Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena
Indonesia

beriklim

tropis

(Utomo,

2004).

Iklim

tersebut

yang

mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun jamur. Penyakit yang


sering munculkarena kurangnya kebersihan diri adalah berbagai penyakit kulit
(Kristiwiani,2005). Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering di
jumpai diIndonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman,
2006).
Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenaisemua
golongan umur (Harahap, 2000). Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang
mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung(kontak kulit
dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan
seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda),misalnya pakaian,
handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Penyakit ini mudah menular
dan banyak faktor yang membantu penyebarannya antara lain kemiskinan, higiene
individu yang jelek dan lingkungan yang tidak sehat (Sudirman, 2006). Penyakit
skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di
asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, perkampungan padat,
dan rumah jompo (Sudirman, 2006). Penularan skabies terjadi lebih mudah karena
faktor lingkungan dan perilaku yang tidak bersih.
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak boleh berbau
tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 %. Sedian setengan padat ini tidak
menggunakan tenaga.
Salep 2-4 adalah sediaan semi solid yang biasanya dalam bentuk salep
yang mengandung salisilic acid 2% dan sulfur 4% yang sangat aman dan efektif

untuk bayi dan orang dewasa tidak menimbulkan bau tidak sedap (belerang),
mengotori pakaian.
Kandungan dalam salep 2-4 adalah sulfur praecipitatum fungsi utamanya
adalah sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat menghilangkan sisiksisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di samping itu
juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering
dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang sinergis.
Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang optimal sebagai keratolotik agent
dan merupakan dosis maksimum untuk terapi scabies/kudis sehingga akan
mendapatkan hasil yang efektif. Asam salisilat adalah keratolitik agent yang
sangat poten sehingga dapat meningkatkan penetrasi obat lain dan sering
dikombinasikan dengan sulfur, bersifat antifungi dan antibakteri lemah. Asam
salisilat sebgai keratolitik agent dipakai dosis 12%, diharapkan dengan dosis yang
lebih tinggi dari salep 2-4 sebelumnya ini akan memberikan efek keratolitik yang
kuat dan lebih efektif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mampu mengaplikasikan sediaan salep 2-4 yang digunakan sebagai anti scabies
1.2.2 Tujuan khusus
1. Membuat formulasi dari asam salisilat dan sulfur praecip dalam bentuk sediaan
semi solid (salep)
2. Mengaplikasikan sediaan salep 2-4
3. Mengevaluasi sediaan salep 2-4

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfat bagi praktikan
1. Mampu membuat sediaan baru
2. Mampu memahami sediaan semi solid dengan bahan asam salisil dan sulfur
praecip
3. Memahami tahapan pembuatan salep 2-4
4. Mampu melakukan evaluasi sediaan salep yang dibuat dengan yang sudah ada
di pasaran.
1.3.2 Manfaat bagi masyarakat
1. Mengurangi resiko penyakit scabies yang diderita oleh masyarakat
2. Mempercepat penyembuhan penyakit scabies
1.3.3 Manfaat bagi Industri
1. Membuka lapangan kerja baru
2. Menambah produksi sediaan salep baru
3. Menambah kreativitas sediaan dalam kreasi industri
1.3.4 Manfaat bagi industri
1. Membantu mahasiswa menguasai tentang pembuatan sediaan
2. Membuat nama institusi lebih di kenal dalam masyarakat
3. Menjadikan mahasiswa yang selalu berinovasi dalam pembuatan sediaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penyakit


Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes sabies varian hominis dan produknya.
Penyakit ini sering juga disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch,
Gudikan, Gatal Agogo, Budukan atau Penyakit Ampera (Handoko, 2008).
2.1.1 Penyebab Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi
juga oleh penderita akibat garukan. Penularan juga dapat terjadi karena
bersalaman atau bergandengan tangan yang lama dengan penderita sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain
tangan. Kuman skabies dapat menyebabkan bintil (papul, gelembung berisi air,
vesikel dan kudis) pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul, vesikel, urtikaria dan lain-lain. Dengan garukan dapat menimbulkan erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal-gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008).
2.1.2 Penggolongan penyakit scabies
Penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga
disebut sebagai The great imitator.Terdapat beberapa bentuk-bentuk skabies yang
mana bentuk-bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang
penderita skabies menemukan hanya 7 % terowongan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognitosering juga menunjukkan gejala klinis yang
tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit gatal lain.

3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada
nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang
ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan scabies manusia yaitu tidak dapat terowongan, tidak menyerang sela jari
dan genitalia eksterna.Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangan yaitu paha, perut, dada, dan lengan. Masa
inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara
(4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. Binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies norwegia
Skabies norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa
gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat
menular Karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan)
Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga system imun
tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah.
Pada penderita kusta, skabies Norwegia mungkin terjadi akibat defisiensi
imunologi, terutama pada tipe kusta lepromatosa. Selain itu terjadi gangguan
neurologik yang menyebabkan gangguan persepsi gatal dananestasi terutama pada
jari tangan dan kaki. Pada penderita kusta juga terjadi kontraktur pada jari-jari
tangan sehingga penderita tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektimasehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada
bayi lesi di muka sering terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
2.1.3 Penularan penyakit scabies
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1.Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan
seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat
dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut
memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa
sumber penularan utama adalah selimut. Skabies norwegia, merupakan sumber
utama

terjadinya

wabah

skabies

pada

rumah

sakit,

panti

jompo,

pemondokkan/asrama dan rumah sakit jiwa, karena banyak mengandung tungau


(Djuanda, 2006).
2.1.4 Gejala klinis penyakit scabies
Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa
gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pada scabies kronis gatal dapat dirasakan
pada seluruh tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada
malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama dibagian sela-sela jari tangan, bawah
ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola mammae (area sekeliling
puting susu) dan permukaan depan pergelangan (Sungkar, 2000).
Sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras.
Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi, dimana ada empat tanda
kardinal yaitu : (Handoko, 2008)
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malamhari yang disebabkan karena aktifitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama,


barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar
terkena penyakit ini. Penyakit scabies amat mudah menular melalui pemakaian
handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Penyakit Skabies mudah
menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya
rendah.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi,dan lain-lain).
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum komeum yang
tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia ekstema (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan
satu atau lebih stadium tungau ini.
2.1.5 Pengobatan penyakit scabies
Pengobatannya dapat dilakukan dengan menghilangkan tungau dalam kulit
terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan krim ataupun lotion selama 8 jam
pertama. Lalu pengobatan lanjutan dilakukan jika muncul ruam yang baru atau
timbul liang di area lainnya. Seluruh anggota keluarga juga perlu diobati, walau
tidak memiliki gejala serupa guna menghindari penularan tungau.
Obat-obatan yang dapat digunakan berdasarkan resep dokter ialah krim
dengan kandungan Permethrin 5%. Krim ini lebih aman digunakan ketimbang
Lindane. Pada bayi dokter biasanya menerapkan krim Crotamiton yang dapat
digunakan selama 2 hingga 5 hari.
Walaupun obat-obat tersebut dapat membunuh tungau, namun gatal tidak
akan segera hilang dalam beberapa minggu. Dokter bisa saja memberikan obat

invermectin untuk diminum bagi mereka yang sistem kekebalan tubuhnya lemah,
atau pengobatan diatas tidak segera menuntaskan masalahnya
Semua yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan
hidupnya. Beberapa obat yang dapat dapat dipakai pada pengobatan skabies
Yaitu.
1. Permetrin
Merupakan obat pilihan dalam bentuk salep untuk saat ini, tingkat
keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak megiritasi kulit.
Dapat digunakan di kepala dan di leher anak usia kurang dari 2 tahun.
Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi kurang 8 jam kemudian
dicuci bersih.
2. Malation
Malation 0,5% dengan dasar air dalam bentuk salep digunakan selama 24
jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 hari.
5. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3.

6. Gama Benzena
Heksa Klorida (gameksan) Kadarnya 1% dari krim atau lotion, termasuk
obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan terjadi
iritasi. Tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena
toksik terhadap susunan saraf pusat.

Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu
kemudian (Handoko, 2001). Krotamiton 10 % dalam krim atau lotion, merupakan
obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.
2.2 Tinjauan zat aktif
2.2.1 Definisi Acidum salicylicum
Asam salisilat merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat
digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat
luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam
organik.
Acidum salysilikum : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk warna
putihhampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam; larut dalam 550 bagian air,
dan dalam 4 bagian etanol (95%)p, mudah larut dalam klorofom p, dan dalam eter
p, larut dalam larutan ammonium asetat p, dinatrium hydrogen fosfat p, kalium
sitrat dan natrium sitrat; keratolikum yaitu obat yang digunakan pada kulit atau
keratin atau epitel tanduk, menimbulkan dehidrasi atau pelunakan. Mengembang
dan dekswamasi dari lapisan tanduk dan epidermis. Antijamur, yaitu obat yang
digunakan untuk membunuh atau menghilangkan jamur.Bentuk asli dari asam
salisilat adalah asam asetilsalisilat (Aspirin). Dengan rumus molekul C7H6O3.
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik
Struktur Kimia Salisilic Acid

2.2.2

Definisi Sulfur Praecip


Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang

memiliki lambang S dan nomor atom 16. Belerang merupakan unsur non-logam
yang tidak berasa. Belerang, dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat
kristalin kuning. Di alam, belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau

sebagai mineral-mineral sulfida dan sulfat. Belerang adalah unsur penting untuk
kehidupan dan ditemukan dalam 2 asam amino. Pemerian: Serbuk amorf atau
serbuk hablur renik; sangat halus; warna kuning pucat; tidak berbau dan tidak
berasa; Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
karbondisulfida, sukar larut dalam minyak zaitun, sangat sukar larut dalam etanol
(95%); Penyimpanan pada wadah yang tertutup.
2.2.3

Mekanisme kerja

a. Acid salicylicum adalah Prostaglan-din dengan menghambat kerja enzim


siklooksigenase pada pusat termoregulator dihipothalamus dan perifer.
b. Sulfur praecipetatum merupakan keratolitik, anti septik ringan, dan paratisida
2.2.4

Interaksi obat

2.2.2.4.1 Acidum salicylicum


Dermatitis kontak iritan merupakan efek samping yang paling sering
dijumpai pada penggunaan asam salisilat topikal, terutama pada penggunaan
konsentrasi tinggi.Tiong dan Kelly43 melaporkan dua kasus luka bakar derajat 2
pada penggunaan plester asam salisilat 40% untuk mengobati veruka pada lengan.
Penggunaan asam salisilat konsentrasi tinggi oleh pasien di rumah hendaknya
dibekali dengan edukasi tentang penggunaannya dengan tepat. Asam salisilat
memiliki potensi sebagai bahan sensitizer lemah.Kepustakaan yang melaporkan
sensitisasi akibat kontak terhadap asam salisilat topikal sangat terbatas.

2.3 Tinjauan tentang Salep


2.3.1 Pengertian Salep
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah
padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian
luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk

pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Menurut DOM Salep adalah
sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting.
Menurut Scovillessalep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental
dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan
menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan. Menurut
Formularium Nasional salep adalah sedian berupa masa lembek, mudah dioleskan,
umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untuk
melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep tidak boleh berbau
tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10 % ( Anief, 2005).
2.3.2 Keuntungan dan Kerugian
2.3.2.1 Keuntungan Salep
1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
2. Sebagai bahan pelumas pada kulit.
3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan
larutan berair dan rangsang kulit.
2.3.2.2 Kerugian Salep
Kekurangan basis hidrokarbon , Sifatnya yang berminyak dapat
meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci sehingga sulit di bersihkan
dari permukaan kulit.

