Anda di halaman 1dari 14

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ORGANISASI

NIRLABA

Mata Kuliah : Manajemen Nirlaba

Dosen Pengampu : Almuroji Panjaitan, M.Ikom

Disusun Oleh :

Habib Ilmi Nasution (0104212039)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah
nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengelolaan
Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Nirlaba”. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Manajemen Nirlaba.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan
tentang Mata Kuliah Manajemen Nirlaba bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Almuroji Panjaitan,


M.Ikom yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuan nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Untuk itu, kekurangan yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi
penulis, dan penulis mengharapkan koreksi, berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca, terutama pengoreksi, untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Mudah-mudahan makalah yang telah penulis sajikan ini dapat sangat
bermanfaat.

Medan, 15 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.2 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Definisi Organisasi Nirlaba ........................................................................... 3

2.2 Pengelolaan Relawan Dan Staff Dalam Organisasi Nirlaba ......................... 4

2.3 Pengembangan Kerja Yang Efektif Dalam Organisasi Nirlaba .................... 5

2.4 Motivasi Dan Penghargaan Dalam Konteks Nirlaba .................................... 7

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Organisasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas
kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang
untuk mencapai suatu tujuan. Sebuah organisasi dapat terbentuk karena persamaan
visi dan misi serta tujuan yang sama dari anggotanya. Pembentukan organisasi juga
didasari atas keterbatasan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Organisasi biasanya memanfaatkan suatu sumber daya tertentu misalnya
lingkungan, cara atau metode, material, uang dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Organisasi dibedakan menjadi dua macam dari segi tujuan yang hendak
dicapai, yaitu organisasi niaga/organisasi ekonomi ialah organisasi yang tujuan
utamanya mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Organisasi
sosial/kemasyarakatan ialah organisasi yang dibentuk secara sukarela oleh warga
negara Indonesia bukan dari pemerintah, dan organisasi yang tidak mengutamakan
keuntungan (non-profit atau nirlaba). (Wursanto 2005, hal. 17)

Organisasi nirlaba merupakan sebuah organisasi yang didirikan dengan


tujuan untuk mendukung suatu isu atau perisitwa, tidak semata-mata untuk
mendapatkan profit. Organisasi nirlaba adalah suatu entitas yang mendapatkan
sumber daya untuk kegiatan operasionalnya berasal dari donasi anggota dan
penyumbang, tanpa mengharapkan pengembalian apapun dari entitas. Tujuan
utama organisasi nirlaba bukan pada mencari keuntungan melainkan untuk kegiatan
sosial. Kegiatan organisasi nirlaba berjalan dengan mengandalkan dana atau
sumber daya dari donatur. Kegiatan organisasi yang menghasilkan keuntungan
tidak boleh diakui laba pribadi melainkan dimanfaatkan untuk pengembangan
organisasi. Organisasi nirlaba tidak boleh mengakui keuntungan, tetapi
menggunakan keuntungan untuk investasi organisasi tersebut. (Jumaiyah dan
Wahidullah 2019, hal. 47-57)

Allison dan Kaye dalam penelitiannya menyebutkan pada umumnya ada


tiga masalah yang dialami organisasi nirlaba yaitu sumber dana, sumber daya
manusia dan pengelolaan keuangan. Sumber dana, apabila organisasi nirlaba

1
memiliki donatur yang kuat hal ini tidak menjadi problem, namun apabila dana-
dana donatur tidak menutup operasional lembaga maka perlu mencari sumber
keuangan lainnya. Donatur dalam organisasi nirlaba tidak mendapatkan imbalan
atas dana yang ia berikan ke organisasi, hal inilah yang menjadi masalah dalam
mencari donatur untuk organisasi. Sumber daya manusia, utamanya organisasi
nirlaba memiliki sumber daya manusia yang idealis, kompeten dan loyal terhadap
organisasi. Hal itu menjadi problem karena pada umumnya keanggotaan atau
sumber daya manusia yang tersedia didasarkan pada idealisme dan sukarela, bukan
didasarkan pada pendapatan yang diterima dari organisasi. Pengelolaan keuangan,
hal ini menjadi problem terutama bila pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara
“kekeluargaan” tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. (Allison dan Kaye 2013,
hal. 27)

