Anda di halaman 1dari 5

Kisah Musailamah al kadzab ( seorang nabi palsu )

Nama boleh ditiru, sebutan mungkinlah disamakan, tapi hakikat tetaplah berbeda.
Kata orang, Anda bisa meniru segala yang Anda inginkan, tapi Anda tidak akan
pernah menjadi saya. Kiranya itulah ungkapan yang layak diberikan kepada mereka
para peniru dan yang suka mengaku-ngaku.
Mengaku-ngaku dan klaim dalam materi dunia tentu sudah tidak baik dan bukanlah
kebiasaan orang-orang terpuji. Bagaimana pula kiranya mengklaim dalam
permasalahan menerima wahyu ilahi. Sebagaimana dilakukan oleh Musailamah alKadzab. Putra bani Hanifah ini mengaku sebagai Nabi.
Siapakah Musailamah?
Sejarawan berbeda pendapat tentang namanya. Ada yang mengatakan ia adalah
Musailamah bin Hubaib al-Hanafi. Yang lain mengatakan Musailamah bin Tsamamah
bin Katsir bin Hubaib al-Hanafi. Ada yang mengatakan kun-yahnya adalah Abu
Tsamamah. Ada pula yang menyebutnya Abu Harun.
Musailamah dilahirkan di wilayah Yamamah. Di sebuah desa yang sekarang ini
disebut al-Jibliyah. Dekat dengan Uyainah di lembah Hanifah wilayah Nejd.
Usia Musailamah lebih tua dan lebih panjang dibanding Rasulullah . Ada yang
menyebutkan ia terbunuh pada usia 150 tahun saat Perang Yamamah. Ia adalah
seorang tokoh agama di Yamamah dan telah memiliki pengikut sebelum wahyu
kerasulan datang kepada Nabi Muhammad .
Sebelum mengaku sebagai nabi, Musailamah sering menyusuri jalan-jalan. Masuk ke
pasar-pasar yang ramai oleh masyarakat Arab maupun non-Arab. Berjumpa dengan
orang-orang berbagai macam profesi di sana. Pasar yang ia kunjungi semisal pasar
di wilayah al-Anbar dan Hirah (Futuh al-Buldan oleh al-Baladzuri, Hal: 100).
Musailamah adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang kuat (strong
personality). Pandai bicara. Memiliki pengaruh di tengah bani Hanifah dan kabilahkabilah tetangga. Tutur katanya lembut namun menipu. Pandai menarik simpati, bagi
laki-laki maupun wanita. Ia menyebut dirinya Rahman al-Yamamah. Namun Allah
berkehendak beda. Ia dikenal dengan nama Musailamah al-Kadzab (Musailamah
sang pendusta) hingga hari ini.
Saat Musailamah mengumumkan kenabiannya (nabi palsu), Rasulullah berada di
Mekah. Ia mengutus orang-orang pergi ke Mekah untuk mendengarkan Alquran.
Kemudian kembali ke Yamamah untuk membacakannya kepadanya. Setelah itu ia
menirunya atau memperdengarkan ulang ke hadapan orang-orang sambil
mengklaim itu adalah kalamnya (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh ath-Thabari, 3:
295).
Utusan Bani Hanifah Menemui Rasulullah