2.3.3

Syarat-syarat Salep

Persyaratan salep (FI III) :


1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik.
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras
atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar Salep (ds) : kecual dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat

dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai
berkut :
a. Ds. Senyawa hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum),
malam putih (cera album), malam kuning (cera flavum), atau campurannya.
b. Ds. Serap : lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian steril-alkohol, 8 bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih,
campuran 30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.
c. Ds. Yang dapat dicuci dengan air atau Ds. Emulsi, misalnyaemulsi minyak
dalam air (M/A).
d. Ds. Yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket tertera obat luar
2.3.4

Peraturan sediaan salep

1.Peraturan salep pertama


Zat-zat yang dapat larut dalam campuran-campuran lemak, dilarutkan ke
dalamnya, jika perlu dengan pemanasan
2. Peraturan salep kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air. Jika tidak ada peraturan-peraturan
lain, dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep : jumlah air yang dipakai dikurangi dari
basis

3. Peraturan salep ketiga


Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian yang dapat larut dalam
lemak dan air harus diserbuk lebih dahulu, kemudian diayak dengan no. B40
4. Peraturan salep keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin
2.3.5

Penggolongan sediaan salep

2.3.5.1 Menurut konsistensinya salep dibagi :


1) Unguenta

: Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega tidak mencair

pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga


2) Cream

: Suatu salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu

tipe yang dapat dicuci dengan air


3) Pasta

: Suatu salep yang banyak megandung lebih dari 50 % zat padat

(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian kulit


yang diberi
4) Cerata

: Suatu salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin

(waxes), hingga konsentrasi lebih keras


5) Gelones Spumae (Gel) : suatu salep yang lebih halus umumnya cair dan sedikit
mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri dari
campuran sederhana dari minyak dan lemak dari titik lebur yang rendah.
Washable

jelly

mengandung

mucilagines,

misalnya

gom,

tragakan,

amylum.contoh : starch jellies (10 %) amylum dengan air mendidih


2.3.5.2 Menurut efek terapinya salep dibagi :
1) Salep Epidermic
Melindungi kulit dan menghasilkan efek local. Tidak diabsorpsi, kadangkadang
ditambahkan antiseptica, astringen, meredakan rangsangan. Dasar salep yang
terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin)
2) Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam, tetapi tidak melalui
kulit, terabsorpsi sebagian.Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi local
iritan
Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.
3) Salep Diadermic
Salep-salep supaya bahan-bahan obatnya menembus ke dalam melalui
kulit dan
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya pada salep yang mengandung senyawa

mercuri, yodida, belladonnae.


Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum cacao.
2.3.5.3 Menurut dasar salepnya salep dibagi :
1) Salep hydropobic adalah salep-salep dengan bahan dasar berlemak.
Misalnya : campuran dari lemak-lemak, minyk lemak, malam tak tercuci dengan
air.
2) Salep hydrophilic adalah salep yang kuat menarik air biasanya dasar salep tipe
O/W atau seperti dasar salep tipe hydropobic tetapi konsistensinya lebih lembek
kemungkinan juga dengan tipe W/O antara lain, campur sterol-sterol dan
petrolatum.
2.4 Praformulasi
2.4.1 Definisi
Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan
sediaan farmasi yang berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat
mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.
2.4.2 Tujuan praformulasi
Menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau
definisi sifat-sifat fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusun
formulasi sediaan yang stabil, efektif, dan aman. Data praformulasi akan sangat
membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat suatu
rencana bentuk sediaan.
2.4.3 Alasan pemilihan bahan
2.4.3.1 Alasan pemilihan zat aktif
2.4.3.1.1 Acidum salicylicum
Fungsi utamanya adalah keratolitik agent sehingga dapat meningkatkan
penetrasi obat lain dan sering dikombinasikan dengan sulfur, bersifat antifungi
dan antibakteri lemah. Asam salisilat sebagai keratolitik agent dipakai dosis 12%,

diharapkan dengan dosis yang lebih tinggi ini akan memberika efek keratolitik
yang kuat dan lebih efektif.
2.4.3.1.2 Sulfur preacip
Fungsi utamanya adalah sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang
dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan
lapisan keratin, di samping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri
lemah. Sulfur sering dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek
keratolitik yang sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang optimal
sebagai keratolotik agent dan merupakan dosis maksimum untuk terapi
scabies/kudis sehingga akan mendapatkan hasil yang efektif.
2.4.3.1.2 Alasan pemilihan basis salep
Pemilihan vaselin flavum sebagai basis salep karena vaselin flavum
termasuk basis salep hidrokarbon sehingga basis salep tersebut bertahan pada kulit
untuk waktu yang lama dan tidak memungkinkan larinya lembab ke udara dan
sukar dicuci. Kerjanya sebagai bahan penutup saja. Tidak mengering atau tidak
ada perubahan dengan berjalannya waktu.

2.4.4

Formulasi
Formulasi suatu produk sediaan salep meliputi kombinasi dari satu atau

lebih bahan dengan zat obat untuk menambahkan kenikmatan, kemampuan


terima, atau kefektifan produk tersebut.Zat terapetis suatu senyawa kimia yang
mudah mengalami karakteristik reaksi kimia dan fisika dari golongan senyawa
dimana zat tersebut termasuk didalamnya. Oleh karena itu harus dibuat penilaian
hati-hati untuk setiap kombinasi dua bahan atau lebih untuk memastikan apakah
terjadi interaksi merugikan atau tidak dan jika terjadi, cara untuk memodifikasi
formulasi sehingga reaksi dapat dihilangkan atau dikurangi.
Jumlah keterangan yang tersedia untuk pembuat formulasi sehubungan
dengan sifat fisika dan kimia dari suatu zat terapetis, keterangan sehubungan
dengan sifat dasar harus diperoleh, termasuk bobot molekul, kelarutan,
kemurnian, sifat koligatif dan reaktifitas kimia.
Jadi dalam formulasi sediaan salep dapat dirinci sebagai berikut:

a. Zat Aktif (active ingredients)


Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti memberikan efek
farmakologis pada tubuh manusia atau hewan dalam dosis tertentu. Zat aktif juga
dikenal sebagai drug, active ingredient, dan active pharmaceutical ingredient
(API). Suatu proses penemuan obat (drug discovery) dilakukan untuk memperoleh
suatu zat aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan alam, semisintesis maupun
sintesis penuh. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menemukan suatu
senyawa aktif farmakologis tersebut adalah terbuktinya keamanan dan khasiatnya.
Perlu dipertimbangkan benefit to risk ratio dari senyawa aktif yang baru tersebut.
b. Basis Salep
Basis salep merupakan salah satu komponen dan faktor yang sangat
penting dalam sediaan salep. Basis salep merupakan komponen yang terbesar
dalam sediaan salep, yang sangat menentukan baik/buruknya sediaan salep
tersebut. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam memformulasikan
sediaan salep adalah seleksi basis salep yang cocok. Basis berfungsi sebagai
pembawa, pelindung, dan pelunak kulit, harus dapat melepaskan obat secara
optimum (tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi), dan sedapat
mungkin cocok untuk penyakit tertentu dan kondisi kulit tertentu. Basis salep
yang baik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut (idealnya):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tidak iritasi
Mudah dibersihkan
Tidak meninggalkan bekas
Stabil
Tidak tergantung pH
Dapat bercampur dengan banyak obat
Secara terapi netral
Memiliki daya sebar yang baik/mudah dioles1an
Miskin mikrobakteri (< 102 /g), dan tidak ada Enterobakteri, Pseudomonas

aeroginosa, dan S. aureus.