Adapun yang menjadi pokok pembahasan pada tulisan ini adalah mengenai
pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi nirlaba. Sumber daya manusia
(SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisasi di
samping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola
dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Tujuan
pengelolaan SDM ialah untuk meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang
ada dalam organisasi melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara
strategis, etis, dan sosial. (Rivai 2011, hal. 8)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengelolaan relawan dan staff dalam organisasi nirlaba?
2. Bagaimana pengembangan kerja yang efektif dalam organisasi nirlaba?
3. Bagaimana motivasi dan penghargaan dalam konteks nirlaba?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengelolaan relawan dan staff dalam organisasi nirlaba.
2. Untuk mengetahui pengembangan kerja yang efektif dalam organisasi
nirlaba.
3. Untuk mengetahui motivasi dan penghargaan dalam konteks nirlaba.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba merupakan suatu entitas yang bersifat nonprofit oriented
dimana tidak adanya kepemilikan organisasi, dana bersumber dari sumbangan
sukarela para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau
manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
Organisasi nirlaba bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pelayanan.

Penyajian laporan keuangan dalam organisasi nirlaba tidak menyediakan


pedoman bagaimana entitas dengan aktivitas nirlaba menyajikan laporan
keuangannya. Entitas dengan aktivitas nirlaba dalam interpretasi ini selanjutnya
merujuk kepada entitas berorientasi nirlaba. Karakteristik entitas nirlaba berbeda
dengan entitas bisnis berorientasi laba. Perbedaan utama yang mendasar antara
entitas berorientasi nirlaba dengan entitas bisnis berorientasi laba terletak pada cara
entitas berorientasi nirlaba memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai aktivitas operasinya. Entitas berorientasi nirlaba memperoleh
sumber daya dari para pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran
kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumberdaya yang
diberikan. (Ihda 2020, hal 18-19)

Berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan,


yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, serta
kemanusiaan, yang tidak memiliki anggota.

Terdapat beberapa perbedaan karakteristik mendasar antara entitas nirlaba


dengan entitas bisnis. Perbedaannya adalah pada bagaimana suatu entitas organisasi
nirlaba mendapatkan sumber daya guna diperlukan dalam melaksanakan berbagai
aktivitas operasinya. Pemberi sumber daya pada entitas nirlaba tidak mengharapkan
dikembalikannya manfaat ekonomi maupun pembayaran yang telah diberikannya.
Sehingga menimbulkan akibat munculnya transaksi yang lain, seperti menerima

3
sumbangan, dan sebagainya. Karakteristik organisasi nirlaba sesuai ISAK 35
menjelaskan jika:

1. Entitas organisasi nirlaba yang sumber dayanya didapatkan dari


penyumbang tidak menantikan pembayarannya kembali ataupun manfaat
ekonominya yang setara sesuai dengan nilai pemberiannya.
2. Menciptakan barang maupun jasa tanpa tujuan untuk menumpuk serta
menciptakan laba, hingga nilainya tidak sempat diberikan pada para pendiri
entitas ataupun owner entitas tersebut.
3. Tidak adanya kepemilikan dalam organisasi nirlaba artinya kepemilikannya
tidak bisa dialihkan/dijual/bahkan ditebus, hal ini dikarenakan kepemilikan
pada organisasi nirlaba tidak menggambarkan skala klasifikasi sumber daya
entitas saat pembubaran entitas ataupun likuidasi.