Di antara metode dakwah Rasulullah adalah menulis surat kepada para penguasa
dan raja-raja. Menyeru mereka untuk memeluk Islam. Seruan dakwah tersebut
sampai juga kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi. Seorang penguasa Yamamah yang
beragama Nasrani. Setelah menerima surat tersebut, Haudzah mengajukan syarat
agar kekuasaan diberikan kepadanya. Nabi menolaknya. Tidak lama setelah itu
Haudzah pun wafat.
Pada tahun ke-9 H, tokoh-tokoh bani Hanifah yang berjumlah beberapa belas orang
laki-laki datang menemui Nabi di Madinah. Di antara mereka terdapat
Musailamah. Mereka datang untuk mengumumkan keislaman kepada Rasulullah .
Dan menyepakati bahwa Nabi adalah pemimpin.
Bani Hanifah termasuk kabilah Arab yang terbesar jumlahnya. Mereka memiliki
kedudukan dan terpandang. Karena merasa layak mendapatkan kepemimpinan,
mereka mengajukan permintaan kepemimpinan. Mereka ingin agar Musailamah
kelak menggantikan posisi Nabi setelah beliau wafat. Nabi menolak permintaan
mereka.
Utusan bani Hanifah pun kecewa dan mulai muncul keinginan untuk keluar dari
Islam. Dan Nabi telah menangkap gelagat ini. Ketika hendak pulang ke Yamamah,
mereka berkata kepada Rasulullah , Sesungguhnya kami meninggalkan salah
seorang sahabat kami di perbekalan kami untuk menjaganya.
Rasulullah menanggapi, Kedudukan dia (Musailamah) tidak lebih buruk daripada
kedudukan kalian. Artinya walaupun ia sebagai petugas yang menjaga perbekalan
kalian, bukan berarti kedudukannya lebih rendah dari kalian. Mereka pun pulang ke
Yamamah dengan membawa hadiah dari Nabi .
Perkataan Nabi terhadap Musailamah tersebut dijadikan sabda rekomendasi oleh
Musailamah dan tokoh yang lain. Mereka klaim bahwasanya Nabi Muhammad
meridhai Musailamah sebagai penggantinya. Tak lama Musailamah pun
mengumumukan kenabiannya di tengah-tengah bani Hanifah. Sejak saat itulah ia
dikenal sebagai Musailamah al-Kadzab.

Kemudian Nabi menunjuk Nuharur Rijal bin Unfuwah untuk mengajarkan agama
kepada penduduk Yamamah. Ibnu Unfuwah adalah laki-laki yang berilmu, luas
pandangannya, dan cerdas. Siapa sangka, ternyata Ibnu Unfuwah malah bergabung
dengan Musailamah. Kesungguhannya di hadapan Rasulullah hanyalah riya
semata. Ibnu Unfuwah mengakui kenabian Musailamah. Menurutnya Musailamah
bersama-sama Nabi Muhammad dalam risalah kenabian. Orang-orang bani
Hanifah pun simpati kepadanya. Dan Musailamah menjadikannya orang kepercayaan
(Futuh al-Buldan oleh al-Baladzuri, Hal: 97, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh athThabari, 3: 137-138, dan al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir, 5: 50-52).
Rasulullah Berbalas Surat dengan Musailamah
Setelah klaim kenabiannya diterima di tengah-tengah kaumnya, rasa percaya diri
Musailamah kian bertambah. Semakin jauhlah kesesatannya. Ia mulai memposisikan
diri sebagai seorang utusan Allah. Ia meniru Nabi Muhammad yang berdakwah

melalui surat kepada para raja dan penguasa. Saking percaya dirinya, ia mengirim
surat kepada Nabi Muhammad :





Dari Musailamah seorang rasulullah kepada Muhammad seorang rasulullah.
Keselamtan atasmu, amma badu:
Sungguh aku sama denganmu dalam kerasulan ini. Bagi kami bagian bumi tertentu
dan bagi Quraisy bagian bumi lainnya. Akan tetapi orang-orang Quraisy adalah kaum
yang melampaui batas.
Perhatikanlah, para penyeru kesesatan sejak dulu terbiasa menggunakan pilihan
kata yang indah untuk menipu manusia. Musailamah menyebut Nabi Muhammad
sebagai orang yang melampaui batas. Karena ingin menguasai seluruh jazirah Arab.
Sementara ia mengisyaratkan bahwa dirinya adalah orang yang bijak karena ingin
berbagi.
Demikian juga para penyeru kesesatan di zaman ini, mereka menggunakan bahasa
yang indah untuk memikat hati. Mereka sebut ajaran mereka mencerahkan
sementara berpegang kepada Alquran dan sunnah adalah kejumudan dan kaku.
Mereka sebut ajaran mereka toleran. Sementara yang lainnya adalah radikal.
Rasulullah tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Beliau tidak ingin keraguan
dan kerancuan ini tersebar. Beliau pun membalas surat Musailamah:



.. :


Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Musailamah sang pendusta.
Keselamatan bagi mereka yang mengikuti petunjuk, amma badu:
Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orangorang yang bertakwa.

