AB Topikal 22 Oktober 2011
AB Topikal 22 Oktober 2011
transit serta lokasi utama yang dikunjungi. Ini mungkin penting untuk memastikan
tujuan kunjungan, yaitu bisnis atau rekreasi, serta pengobatan yang diberikan.
Infeksi pada wisatawan menyajikan salah satu dari tantangan terbesar. Sebagian
besar kondisi akan mirip dengan infeksi setempat, dengan beberapa kelebihan
pengecualian. Penyakit kelamin yang menjadi lebih sering terutama pada
pelancong dari Afrika, mungkin karena dengan peningkatan kerentanan pada
mereka berkompromi dengan penyakit HIV.1
Banyak kondisi yang tidak sering terlihat di negara tertentu dapat hadir
sebagai akibat dari peningkatan perjalanan internasional. Investigasi yang sesuai
dan konsultasi dengan pakar mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis yang
benar dan menyediakan manajemen yang benar. Iklim termasuk baik panas dan
dingin yang berhubungan dengan gangguan pada kulit. Gangguan alergi biasanya
dapat dilihat, karena mendadak dan parah. Gangguan Infeksi merupakan salah
satu tantangan terbesar, khususnya seperti HIV dapat mengubah kondisi khas sifat
ini. Kondisi eksotis seperti biasa eksanthema virus, infeksi jamur dalam, penyakit
riketsia atipikal dan penyakit Lyme harus dipertimbangkan tergantung pada
negara asal. Infestasi cacing atau protozoa
negara asal. Gigitan arthropoda dapat menyebabkan banyak manifestasi kulit yang
berbeda.1
Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu
berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya
termasuk streptokokus dan staphilokokus dengan kondisi seperti impetigo, ectima,
furunkulosis, folikulitis, erisipelas dan selulitis. Furunkulosis harus dibedakan dari
myiasis kulit dan gigitan serangga. Pengobatan dengan antibiotik yang sesuai
dengan organisme yang paling mungkin dapat diindikasikan, sebagai batasan
waktu untuk wisatawan mendapatkan kultur dan pengujian sensitivitas dalam
jangka pendek.2
Antibiotik topikal umumnya diresepkan oleh dermatologis dalam praktek
klinis untuk berbagai manfaat potensial dari antibiotik tersebut, di antaranya
adalah: (i) infeksi, termasuk infeksi bakteri kulit lokal, (ii) eczematous dermatosis
krusta (sekunder impetiginosa), (iii) stafilokokus , dan (iv) untuk non-infeksius
dan sengatan atau trauma. Selain itu, kelainan dermatosis yang kambuh dalam
keadaan tertentu.1
Infeksi bakterial kulit primer lebih dikenal dengan pioderma. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit rakyat, dan dapat menyerang semua umur.
Penyebabnya kuman piokokus, terutama stafilokokus, streptokokus atau
kombinasi keduanya. Manifestasi dari piodermi bisa berupa impetigo, furunkel,
folikulitis, dan ektima4
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada
kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis
impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan
non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus. Dasar infeksinya
adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4
Folikulitis adalah suatu peradangan yang terbatas pada ostium (atau sedikit
lebih bawah) dari folikel akibat infeksi dengan stafilokokus. Bentuk folikulitis
superfisial
yang
akan
dibahas
adalah
folikulitis
pustular
superfisialis
Ruptur melalui
kulit,
vesikopustula yang membesar dan beberapa hari kemudian menjadi krusta yang
tebal. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi. Lesi ini cenderung sembuh sesudah beberapa
minggu dan meningalkan sikatriks. Adenopati lokal mungkin ada. Kebersihan,
malnutrisi dan trauma merupakan faktor predisposisi.4
Paederus dermatitis, dikenal juga sebagai dermatitis linearis atau blister
beetle dermatitis adalah dermatitis kontak iritan aneh yang khasnya terdapat lesi
bula eritematus yang mendadak pada area yang terkena, karena adanya paederin,
suatu vesicant yang potent. Kasus ini bisa ditata laksana sebagai dermatitis kontak
iritan dengan menghilangkan iritannya dengan sabun dan air dilanjutkan dengan
steroid dan antibiotik topikal.5
Perkembangan Terkini tentang Antibiotik
Definisi Antibiotik
Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios =
hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri
tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain,
sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil. Antibiotik pertama kali
ditemukan oleh sarjana Inggris dr.Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928.
Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun
1941 oleh dr. Florey. Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik-penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa
saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara
sintetis, atau semisintetis. Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan
berat(mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran
beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya
dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU).6
Mekanisme kerja Antibiotik6
Mekanisme kerja antibiotika antara lain :
Penggunaan antibiotika tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak
tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain
seperti:
1. Sensitasi / hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapatmengakibatkan kepekaan
yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau
suntikan maka kemungkinan terjadi reaksi hipersentitif atau alergi seperti gatalgatal kulit kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi
syok, contohnya Penisilin danKloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka
sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan
secara sistemis (oral dan suntikan).
2. Resistensi
Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi
kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi artinya
bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah
resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau
dengan menggunakan kombinasi obat.
3. Super infeksi
Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan
penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Super infeksi
terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum yang dapat
mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan
dan urogenital. Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resisten akan
kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul
jamur Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis
tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan
super infeksi. Khususnya, anak-anak dan orang tua sangat mudah dijangkiti
super infeksi ini.
Pada pasien yang lemah, superinfeksi potensial dapat sangat berbahaya,
sebab kebanyakan mikroba penyebab superinfeksi biasanya adalah kuman
gram-negatif dan stafilokokus yang multi-resisten terhadap obat, candida serta
10
menimbulkan
perubahan
biologik
tersebut,
penggunaan
11
Sediaan Topikal
Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan
tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotio, salep, dan krim. Lotio
merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar
kulit. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. Lotio dimaksudkan untuk
digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan
bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan meninggalkan
lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio
cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga
lotio harus dikocok kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah
memisah terdispersi kembali.7
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep
adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa
penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau
terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif
tinggi.7
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk
produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.
Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (saponifikasi) dari
suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas
yaitu temperatur 70- 80 C. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat
luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang
12
Stabil
Lunak
Mudah dipakai
Dasar krim yang cocok
Terdistribusi merata
Fungsi krim adalah:
13
2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah
terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin
parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.
3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta
timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit
menjadi tebal, keras dan retak-retak.7
Penggolongan Antibiotik lama dan baru
Antibiotik digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antibiotik lama dan
baru. Antibiotik golongan lama sudah mulai di tinggalkan penggunaannya karena
sudah banyak ditemukan resistensi terhadap pemakaian obat-obatan antibiotik
lama tersebut. Untuk penggunaan antibiotik golongan baru mulai digunakan
karena belum ada laporan mengenai resistensi terhadap antibiotik yang baru
tersebut.
Old Antibiotik
New Antibiotik
Basitrasin
Asam fusidat
Mupirosin
Retapamulin
Polimiksin B Sulfat
Nitrofurazone (Furacin)
14
Eritromisin
15
Klindamisin
Klindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan
dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin,
dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis protein bakteri. Klindamisin
digunakan secara topikal dalam sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta
terutama untuk pengobatan akne. Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil
peroksida yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap klindamisin.
Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan pada pemakaian
klindamisin secara topikal.9
Metronidasol
Metronidasol, suatu topikal nitroimidasol, saat ini tersedia dalam bentuk
gel, lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada
rosasea. Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidasol oral
memiliki aktifitas broad-spectrum untuk berbagai organisme protozoa dan
16
17
S.
aureus
dan
Streptococcus
pyogenes.
Tetapi,
pada
penderita
konsentrasi
rendah
dicapai
setelah
aplikasi
intranasal
dan
18
alergi terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan
basitrasin dan petrolatum pada lebih dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi
menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin tidak menurunkan angka infeksi secara
bermakna, tetapi malah berhubungan dengan dermatitis kontak alergi.9
Basitrasin
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi
strain Tracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur
compound yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin
berasal dari penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin
adalah antibiotika polipeptida siklik dengan komponen multipel (A,B dan C).
