (arsitek),
manajemen konstruksi, listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum melibatkan
konsultan fire safety. Artinya pihak pemilik/pengelola harus lebih berkoordinasi
dengan pihak-pihak yang kompeten untuk setiap bidang, tidak terkecuali masalah fire
safety, dalam perencanaan pembangunan gedung. Sementara di negara maju dalam
pembangunan gedung harus melibatkan fire safety consultant.
Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri dari
beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat
diaplikasikan. Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System
untuk gedung dalam keadaan beroperasi, yakni:

Management Commitment
Baseline Assessment
Pre-Fire Planning
Implementation
Control
Audit
Management Review

Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan bahwa


komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire Management
System. Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti yang sudah
dijelaskan dalam penelitian Fire Safety Management.
Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment. Tujuan dari baseline
assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi
terakhir aspek-aspek keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya. Aspekaspek tersebut adalah personil, peralatan dan sistem atau prosedur yang ada. Dengan
data yang terkumpul dari ketiga aspek tersebut maka pemilik/pengelola gedung akan
dapat melihat posisi kesiapannya dalam menghadapi kebakaran atau bentuk

17

emergency lainnya. Dengan demikian baseline assessment menjadi dasar dalam


penentuan perencanaan fire emergency.
Sementara itu untuk Pre-Fire Planning terdiri dari beberapa elemen yaitu:
prevention, preparedness, response dan recovery.
Fungsi Prevention (pencegahan) di sini adalah mengidentifikasi penyebabpenyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa
tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang
mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung maupun
sekitar gedung.
Preparedness berarti merencanakan aktivitas, program dan sistem yang
disiapkan sebelum terjadi kebakaran. Pada preparedness inilah pihak manajemen
merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan tanggap
darurat kebakaran. Seperti pemberian training kepada security agar dapat
menanggulangi kebakaran dini, emergency drill yang melibatkan penghuni,
penyiapan kerjasama dalam penanggulangan kebakaran (mutual aid), pelaksanaan fire
safety meeting dengan penghuni atau pengguna gedung dan kegiatan lain yang
bersifat peningkatan kesiapsiagaan.
Response (Penanggulangan) bertujuan menstabilkan dan mengendalikan fire
emergency. Jika suatu kebakaran terjadi maka tindakan penanggulangan secara efektif
harus dilakukan. Bagaimana mengkoordinasikan sumber daya yang ada? Bagaimana
evakuasi dapat berjalan dengan efektif? Belum lagi aspek keselamatan dalam
penanggulangan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab dalam
operasi penanggulangan emergency.
Recovery (Pemulihan) merupakan elemen yang dipersiapkan untuk
mengembalikan fasilitas, lingkungan sekitar gedung dan perangkat lainnya agar
kembali berfungsi. Pada recovery inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak
kebakaran harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan
dilaksanakan secara konsisten. Beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan

18

secara matang adalah Incident Investigation, Damage Assessment, Clean Up and


Restoration, Business Interruption, Claim Procedures dan lainnya.
Setelah Pre-Fire Planning ini tersusun maka langkah berikutnya adalah tinggal
pelaksanaannya. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu dilakukan pengawasan agar
setiap kegiatan mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam sebuah sistem, elemen yang
perlu dilakukan adalah audit. Pelaksanaan audit ini sangat esensial untuk menjamin
bahwa selama sistem berjalan pada kurun waktu tertentu telah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dan kebijakan perusahaan.
Fire Safety Management ini juga harus dikaji ulang (review) agar selalu
kontekstual dengan perubahan gedung dan lingkungan gedung. Sehingga Fire Safety
Management akan selalu dapat diaplikasikan dan tidak menimbulkan kebingungan.
Review ini biasanya dilakukan karena adanya perubahan organisasi, perubahan fisik
bangunan gedung, adanya ketentuan atau perundangan yang baru, adanya tuntutan
keselamatan dari penyewa gedung dan sebagainya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa Fire Safety Management
menjadi faktor penting dalam manajemen pengelolaan bangunan tinggi dan elemen
penting daya saing bisnis sekarang ini. Berangkat dari kenyataan ini maka sudah
waktunya bagi pemilik atau pengelola gedung dituntut harus lebih profesional dalam
menghadapi dan menanggulangi kebakaran yang mungkin menimpa bangunan
gedungnya. Kualitas profesionalisme dalam aktivitas bisnis bangunan tinggi dapat
tercermin dari Fire Safety Management yang dimilikinya dan diaplikasikan secara
konsisten.
H. Segitiga Api (Fire Triangle)