2.2 Pengelolaan Relawan Dan Staff Dalam Organisasi Nirlaba


Manajemen sumberdaya manusia pada organisasi nirlaba merupakan hal
yang penting guna mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Agar mampu
mencapai tujuan, organisasi nirlaba perlu mengembangkan praktik sumberdaya
manusia yang progresif. Organisasi nirlaba menghadapi tantangan perubahan yang
cepat, sehingga organisasi nirlaba harus mampu untuk memberikan layanan yang
profesional, efektif dan efisien menyesuaikan perubahan. Salah satu perubahan
yang terjadi yaitu tantangan ekonomi, perubahan pada lingkungan, sosial, budaya
dan pendidikan. Organisasi perlu memahami perubahan tersebut sebab akan
berdampak pada pengelolaan sumberdaya manusia.

Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya manusia pada
organisasi nirlaba adalah cara organisasi nirlaba untuk mendapatkan pekerjanya.
Mengingat salah satu karakter dari organisasi nirlaba yang tidak mendistribusikan
pendapatannya kepada anggota ataupun pekerjanya, maka organisasi nirlaba
haruslah mencari cara untuk mendapatkan tenaga kerja yang dibutuhkan.

Barker (1993, hal. 10) memperkenalkan tiga faktor motivasi dasar seseorang
menjadi relawan, yaitu faktor altruistik, instrumental, dan kewajiban. Seseorang
mau menjadi relawan karena adanya keinginan untuk membantu organisasi ataupun
untuk mencari pengalaman. Hal yang penting dalam hal ini adalah kesamaan nilai

4
antara pekerja dengan organisasi yang akan mempekerjakannya. Ketika organisasi
nirlaba mencari pekerja, maka calon pekerja yang mempunyai kesamaan nilai dan
tujuan akan lebih berpeluang untuk melamar pekerjaan yang ditawarkan tersebut.
inilah yang menjadi fungsi penting dari manajemen organisasi nirlaba, yaitu
mencari cara untuk menyamakan talenta dan kebutuhan dari pekerja dengan
kebutuhan organisasi. Selain itu, manajemen organisasi juga harus dapat untuk
menarik dan mempertahankan pekerja. Kedua hal ini menjadi penting dalam proses
pengelolaan relawan yang bekerja bagi suatu organisasi nirlaba.

2.3 Pengembangan Kerja Yang Efektif Dalam Organisasi Nirlaba


Perbedaan utama dari formulasi strategi pada perusahaan bisnis dan
organisasi nirlaba terletak pada perbedaan tujuan dari pendirian organisasi tersebut.
Jika pendirian perusahaan bisnis memiliki motif keuangan, motif dari pendirian
organisasi nirlaba lebih berdasarkan motif non-keuangan. Perbedaan tujuan tentu
akan menghasilkan strategi serta sistem pengendalian yang berbeda pula.
Perbedaan strategi perusahaan bisnis dengan organisasi nirlaba adalah strategi
perusahaan bisnis lebih berfokus kepada cara untuk outperform rivals
(mengungguli pesaing), sedangkan organisasi nirlaba lebih bertujuan untuk dapat
mencapai misi yang telah ditetapkan. (Sheehan 1996, hal. 110)

Untuk menghasilkan kinerja yang baik, komitmen terhadap misi yang


diemban menjadi salah satu faktor yang berkontribusi. Sehingga organisasi nirlaba
perlu terlebih dahulu mengetahui misi yang diembannnya dengan pendekatan
mission gap. Yang dimaksud dengan mission gap ini adalah perbedaan antara
kondisi seseorang, suatu tempat atau suatu benda yang ingin diubah oleh organisasi
pada saat ini dengan kondisi ideal dari ketiga hal tersebut. Mission gap inilah yang
akan menjadi motivasi dari organisasi nirlaba. Keputusan strategi yang dibuat oleh
organisasi nirlaba haruslah berdasarkan kepada mission gap yang dimiliki oleh
perusahaan. Mereka harus dapat menciptakan visi idealis yang dapat mengisi
mission gap yang mereka miliki, untuk kemudian membuat strategi yang dapat
membuat mereka mencapai visi yang idealis tersebut.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pembentukan strategi kerja yang
efektif bagi organisasi nirlaba adalah menciptakan visi yang dapat mengisi mission

5
gap yang dimiliki. Berdasarkan visi dan mission gap yang dimiliki, kemudian harus
menciptakan tujuan jangka panjang (3-5 tahun) yang dapat membawa organisasi
memperkecil gap yang ada pada misi mereka.