Basis salep mempakan faktor yang sangat menentukan kecepatan
pelepasan/aksi dan obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat atau
keberhasilan terapi, sehingga salep harus diformulasikan dengan basis yang baik.
Tidak semua basis cocok/dapat digunakan untuk semua obat/zat aktif, semua jenis
kulit, dan pada semua tempat aplikasi serta pada semua penyakit, sehingga

dibutuhkan pengkajian yang mendalam tentang sifat-sifat kimia fisika basis dan
bahan obat serta penyakit/tujuan terapi.

2.5 Produksi
2.5.1 Definisi
Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sihingga
nilai barang tersebut bertambah. Input dapat berupa terdiri dari barang atau jasa
yang digunakan dalam proses produksi, dan output adalah barang atau jasa yang di
hasilkan dari suatu proses produksi.(sri adiningsih, 1999 : him 3-4). sedangkan
menurut, sukanto dan indriy, Produksi merupakan pusat pelaksanaan kegiatan
konkrit mengadakan barang-barang dan jasa-jasa. Tanpa kegiatan ini kosonglah
arti suatu badan usaha.(sukanto, indriyo, 1992, him 12-13)
2.5.2 Tujuan dari produksi
Tujuan praformulasi dibagi menjadi tiga yang meliputi :
Proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau defenisi sifat-sifat fisika dan
kimia yang dianggap penting dalam menyusun formulasi sediaan stabil, efektif
dan aman.Membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat
suatu rencana bentuk sediaan. Berguna untuk menyiapkan dasar yang rasional
untuk pendekatan formulasi, Untuk memaksimalkan kesempatan keberhasilan
memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan akhirnya menyiapkan
dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas dan penampilan.

2.5.3

Komponen produksi (ruang,alat,personal,metode)

2.5.4

Klasifikasi ruangan

a. Ruang kelas 1 (white area)


Area ini disebut juga area C,B,A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk menimbang bahan baku
produk steril, back ground ruang filling,laboratorium mikrobiologi(ruang uji
sterilitas). Setiap karyawan yang akan masuk area ini wajib mengenakan pakaian

antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan
white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock.
b. Ruang kelas 2 (Clean area)
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan tetapi untuk kepentingan
tertentu dan ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage
dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
c. Ruang kelas 3 (Grey area)
Area ini disebut juga area kelas d. Ruangan ataupun area yang masuk
dalam kelas ini adalah ruang produksi non steril, ruangan pengemasan primer,
ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi,ruang uji potensi dan
inkubasi), ruang simpling digudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini
wajib menggunakan growning (pakaian dan sepatu grey). Antara lain black area
dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan air lock.
d. Ruang kelas 4 (Black area)
Area ini area kelas f. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas ini
adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan ruang produksi, area
staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib
mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala).
2.5.3.2 Komponen alat
a. Alat produksi menurut CPOB
Penggunaan peralatan harus dipikirkan secara matang agar mendapatkan
sediaan yang steril. Baik dari segi rancangan bangunan dan konteruksi yang tepat,
ukuran yang memadai, ditempaatkan dengan tepat dan harus terkualifikasi agar
mutu sediaan benar-benar steril. Mutu yang dirancang bagi tiap produk obat
terjamin secara seragam dan memudahkan pembersihan dan perawatannya.
1. Konstruksi peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Peralatan sebaiknya didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasi bersentuhan alat khusus misalnya:


pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang
diolah.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katub bocor, tetesan pelumas dan
hal sejenis.
e. Peralatan sebaiknya dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta
disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan, pencucian dan pembersihan dipilih dan digunakan agar tidak menjadi
sumber pencemaran.
g. Peralatan yang digunakan sebaiknya tidak berakibat buruk pada produk
misalnya bersifat reaktif,aditif atau absorbtif.
h. Semua peralatan untuk pengolahan bahan yang mudah terbakar / bahan kimia
sebaiknya dilengkapi dengan perlengkapanelektris yang kedap eksplosi serta di
gunakan dengan benar.
i. Sebaiknya tersedia alat timbang dan alat ukur dan alat ketelitian untuk proses
produksi dan pengawasan.
j. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi sebaiknya tidak melepaskan
serat kedalam produk
2. Perawatan peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Peralatan dirawat sesuai jadwal
b. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan resiko
terhadap produk
c. Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia seperti cairan alat penguji suhu di
evaluasi dan disetujui dengan proses formal
d. Prosedur tertulis untuk perawatan perawatan hendklah dibuat dan dipatuhi.
3. Alat-alat yang digunakan pada produksi salep :
a. Spatula
Spatula biasanya digunakan untuk memindahkan bahan padat seperti
serbuk, salep, atau krim. Mereka juga digunakan untuk mencampur bahan
bersama-sama menjadi campuran homogen. Spatula tersedia dalam stainless steel,

plastik dan hard rubber. Jenis spatula yang digunakan tergantung pada apa yang
sedang dipindahkan atau dicampur (Madinah, 2008).

Gambar 2. Spatula
b. Mortirdan Stamper
Mortar dan stamper digunakan untuk menggiling partikel ke dalam bubuk
halus (triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat mengurangi ukuran partikel
lebih lanjut. Mortar dan stamper terbuat dari kaca, porselin, wedgwood atau
marmer. Kaca lebih baik digunakan untuk pencampuran bentuk sediaan cairan dan
semi padat (Madinah, 2008).