19

Gambar diatas menjelaskan bahwa terdapat 3 (unsur) utama yang


menyebabkan timbulnya api yaitu OKSIGEN, PANAS, dan BAHAN BAKAR. Jadi,
apabila salah satu unsur dihilangkan maka tidak akan dapat menyala. Sebagai contoh
mudah dalam pengertian maka dapat digambarkan seperti ilustrasi dibawah ini

Prinsip dasar ini sangat perlu dipahami oleh pengguna alat pemadam api dan
menjadi salah satu alasan dalam pemilihan alat pemadam api yang tepat karena pada
dasarnya obat/gas kimia yang menjadi isi alat pemadam api tersebut memang secara
khusus diproduksi dan dipergunakan untuk mematikan kelas api secara khusus.
I. Fire & Safety Engineering

20

Ringkasan Singkat Sejarah penerapan Safety di kegiatan industri


dititikberatkan pada periode tahun 1970, dimana Occupational Safety and Health Act
(OSHA) yang bersejarah disahkan dan menjadi undang-undang federal yang efektif
pada tahun 1971 di Amerika Serikat. Penerapan safety di Benua Eropa dan Amerika
Serikat telah mulai digalakkan sejak periode tersebut dan hingga kini sehingga
kesadaran akan pentingnya aspek Safety di negara-negara maju di kedua Benua
tersebut sudah sangat tinggi. Beberapa negara tersebut bahkan telah menghasilkan
standard teknis dan peraturan tentang Safety pada kegiatan dan proses industri
termasuk aspek Safety suatu produk/barang yang dihasilkan. Manajemen perusahaan
telah menyadari bahwa keuntungan operasi secara langsung terpengaruh ketika
pekerja mengalami lost time karena cidera yang disebabkan kerja atau operasional
terhenti karena terjadi insiden. Penerapan Safety yang pada awalnya mematuhi
undang-undang, saat ini Safety menjadi bagian dari investasi perusahaan untuk
meningkatkan kinerja dan performa perusahaannya. Namun keadaan sebaliknya
terjadi Benua Asia dan Afrika.
Di Indonesia yang sejatinya penerapan Safety sudah dimulai sejak tahun 1847
ketika mulai dipakainya mesin uap oleh Belanda di berbagai industri khususnya

21

industri gula. Tanggal 28 Februari 1852, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan


Stbl no. 20 yang mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian pesawat uap
yang pengawasannya diserahkan kepada lembaga Dienst Van Het Stoomwezen,
selanjutnya berkembangnya tekonologi dan meningkatnya penggunaan mesin di
industri maka pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan perundangan Keselamatan Kerja yang dikenal dengan Veiligheid
Regelement disingkat VR yang kemudian disempurnakan pada tahun 1930 sehingga
terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan penerapan K3 di
Indonesia. Penerapan Safety atau K3 di Indonesia secara umum dimulai sejak
disahkan Undang-undang No.1 tahun 1970 yang resmi diberlakukan tanggal 12
Januari 1970 dan dijadikan sebagai hari lahir K3 yang diperingati setiap tahun
sebagai Bulan K3. Namun implementasi nyata penerapan Safety di Indonesia baru
mulai membaik sekitar awal tahun 2000-an.
Bagi industri dengan potensi risiko tinggi (High Risk) dalam kegiatan
operasinya terutama industri Penerbangan & Pesawat Luar Angkasa, Migas, industri
Kimia dan pertambangan, pada umumnya peran Safety Management tidak lepas dari
peran dan tugas lainnya sebagai Fire Protection Engineering. Di beberapa industri
tersebut, pengelolaan aspek Safety dan Fire Protection menjadi tugas dan tanggung
jawab Departement atau Divisi khusus, yaitu HSE (Health, Safety & Environment)
dan Fire Brigade menjadi salah satu unit didalamnya.

