Anda di halaman 1dari 8

Buku: Motivational Design For Learning And

Performance: The ARCS Model Approach


Posted on Juni 15, 2013 by zulrahmattogala
(John M. Keller)
ARCS merupakan akronim dari: Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction. ARCS
sebagai model pendekatan dalam pembelajaran dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987)
sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model ARCS berakar pada banyak teori dan konsep
motivasi, khasnya adalah teori harapan-nilai (expectancy-value).

1.

Langkah-langkah Desain Model ARCS

Langkah 1: Obtain Course Information/Memperoleh Informasi Kursus


Langkah ini dilakukan untuk memilih dan membangkan taktik motivasi yang sesuai dalam
pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah karakteristik peserta
didik, tujuan yang ingin di capai, serta kesesuaian waktu dan biaya. Untuk menghindari efek
yang kontraproduktif dari pengaruh diatas maka perlu untuk mengumpulkan informasi
tentang tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan. Langkah 1 berfokus pada
karakteristik belajar dan bagaimana mengim-plementasikannya, gambaran kegiatan dan
tujuan pembelajarannya, perencanaan waktu, perencanaan pelajaran dan desain sebelum
mengajarkannya. Ini akan membantu memutuskan berapa banyak usaha dalam merancang
strategi motivasi yang akan dilakukan. Demikian halnya dengan Karakteristik dari
pembelajar harus dipertimbangan ketika merancang dan mengembangkan materi
pembelajaran, seperti gaya kepribadian, pengetahuan, dan pengalaman memiliki pengaruh
yang kuat di lapangan dan penentuan strategi motivasi yang akan dikembangkan. Tidak ada
satu cara terbaik untuk meningkatkan motivasi siswa, pendekatan terbaik adalah untuk
memahami kepribadian dan preferensi individu pembelajar dan untuk mengembangkan
metode dan gaya yang nyaman sebagai pembelajar.
Langkah 2 : Obtain Audience Information/Memperoleh Informasi Pemelajar.
Langkah ini berfokus pada beberapa faktor yang memiliki pengaruh kuat pada motivasi awal
pemelajar dan bagaimana mereka akan menanggapi isi dan strategi pembelajaran yang akan
diterapkan, misalnya, karakteristik pemelajar, sejauh mana kesamaan dan perbedaan
kemampuan akademik mereka, memilih metode dengan menugaskan pemelajar untuk
membantu mengantisipasi entry-level motivasi peserta didik. Informasi dari langkah pertama

dan kedua ini akan memberikan dasar untuk menganalisis pemelajar yang akan dilakukan
pada Langkah 3.
Langkah 3: Analyze Audience/Analisis Pemelajar
Analisis pemelajar merupakan langkah penting dalam proses mendesain model ARCS.
Keputusan yang diambil akan memiliki pengaruh langsung dalam mendefinisikan tujuan dan
memilih strategi motivasi dalam pembelajaran. Tujuan dari langkah ini adalah untuk
memperkirakan strategi motivasi apa yang cocok untuk seluruh kelas atau sub-kelompok atau
individu dalam kelas. Salah satu tantangan dalam memecahkan masalah motivasi adalah
bahwa motivasi awal peserta didik bisa terlalu tinggi serta terlalu rendah. Jika terlalu rendah,
prestasi mereka akan rendah karena mereka memiliki sedikit motivasi berpresatasi dan
mereka tidak akan mengerahkan usaha yang cukup. Jika tingkat motivasi mereka terlalu
tinggi, maka kualitas kinerja mereka menurun karena stres yang berlebihan yang
menyebabkan mereka tidak dapat mengingat informasi. Dengan melakukan analisis
pemelajar dapat ditentukan secara spesifik jenis masalah motivasi yang ada. Hal ini juga
membantu menghindari masalah yang timbul karena memiliki terlalu sedikit atau terlalu
banyak strategi motivasi.
Langkah 4: Analyze Existing Materials/Menganalisis Bahan yang Ada
Tujuan dari langkah ini adalah untuk menganalisis materi pembelajaran saat ini, yang bisa
menjadi sebuah unit, modul, program pembelajaran, atau apapun segmen instruksi yang
ditujukan untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan strategi motivasi. Hal yang
penting untuk dipertimbangkan adalah memeriksa bahan-bahan instruksi untuk
menentukan strategi motivasi apa yang diperlukan, termasuk karakteristik pemelajar, materi
pembelajaran yang sedang digunakan, atau dipertimbangkan untuk diadopsi.
Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan apakah bahan yang ada memiliki kekurangan yang
akan menyebabkan demotivasi. Pertama, jika materi yang ada tidak relevan, maka perlu
dilakukan penambahan, bagian mana yang perlu. Kedua, jika materi mengandung elemen
motivasional terlalu banyak atau kegiatan yang tidak pantas, seperti permainan yang tidak
cocok untuk pemelajar, maka perlu perbaikan seperlunya. Dalam situasi di mana siswa sangat
termotivasi untuk siap mengikuti pembelajaran termasuk penilaian dalam waktu yang sempit,
diupayakan untuk tidak menyisipkan kegiatan yang tidak perlu seperti, game atau simulasi.
Langkah 5 :

List Objectives and Assessments / Daftar Tujuan Motivasi dan Penilaian

Langkah ini dilakukan untuk menulis tujuan desain motivasi dan penilaian. Dalam tujuan
akan digambarkan perilaku motivasi yang ingin diamati dalam pemelajar. Saat menulis
tujuan, pertimbangkan perbedaan antara menutup kesenjangan motivasi dan menjaga
motivasi. Dalam beberapa pengaturan, seperti yang ditunjukkan oleh analisis audiens, akan
ada masalah motivasi tertentu yang memerlukan perhatian. Upayakan menyertakan strategi
motivasi yang cukup untuk menghindari pembelajaran menjadi membosankan, seperti
meningkatkan kepercayaan pemelajar dengan kegiatan yang menantang.
Langkah 6: List Potential Tactics/Daftar Strategi Potensial
Langkah ini dibutuhgkan kemampuan pembelajar untuk menganalisis melalui
diskusi/brainstorming, bukan hanya yang berhubungan dengan tujuan pada Langkah 5, tetapi

juga termasuk strategi yang akan membantu mempertahankan motivasi pemelajar pada
kegiatan pembelajaran. Hasil langkah ini adalah adanya daftar sebanyak mungkin strategi
motivasi sesuai dengan pemikiran kreatif pembelajar. Selanjutnya pada langkah berikutnya
akan diinjau kembali kemungkinan strategi yang paling sesuai yang akan digunakan.
Langkah dalam memilih strategi. Dapat dilakukan dengan seleksi awal dengan menyiapkan
daftar rencana atau solusi strategi motivasi yang akan dikembangkan, yang berkaitan dengan
tujuan spesifik dan situasi umum. Kemudian, pada Langkah 7, akan diterapkan satu set
kriteria seleksi untuk memilih, menggabungkan, dan mengatur strategi yang benar-benar akan
digunakan.
Langkah 7: Select and Design Tactics/Memilih dan Mendesain Strategi
Dalam langkah ini pembelajar akan memilih strategi motivasi untuk benar-benar dimasukkan
ke dalam bahan ajar. Selain beragam strategi potensial yang baru saja di buat, juga
pembelajar telah memiliki informasi tentang lingkungan instruksional, karakteristik
pemelajar, analisis bahan, dan tujuan motivasi , termasuk kriteria yang akan membantu
memilih strategi yang paling dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Biasanya, dalam
memilih dan mendesain strategi yang akan dimasukkan dalam kegiatan pembelajaran tidak
hanya memilih salah satu strategi yang ada tetapi dilakukan dengan menggabungkan satu atau
lebih strategi menjadi sebuah strategi tunggal yang memenuhi beberapa kebutuhan
pembelajaran.
Langkah 8 : Integrate with Instructional Design Overview/ Mengintegrasikan Strategi
Motivasi dengan Desain Pembelajaran
Langkah ini dilakukan untuk mengintegrasikan strategi motivasi yang sudah dirancang
kedalam unsur-unsur utama pengajaran, yang meliputi tujuan pembelajaran, isi, dan kegiatan
belajar. Saran pertama adalah meninjau unit instruksi yang sedang dikembangkan dan daftar
semua unsur-unsurnya. Kemudian, meninjau strategi motivasi yang dipilih dan dan
menempatkannya dalam situasi pembelajaran dengan tepat. Hal ini dibutuhkan kesiapan
dalam membuat keputusan. LAngkah ini sangat berguna karena merupakan kompinasi dari
keseluruhan langkah sebelumnyayang dilakukan secara bersama-sama. Pengajar yang telah
memiliki banyak pengalaman akan sangat mempertimbangkan langkah ini secara lebih serius.
Mereka biasanya akan lebih mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal lingkungan
belajarnya secara komprehensif.
Langkah 9 : Select and Develop Materials/Memilih dan Mengembangkan Bahan
Dalam langkah ini, akan dilakukan identifikasi jenis strategi motuivasi yang akan
dimasukkan kedalam bahan pembelajaran. Beberapa strategi mungkin tidak akan
memerlukan mencari strategi karena dapat diterapkan secara langsung, atau hanya
memerlukan modifikasi pada konten pembelajaran yang ada. Tapi, jika Anda ingin
menggunakan permainan, simulasi, atau kegiatan pengalaman belajar dan belum memiliki
strategi tertentu dalam pikiran, maka dapat dilakukan dengan mencari strategi bisa
disesuaikan atau, setidaknya dapat berfungsi sebagai model untuk dikembangkan. Dalam
langkah ini jangan lupa untuk mencatat (sebagai dokumentasi) hasil keputusan yang sudah
diambil yakni strategi yang sebenarnya akan dikembangkan dan diintegrasikan ke dalam
pelajaran.