Gambar 3. Mortir dan stamper


c. Ointment Slab
Sama halnya dengan mortir, stamper, dan spatula, ointment slab
merupakan andalan di pengaturan farmasi. Ointment slab memberikan permukaan
yang keras dan bersih untuk pencampuran senyawa. Sebagian besar ointment slab
berupa plat kaca yang permukaannya non-absorbable. Untuk beberapa peracikan,
apotek banyak membeli kertas perkamen yang melayani tujuan yang sama ketika
ditempatkan di atas slab salep, tapi mudah dibuang setelah digunakan tanpa
pembersihan yang diperlukan termasuk antara campuran (Madinah, 2008).

Gambar 4. Ointment slab


d. Blender
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan
kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan
cairan dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam
medium dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran
dan memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan
terjadinya tumbukan antarpartikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus
maka terjadi transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil.
Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya
tinggi sehingga cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah
terbentuk buih/busa yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan
emulgator hidrokarbon akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotongpotong sehingga dapat mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk
(Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar 5. Blender
e. Homogenizer
Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers
kemudian meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya
meningkatkan viskositas emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
creaming. Homogenizer bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan
tersebut dipaksa melalui suatu celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke

suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-peniti metal yang ada di dalam
celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri dari pompa yang menaikkan
tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu lubang yang dilalui
cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat katup
dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan
sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup.
Pada titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan
secara spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear
hidrolik. Cara kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan
diameter partikel rata-rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat
menaikkan temperatur emulsi sehingga dibutuhkan pendinginan (Lieberman
HA & Lachmann, 1994).

Gambar 6. Homogenizer
f. Mixer
Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran
partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan
untuk membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat
digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting
untuk merancang dan memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi
atau sedang dicampur. Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting
adalah seberapa baik/tahan dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat
beberapa permasalahan dengan baja tahan karat dari mixer sebab mata pisau
pengikis harus fleksibel cukup untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam
dinding mixer. Atau dengan kata lain, mata pisau atau pengaduk harus mampu
mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat pada dinding mixer tanpa

merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan tidak berjalan dengan baik (masih
banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mixer), maka hasil
pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai aksi
planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak
dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain
spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak
udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa
yang menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA
& Lachmann, 1994).

Gambar 7. Mixer
g. Agitator Mixers
Secara prinsip mirip dengan mixer pengaduk yang digunakan untuk cairan
dan untuk serbuk, memang mixer gerakan planetary sering digunakan untuk semi
padat. Mixers dirancang khusus untuk semi padat yang biasanya memiliki bentuk
lebih berat untuk menangani bahan dengan konsistensi lebih besar. Lengan
pengaduk dirancang untuk menarik, meremas, membentuk dan bergerak
sedemikian rupa sehingga bahan dibersihkan dari semua sisi dan sudut tempat
pencampuran (Bhatt & Agrawal, 2007). Salah satu bentuk umum yang digunakan
untuk menangani konsistensi plastik semi padat dikenal sebagai mixer lengan
sigma, karena mixer menggunakan dua bilah mixer, dengan bentuk yang
menyerupai huruf Yunani, sigma (). Kedua bilah berputar terhadap satu sama
lain dan beroperasi di sebuah tempat pencampuran yang memiliki bentuk bak
double, masing-masing bilah menyesuaikan bak. Dua bilah berputar pada
kecepatan yang berbeda, yang satu biasanya sekitar dua kali kecepatan yang lain,
menghasilkan penarikan lateral bahan dan terbagi ke dalam kedua bak. Bentuk
bilah dan perbedaan kecepatan menyebabkan gerakan end-to-end. Dengan bentuk
yang kokoh dan daya yang lebih tinggi, bentuk mixer ini dapat menangani bahkan

bahan plastik terberat, dan produk-produk seperti massa pil, massa tablet granul,
dan salep yang telah siap dicampur. Salah satu masalah yang dihadapi dalam
pencampuran semi padat adalah masuknya udara. Mixer lengan sigma dapat
ditutup dan dioperasikan pada tekanan rendah, yang merupakan metode terbaik
untuk menghindari masuknya udara dan dapat membantu dalam meminimalkan
dekomposisi bahan oxidisable, tetapi harus digunakan dengan hati-hati jika
campuran mengandung bahan yang mudah menguap (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 8. Agitator mixer


h. Shear Mixers
Mesin yang dirancang untuk pengurangan ukuran ini dapat
digunakan untuk mencampur. Tetapi meskipun gaya gesernya baik, efisiensi
pencampuran umumnya buruk. Bentuk rotary mungkin digunakan dan colloid
mill memiliki stator dan rotor dengan permukaan kerja kerucut. Rotor bekerja
pada kecepatan antara 3.000-15.000 rpm dan pembersihan dapat diatur antara 50500 mikrometer. Suspensi campuran kasar atau dispersi dimasukkan melalui
corong dan dikeluarkan antara permukaan kerja dengan gaya sentrifugal (Bhatt &
Agrawal, 2007).

Gambar 9. Shear mixer


i. Planatory Mixer
Planatory mixer digunakan untuk pencampuran dan mengaduk bahan
kental dan seperti bubur, planatory mixer tersebut masih sering digunakan untuk
operasi dasar pencampuran dalam industri farmasi. Planatory mixer digunakan
dengan kecepatan rendah untuk pencampuran kering dan kecepatan lebih cepat
untuk peremasan yang diperlukan dalam granulasi basah (Bhatt & Agrawal,
2007).
Keuntungan: planatory mixer bekerja pada berbagai kecepatan. Hal ini lebih
berguna untuk granulasi basah dan lebih menguntungkan dibandingkan sigma
mixers.
Kerugian: planatory mixer membutuhkan daya tinggi, panas mekanik dibangun
dalam campuran bubuk, penggunaan terbatas hanya pada pekerjaan batch (Bhatt
& Agrawal, 2007)

j. Double Planetary Mixers


Double planetary mixers mencakup dua bilah yang berputar pada sumbu
mereka sendiri, sementara mereka mengorbit tempat mencampur pada sumbu
umum. Bilah terus maju di sepanjang pinggiran tempat, menghapus bahan dari
dinding tempat dan membawanya ke bagian interior. Berlawanan dengan
conventional planetary mixer, negosiasi kedua konsfigurasi bilah menyapu
dinding tempat searah jarum jam dan memutar dalam arah yang berlawanan pada