Kerja yang dibuat haruslah SMART (Spesific, Measureable, Almost


impossible, Relevant and Timely). Setelah tercipta visi, misi, dan tujuan, maka
perusahaan harus bisa menganalisis perkembangan lingkungan organisasi dan
dampak yang diberikan kepada perusahaan. Hal ini akan memberikan gambaran
situasi dan kondisi organisasi saat ini.

Proses ini menjadi penting bagi sistem pengendalian manajemen yang


dibuat karena sistem pengendalian manajemen adalah sistem yang digunakan untuk
mencapai tujuan dari organisasi, dan tujuan dari organisasi akan sangat ditentukan
dari formulasi strategi yang dilakukan oleh organisasi. Dalam hal ini, mission gap
yang ada lebih bersifat non-finansial. (Senge 1990, hal. 38)

Perusahaan bisnis dapat menggunakan balanced scorecard untuk dapat


mengukur kinerja serta melakukan evaluasi pada strategi yang diterapkan oleh
perusahaan. Bahkan, balanced scorecard juga dapat digunakan untuk membuat
strategi yang lebih tepat apabila ternyata hasil evaluasi menemukan strategi yang
kurang berjalan. Yang menjadi masalah pada balanced scorecard adalah yang
menjadi tujuan utama dari strategi-strategi yang ada adalah faktor finansial,
sedangkan karakteristik organisasi nirlaba bukan bertujuan utama pada faktor
finansial, akan tetapi mencapai misi yang telah ditetapkan. Hal ini tentu menjadi
masalah bagi organisasi nirlaba dalam mengukur kinerja dan mengevaluasi strategi
yang diterapkannya.

Organisasi nirlaba tidak dapat menggunakan balanced scorecard yang


menjadikan perspektif keuangan sebagai tujuan utamanya. Kaplan (2001, hal. 355)
kemudian merancang kerangka balanced scorecard yang tidak lagi menjadikan
perspektif keuangan sebagai satu-satunya tujuan utama dari organisasi. Hal ini
diawali dengan menekankan peran strategi pada organisasi nirlaba.

Kaplan menyetujui argumen yang mengatakan bahwa strategi itu bukan


hanya mengenai hal-hal yang akan dilakukan oleh organisasi saja, namun juga

6
termasuk hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh organisasi. Pesan ini dianggap
relevan untuk organisasi nirlaba, sebab organisasi nirlaba yang biasanya bertujuan
untuk kepentingan sosial cenderung mencoba untuk melakukan beragam aktivitas
untuk mewujudkannya. Hal ini justru malah dapat membuat organisasi nirlaba
menjadi tidak efektif. Kaplan mengatakan secara jelas bahwa mencoba untuk
melakukan segalanya untuk semua orang dapat memastikan ketidak efektifan dari
organisasi yang dijalankan. Dalam hal ini Kaplan menekankan organisasi nirlaba
untuk dapat fokus kepada satu visi sehingga dapat menjalankan aktivitasnya dengan
lebih efisien.

Kemudian Kaplan mencoba merancang kerangka kerja yang dapat


mengukur strategi, sehingga organisasi dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan ambigutias dan hal yang membingungkan mengenai tujuan dan
metode yang dipilih oleh organisasi.

