BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dimulai dengan perizinan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang dan Puskesmas Kecamatan Srumbung. Setelah itu dilakukan
pengambilan data para penderita DM tipe II di Puskesmas Kecamatan Srumbung.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan sesuai data yang
didapatkan dari Puskesmas Kecamatan Srumbung. Sampel diambil di rumah para
penderita DM tipe II dengan terlebih dahulu meminta izin kepada kepala
pedukuhan setempat. Tahap-tahap pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
a. Permohonan izin kepada para responden
Hal pertama yang dilakukan sebelum pengambilan sampel adalah meminta
izin kepada para responden. Permohonan izin ini juga meliputi penjelasan
tentang cara-cara pengambilan sampel, tujuan penelitian, serta pentingnya
penelitian yang akan dilakukan. Setelah responden mengizinkan peneliti,
responden diminta untuk berpuasa selama delapan jam sebelum dilakukan
pengambilan sampel darah pada hari yang telah disepakati antara peneliti dan
responden.
b. Anamnesis
Anamnesis mengenai riwayat penyakit, lama tinggal di Kecamatan
Srumbung, usia, berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah.
c. Pengambilan darah
Pengambilan darah dilakukan pada hari yang telah disepakati antara peneliti
dan responden. Darah diambil dari vena mediana cubiti dengan menggunakan
30
100
15
15
50
50
B. Pembahasan
Pada penelitian ini, seluruh responden, baik kelompok kontrol maupun
kelompok uji adalah pasien DM tipe II. Pada DM tipe II terjadi resistensi insulin
yang menyebabkan kadar kolesterol meningkat. Pada kondisi koma diabetikum juga
menunjukkan kadar kolesterol yang tinggi (Guyton, 2008). Dari seluruh responden
yang mengalami DM tipe II, 15 responden (50%) mengalami hipotiroidisme.
Pengambilan sampel penelitian dilakukan di daerah endemik GAKI.
Kekurangan iodium bisa menyebabkan hipotiroidisme. Pada defisiensi iodium
terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam
usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar hormon
tiroid yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya
umpan balik. Kekurangan iodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (Price, 2002).
Rerata pengukuran kadar kolesterol total serum pada kelompok uji adalah
254.733 40.631mg/dl lebih besar dibandingkan dengan kadar kolesterol total
serum pada kelompok kontrol 193.84 26.516 mg/dl. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa hormon tiroid berperan dalam mengontrol berbagai metabolisme kolesterol.
Hormon tiroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah karena terjadi peningkatan
pembentukan reseptor LDL di hati yang menyebabkan peningkatan pemindahan
kolesterol dari sirkulasi oleh hati (Ganong, 2008).
Hipotiroidisme yang ditandai oleh rendahnya tingkat hormon tiroid serum,
berhubungan dengan penurunan metabolisme, penurunan lipolisis, penambahan
berat badan, dan peningkatan kolesterol total serum. Kolesterol ditransportasi oleh
ATP binding cassette transporter (ABCA-1) ke apolipoprotein-1 miskin lipid untuk
membentuk HDL. Jika kadar kolesterol dalam sirkulasi berlebihan, kelebihan
kolesterol tersebut akan diangkut oleh HDL kembali ke hati melalui reseptor LDL
(LDL-R). Lalu, kelebihan kolesterol di hati akan dikonversi menjadi asam empedu.
Reseptor hormone tiroid (TR) dan sterol akan mengikat sterol regulatory element
binding proteins (protein SREBP-2), lalu SREBP-2 akan menstimulasi LDL-R yang
partikel
HDL
yang
terutama
dilakukan
oleh
Lechitin
Cholesterol
Acyltransferase (LCAT) dan remodeling dari HDL oleh enzim HL (Hepatic Lipase).
LCAT menunjukkan aktivitas yang rendah pada penelitian ini (Fatkhur, 2010).
LCAT disintesis sebagai glikoprotein (25% dari massa totalnya adalah
karbohidrat) secara primer oleh hati dan untuk sedikit lebih luas oleh otak dan testis.
LCAT diaktivasi oleh apo-Al, apo-AIV, dan LCAT bertanggungjawab dalam
pembentukan dari hampir seluruh kolesterol ester pada lipoprotein plasma dalam
tubuh manusia. Rendahnya kadar LCAT mengakibatkan gangguan yaitu rendahnya
kadar kolesterol ester dan rendahnya kadar HDL. Kadar HDL yang rendah tersebut
membuat kolesterol yang diserap dari makrofag menjadi berkurang dan pada
akhirnya kolesterol yang dibawa kembali ke hati juga berkurang (Fatkhur, 2010).
Xiao-Li Liu dkk (2014) telah melakukan meta-analisis tentang Alteration of
Lipid Profile in Subclinical Hypothyroidism berdasarkan studi-studi di PubMed,
Cochrane Library, and China National Knowledge Infrastructure (CNKI). Dari lima
belas studi tentang pemeriksaan
40.546 responden,
serum
Kadar kolesterol total serum dikatakan normal jika < 200 mg/dl. Jika kadar
kolesterol total serum sudah mencapai 240 mg/dl maka dikatakan kadar kolesterol
tinggi. Diabetes mellitus tipe II dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor
risiko penyakit arteri coroner (Adam, 2009).
C. Kesulitan Penelitian
1. Tempat tinggal tiap responden yang berbeda-beda
Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan mendatangi satu
persatu tempat tinggal responden. Antara responden satu dengan yang lain
kadang tinggal di berbeda desa dan tidak berdekatan Hal ini menyebabkan
penelitian tidak bisa dilaksanakan dalam satu waktu. Sehingga peneliti
melakukan penelitian secara bertahap, misal pengambilan sampel pertama
berjumlah delapan orang, pengambilan sampel kedua berjumlah tujuh orang,
dan seterusnya sampai didapatkan jumlah sampel sesuai yang dibutuhkan.
2. Tempat penelitian yang jauh
Kecamatan Srumbung sebagai daerah endemik GAKI berada di Kabupaten
Magelang Jawa Tengah.Waktu yang ditempuh dari UMY ke tempat
pengambilan sampel sekitar dua jam.Ditambah dengan tempat tinggal tiap
responden tidak berdekatan.Oleh karena itu peneliti membuat jadwal
pelaksanaan pengambilan sampel secara berkala tiap minggu agar
pelaksanaan pengambilan sampel lebih efisien walaupun jarak yang harus
ditempuh jauh.
10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol total serum pada penderita
diabetes melitus tipe II hipotiroid yaitu 254,733 40,631 mg/dl lebih tinggi secara
signifikan (< 0,05) dibandingkan dengan kelompok penderita diabetes melitus tipe II
non-hipotiroid, yaitu 193.84 26.516 mg/dl.
B. Saran
1
diteliti
Penegakan diagnosis hipotiroid dan non-hipotiroid sebaiknya dilakukan
dengan pemeriksaan penunjang yang lebih memadai, seperti pemeriksaan