sekitar tiga kali kecepatan perjalanan. Shear blades menggantikan bahan dari
dinding tempat dan oleh aksi tumpang tindih mereka pusat membawa partikel ke
arah agitator shafts, sehingga menghasilkan gaya geser yang luas. Dengan
menggunakan bahan ini bahkan bahan yang sangat kental dan kohesif dapat
dicampur secara efisien (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 11. Double planetary mixers

k. Sigma mixer
Sigma mixer berisi pencampuran elemen (blades) dari dua tipe sigma
dalam jumlah yang kontra berputar ke dalam untuk mencapai sirkulasi ujung ke
ujung serta menyeluruh dan pencampuran yang seragam di pembersihan dekat
atau tertentu dengan wadah. Produk campuran dapat dengan mudah diberhentikan
dengan memiringkan wadah dengan tuas tangan secara manual baik dengan
sistem roda gigi yang dioperasikan secara manual atau bermotor. Mixer yang
lengkap dipasang pada baja dibuat dari kekuatan yang sesuai untuk menahan
getaran dan memberikan performance (Bhatt & Agrawal, 2007). Digunakan untuk
proses granulasi basah dalam pembuatan tablet, massa pil dan salep. Hal ini
terutama digunakan untuk pencampuran padat-cair meskipun bisa digunakan
untuk campuran padat-padat juga.
Keuntungan: Bilah sigma mixer menciptakan jarak kematian minimal selama
pencampuran, ada toleransi dekat antara bilah dan dinding samping maupun
bawah mixer shell.
Kerugian: Sigma mixer bekerja dengan kecepatan tetap (Bhatt & Agrawal, 2007).

l. Ultrasonic Mixers
Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah
pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik. Hal
ini memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi (Bhatt &
Agrawal, 2007).

Gambar 13. Ultrasonic mixer


m. Colloid Mill
Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan
merusak aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim,
pulp, minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan
kerusakan aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus
yang berukuran sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk
dipompa sehingga lewat di antara elemen rotor dan stator dimana ia mengalami
gaya geser dan hidrolik tinggi. Bahan dibuang melalui gerbong dimana ia dapat
diresirkulasi untuk perlewatan kedua, biasanya untuk bahan yang memiliki
kepadatan lebih tinggi dan isi serat cakram beralur berbentuk kerucut. Terkadang
pengaturan pendinginan dan pemanasan juga ditentukan dalam penggilingan ini
yang tergantung pada jenis bahan yang diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi
dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak kemampuan penyesuaian yang sangat halus

antara rotor dan stator bervariasi dari 0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran
alat. Colloid mills memerlukan pengisian air yang banyak, cairan dipaksa melalui
celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur spiral. Dalam penggilingan ini
hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi panas dan gaya geser terlalu
dapat meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu, sebagian besar colloid mills
dilengkapi dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan untuk mendinginkan
bahan sebelum dan setelah melewati penggilingan (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 14. Colloid mills


2.5.3.3 Komponen personal
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan
dalam proses pembuatan produk steril, terutama dengan teknik pembuatan secara
aseptis adalah faktor personalia.
Berikut adalah beberapa persyaratan CPOB yang terkait dengan personalia
yang bekerja di ruang steril :
a Personil yang bekerja di area bersih dan steril dipilih secara seksama untuk
memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk bekerja dengan penuh disiplin
dan tidak mengidap suatu penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat
menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis terhadap produk.
b. Hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area
bersih; hal ini penting khususnya pada proses aseptik. Inspeksi dan pengawasan
dilaksanakan sedapat mungkin dari luar area bersih.
c. Standar higiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil
yang terlibat dalam pembuatan produk steril diinstruksikan untuk melaporkan
semua kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan penyebaran cemaran
d. Pakaian rumah dan pakaian kerja regular tidak boleh dibawa masuk ke dalam
kamar ganti pakaian yang berhubungan dengan ruang ber-Kelas B dan C. Untuk

tiap personil yang bekerja di Kelas A/B, pakaian kerja steril (disterilkan atau
disanitasi dengan memadai) harus disediakan untuk tiap sesi kerja.
2.5.3.4 Komponen metode produksi
1. Metode Pelelehan/peleburan
Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
embentuk fasa yang homogen
2. Metode Triturasi
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa
basis.

2.6 Evaluasi
2.6.1 Definisi
Evaluasi adalah kegiatan / hal pertama yang dilakukan seorang formulator
setelah menyelesaikan formulasinya dengan mengevaluasi sediaan steril tersebut
sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan.
2.6.2 Tujuan
Tujuan evaluasi secara umum adalah untuk menguji kelayakan suatu
sediaan sehingga dapat mencapai efek terapeutik secara optimal.Dilakukan setelah
sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas
2.6.3 Macam-macam Evaluasi
1. Daya Menyerap Air
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah air
maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu
(umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam jangka waktu terbatas
(umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Kedua
bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam yang lain melalui persamaan :

2. Kandungan Air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dalam salap.
a. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air digunakan
ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung pada saat pengeringan
disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).
b. Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan
bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini
digunakan trikloretan, toluen, atau silen yang disuling sebagai campuran azeotrop
dengan air.
c. Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas perubahan
Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut
persamaan reaksi berikut:
I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4
Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan memungkinkan
terjadinya reaksi secara kuantitatif.Untuk menghitung kandungan air digunakan
formula berikut :
% Air = f . 100 ( a b ) P

f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),


a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
P = penimbangan zat (mg)
3. Konsistensi
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat
lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai berikut:
a. Metode penetrometer.
b. Penentuan batas mengalir praktis
4. Penyebaran

Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.


Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.
5. Termoresistensi
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk mempertimbangkan
daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata
dan terus-menerus.
6. Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang
banyak dipakai dalam industri bahan pewarna.
Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak sesuai dengan
harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi setelah dilakukan
peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode rutin yang baik dan
cepat pelaksanaannya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Formulasi standart
Tiap 10 gr mengandung
R/ Asam salisilat
Sulfur praecip

2g
4g

Vaselin flavum ad 100 gram

Formulasi yang ingin dibuat


Dr. Santi mustika
SIP. DS/4400 01007
Alamat. Jln. Semeru 20 Malang
(0341) 879675
Malang, 12 januari 2015
R/
Asam salisilat

0,4 gram

Sulfur praecip

0,8 gram

Vaselin flavum ad

20 gram

m.f ungt
s.u.e

3.2 Karakteristik bahan


3.2.1 Acidum salicylicum
Rumus molekul : C7H6O3
Pemerian : hablur ringan tidak berwarna atau serbuk warna putih hampir tidak
berbau, rasa agak manis dan tajam
Kelarutan : larut dalam 550 bagian air, dan dalam 4 bagian etanol (95%)p, mudah
larut dalam klorofom p, dan dalam eter p, larut dalam larutan ammonium asetat p,
dinatrium hydrogen fosfat p, kalium sitrat dan natrium sitrat
Titik didih : 211 C (2666 Pa)
Titik lebur : 159 C
Massa molar : 138,12 g/mol
Densitas : 1,44 g/cm3
Keasaman (pKa)

: 2,97

Penyimpanan : Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik


Inkompabilitas : Bereaksi dengan alkali dan karbonat hydroxids membentuk
garam yang larut dalam air. Inkompatibel dengan larutan besi klorida,
memberikan warna ungu dan dengan nitro ether kuat.
Khasiat : Mengembang dan dekswamasi dari lapisan tanduk dan epidermis.
Antijamur, yaitu obat yang digunakan untuk membunuh atau menghilangkan
jamur
Indikasi: Analgetik2-antipiretik dan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID)
Dosis : Untuk pemakaian topikal 1-2% dalam larutan alkohol atau salep.

Sebagai agen antiseptik, antiparasit dan keratolitik 2-5% dalam sediaan serbuk
atau salep.
Sebagai keratolitik kuat hingga 20%.
Kontra Indikasi: Kulit yang terbuka, meradang atau pada anak dibawah dua
tahun ,dapat menimbulkan gangguan saraf tepi, pada pasien diabetes rentan
terhadap ulkus neuropati, hindari kontak dengan mata, mulut , area kelamin dan
anus, dan selaput lendir, hindari penggunaan pada area yang luas
Efek Samping/ Toksisitas : Dosis diatas 1 gram/hari : perih di uluhati mungkin
dengan mual dan muntah, perdarahan di lambung. dari 6 gram/hari dapat
menyebabkan hipoprotrombinea.
Pada kelompok kecil pasien, asetosal menyebabkan reaksi hipersentivitas berupa
kulit memerah, urikaria berat dan bronkospasme.
Pada over dosis menahun, gejala yang paling sering : tinitus dan ketulian, pulih
dengan pengurangan dosis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1989).
3.2.2 Sulfur Preacip
Rumus molekul : S
Pemerian : Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus; warna kuning
pucat; tidak berbau dan tidak berasa
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
karbondisulfida, sukar larut dalam minyak zaitun, sangat sukar larut dalam etanol
(95%)
Titik lebur : -72 C
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
Ph : pH antara 4,2 6,2
Kegunaan : skabisida
Inkompabilitas : Sulfur incompatible dengan sejumlah bahan kimia namun tidak
terbatas pada klorat, nitrat, karbida, halogen, fosfor dan logam berat. Ketidak
cocokan ini dapat mengakibatkan kebakaran, reaksi yang tidak terkontrol,
kelepasan gas beracum atau ledakan.
3.2.3 Vaselin flavum

Nama Lain : Petrolatum


Rumus Empirik : CnH2n+2
Pemerian : berwarna kuning hingga kuning pucat, bermassa ringan, tidak berbau
dan tidak berasa
Kelarutan : tidak larut dalam aseton, ehanol panas dan digin, gliserin serta air;
Larut dalam benzene, karbon disulfit, kloroform, eter, heksane, dan minyak
volatile.
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : Emollient, Basis salep
Batas Penggunaan : <100 %
3.3 Perhitungan bahan
a. Acid salisil =

b. Sulfur =

2
x 20 gr=0,4 gr
100

4
x 20 gr=0,8 gr
100

c. Vaselin flavum = 20 (0,4 + 0,8) = 20 1,2 = 18,8 gr


3.4 Alat dan bahan
3.2.1 Alat
1. Timbangan + anak timbangan
2. Mortir
3. Stamper
4. Kaca arloji
5. Kertas perkamen
6. Wadah salep
3.3.2 Bahan
1. Acid salicyl 0,4 gr
2. Sulfur praecip 0,8 gr
3. Vaselin flavum 18,8 gr

3.5 Prosedur pembuatan


1) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2) Disetarakan timbangan.
3) Ditimbang 0,4 gram Acid salicyl ditetesi etanol gerus ad larut, sisihkan
4) Ditimbang sulfur preacip 0,8 gram gerus halus,sisihkan
5) Dibuat mortir panas
6) Ditimbang vaselin flavum 18,8 gram digerus di mortir panas aduk ad larut
7) Ditambahkan (3) + (4) ke dalam (6)
8) Diaduk ad homogen
9) Dimasukkan dalam pot dan diberi etiket biru lalu tandai.

3.6 Prosedur evaluasi


1. Organoleptis, dapat dilakukan dengan menggunakan pengindraan. Dicium
aromanya, warna dan bentuk sediaan.
Uji Organoleptis

Hasil

Bau
Warna
Bentuk sediaan

2. Homogenitas, digunakan 2 buah kaca preparat, lalu sampel diletakkan diantara


2 kaca preparat tersebut, dan diamati kehomogenitasan sampel.
3. Daya lekat dan daya sebar, dapat dilakukan dengan menggunakan 2 kaca
preparat, kemudiaan sampel diletakkan diantara 2 kaca preparat tersebut. Lalu
diberi beban (anak timbangan tertentu). Jika sampel menyebar merata/luas, maka
sediaan tersebut baik. Setelah itu dipindahkan beban, dipisahkan 2 kaca preparat
tersebut. Jika kaca preparat susah dipisahkn menandakan bahwa sediaan uji
memiliki daya lekat yang tinggi.
4. Uji pH , dilakukan dengan melarutkan beberapa sampel uji pada air, lalu diberi
indikator universal, dan diamati nilai pH yang sesuai.