Ringkasan Singkat Sejarah Fire Protection


Sejarah awal Fire Engineering diawali di Romawi kuno, ketika Kaisar Nero
memerintahkan kota dibangun kembali menggunakan metode proteksi kebakaran
pasif, seperti pemisahan jarak antar bangunan dan menggunakan bahan bangunan
tidak mudah terbakar, kebijakan itu diambil setelah terjadinya bencara kebakaran
besar di Romawi. Disiplin teknik Fire Protection muncul pada awal abad ke-20
sebagai suatu disiplin yang berbeda, terpisah dari teknik sipil, mekanik dan kimia,

22

dalam menanggapi masalah kebakaran baru yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri.
Ahli proteksi kebakaran (Fire Protection Engineer) pada era sekarang mengabdikan
dirinya dengan merancang metode dan teknik untuk melindungi fasilitas dan pabrikpabrik besar dari bahaya kebakaran, motivasi lain mengembangkan disiplin ilmu Fire
Protection Engineering adalah mencari inovasi melalui penelitian dan praktek guna
melindungi ancaman kebakaran gedung dan pemukiman penduduk yang banyak
terjadi di perkotaan pada abad ke-19. Industri asuransi juga turut membantu
mempromosikan kemajuan dalam profesi rekayasa kebakaran dan pengembangan
sistem proteksi kebakaran dan peralatan (Fire Protection Engineering)
Saat permulaan abad ke-20, melalui serangkaian peristiwa bencana kebakaran
hebat dihasilkan peningkatan standard dan persyaratan desain bangunan untuk
melindungi orang-orang dan properti dari kebakaran. Pada pertengahan abad ke-20
profesi dan disiplin teknik proteksi kebakaran (Fire Protection Engineering) muncul
sebagai profesi teknik yang unik, faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap
pertumbuhan displin ilmu proteksi kebakaran (Fire Protection Engineering) adalah
berdirinya Institution of Fire Engineers pada tahun 1918 di Inggris dan Society of
Fire Protection Engineers pada tahun 1950 di Amerika Serikat. Munculnya lembaga
profesi ahli proteksi kebakaran (Fire Protection Engineering) tesebut menjadikan
profesi proteksi kebakaran (Fire Protection Engineer) sebagai praktisi dan konsultan
independen dalam bidang proteksi kebakaran dan menghasilkan standard
(peraturan/pedoman) teknik untuk proteksi kebakaran.
Fire Engineering adalah penerapan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
rekayasa untuk melindungi orang, properti dan lingkungan mereka dari dampak
berbahaya dan merusak dari kebakaran dan asap. Pengembangan disiplin ilmu Fire
Engineering tersebut tersebut menghasilkan bidang keilmuan Fire Protection
Engineering meliputi teknik proteksi kebakaran yang fokus pada metode identifikasi
potensi dan sistem deteksi kebakaran, metode mitigasi kebakaran dan teknik
penanggulangan atau pemadaman kebakaran. Dan bidang keilmuan Fire Safety
Engineering yang fokus pada masalah perilaku manusia terhadap api dan pengaturan
lingkungan hidup manusia (rumah, bangunan, gedung dll) untuk memudahkan