Setelah membaca surat itu, Musailamah memutilasi sahabat Nabi, Hubaib bin
Zaid radhiallahu anhu, yang Nabi tugaskan untuk mengantarkan surat kepada
Musailamah al-Kadzab. Peristiwa ini terjadi di akhir tahun ke-10 H.
Fanatik Suku, Sajak Pun Disangka Wahyu
Musailamah mulai menjadikan Yamamah sebagai tanah haram. Ia juga mulai
menyusun sajak yang ia sebut sebagai Alquran. Al-Mutasyammas bin Muawiyah,
paman dari al-Ahnaf bin Qais, pernah mendengar sajak-sajak Alquran palsu yang
dibacakan oleh Musailamah. Setelah keluar dari majelis Musailamah ia berkomentar,
Sungguh ia seorang pendusta. Al-Ahnaf juga mengomentari, Dia bukanlah nabi
yang sebenarnya. Bukan pula seorang yang pintar dalam berpura-pura menjadi
nabi.
Orang-orang Yamamah yang mengikuti Musailamah begitu fanatik dengan dakwah
kenabiannya. Mereka bangga orang-orang dari keluarga Rabiah bersaing dengan
keluarga Mudhar. Yakni keturunan Rabiah juga punya nabi sebagaimana keturunan
Mudhar punya nabi, yakni Nabi Muhammad . Pengakuan kenabian terhadap
Musailamah sangat dipengaruhi fanatisme kabilah dan suku.
Suatu hari Thalhah an-Namiri datang ke Yamamah untuk bertemu Musailamah. Ia
ingin mendengar langsung dakwahnya dan menguji kenabian pembuat wahyu palsu
ini. Ketika sampai di majelis Musailamah, Thalhah menyebut nama Musailamah
langsung. Kaum Musailamah menjawab, Sebut dia rasulullah!. Tidak mau, sampai
aku melihatnya dulu, kata Thalhah.
Ketika Musailamah datang, Thalhah berkata, Engkau Musailamah? Iya, jawab
nabi palsu si tukang tipu. Siapa yang datang kepadamu? Tanya Thalhah.
Musailamah menjawab, Rahman (Allah pen.). Dalam keadaan bercahaya atau
dalam kegelapan?, selidik Thalhah. Dalam kegelapan, jawab Musailamah.
Thalhah berkata, Sungguh aku bersaksi engkau adalah pendusta. Dan Muhammad
adalah yang benar. Akan tetapi pendusta dari Rabiah lebih kami cintai dibanding
orang yang jujur dari Mudhar. (Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk oleh ath-Thabari, 3, 283286, Asadul Ghabah oleh Ibnul Atsir, 1: 443, dan al-Mufashshal fi Tarikh al-Arab
Qobla al-Islam oleh Jawad Ali, 6: 97).
Untuk menguatkan posisinya, Musailamah menikahi seorang perempuan dari bani
Tamim. Kabilah besar lainnya di masyarakat Arab. Perempuan itu adalah Sajah binti
al-Harits bin Suwaid at-Tamimiyah. Wanita ini memiliki kesamaan degnan
Musailamah, sama-sama mengaku nabi. Ia mengajak kaumnya bani Tamim dan
paman-pamannya dari kabilah Taghlib dan kabilah-kabilah Rabiah lainnya.
Bersatulah kelompok besar ini dalam fanatisme kesukuan mengklaim sebuah
kedustaan. Kemudian mereka menantang kekhalifahan Abu Bakar di Madinah.

KISAH MUSAILAMAL AL KAZZAB

Di susun oleh :
Kelompok 3

SDN CIKASARUNG I
2016

Anda mungkin juga menyukai