Dengan menggunakan misi dari organisasi sebagai level tertinggi dari


strategi yang dibuat maka hal ini akan membuat organisasi nirlaba dapat
menggunakan model baru dari balanced scorecard ini untuk mengukur kinerja dan
mengevaluasi strategi yang ada. Dengan model ini, organisasi tidak harus
menggunakan perspektif keuangan sebagai tujuan utama dari strategi-strategi yang
dibuat. Organisasi nirlaba dapat menyesuaikannya dengan misi yang dimiliki oleh
organisasi, sehingga balanced scorecard yang dibuat menjadi lebih fleksibel.
Organisasi dapat menggunakan perspektif pelanggan sebagai tujuan tertinggi
karena memang tujuan mereka adalah mencapai misi sosial yang biasanya ditandai
dengan kepuasan pelanggan. Atau juga dapat menggunakan perspektif finansial
dengan cara meningkatkan tambahan donasi yang bisa didapat oleh organisasi.
Dengan meningkatkan donasi yang bisa didapat maka organisasi juga dapat
meningkatkan sumbangsihnya kepada pelanggan. Hal ini bisa dipilih secara
fleksibel tergantung kepada misi dan tujuan utama dari organisasi nirlaba tersebut.

2.4 Motivasi Dan Penghargaan Dalam Konteks Nirlaba


Organisasi nirlaba harus bersaing untuk mendapatkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas dan kompeten dengan perusahaan bisnis lainnya. Hal ini
tentu akan menjadi sangat sulit bagi organisasi nirlaba, sebab organisasi nirlaba

7
tidak memiliki keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan bisnis dalam memberikan
insentif bagi karyawan. Perusahaan bisnis dapat menggunakan insentif yang berupa
pendistribusian dari pendapatan mereka untuk dapat menarik serta
mempertahankan karyawan mereka, sedangkan organisasi nirlaba memiliki
karakteristik yang membuatnya tidak dapat melakukan hal ini. Sedangkan seperti
yang sudah dijelaskan, organisasi nirlaba justru sangat bergantung kepada SDM
yang dimilikinya. Hal ini berarti organisasi nirlaba harus dapat menggunakan cara
lain untuk dapat menarik dan mempertahankan karyawan yang dapat membuat
mereka mewujudkan misi utama mereka.

Maka organisasi nirlaba harus dapat memberikan insentif yang berasal dari
tiga faktor, yaitu altruistik, instrumental, ataupun kewajiban (obligatory). Beberapa
cara yang bisa digunakan untuk dapat menarik dan mempertahankan karyawan
untuk bekerja pada organisasi nirlaba tanpa harus mendistribusikan surplus dari
organisasi, yaitu antara lain dengan cara:

1. Paid Time Off (PTO) Policy


Organisasi nirlaba dapat menawarkan waktu liburan dengan tetap mendapat
gaji atau yang dikenal dengan PTO kepada karyawannya lebih lama
daripada perusahaan bisnis menawarkan hal serupa kepada karyawannya.
Hal ini tentu akan dapat memberikan manfaat yang lebih bagi mereka yang
bekerja pada organisasi nirlaba tersebut.
2. Events
Organisasi nirlaba juga dapat memberikan keuntungan lebih kepada
karyawannya dengan menyelenggarakan acara yang mengundang figur
publik sebagai donaturnya. Hal ini tentu akan memberikan kesempatan
kepada karyawannya untuk dapat berjumpa bahkan berinteraksi ddengan
figur publik tersebut, hal yang mungkin tidak bisa didapat jika mereka
bekerja pada perusahaan bisnis.
3. Travel
Jika organisasi nirlaba tersebut beroperasi pada tingkat internasional, maka
insentif lainnya yang dapat ditawarkan kepada karyawannya adalah
kesempatan untuk dapat pergi ke luar negeri yang tentu hal ini menawarkan

8
pengalaman yang berbeda bagi mereka yang menjadi karyawan organisasi
nirlaba tersebut.
4. Career Development
Cara lain yang dapat diberikan sebagai insentif kepada mereka yang bekerja
pada organisasi nirlaba adalah kesempatan untuk pengembangan karir yang
lebih cepat jika dibandingkan dengan perusahaan bisnis. Hal ini penting,
sebab jika tidak terdapat perbedaan akan peluang pengembangan karir pada
organisasi nirlaba tentu karyawan mereka akan lebih memilih bekerja pada
perusahaan bisnis yang dapat menawarkan manfaat secara finansial yang
lebih besar.