23

manusia evakuasi dari kebakaran. Di Amerika Serikat, disiplin ilmu Fire Safety
Engineering menjadi bagian tidak terpisahkan didalam Fire Protection Engineering.
Fire Engineer, seperti ahli di bidang teknik atau disiplin ilmu lainnya,
melakukan program formal pendidikan dan pengembangan profesional untuk
memperoleh dan mempertahankan kompetensi mereka. Pendidikan ini biasanya
mencakup studi dasar dalam matematika, fisika, kimia dan analisa teknis. Studi teknis
profesional Fire Engineering lebih difokuskan pada mempelajari dan meningkatkan
keahlian dalam ilmu material, statika, dinamika, termodinamika, dinamika fluida,
perpindahan panas, teknik ekonomi, etika, sistem di bidang teknik, kehandalan dan
psikologi lingkungan. Studi di bidang sumber/proses terjadinya kebakaran, penilaian
risiko probabilistik atau manajemen risiko, desain sistem pencegah kebakaran,
aplikasi dan interpretasi dari standar bangunan atau fasilitas, dan pengukuran dan
simulasi fenomena kebakaran lengkap sebagian besar kurikulum bagi seorang Fire
Engineer.
Di Indonesia, keahlian bidang proteksi kebakaran (Fire Protection Engineer)
tidak terpisah dari bidang Safety (Keselamatan Kerja) sebagaimana diatur dalam
peraturan bidang K3 pemerintah. Profesi Fire Protection Engineer telah mendapatkan
tempat di berbagai instansi pemerintah dan industri di Indonesia namun kualifikasi
keahlian Fire Engineer di Indonesia hingga saat ini baru pada level keahlian bidang
penanggulangan kebakaran (Fire Fighting) ditandai dengan adanya sertifikasi profesi
bidang Pemadam Kebakaran (Fireman) oleh BNSP (Badan Nasional Standarisasi
Profesi), sedangkan keahlian dibidang rekayasa dan penelitian Fire Engineering
masih belum dikembangkan dan diakomodir baik oleh pemerintah maupun industri.
J. Pertanyaan Seputar 3M Passive Fire Protection
Sarana apa yang harus dimiliki suatu bangunan sehingga dapat dikatakan
aman terhadap resiko terjadinya kebakaran ?
Suatu bangunan dapat dikatakan aman jika sudah dilengkapi dengan beberapa system
perlindungan dan penanganan kabakaran. System tersebut terdiri dari :

24

Tersedianya personil / tim tanggap darurat kebakaran di setiap wilayah kerja.


Tersedianya WI (Work Instruction), SOP (Standard Operating Procedure) untuk
mencegah kesalahan dalam pelaksanaan kerja.
Tersedianya alat deteksi bahaya & alat pemadam kebakaran (proteksi kebakaran
aktif).
Melakukan upaya containment (kompartemenisasi) di setiap lokasi kerja untuk
mencegah penyebaran bahaya kebakaran dari satu lokasi kerja ke lokasi kerja
yang lain. (proteksi kebakaran pasif)
Apa itu Proteksi Kebakaran Pasif (Passive Fire Protection) ?
3M memiliki produk proteksi kebakaran Pasif, dimana produk tersebut untuk
mencegah jika terjadi resiko kebakaran, efek bahaya seperti api, panas, asap, gas
tidak menyebar & merambat ke lokasi yang lain. Sehingga dapat meinimalkan resiko
dari korban jiwa dan kerugian investasi akibat terhentinya suatu proses kerja .
Kenapa harus dilengkapi dengen Proteksi Kebakaran Pasif (Passive Fire
Protection)?
Tidak cukup hanya mengandalkan team tanggap darurat
Keterbatasan kemempuan personil / SDM
Jarang dilakukan simulasi tanggap darurat sehingga beresiko terjadi
keterlambatan penanganan.
Sering terjadi kelalaian oleh penghuni & petugas penanggulangan
Tidak cukup hanya mengandalkan proteksi kebakaran aktif (Active Fire
Protection)
Diperlukan maintenance khusus terhadap prasarana yang telah tersedia.
Keterbatasan ketersediaan peralatan dan prasarana proteksi kebakaran
Tidak semua lokasi pemicu kebakaran terjangkau oleh perlengkapan kebakaran
aktif
Terlambat dalam penanganan kebakaran sehingga resiko yang terjadi sudah
tidak mungkin ditangani dengan prasarana yang tersedia
Diperlukan proteksi kebakaran pasif (Passive Fire Protection)

25

Mencegah penyebaran resiko bahaya kebakaran (api, asap, gas, panas) ke lokasi

lain
Meningkatkan nilai investasi / aset karena resiko kebakaran dapat dihindarkan
Dapat langsung diaplikasi di lokasi yang paling berpotensi memicu kebakaran
Free maintenace setelah system diaplikasi
Life time seumur bangunan selama belum pernah terbakar dan tidak ada