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM SALEP
Nama
Organoleptis
Imam W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Eka W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Fikri W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Catur W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Wise W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Cerli W:kuning
n
A: sulfur
B:semi padat
Dian W:kuning
A:sulfur
B:semi padat
Mila

W:kuning
A:sulfur
B:semi padat

Hasi

Uji

Evalluasi

l uji evaluasi
Homogenitas
Homogeny

pH
6

Daya lekat
Melekat

Homogeny

Homogeny

Homogeny

Homogeny

Homogeny

Homogeny

Daya sebar
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram
Dari 1,2cm jadi 2
cm dengan beban 5
gram
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram
Dari 1 cm menjadi
2 cm dengan beban
5 gram

Homogeny

Dari 1 cm jadi 3
cm dengan beban 5
gram

Melekat

Melekat

Melekat

Melekat

Melekat

Melekat

Melekat

BAB V
PEMBAHASAN

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah


padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian
luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.
Dalam praktik, kami melakukan pembuatan sediaan salep berdasarkan
formula yang telah kami buat sebelumnya.Untuk membuat formula tersebut
langkah pertama yang kami lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang
dipergunakan untuk pembuatan sediaan salep ini adalah timbangan dan anak
timbang, mortir, stamper, kaca arloji, kertas perkamen, wadah pot dan alat
evaluasi.
Sedangkan bahan yang dipergunakan adalah asam salisilat yang
mempunyai sifat keratolitik, yang dapat melunakkan kulit sehingga dapat
melunakkan kulit sehingga dapat membantu penyerap obat lain dan fungsida yang
lemah. Efek yang tidak diinginkan; iritasi kulit; kelarutan asam salisilat ; larut
dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol, sulfur preacip mempunyai sifat
germisida, fungisida, parasitisida dan juga mempunyai efek keratolitika. Hal yang
perlu diperhatikan: hindarkan kontak dengan mata, mulut dan mukosa; kelarutan
sulfur praecipetatum praktis tidak larut dalam air,sangat sukar larut dalam etanol
dan vaselin flavum sebagai basis salep.
Setelah alat dan bahan siap, langkah kedua adalah menimbang bahan
sesuai dengan perhitungan yang ada, dimana asam salisilat ditimbang sebanyak
0,4 g , sulfur preacip 0,8 g dan vaselin flavum 18,8 g.

Langkah ketiga, setelah penimbangan bahan adalah melarutkan asam


salisilat dengan menambahkan etanol setalah larut sisihkan asam salisilat
Kemudian langkah keempat membuat basis salep, pembuatan basis dengan
cara memanaskan mortir dengan cara memasukan air panas ke dalam mortir.
Setelah mortir dikira sudah panas buang air da masukan vaselin flavum gerus
sambil di tambahkan asam salisilat dan sulfur preacip sampai semua bahan larut
dan homogen. Masukan dalam pot salep dan beri etiket.
Langkah kelima, adalah evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan yang dilakukan
adalah evaluasi organoleptis, homogenitas, daya lekat, proteksi dan daya sebar.
Evaluasi pertama adalah uji organoleptis, evalusi yang dilakukan dengan
cara mengamati sediaan tersebut dengan dilihat bentuk, warna, dan bau dari
sediaan salep scabies yang dibuat tersebut. Evaluasi ini dilakukan agar
mengetahui sediaan yang dibuat sesuai dengan standar salep yang ada, dalam arti
sediaan salep tersebut stabil dan tidak menyimpang dari standar salep. Hasil yang
kami peroleh untuk bentuk semi solid, bau sulfur, warna putih kekuningan.
Evaluasi kedua yaitu uji homogenitas. Uji ini dilakukan dengan tujuan
agar mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena sediaan krim
yang baik harus homogen dan bebas dari pertikel- partikel yang masih
mengumpal. Cara ujinya yaitu dengan mengoleskan sedikit sediaan salep pada 2
kaca preparat lalu amati adakah partikel yang masih menggumpal atau tidak
tercampur sempurna. Hasil yang kami peroleh yakni sediaan salep kami homogen.
Evaluasi ketiga yaitu uji daya lekat dan daya sebar. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui lamanya daya lekat dan luas daya sebar sediaan salep yang dibuat. Uji
ini dapat dilakukan dengan menggunakan 2 kaca preparat, kemudian sampel
diletakakan diantara 2 kaca preparat tersebut, lalu beri diberi beban( anak
timbangan tertentu). Jika sampel menyebar merata / luas , maka sediaan tersebut
baik. Setelah itu dipindahkan beban, dipisahkan 2 kaca preparat tersebut. Jika
kaca preparat susah dipisahkan menandakan bahwa sediaan uji memiliki daya
lekat yang tinggi. Hasil yang kami peroleh yaitu rata daya sebar 2-3 cm dengan
panjang sempel 1-1,2 cm dan diberikan beban seberat 5 gram. Selain itu daya
lekatnya melekat dengan baik.
Evaluasi keempat yaitu uji Ph, dilakukan untuk mengetahui ph dari
sediaan salep yang dibuat. Cara uji ph yakni dengan melarutkan sampel uji pada
air, lalu masukan indikator universal dan amati nilai ph yang sesuai. Untuk hasil
uji ph yang kami peroleh beragam yakni 5 7. Hasil tersebut masih sesuai dengan
teori karena di teori ph kulit

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Salep adalah sediann semi solid yang cara penggunaannya dioleskan dan
sebagai obat luar.
Salep scabies digunakan untuk mengatasi penyakit scabies (gudik) yang
disebabkan oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita akibat garukan.
Dari praktikum yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa salep
sacabies yang dibuat bentuknya semi solid, bau sulfur warna kuning keputihan.
Salep scabies tersebut homogen, daya sebarnya rata rata 2-3 cm dan daya
lekatnya melekat dengan baik dan ph salep scabies tersebut 5 7.
6.2 Saran
Untuk lebih memperoleh hasil yang lebih baik perlu diperhatikan kestabilan bahan
dan kelarutan bahan.

Anda mungkin juga menyukai