Basitrasin A adalah komponen utama dari produk komersial dan yang sering
digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu sintesis dinding sel bakteri
dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi suatu ikatan membran lipid
pirofosfat, pada kokus gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.
Kebanyakan organisme gram negatif dan jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan
tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung
400 sampai 500 unit per gram.
Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada
kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering
dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel
yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis,
atau stasis yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin
topikal memiliki resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak alergi dan meski jarang
dapat menimbulkan syok anafilaktik.9
Polimiksin B
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa,
yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran
dari polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya
19
adalah sebagai detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid
membran sel bakteri, sehingga menghambat intergritas sel membran.
Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk
P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam
bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau
neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.9
Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin, Gentamisin, Dan Paromomisin
Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang
digunakan baik secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan bakteri gram negatif. Aminoglikosida memberi efek membunuh
bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal 30S dan mengganggu sintesis
protein.
Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical
adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran adalah
campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di Eropa dan
Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan
bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai profilaksis infeksi yang
disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar. Tersedia dalam bentuk
salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain
seperti basitrasin, polimiksin dan gramisidin.9
Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin adalah lidokain,
pramoksin, atau hidrokortison. Neomisin tidak direkomendasikan oleh banyak
ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
karena pemakaian neomisin memiliki angka prevalensi yang tinggi, dan pada 6 8
% penderita yang dilakukan patch test memberi hasil positif. Neomisin sulfat
(20%) dalam petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak.9
Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora
purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika ini
banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga ,
20
21
Asam Fusidat
Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika
Serikat, tetapi terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk
krim, salep, impregnated gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan
mekanisme kerja mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan
menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi ribosom dan
daur ulang bentuk EF-G.9
22
Retapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 retapamulin telah disetujui oleh (FDA) untuk
digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan
resisten oleh metisilin ataupun resisten vankomisin. Retapamulin berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase
yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri. Pada salah
satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia
diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau>2%
luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien
tersebutdidapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus
Pada pasien-pasien tersebut diberi retapamulin sebanyak 2 kali sehari
selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir
terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benarbenar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien
dengan menggunakan retapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya 52,1%
pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan placebo.
Dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk
pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai
tergeser oleh penggunaan retapamulin topikal karena diketahui retapamulin
memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin.
KESIMPULAN
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di
bidang kulit. Pengobatan Topikal Untuk Akne antara lain : eritromisin,
klindamisin, metronidasol, asam azelaik. Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri
Superfisial adalah Mupirosin. Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi
Setelah Tindakan Bedah Atau Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik antara lain :
Basitrasin, Polimiksin B. Adapula Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin,
Gentamisin, Dan Paromomisin. Antibiotika Lain antara lain : Gramisidin,
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Weiss R,. Dermatological manifestation in travel medicine. 2005. CME 2005
vol 23 no. 3
2. Schwart R, Al Mutairi N. Topical antibiotic in dermatology; an update.
Review article. 2010. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology
Volume 17, No.1, April 2010
3. Kementerin Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Konsep dan
Definisi. 2011. http://www.budpar.go.id/page.php?ic=521&id=3046
4. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Schwartz MN, Johnson RA. 2008.
Superficial cutaneus infection and pyodermas. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill
5. Singh G. 2007. Paedrus Dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
January-February 2007. Vol 73. Issue 1.
6. Setiadi R, Vincent H.S. 2003. Pengantar Antimikroba. Farmakologi dan
Terapi. p.571-583. Jakarta. Gaya baru
7. USU.
2011.
Sediaan
topikal.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26573/4/Chapter20II.pdf
8. Gelmetti, carlo. 2008. Local antibiotics in dermatology. Journal Dermatologic
Therapy, Vol. 21. United States
9. Bonner M, Benson P, James W. 2008. Topical Antibiotics. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill