Anda di halaman 1dari 7

Pengertian Bisnis Waralaba atau Franchise

Pengertian bisnis waralaba atau franchise adalah kerjasama bisnis antara pemilik
usaha dengan pelaku usaha dengan membagi hasil usaha berdasar perjanjian yang mereka
sepakati. Istilah lain dari waralaba adalah franchise. Franchise adalah nama internasional
untuk bisnis waralaba. Secara istilah wara artinya lebih, sedangkan laba artinya untung. Jadi
pengertiannya mengacu pada keuntungan yang lebih.
Bisnis waralaba atau franchise menjadi pilihan yang paling tepat bagi Anda yang
mengingkan bisnis yang instan. Dalam waralaba Anda akan bekerjasama dengan pemilik
bisnis waralaba tersebut, jadi intinya Anda menjalankan bisnis si pemilik waralaba tersebut
dengan kesepakatan tertentu.
Dalam dunia bisnis di Indonesia kata waralaba biasanya sering digunakan untuk
bisnis lokal. Sedangkan franchise biasa digunakan untuk skala yang lebih besar atau bisa
dibilang waralaba internasional.
Berikut definisi atau pengertian bisnis waralaba atau franchise dari berbagai sumber,
(1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran
Usaha Waralaba.
Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan dalam rangka menyediakan dan atau penjualan barang
dan jasa.
(2) (2) PP RI No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba, (Revisi atas PP No. 16 Tahun 1997
dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPR/Kep/7/1997
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba)
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha
terhadap sistem dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau
jasa yang telah terbukti hasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak
lain berdasarkan perjanjian waralaba.
(3) David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran
dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi

dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan
standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
(4) Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan
sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang
(franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk
menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang
disepakati.

Organisasi nirlaba
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik
untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang
bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah
negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan
masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan
imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi
pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005 : 01).
Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam
masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari
dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa organisasi
nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam
menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi nirlaba pada umumnya
sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan segala kegiatan yang
dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang yang ingin
membantu sesamanya. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat
luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan
(aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan
tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi
(pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut
kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba
sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud
(politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu ada.
Definisi Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik

perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian
terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi
gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi
politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa
sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan
beberapa para petugas pemerintah.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi
lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya pemilik
organisasi nirlaba, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik
jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur,
organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan
organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari
keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi laba
telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang
Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah
dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah pemilik organisasi.
Organisasi nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda
dengan organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan
kriteria-kriteria pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan
ekonomi semata, tetapi sejauhmana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan
sesuai dengan konteks hidup dan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan
kemanusiaan sejati merupakan ciri khas pelayanan organisasi-organisasi nirlaba.
Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan dan pembaruan masyarakat untuk
mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan, kesetaraan gender, keadilan,
dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan dan kurang
pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak masyarakat
hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, ketidaksetaraan gender, konflik dan
kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan
integritas pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta
pemahaman yang komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman
konkrit dan teori manajemen yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari
proses pembelajaran bersama masyarakat.

Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan


dan memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R.
Wirjana, profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua
dasawarsa menjadi pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses
pembelajaran atas pengalaman-pengalaman laoangan dan teori-teori manajemen
terkini dalam bidang pemberdayaan masyarakat.
Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba
1.
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
daya yang diberikan.
2.
Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau
suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada
para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti
bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau
ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian
sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran entitas.
Konsep Dasar Pemikiran Akuntansi Organisasi Nirlaba
Di Amerika Serikat (AS), Financial Accounting Standard Board (FASB) telah
menyusun tandar untuk laporan keuangan yang ditujukan bagi para pemilik entitas
atau pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang tidak secara aktif terlibat dalam
manajemen entitas bersangkutan, namun mempunyai kepentingan. FASB juga
berwenang untuk menyusun standar akuntansi bagi entitas nirlaba nonpemerintah,
sementara US Government Accountingg Standard Board (GASB) menyusun standar
akuntansi dan pelaporan keuangan untuk pemerintah pusat dan federal AS.
Di Indonesia, Departemen Keuangan RI membentuk Komite Standar
Akuntansi Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Organisasi penyusun standar
untuk pemerintah itu dibangun terpisah dari FASB di AS atau Komite Standar
Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia di Indonesia karena karateristik
entitasnya berbeda. Entitas pemerintah tidak mempunyai pemegang saham atau
semacamnya, memberikan pelayanan pada masyarakat tanpa mengharapkan laba,
dan mampu memaksa pembayar pajak untuk mendukung keuangan pemerintah
tanpa peduli bahwa imbalan bagi pembayar pajak tersebut memadai atau tidak
memadai.

International Federation og Accountant (IFAC) membentuk IFAC Public


Sector Committee (PSC) yang bertugas menyusun International Public Sector
Accounting Standartd (IPSAS). Istilah Public Sector di sini berarti pemerintah
nasional, pemerintah regional (misalnya Negara bagian, daerah otonom, provinsi,
daerah istimewa), pemerintah local (misalnya kota mandiri), dan entitas pemerintah
terkait (misalnya perusahaan Negara, komisi khusus). Dengan demikian PSC tidak
menyusun standar akuntansi sector public nonpemerintah.
Pelatihan Keuangan untuk Pengelola Keuangan Organisasi Nirlaba
Organisasi Nirlaba di Indonesia saat ini masih cenderung menekankan pada
prioritas kualitas program dan tidak terlalu memperhatikan pentingnya sistem
pengelolaan keuangan. Padahal sistem pengelolaan keuangan yang baik diyakini
merupakan salah satu indikator utama akuntabilitas dan transparansi sebuah
lembaga. Pengetahuan dari staff keuangan mengenai pengelolaan keuangan
organisasi nirlaba masih sangat minimal. Padahal untuk membangun sistem
pengelolaan keuangan yang handal dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman yang cukup.
Penabulu menghadirkan

Pelatihan

keuangan

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan organisasi nirlaba melalui


penguatan kapasitas dalam bidang pengelolaan keuangan.
Peserta pelatihan memahami sistem pengendalian internal sebagai bagian dari usaha
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja lembaga. Peserta dapat melakukan
administrasi keuangan organisasi nirlaba dan membuat laporan keuangan organisasi
sesuai dengan ketentuan dalam PSAK 45.

Pajak bagi organisasi nirlaba


Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak
mengambil keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak? Sebagai entitas atau
lembaga, maka organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh
kewajiban subyek pajak harus dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua
penghasilan yang diperoleh yayasan merupakan obyek pajak.
Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan bergerak
untuk mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang
obyek pajak dan bukan obyek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba

boleh melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan
terbebas dari pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya

Anda mungkin juga menyukai