Langkah 10: Evaluation and Revision/Evaluasi dan Revisi


Dalam merancang desain pembelajaran formal, langkah ini bagian dari proses yang tujuannya
untuk mengevaluasi materi seberapa baik strategi motivasional yang dilakukan memiliki
pengaruh terhasdap pemelajar. Tetapi kadang-kadang, evaluasi yang berkaitan dengan
aktifitas mungkin tidak diperlukan. Jika sedang mengembangkan sebuah pembelajaran yang
akan digunakan di kelas, maka pembelajar akan mengetahui seberapa baik berimplikasi
kepada pemelajar, untuk itu bisa dilakukan diskusi dengan mereka. Jika Rancangan kegiatan
pembelajaran dilakukan oleh orang lain, atau ingin bukti konkret dari reaksi hasil desain
motivasional yang telah dirancang maka evaluasi formal perlu dilakukan.
2.

Konsep Penting Dalam Desain Model ARCS.

Model ARCS mengidentifikasi ada empat Kondep Penting untuk memotivasi pembelajaran:
a. Attention (perhatian): adalah bentuk pengarahan untuk memusatkan tenaga dan energi
psikis dalam menghadapi suatu obyek. Munculnya perhatian di dorong oleh rasa ingin tahu.
Rasa ingin tahu seseorang ini muncul karena dirangsang melalui elemen-elemen baru, aneh,
lain dengan yang sudah ada, dan kontradiktif. Peserta didik diharap dapat menimbulkan minat
yaitu kecenderungan untuk merasa tertarik pada pelajaran atau pokok pelajaran tertentu dan
merasa senang mempelajari materi itu melahirkan semangat yang baru dan dapat berperan
positif dalam proses belajar mengajar selanjutnya.
b. Relevance (relevansi): yaitu adanya hubungan yang ditunjukkan antara materi
pembelajaran, kebutuhan dan kondisi pesrta didik. Ada tiga strategi yang dapat digunakan
untuk menunjukkan relevansi dalam pembelajaran, yaitu:

Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari materi pembelajaran.


Jelaskan manfaat pengetahuan/ketermpilan yang akan dipelajari.
Berikan contoh, latihan/tes yang langsung berhubungan dengan kondisi peserta didik
atau profesi tertentu.

Relevansi menunjukkan adanya hubungan antara materi yang dipelajari dengan kebutuhan
kondisi peserta didik. Peserta didik akan termotivasi bila mereka merasa bahwa apa yang
akan dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat bagi mereka.
c. Confidence (kepercayaan diri): yaitu merasa diri kompeten atau mampu merupakan
potensi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Motivasi akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya harapan untuk berhasil. Ada sejumlah strategi untuk meningkatkan
kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut:

Meningkatkan harapan peserta didik untuk berhasil dengan memperbanyak


pengalaman.
Menyusun pembelajaran menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga peserta didik tidak
di tuntut mempelajari banyak konsep sekaligus.
Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan persyaratan untuk
berhasil.
Menggunakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan peserta
didik.

Tumbuh kembangkan kepercayaan diri peserta didik dengan pernyataan-pernyataan


yang membangun.
Berikan umpan balik konstruktif selama pembelajaran, agar peserta didik mengetahui
sejauh mana pemahaman dan prestasi belajar mereka.

d. Satisfaction (kepuasan): adalah perasaan gembira, perasan ini dapat positif yaitu timbul
kalau orang mendapatkan penghargaan dalam dirinya. Perasaan ini meningkat kepada
perasaan harga diri kelak, membangkitkan semangat belajar di antaranya dengan:

Mengucapkan baik, bagus dan memberikan senyum bila peserta didik menjawab atau
mengajukan pertanyaan.
Menunjukkan sikap non verbal positif pada saat menanggapi pertanyaan atau jawaban
peserta didik.
Memuji dan memberi dorongan dengan senyuman, anggukan dan pandangan yang
simpatik atas prestasi peserta didik.
Memberi tuntunan pada peserta didik agar dapat memberi jawaban yang benar.
Memberi pengarahan sederhana agar peserta didik memberi jawaban yang benar.

1. 3. Kesulitan yang dihadapi untuk menerapkan ARCS di tempat kerja


Kesulitan yang dihadapi dalam menerapkan model ARCS di tempat kerja yaitu:
1. Penilaian perilaku peserta didik sulit dinilai secara kuantitatif
2. Model ARCS ditujukan bagaimana meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini akan
membutuhkan waktu tersendiri untuk menilai prestasi belajar siswa dari segi
pengetahuannya, jika bisa dilakukan secara beriringan akan sulit karena
membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dalam menilai prestasi belajar dan
mengstabilkan kondisi pembelajaran tetap berada dalam situasi yang diinginkan.
3. Akan sangat sulit menemukan dan menentukan startegi motivasi yang tepat
diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran jika motivasi individu dari setiap
peserta didik sangat bervariasi.

Model Motivasi ARCS


Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan
Kopp (1987) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan
berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu
nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai
tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen.
Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan
satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Models ARCS adalah model yang terkenal dlm model rekabentuk instruksi yang digunakan secara
meluas. Model ARCS berakar umbi pada banyak teori dan konsep motivasi, khasnya teori
jangkaan-nilai atau expectancy-value (contohnya Vroom, 1964; Porter dan Lawler, 1968).

Dalam teori jangkaan, "usaha" dikenalpastikan sebagai hasilan utama yang boleh diukur. Supaya
"usaha' boleh berlaku, dua prasyarat mesti ditetapkan - (1) orang berkenaan mesti menghargai
tugas, dan (2) orang tersebut mesti percaya ia boleh berjaya melakukan tugas. Justeru itu, dalam
situasi instruksi, tugasan pembelajaran mesti disembahkan dalam cara yang melibatkan dan
bererti kepada pelajar; dan dapat menggalakkan jangkaan positif akan kejayaan pencapaian
objektif-objektif pembelajaran.
Models ARCS mengenalpasti empat komponen strategi yang penting untuk memotivasikan
instruksi:

[A]ttention / Perhatian - strategi untuk memberangsang dan mengekalkan rasa ingin tahu
dan minat
[R]elevance / Perkaitan - strategi untuk menghubungkan keperluan, minat dan motif
pelajar.
[C]onfidence / Keyakinan - strategi untuk membantu pelajar membangunkan jangkaan
positif untuk kejayaan pencapaian pembelajaran; dan
[S]atisfaction / Kepuasan - strategi untuk membekalkan pengukuhan ekstrinsik dan
instrinsik. (Keller, 1983)

Keller (1987) membahagikan keempat-empat komponen ARCS kepada tiga sub-komponen


stragegik. Penerangan sub-komponen strategik dan contoh yang releven dengan instruksi adalah
seperti berikut.

Attention / Perhatian

Perangsangan Persepsi: menyediakan novelti, kehairanan, ketakkongruenan (incongruity)


atau ketidakpastian. Contoh: Guru menunjukkan gambar yang tidak lengkap atau kotak
yang tertutup dan dihiaskan dengan tanda soal kepada murid-murid.

Perangsangan Inkuiri: stimulasikan rasa ingin tahu dengan mengajukan soalan atau
masalah untuk diselesaikan. Contoh: Guru menyampaikan satu senario tentang seseuatu
masalah dan mengarahkan murid melukan percambahan idea (brainstorm) penyelesaian
yang munasabah berasaskan apa yang telah dipelajari dalam kelas.

Kepelbagaian: memasukkan beraneka jenis kaedah dan media untuk memenuhi kehendakkehendak pelajar yang berbeza-beza. Contoh: Selepas menyampai dan meneliti isi
pelajaran di OHP, murid-murid menjalankan perbincangan dan latihan dalam kumpulan
koperatif.

Relevance / Perkatian

Orientasi Matlamat: menerangkan objektif dan tujuan berkaitan dengan instruksi dan
kaedah-kaedah spesifik untuk pencapaian berjaya. Contoh: Guru menjelaskan objektif
dan kepentingan objektif pelajaran.