Hal yang juga tidak kalah penting dalam mencari pekerja bagi organisasi
nirlaba adalah kesamaan nilai antara perusahaan dengan calon karyawannya.
Barker mengatakan bahwa motivasi seorang relawan untuk bekerja pada organisasi
nirlaba dapat berupa kesempatan untuk mengembangkan karir maupun karena
adanya kesamaan nilai. Jika organisasi bisa mendapatkan karyawan yang
mempunyai kesamaan nilai, maka peluang untuk mereka berpindah kerja akan
semkin kecil, selama nilai dari organisasi tersebut tidak berubah. Hal ini
menjadikan kecocokan nilai antara organisasi nirlaba dengan karyawannya menjadi
penting untuk diperhatikan.

9
BAB III

KESIMPULAN
Terdapat perbedaan pada karakteristik dari organisasi nirlaba dengan
perusahaan bisnis pada umumnya. Perbedaan ini mengakibatkan terdapat
perbedaan juga pada sistem pengendalian manajemen pada organisasi nirlaba.
Sedangkan kebanyakan studi yang dilakukan lebih berfokus kepada perusahaan
bisnis, sehingga perlu ada penyesuaian dari sistem pengendalian manajemen yang
umumnya dipakai oleh perusahaan bisnis agar dapat digunakan pada organisasi
nirlaba.

Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa sistem pengendalian


manajemen yang lebih cocok untuk diterapkan pada organisasi bisnis adalah
sebagai berikut, pengukuran kinerja dan evaluasi pada organisasi nirlaba dapat
dilakukan dengan menggunakan model balanced scorecard baru yang
dikembangkan oleh Kaplan (2001). Model ini menjadikan misi sebagai tingkatan
yang paling tinggi, yang dalam praktiknya dapat berupa persepektif keuangan
ataupun pelanggan. Sistem insentif yang tepat untuk menarik dan
mempertahankan SDM pada organisasi nirlaba. Organisasi nirlaba harus dapat
memberikan sistem insentif tanpa harus mendistribusikan pendapatan mereka,
seperti dengan melakukan PTO Policy, events, travel, ataupun pengembangan karir
yang lebih menarik dari perusahaan bisnis pada umumnya. Selain itu, kecocokan
nilai utama antara organisasi bisnis dan pekerjannya juga menjadi faktor penting
yang harus diperhatikan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Allison, M., & Kaye, J. (2013). Perencanaan strategis bagi organisasi nirlaba.
Jakarta: Yayasan pustaka Obor Indonesia.

Barker, D. G. (1993). Values and Volunteering. Voluntary Action Research, Second


Series, No. 2, 10-31.

Ihda, A. (2020). Akuntabilitas Organisasi Nirlaba. Yogyakarta: STIM YPKN.

Jumaiyah, & Wahidullah. (2019). Implementasi Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan No 45. Jurnal Akuntansi & Ekonomi, 4(2), 47-57.

Kaplan, R. S. (2001). Strategic Performance Measurement and Management in


Nonprofit Organizations. Nonprofit Management & Leadership 11, No. 3 ,
355.

Rivai, V. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rajawali.

Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline. New York:: Doubleday/Currency.

Sheehan, R. M. (1996). Mission Accomplishment as Philanthropic Organization


Effectiveness. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol. 25, No. 1,
110-123.

Wursanto. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Andi.

11

Anda mungkin juga menyukai