perubahan aplikasi dari awal aplikasi


Intensitas bahaya kebakaran stadium sedang sampai tinggi dapat dihindari
Mengikuti peraturan dan ketentuan yg berlaku
Kenapa harus menggunakan 3M Passive Fire Protection Product?
Memilki bermagai macam pilihan produk yang akan menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi lokasi pasang
3M adalah principal di Indonesia, sehingga akan memberikan suport dan respon
lebih cepat saat ada permintaan dukungan
Akan diberikan support mulai penentuan lokasi yang beresiko, penentuan
sistem / material yang sesuai, sampai dengan pemberian edukasi
Setelah teraplikasi akan dikeluarkan sertifikat atas system yang terpasang,
berpedoman kepada UL (Underwriter Laboratory) standart
Sertifikat yang dikeluarkan dapat dipergunakan sebagai jaminan untuk
meminimalkan premi asuransi
Bagaimana memilih sistem atau material yang paling sesuai untuk memproteksi
suatu bangunan?
Untuk penentuan lokasi yang paling perlu dan pemilihan sistem yang paling
sesuai dapat dilakukan oleh pihak authorise distributor 3M atau 3M Indonesia.
Sehingga bisa ditentukan lokasi paling urgent dan sistem yang paling sesuai.
Kemudian setelah ditentukan lokasinya akan disampaikan proposal mengenai kondisi
yang ada serta kebutuhan sistem proteksi yang diperlukan.
Bagaimana reaksi produk 3M Passive Fire Protection saat terjadi kebakaran?
Reaksi produk 3M Passive Fire Protection saat terjadi kebakaran, terdiri dari 4
reaksi :

26

Intumescant : material dengan karakter seperti ini akan bereaksi mengembang


saat terkena panas & api. Reaksi mengembangnya material dipergunakan untuk
menutup lubang, celah yang ada sehingga dapat menghentikan jalur perambatan
api, panas, asap & gas ke.
Ablatif
: Material ini jika terbakar akan berubah bentuk menjadi arang
dan api akan berhenti dilokasi tersebut
Endotermic : material ini akan bereaksi dengan panas untuk mengelurkan uap
air, yang berfungsi sebagai pendingin terhadap material yang terpapar api
Insulatif
: Material ini berfungsi untuk melindungi dari api dan panas yang
secara terus menerus memapar suatu obyek. Dapat juga mengisolasi dingin
supaya tidak terpengaruh kondisi panas disekitar obyek.
Bagaimana pengaplikasian produk yang telah ditentukan?
Untuk pengapliksian system hanya direkomendasikan kepada authorize
distributor atau bisa dilakukan oleh customer yang telah medapatkan training dari 3M
sehingga pemasangan bisa tepat sesuai peraturan yang berlaku.
Bagaimana perawatan system supaya tetap terjaga dan efektif untuk
memproteksi kebakaran?
Material ini bebas perawatan, dan keawjiban customer adalah menjaga supaya
system tidak dilakukan perubahan . Material ini aman dari resiko kerusakan dari
binatang pengerat. Dan jika dilakukan perubahan terhadap sistem yang telah
terpasang customer wajib melaporkan kepada authorize distributor atau PT 3M
Indonesia.
Jaminan apa yang diberikan oleh produk 3M fire protection?
Setelah sistem terpasang akan dilakukan inspeksi oleh 3M untuk memastikan
bahwa sistem telah tersebut pasang dengan benar, jika telah sesuai sertifikat akan
diterbitkan. Sertifikat berisi pernyataan telah diaplikasi sesuai dengan standart UL.
Berapa lama sertifikat / jaminan tersebut berlaku?

27

Sertifikat / jaminan yang diterbitkan berlaku seumur bangunan selama system


tersebut belum pernah bereaksi terkena kebakaran dan tidak ada perubahan sejak
system tersebut terapliksi.
K. Peralatan Pencegahan Kebakaran
1.
APAR / Fire Extinguishers / Racun Api Peralatan ini merupakan peralatan
reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan
C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat
ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin
timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa
tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan
jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada
yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia.

2.

Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota,

sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman
ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa
titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan
air. Detektor Asap / Smoke Detector Peralatan yang memungkinkan secara otomatis
akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka
alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung.
3.

Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan

adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.


4. Sprinkler

28

Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan


air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di
mana ada sprinkler tersebut.
5. Pencegahan Kebakaran
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan
perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola
kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya
kebakaran. Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada
bangunan tinggi.
6. Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain Sumber
Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran,
Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain Recovery / Pemulihan
Emergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, ProsedurProsedur, dan lain-lain.