Pemadanan Motif: memadankan objektif dengan keperluan dan motif pelajar. Contoh:
Guru membenarkan pelajar menyampaikan hasil projek dalam bentuk bertulis, lisan atau
grafik demi menyesuaikan gaya dan keperluan pembelajaran yang berbeza-beza di
kalangan muridnya.
Kebiasaan: menyampaikan isi kandungan dengan cara yang mudah difaham dan boleh
berkatian dengan pengalaman dan nilai pelajar. Contoh: Murid-murid diminta memberi
contoh tentang pengalaman diri sendiri yang berkaitan dengan konsep yang telah diterima
dalam kelas.

Confidence / Keyakinan

Prasyarat Pembelajaran: memaklumkan pelajar tentang prasyarat pembelajaran dan


prestasi serta kriteria taksiran. Contoh: Guru menyediakan pelajar dengan senarai
kriteria taksiran tentang projek penyelidikan yang ditugaskan. Selain itu, juga diedarkan
contoh-contoh baik projek-projek yang lalu.
Kesempatan Berjaya: menyediakan kesempatan mencabar dan bererti untuk
pembelajaran berjaya. Contoh: Sebelum memulakan projek penyelidikan, murid-murid
dibenarkan untuk berlatih mencungkil dan merumuskan maklumat dari berbagai-bagai
sumber. Usaha murid diberi maklumbalas agar murid berasa yakin tentang tugasan yang
akan dilakukannya.
Tanggungjawapan Kendiri: mengaitkan kejayaan pembelajaran kepada usaha dan
kebolehan peribadi pelajar. Contohnya: Guru menulis maklum balas tentang kualiti
prestasi pelajar dan memperakukan dedikasi dan kesungguhan pelajar.

Satisfaction / Kepuasan

Pengukuhan Intrinsik: menyokong dan menggalakkan nikmat intrinsik akibat pengalaman


pembelajaran. Contoh: Guru menjemput bekas pelajar untuk memberi perakuan tentang
kepentingan kemahiran belajar dalam kerja rumah dan projek kelas.
Gangaran Eksrintik: memberi pengukuhan positif dan maklum balas bermotivasi. Contoh:
Guru menganugerahkan sijil kepada murid apbila murid telah menguasai satu set
kemahiran yang lengkap.
Equiti: memastikan piawaian dan akibat yang konsisten untuk kejayaan. Contoh: Selepas
tamatnya projek kumpulan, guru memberi maklum balas berdasarkan kriteria yang telah
diedarkan terlebih dahulu.

Rumusan

Model ARCS dalam rekabentuk instruksi adalah pendekatan yang mudah digunakan untuk
meningkatkan tarikan motivasi dalam instruksi. ARCS menyediakan kerangka yang kuat untuk

mereka bentuk dan meningkatkan mutu motivasi dalam berbagai-bagai entiti seperti pengajaran
di bilik darjah, penyediaan bahan di internet, dan bahan pengajaran dan pembelajaran.

Rujukan

Chemotti, J.T. (1992, June). From nuclear arms to Hershey's kisses: Strategies for motivating
students. School Library Media Activities Monthly, 8(10), 34-36. (EJ 446 223)
Keller, J.M.(1983). Motivational design of instruction. In C.M. Reigeluth (Ed.). Instructional
design theories and models: An overview of their current status. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Keller, J.M. (1987a, Oct.). Strategies for stimulating the motivation to learn. Performance and
Instruction, 26(8), 1-7. (EJ 362 632)
Keller, J.M. (1987b). IMMS: Instructional materials motivation survey. Florida State University.
Keller, J.M. & Keller, B.H. (1989). Motivational delivery checklist. Florida State University.
Porter, L.W. & Lawler, E.E. (1968). Managerial attitudes and performance. Homewood, IL: Dorsey
Press.
Schamber, L. (1994). Relevance and information behavior. Annual Review of Information Science
and Technolgy, Medford, NJ: Learned Information, Inc. (EJ 491 620)
Small, R.V. (1992, Apr.). Taking AIM: Approaches to instructional motivation. School Library
Media Activities Monthly, 8(8), 32-34.
Small, R.V. (1997). Assessing the motivational quality of world wide websites. ERIC
Clearinghouse on Information and Technology. (ED number pending, IR 018 331)
Taylor, R.S. (1986). Value-added processes in information systems. Norwood, NJ: Ablex. (ISBN:
0-89391-273-5)
Vroom, V.H. (1964). Work and motivation. New York: Wiley.

Anda mungkin juga menyukai