29

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencegahan kebakaran (fire protection) pada intinya adalah aspek paling
utama dalam program perlindungan kebakaran. Perencanaan yang baik dalam
aktifitas pencegahan kebakaran akan dapa menyelamatkan miliaran rupiah dan juga
nyawa manusia akibat kebakaran.
Prinsip dasar pencegahan terhadap kebakaran adalah: (1) pembatasan besar
dan lamanya kebakaran, yaitu dengan membatasi benda yang terbakar, (2)
pembatasan resiko penyebaran api, yaitu dengan mengatur penggunaan bahan-bahan
yang mudah terbakar dan jaringan yang mungkin sumber resiko kebakaran (sepertti
instalasi listrik, gas, dan pemanas), (3) petunjuk pengevakuasian dari kebakaran,
sehingga semua orang dapat meninggalkan gedung dalam waktu singkat dan

30

sekaligus dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi orang yang


dievakuasi, dan (4) petunjuk pemadaman api. Jika memungkinkan untuk
memadamkan api sejak awal atau sebelum membakar jalan evakuasi.
Prinsip perlindungan tersebut tertuang dalam Peraturan Konstruksi dan
Perumahan yang ditetapkan oleh Keputusan 31 Januari 1986 tentang penanggulangan
kebakaran pada bangunan perumahan. Peraturan tersebut mencakup bidang
konstruksi, sarana dan peralatan teknis. Perlindungan tersebut dapat berupa
perlindungan pasif, seperti: dinding tahan api, pelindung tangga, dan lain sebagainya.
Atau perlindungan aktif, seperti: detektor asap, alat pemadam, penghilang asap,
layanan pemeriksaan.
Perilaku dan gaya hidup masyarakat juga merupakan faktor yang penting
dalam pencegahan kebakaran. Dalam hal pencegahan kebakaran, kita juga harus
melihat pada faktor perilaku manusia, yang juga terkait dengan situasi sosial dan
ekonomi dari penduduk.
Strategi pengurangan resiko kebakaran dimulai dengan survey kebakaran
yang diadakan secara berkala. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifkasi penyebab
kebakaran dan bagaimana mencegahnya. Pencegahan kebakaran ditujukan untuk
melindungi jiwa dan aset perusahaan. Pada dasarnya, berdasarkan implementasi dan
cara pelaksanaannya, sistem penanggulangan kebakaran biasanya diaplikasikan
dalam dua jenis, yaitu: sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Keduanya
diupayakan bekerja secara bersama-sama melindungi bangunan dari bahaya
kebakaran.

31

DAFTAR RUJUKAN
Karnadi. 2013. Penanganan Kebakaran dan Alat Pemadamnya. Dalam Google
Database. (Online),
(http://karnadi.staf.narotama.ac.id/2013/03/28/penanganan-kebakaran-danalat-pemadamnya/, diakses 28 September 2013)
Kustono, Djoko. Mencegah dan Menanggulangi Kebakaran. Dalam Google
Database. (Online), (http://dc336.4shared.com/doc/GQwWcWT/preview.html, diakses 4 Oktober 2013)
Lansida. 2012. Perlindungan dan Pencegahan Kebakaran. Dalam Google Database.
(Online), (http://lansida.blogspot.com/2012/01/perlindungan-dan-pencegahankebakaran.html, diakses 28 September 2013)
Muhadi. 2008. Pencegahan Resiko Kebakaran Gedung: Peran dan Tindakan Pusat
Layanan Kebakaran dan Pertolongan Departement Rhone. Tesis tidak
diterbitkan. Bandung: Teknik Pembangunan Wlayah dan Kota Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
_____. Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
RI. Dalam Google Database. (Online),
(http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/749.pdf, diakses 4 Oktober
2013)
_____. 2012. Prinsip Dasar Pencegahan Kebakaran (Fire Protection). Dalam
Google Database. (Online), (http://hanosen.com/prinsip-dasar-pencegahankebakaran-fire-protection/, diakses 28 September 2013)
_____. 2013. Prinsip Dasar Pencegahan Kebakaran. Dalam Google Database.
(Online), (http://info.ptsedaya.com/prinsip-dasar-pencegahan-kebakaran-fire/,
diakses 28 September 2013)
_____. 2013. Prosedur Penanggulangan Kebakaran. Dalam Google Database.
(Online), (http://www.ajiwijaya.com/2011/06/prosedur-penanggulangankebakaran.html, diakses 28 September 2013)

32

Anda mungkin juga menyukai